Amel mengintip dari balik kaca nako belakang kelasnya, hatinya gerimis melihat nasib surat cintanya diperlakukan seperti itu.
Bastian menatap ke arah jendela dengan pandangan merendahkan sekaligus jijik.
" Hei anak kampung, berkaca kau sebelum mengiris surat seperti itu "
Bastian kembali menatap ke arah tong sampah.
" Kurus, hitam, dekil, untung kau hidup, jangan pernah kau perlihatkan senyuman jelek-mu itu padaku lagi ! Masih ingusan sudah kegatelan "
Umpatnya kasar.
Bastian lupa jika dia adalah calon seorang pengajar, dan saat ini sedang PKL di area perkebunan kelapa sawit.
Jarak antara kota kecamatan dengan perumahan karyawan perkebunan kelapa sawit milik salah satu perseroan terbatas lebih kurang dua puluh kilometer.
Sementara untuk sampai ke kota provinsi, tempat Bastian menimba ilmu bisa di tempuh dengan jalan darat, selama delapan jam.
Amel sangat terluka oleh penghinaan yang barusan di ucapkan oleh Bastian.
" Semoga apa yang Bapak ucapkan, akan berbalik ke Bapak "
Mendengar jawaban dari bibir Amel yang bergetar dengan mata yang basah, Bastian hanya mencibir.
" Kau menyumpahi aku ? Memangnya siapa kau ? "
" Bukankah tadi Bapak yang mengatakan kalau aku kurus, hitam, dekil ? Anak yang Bapak hina-kan ini, yang akan membuat hidup Bapak bahagia, aku kutuk Bapak tidak akan menikah seumur hidup kalau tidak dengan aku "
Bastian mencibir.
Anwar, teman sekelas Amel, yang sama sama duduk di kelas enam sekolah dasar, menarik paksa Amel untuk menjauhi kaca jendela samping kelas.
...******...
" Mel, dari pada cari kerja susah susah, kawin aja ! "
" Nikah Om, memangnya kucing "
Bibir Amel mengerucut lima senti kedepan.
Om Joko terkekeh.
" Ya emang nikah dulu, setelah itu baru...."
" Om, ada Carla tuh ? "
Tunjuk Amel pada sepupunya yang berusia lima tahun.
Untung saja bocah itu sedang belajar mengenal huruf dan mengejanya dengan suara full, Carla, anak pertama Om Joko, baru kelas nol kecil di sekolah TK Pertiwi.
" Tau tuh Abang, kalau ngomong gak pakai filter "
Omel Tante Widuri sembari menyusui anak kedua Om Joko yang baru berusia enam bulan.
Ya anak Tante Widuri juga sih, kan Om Joko suaminya.
" Coba kau pikir Mel, sudah tiga tahun lulus sekolah, sampai saat ini, belum juga dapat kerja, cakep ? Jangan ditanya, body ? Beuh, tuh penyanyi dangdut Depe aja lewat "
" Lewat mana Om ? "
" Lewat rumahnya lah, masa' lewat depan rumah kita, bisa minta foto bersama dan tanda tangan di leher ntar "
Amel tergelak, Tante Widuri cuma melengos.
Om Joko mengesap kopi buatan Amel yang dipesannya tadi, pulang kerja kehujanan, dingin dingin kan enaknya minum yang anget anget, sembari ditemani gorengan yang sama angetnya, kebetulan Amel sedang menggoreng ketela pohon tadi, cocok.
Buurrrrr....
Om Joko menyemburkan kopi yang baru diminumnya.
" Ameeeelllll....Apa yang kau masukkan ? "
Om Joko mengusap usap bibirnya yang sedikit ndower, tapi kata Tante Widuri, sexy.
Mik jengger aja kalah sexy dengan Om Joko, tapi bukan Mick Thongraya ya ? Itu aktor idola emak, ganteng.
Hallah Mak, ngehalunya ketinggian.
Terserah deh, asal Tante dan Om-nya senang, Amel mah no komen.
" Air panas, kopi, gula ditambah dengan Bismillah, kenapa Om ? Enak kan kopi buatan aku ? "
Tanya Amel tanpa merasa bersalah.
" Kamu beneran naruh gula apa garam ? Kopinya asin, Amel, kalau enggak percaya, nih, minum ! "
Amel tersentak lalu cengengesan.
" Gak perlu Om, terimakasih, aku ganti lagi aja ya "
Amel segera ngacir ke dapur sebelum mendengar omelan dari mulut Om Joko.
" Nih, Om, aku jamin yang ini gak salah, pasti manis, semanis aku "
Amel segera bersembunyi di belakang badan Tantenya sebelum Om Joko akan melemparkan potongan ubi goreng ke arah Amel.
Dia jengkel dengan Amel ponakannya, jahilnya gak ketulungan, untung saja keponakannya cuma satu, coba ada tiga yang kaya' Amel, Om Joko bisa mati berdiri.
" Dasar, perawan ke ganjenan, udah minta kawin, bilang ? Jangan malu malu ! "
" Om, nikah Om, nikah "
Amel berteriak gemas.
" Bang, masa' guru bahasa Indonesia tetapi kalimatnya enggak banget, untung saja murid murid Abang gak ada yang denger "
Tante Widuri mencibir
" Iya iya maaf, keceplosan.
