Mentari mulai naik, sinarnya menembus gorden jendela dan remang-remang menyilaukan mata hingga membuat Diva sedikit terganggu. Dengan berat hati gadis itu membuka matanya dan menggerakkan tangannya meraba-raba kasur mencari dimana letak ponselnya.
"Aish sebenarnya dimana ponselnya ku!" gerutu gadis cantik itu di pagi hari karena tak kunjung menemukan ponselnya.
Diva benar-benar membuka matanya dan duduk diam diatas ranjang sambil melihat sekeliling, sampai akhirnya ia melihat hp nya tergeletak dibawah selimutnya sendiri. Dengan kesal ia meraih ponselnya dan melihat jam yang ada di layar ponsel.
"Haaa?" refleknya terkejut melihat jam yang sudah menunjukkan pukul 08.05 pagi. Diva secepat mungkin bergegas menuju kamar mandi dan mengguyur seluruh tubuhnya dengan air dingin.
Ia keluar dari kamar mandi dengan tubuh menggigil, dan melihat menuju lemarinya untuk mengambil baju ganti. Ia meraih baju sebisanya dan memakai baju itu, tampak sederhana namun kelihatan classy di badan gadis cantik itu karena bentuk tubuh dan parasnya yang begitu mendukung untuk memakai pakaian apapun.
Ia segera turun ke bawah dengan sedikit berlari, melihat mamanya di bawah, ia hanya pamit sebisanya lalu segera masuk ke mobilnya. Diva menyetir dengan kecepatan yang sedikit tinggi untuk mengejar ketertinggalannya.
***
Pukul 08. 35
Diva sedikit berlari memasuki cafe yang cukup ramai dan padat pengunjung. Ia melihat sekitar dan menemukan teman-temannya duduk di tempat bagian pojok. Tampak Raina dan Arkan duduk dengan ekspresi flat serta kesal.
Diva berjalan seperti tanpa salah dan beban menghampiri mereka, menarik kursi di sebelah Faris lalu duduk sambil cengar-cengir seolah-olah manusia tanpa dosa. "Hehe sorry guys tadi tuh maceettt banget, gila sih sampe kesel aku di jalan," ujar Diva mencoba menjelaskan.
Raina mengambil ponsel Faris yang ada diatas meja lalu memperlihatkan layar ponsel Faris, terlihat seperti tampilan aplikasi maps. Dengan wajah flat Raina berkata, "Gaya lo sok-sokan bilang macet, kita dari tadi lacak lo. Orang macetnya cuma 15 menitan doang."
Diva menggaruk kepalanya yang tidak gatal sambil tertawa kecil, "Hehe ya maaf, tadi bangun kesiangan gue nya. Terus langsung cepet-cepet berangkat kesini deh," Diva berusaha mencairkan suasana yang tampak tegang.
Faris gemas sendiri melihat Diva yang mencoba menjelaskan semuanya. Tanpa aba-aba Faris memeluk Diva dari samping, "Aaaa gemesnya cewekku. Sini-sini ayang, udah lah jangan di marahin terus cewekku, kasihan ini loh. Masa cewe secantik ini di salahin terus," celetuk Faris.
Diva pun menunjukkan puppy facenya dan membalas pelukan Faris, "Huum loh, jangan dimarahin akunya," ucap Diva dengan sedikit memanyunkan bibirnya agar kelihatan imut.
Arkan memandang Diva dengan wajah julidnya, "Dasar mak-mak rempong, kalo janjian ngaret mulu," ejek Arkan.
"Biarin huuu..." Diva membalas ledekan Arkan.
Tak terasa Raina, Surya, Arkan, Naya, Dika, Faris dan Diva sudah lulus dari SMA. Tahun ajaran baru mulai dibuka, mereka pun mempersiapkan diri untuk mendaftarkan diri ke perguruan tinggi yang mereka incar.
Mereka mulai berbincang-bincang seperti biasa, hingga akhirnya mereka membahas tentang perguruan tinggi dan universitas yang mereka inginkan. Semua tampak bersemangat kecuali Faris dan Dika.
Surya pun bertanya kepada mereka berdua, "Dik, Ris... Lo berdua kenapa dah, di tekuk mulu mukanya. Enjoy napa, kita kan lagi kumpul-kumpul buat have fun."
"Halah tenang, gue gapapa anj*r. Santai aja kali," jawab Faris sambil tersenyum mengalihkan perhatian.
"Tapi senyum kamu dipaksain banget loh Ris, sini cerita sama kita," Naya ikut menyelah.
Faris menghela nafasnya panjang, "Gue gapapa asli dah, gue cuma agak kesel aja gara-gara kemaren ga keterima di Universitas yang dipengenin bokap nyokap. Ya lu tau kan gue anak tunggal, mereka mesti ngarepin banyak banget ke gue, tapi gue nya malah ngecewain banget."
Surya menepuk pundak Faris menyemangati, "Tenang aja bro, bokap nyokap lo pengen masuk universitas mana? Gue bantu!"
Faris menurunkan tangan Surya dari pundaknya dan menunjukkan senyum palsunya, "Ga usah, udah gue gapapa kok. Lagian universitas juga banyak kali," jawab Faris mengentengkan.
"Serius lu Ris? Gue juga mau kok bantu, gue punya sodara yang jadi dosen di salah satu universitas gede," selah Arkan.
"Gausah, udah tenang aja, gue masih bisa cari yang lain. Lagian kalau pun gue berhasil masuk kesana, otak gue gak kuat nj*r, kebakaran ntar otak gue," gurau Faris mencairkan suasana.
Melihat pacarnya yang tengah bersedih, Diva menangkup kedua pipi Faris dan menatapnya lekat, "Aaaa ayang jangan sedih, kan ada neng Diva disini. Jangan sedih ya ayangku," hibur Diva sambil memanyunkan bibirnya imut.
Faris terkekeh melihat tingkah menggemaskan pacarnya itu, ia mencubit gemas pipi Diva, "Iya-iya ayang ututuuu cayangku gemesin banget sih."
Raina menyipitkan mata dan berkata santai, "Gue yang udah sah, nyimak bang."
Faris menyahut tak terima, "Ooo anda belum lihat ya, liat aja ntar gue nikahin Diva, gue ledek kalian semua, huuu," balas Faris tidak terima.
"Ealah, uwu mulu dah ni kek penganten baru. Lah itu si kadal tokek satu napa, ngesad boi mulu idupnya," selah Arkan julid.
Dika sedikit kesal, "Kualat lo ke temen kek gitu, dasar buaya Jakarta! Gue tuh galau teman-temanku tercinta," ucap Dika dengan sedikit aegyo.
Arkan kembali menunjukkan wajah julidnya. Surya bertanya, "Kenapa galau? Abis putus cinta lo?" tanyanya.
Dika menghela nafas panjang dan menaruh kepalanya diatas meja dengan badan lemas, "Gue mau nikah," ujarnya.
"APA?!"
Sontak semuanya terkejut mendengar kata-kata Dika barusan. Semua mata memandang ke arah meja mereka karena suara keras mereka. Mereka berusaha tak percaya, namun ekspresi Dika menunjuk kejujuran.
.
.
.
.
.
Tbc
Dika menghela nafas panjang dan menaruh kepalanya diatas meja dengan badan lemas, "Gue mau nikah," ujarnya.
"APA?!"
Sontak semuanya terkejut mendengar kata-kata Dika barusan. Semua mata memandang ke arah meja mereka karena suara keras mereka. Mereka berusaha tak percaya, namun ekspresi Dika menunjuk kejujuran.
Faris menyenggol tubuh Dika yang tampak lemas diatas meja, "Bercanda mulu ni om-om satu, gak lucu anj*r."
Dika menengok dengan posisi kepala masih diatas meja, ia menatap Faris dengan wajah tak bersalah, "Ya masa gue bercanda Ris, lihatlah muka ganteng gue ini, apakah diriku terlihat seperti berbohong wahai Faris ku tercinta," jawab Dika tak berdaya.
Faris langsung memukul ringan tangan Dika, "Ih jijik anj*r, homo ya lu?" kesal Faris. Naya nyengir melihat Dika dan Faris, Faris pun menatap Naya yang terlihat aneh. "Lu kenapa Nay? Jadi takut gue liatnya," ujar Faris.
Naya kembali tersenyum biasa, "Engaa... Enggak papa kok, cuma senyum doang," jawab Naya. Padahal dalam hati Naya berkata, "Aaaaaa kalo mereka belok, kira-kira Dika apa Faris ya uke nya? Astaga, jiwa fujo ku bergetar. Ya ampun, Nay inget Faris udah ada Diva!"
Raina ikut berbicara, "Lu kalo ngomong yang bener napa, lemes mulu kek abis ngapain aja."
Surya pun meledek istrinya yang duduk santai diatas kursi, "Hayoo... Ngapain hayo, kok lemes, abis ngapain hayoo..."
Raina menatap Surya dengan wajah julid, "Ni kenapa dah mas-mas satu, mau dipesenin es teh panas biar normal?"
Surya mengelus dadanya sendiri, "Astagfirullah kamu ini berdosa banget sih istri," ujar Surya sambil geleng-geleng kepala.
Dika pun mengangkat kepalanya dan mulai berbicara kembali, "Serius deh gue tuh mau nikah, asli dah, gue aja udah ada calon istri. Kalian gatau kan, huuu..." Dika meledek.
"Yang bener ae lu?!"
Dika sedikit kesal, "Ya bener lah, serius gue ini. Gue gak tau kenapa bokap nyokap nyuruh gue nikah mulu, dan katanya mau di jodohin sama anak temen mereka. Ya gue awalnya nolak lah, orang ketemu orangnya aja gue belum pernah, masa main nikah-nikah aja, emang gue cowo apaan. Cowo tuh dijaga bukan dirusak," tegas Dika.
Diva menjawab kesal, "Ya kebalik lah dodol! Cewek yang dijaga harusnya."
"Ya cowok juga Div, lihatlah gue sebagai cowok yang teramat seksi dan tampan ini, harus dijaga lah, kalo para cewe tergoda gimana, gak kuat aku nanti," bela Dika.
Semuanya menatap Dika datar seolah-olah semua yang dika katakan adalah Hoax dan penipuan publik. "Ealah sesuka lu lah Dik, btw kapan lu nikah? Masa baru lulus langsung nikah, tidak profesional dalam berumah tangga ntar lu." Arkan bergurau ringan agar suasana tak begitu tegang.
"Yeee, ya kaga sekarang juga nikahnya, emang aku cowo apaan bang. Katanya sih suruh kenalan dulu sama tuh cewe, tapi nih ya, kalo lancar Tahun ini gue nikah," jelas Dika.
Diva senang sendiri mendengar Dika yang akan menikah, "Woahhh keren-keren nj*r, kalo udah nikah ntar gue pesen banyak ponakan yee, gue ntar mau jadi crazy rich aunty yang suka bagi-bagi duit sama jajan, kece bener dah gue," kata Diva sambil mengibaskan rambutnya percaya diri.
"Nyeh, lu pikir gampang apa bikin anak."
Surya duduk tegak dan menyahut, "Ya gampang lah Dik... Tinggal set set set, tak tak, set set set set, nghh ahhh selesai."
Raina terkejut sekaligus malu karena Surya, ia reflek memukul pelan lengan Surya, "Ya Allah ni anak... Keep halal brader, insaflah wahai manusia!"
Surya menengok dan menghadap kearah Raina, "Tapi kita udah halal sayang... Nana cayangku, athu mau jatah athu eum," Surya berbicara seolah-olah bayi kecil yang meminta sesuatu.
Raina menatap Surya dekat dan memancing suaminya, "Jangan macem-macem, ku borgol di kasur mau kamu hm?" Raina tersenyum miring.
Surya menunjukkan smirk nya karena melihat sang istri mulai berani memancing dirinya, "Boleh sayangku, asal kamu suka... Kamu siap?"
Raina hanya tersenyum cengengesan, "Hehe engga." Teman-temannya pun menertawakan Raina yang hanya berani memancing namun tak berani bertanggung jawab.
"Hayoloh, nanti malem... Hayo," Arkan menakut-nakuti Raina, Raina membalasnya dengan pukulan di pundak Arkan. Arkan hanya meringis menahan sakit, "Aw sakit Na, ni cewe badan kecil tenaga kuli ya!"
Semua tertawa mendengar ejekan Arkan. Tak lama, Faris menengok dan tersenyum bersemangat kearah Diva, "Kan ayang mau punya ponakan nih, gimana kalo kita aja yang buat biar lebih seru, kan lucu kalo punya bay-"
Belum selesai Faris melanjutkan kata-katanya, jari telunjuk Diva lebih dulu menempel di bibir Faris sehingga Faris terdiam. "Shuutt, keep halal brader!" tutur Diva.
Mereka semua tertawa melihat tingkah Diva dan Faris. Semuanya bersantai dan menikmati waktu bersama di caffe itu, hingga saat hampir tengah siang, mereka mulai berpamitan satu persatu.
Dika melihat sebuah notifikasi masuk di ponselnya dan berdiri untuk pulang lebih dulu. "Bro gua balik duluan yee, biasalah ada tugas negara... Sebelum gua dicoret dari KK."
"Yoi bro, ati-ati di jalan jangan sampe kegoda cewe yee, inget dah ada calon!" tutur Arkan.
Dika menatap Arkan sinis, "Ni anak ngingetin mulu anj*r!"
......***......
Setelah Dika sampai di rumah, ia melihat ayah dan ibunya sudah bersiap dengan baju yang bagus dan sopan. Ayahnya yang melihat Dika baru masuk kedalam rumah pun langsung menyuruh Dika berganti baju.
"Sana ganti baju yang sopan, kita mau keluar!"
Dika menggaruk kepalanya yang tak gatal dan hanya oke-oke saja. Dika masuk ke kamarnya, berganti baju dan pergi bersama ayah ibunya menggunakan mobil keluarga.
Tak berselang lama, mereka sampai di rumah yang cukup bagus, tak besar namun tak juga kecil, lingkungan rumahnya cukup asri dan nyaman dilihat. Mereka semua masuk dan bertamu kerumah itu. Dika hanya menjaga formalitas serta sopan santun saja karena tak tau apa tujuan kedua orang tuanya membawa dirinya kesini.
Hingga akhirnya ayahnya pun menjelaskan bahwa Dika akan bertemu dengan calon istrinya, mereka akan melalui proses ta'aruf. Dika terkejut karena tak menyangka prosesnya akan secepat ini, namun rasa terkejutnya hilang saat seorang gadis melangkah ke ruang tamu untuk menyapa mereka semuanya.
Gadis itu tersenyum manis dan menatap sekilas kearah Dika lalu menundukkan pandangannya lagi, Dika tiba-tiba terdiam menatap gadis ini. Pandangannya tak lepas dari gadis itu hingga ia tak sadar kalau sedang diajak berbicara oleh ayahnya untuk membahas perkara ta'aruf ini.
"Dik..."
"...."
"Dika..."
"...."
"Dik!" Ayahnya memanggil Dika sambil sedikit menyenggol kaki Dika, Dika pun terkejut dan reflek menengok kearah ayahnya.
"Hah? Oh, iya? Apa? Kenapa yah?"
Ayahnya Dika menggelengkan kepalanya, "Kamu ini sebenarnya lihat apa sih dari tadi, diajak ngomong kok pikirannya malah kemana-mana!" tanya Ayah Dika.
.
.
.
.
.
Tbc
"Dik..."
"...."
"Dika..."
"...."
"Dik!" Ayahnya memanggil Dika sambil sedikit menyenggol kaki Dika, Dika pun terkejut dan reflek menengok kearah ayahnya.
"Hah? Oh, iya? Apa? Kenapa yah?"
Ayahnya Dika menggelengkan kepalanya, "Kamu ini sebenarnya lihat apa sih dari tadi, diajak ngomong kok pikirannya malah kemana-mana!" tanya Ayah Dika.
"A-anu gapapa yah, sampai dimana tadi?" tanya Dika yang berusaha kembali fokus.
Ayahnya hanya menghela nafas, sedangkan ayah gadis itu hanya tertawa kecil menertawakan Dika. "Ini gadis cantik yang hendak di jodohkan dengan kamu, namanya Amora," jelas ayah Dika.
Dika hanya mengangguk paham sambil sesekali mencuri pandang pada gadis itu. Ayah Amora tertawa santai, "Tenang saja nak, kalau memang tidak cocok juga tidak apa, toh namanya pernikahan juga tidak bagus kalau terlalu dipaksakan."
"Ayah mengajak kamu kesini biar tau siapa calon istri kamu, kalian bisa mengobrol dan lebih mengenal satu sama lain."
Dika hanya mengangguk, tak lama ibu Amora menyuruh Amora untuk mengajak Dika jalan-jalan di taman belakang rumah mereka. Amora dan Dika pun berdiri lalu meninggalkan para orang tua yang ada di ruang tamu. Amora sedikit gugup berada didekat Dika, ia mengajak adik kecilnya berusia sekitar 4 tahunan bernama Zaskia.
Gadis kecil bernama Zaskia itu pun bertanya pada kakaknya karena tiba-tiba saja diajak ke kebun belakang rumah, "Kak Rara mau ajak Kia kemana?" Amora tersenyum dan masih menggenggam tangan gadis kecil itu sambil berjalan, "Kia mau lihat bunga di kebun belakang sama kakak?" Zaskia mengangguk senang menanggapi ajakan kakaknya.
Dika ikut gugup mendengar suara Amora, ia berusaha mengatur nafas sambil sesekali berbicara dalam hati, "Ya Allah, ini cewek suaranya lembut banget dah, sopan banget di telinga. Bayangin aja tiap pagi disapa pake suara kayak gini, indah banget hidup gua."
......***......
Mereka sampai di kebun belakang dan duduk di gazebo sambil melihat bunga-bunga yang sedang bermekaran, seorang asisten rumah tangga datang membawakan minum untuk mereka bertiga. Hanya ada kecanggungan yang sunyi disitu, Zaskia jengkel melihat dua orang dewasa didepannya hanya diam saja.
"Ih, Kak Rara kenapa si kok diem terus... Kia nya ngga diajak ngomong, gatau ah sebel sama Kak Rara!" ungkap kesal Zaskia pada Amora.
Dika gemas melihat Zaskia, ia sedikit menunduk dan mengulurkan tangannya kedepan. "Hai gadis cantik, namanya siapa?" tanya Dika.
Zaskia tersenyum karena akhirnya ada yang mengajaknya mengobrol, "Hai kak ganteng, nama aku Zaskia Az-Zahra bisa dipanggil Kia, masih 4 tahun dan tahun depan mau sekolah PAUD hehe..." Zaskia memperkenalkan dirinya secara lengkap.
Dika terkekeh melihat gadis kecil yang tampak lebih cerewet dibandingkan kakaknya yang hanya diam sedari tadi. Karena karakteristik Dika yang humoris, Dika dan Zaskia cepat sekali akrab.
Dika berbisik pada Zaskia dan berkata, "Kia cantik... Kenalin Kak Dika ke kakakmu yang cantik itu dong, masa dari tadi diem terus orangnya, kakakmu gasuka liat cowo ganteng ya?" bisik Dika yang didengar Amora.
Amora membulatkan mata mendengar kata-kata Dika, sedangkan Zaskia kembali membalas bisikan Dika. "Kak Rara emang suka diem kayak kuda orangnya, Kak Rara mah aneh, walaupun kakak ganteng, tapi kayaknya Kak Rara gak suka deh... Kak Rara kan sukanya Kia hehe," ledek Zaskia.
Dika menggeleng pelan sambil tertawa melihat gadis kecil yang sudah pintar berbicara ini, "Kak kenalin, ini Kak Rara, nama panjangnya Amora Zevanya, orangnya cantik, pinter tapi diem terus kayak kuda... Dia cuma suka sama Kia dan film Korea Utara, umurnya gatau, udah sekolah, juga dah gede!" jelas Zaskia.
Amora pun meralat kata-kata Zaskia barusan, "Heh Korea Selatan dek, bukan Korea Utara Astaghfirullah."
Dika mulai menggoda Amora, "Wah kakakmu cantik ya, dan suka film Korea Utara juga, beda dari yang lain. Boleh Kak Dika bawa kakakmu pergi? Nanti Kak Dika sayang-sayang deh orangnya, gak dibikin nangis... Nanti Kak Dika temenin nonton film Korea Utara terus deh," Dika membujuk Zaskia.
Zaskia menggeleng tegas, "Gaboleeee-!!! Nanti Kia ga ada temennya, ga boleh bawa Kak Rara pergi pokoknya!" Zaskia menegaskan, Amora hanya tertawa kecil lalu menyahut, "Tuh gak boleh sama adikku, dimarahin sama Kia nanti kalo masih ngeyel."
Dada Dika langsung berdebar kencang saat Amora meresponnya untuk pertama kali, Dika terlalu gugup, ia pun mengambil segelas sirup didepannya. Dika berusaha tenang, namun tangannya tak bisa diajak kompromi. Gelasnya bergetar terus menerus sampai Dika meletakkan kembali gelas itu di tempatnya.
Amora tertawa kecil melihat Dika yang gugup, ia pun meledeknya. "Dek Kia, lihat deh... Kak Dika udah gede tapi takut dimarahin Kia sampe tangannya getar-getar terus tuh!"
Amora dan Zaskia tertawa bersama, Dika hanya berusaha menahan malu karena terlalu gugup. "Astagfirullah, cewe cantik kayak Amora emang gak baik buat jantung. Gak suka perjodohan, tapi kalo calonnya Amora bisa dibicarakan baik-baik. Bismillah halal-!" ucap Dika pada diri sendiri.
...***...
Diva pergi ke kampusnya untuk melengkapi beberapa berkas pendaftaran, namun saat kembali ia tak sengaja menabrak seseorang karena terlalu fokus dengan ponselnya hingga membuat minuman yang orang itu bawa tumpah ke baju Diva.
"Aish..."
"Oh sorry-sorry, gue gak sengaja!" ucap orang itu.
Diva hanya menunduk melihat bajunya yang basah terkena Ice Coffe, "It's okay, gua juga nggak lihat jalan."
Diva mengangkat pandangannya dan melihat wajah orang yang ia tabrak, satu hal yang terpikirkan oleh Diva saat ini. "Tampan."
"Are u okay? Sorry banget gue gak sengaja. Gue saranin mending lo ke kamar mandi dulu deh, soalnya kopi itu tadi with extra sugar, pasti lengket di badan kalo nggak cepet di bersihin," orang itu memberitahu Diva.
Diva mengangguk, "Okay, gua ke toilet dulu deh." Diva berbalik badan dan masuk ke kamar mandi. Ia membersihkan badannya dengan tisu kering sekaligus tisu basah yang ada didalam tasnya, "****! Ini baju baru, gini amat hari gua!" umpat Diva kesal.
Setelah selesai membersihkan sebagian badannya, dia keluar dan melihat orang tadi ada di depan kamar mandi sambil membawa paper bag. Ia memberikan paper bag itu pada Diva, "Nih buat lo ganti baju, gue gatau sih ukuran lo, tapi gue beli asal aja tadi. Yang penting lo gak pake baju basah gitu, pasti risih kan."
Diva mengangguk, "Makasih." Diva mengambil paper bag dari tangan orang itu lalu masuk kembali kedalam toilet untuk ganti baju, ia tak menyangka baju itu akan pas dibadannya, dan jika dilihat-lihat lagi baju itu cocok dengan dirinya. "Hmm... Lumayan, bagus juga selera ni cowok."
Diva keluar dan tak menyangka orang tadi masih menunggu, "Sorry banget ya gue gak sengaja tadi," orang itu mengulurkan tangannya kedepan Diva. "Oh iya, salam kenal, gue Andra."
Diva tersenyum, "It's okay, gue juga salah kok," Diva menjabat tangan orang bernama Andra itu. "Diva."
"Lo maba ya?"
"Iya."
"Pantesan gapernah liat cewek cantik kayak lo sebelumnya disini, hehe." Andra merogoh ponsel dari sakunya dan melihat sebuah nomor menelfonnya, "Eh gue duluan ya, lain kali kita ketemu lagi ya cantik. Sorry banget buat tadi, see u." Andra melambaikan tangannya lalu berlari pergi meninggalkan Diva.
"Iyaa..."
Diva menatap kepergian Andra yang semakin jauh, "Kok ganteng ya. Astagfirullah, inget ada Faris Div, jangan aneh-aneh deh plis!" Diva menyadarkan dirinya.
Faris dari belakang menepuk pundak Diva dan menyapanya, "Kiw cantik... Ikut aa yuk neng, aa kasih es krim nanti." Faris berlagak menggoda Diva.
.
.
.
.
.
Tbc
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!