Mau gak Mel ? Nikah. "
" Sama siapa ? Sama Duda tajir ? Udah bau tanah ? Warisannya banyak, tapi untuk aku ya ? Mau mau ! "
Tante Widuri cekikikan, sampai Alif yang sudah tertidur tersentak kaget
" Ssshhhh....Cup cup sayang, maafin Mama ya ! Ketawa Mama kekencangan ya ? "
Tante Widuri menepuk nepuk bokong Alif agar batita itu kembali tenang.
" Ngawur, ada teman Om yang sudah kepengen nikah juga, tapi gak jadi terus, pertama sudah mau akad nikah, besoknya ijab Kabul, tiba tiba calon istrinya kena serangan jantung, lalu Innalilahi, kedua sudah tunangan, eee.... Tunangannya hamil duluan, oleh orang lain, yang ketiga ...."
" Dia ditinggal nikah "
Sela Amel
" Kok tau Mel, memangnya kamu kenal dengan teman Om ? "
" Idih, kenal dari mana ? Dengerin ya Om, selama tiga bulan aku tinggal disini, memangnya Om pernah kedatangan tamu ? Paling juga, noh, tukang kredit panci karena Tante telat mbayar angsuran "
Tante Widuri mendelik, Amel menutup mulutnya, tapi telat, Om Joko sudah tahu.
" Dek, untuk apa kredit panci ? "
" Jaga jaga bang, siapa tahu pas kita buat acara syukuran sunatan Alif, barang barang di rumah ini sudah lengkap, gak perlu minjam punya tetangga lagi, malu bang, panci aja minjem "
" Astagfirullah, dek, dek, Alif masih berusi enam bulan, mikir-mu kejauhan, kamu gak ada niatan untuk meng-khitan Alif segera kan ? Bisa habis punya dia, dek, suram masa depannya "
Om Joko menepuk jidatnya sendiri.
" Bukan punya Alif yang di khitan bang, tapi punya Bapak-nya Alif, biar gak sering sering masuk ke dalam sangkar, capek bang hamil terus, kapan aku mengurus diri sendiri, biar cantik dan sexy, nah ini ? Gembrot "
Tante Widuri gantian ngomel.
" Om, Tan, ada anak anak kecil yang ndengerin, ternoda nih telingaku "
Amel menutup kedua telinganya dengan telapak tangan yang jari jemarinya di renggangkan.
" Keceplosan Mel "
Tante Widuri ngeloyor masuk ke dalam kamar.
Om Joko nyengir malu.
" Walaupun kamu sedikit berdaging dek, tapi Abang tetap cinta kamu, empuk, anget lagi kalau di peluk, eh "
Om Joko menggaruk garuk kepalanya yang tidak gatal.
" Keceplosan lagi, Mel "
Amel memutar bola matanya jengah.
" Eh, Mel, mau gak kalau Om cocokkan dengan teman Om "
" Setua Om ya ? "
" Matang Mel, bukan Tua, tiga puluh tiga, gak ketuaan lah Mel sama kamu "
" Beda sebelas tahun, tua dong Om "
" Enggak juga, laki laki itu ibarat buah kelapa Mel, semakin tua semakin berminyak "
" Asal gak busuk aja Om "
...*****...
...🌵🌵🌵🌵🌵🌵🌵...
" Beuh, yang udah jadi dosen, ngajak ketemuannya di cafe, beda sama aku yang cuma guru anak anak abege, yang tingkah absurd-nya bikin ngurut dada, Bas "
" Sudah, mau pesan apa ? Bebas "
Tawar Bastian, teman seperguruan waktu jadi murid ki jangger.
Hais, maksudnya satu fakultas dulu waktu masa masa kuliah.
" Pesan bini muda boleh gak, Bas " Om Joko nyengir, gara gara sering dijahili Amel, Om Joko mendadak sengklek.
" Kau mau di kebiri sana Widuri ? "
" Becanda Bas, Widuri belahan hatiku, darinya aku sudah memiliki sepasang buah hati, memangnya kau ? Jangankan anak, istri saja belum ada, emosian, ntar kalau kau sudah nikah, aku bisa jamin kalau kau tidak akan lagi gampang terbakar "
" Kau kira aku kertas yang gampang terbakar ? "
" Lah, yang kita punya itu api, Bas, harus tersalurkan, kalau enggak, ya gitu, seperti dirimu, gampang ngambek, kaya' cewek yang lagi PMS "
" Sok tahu, guru bahasa Indonesia, ngebahasnya tentang bergituan, kaya' ngerti aja "
Bibir bawah Bastian di majukan ke bawah.
" Kalau soal itu mengandung unsur apa ya tahulah, itu pelajaran umum, kalau kau gak percaya noh, tanya pada si Wahyudi, dia guru biologi, pasti jawabannya sama "
" Sudah gak perlu ngebahas yang gak penting, cepat katakan ! Tadi katanya ada ponakan mu yang udah kebelet nikah "
" Kau kan kebelet juga, begini ceritanya "
Bastian mendengarkan dengan kedua dahi yang berkerut dalam, masa' Om Joko minta besok malam lamaran, kalau perlu nikah aja sekalian, biar unsur api dalam diri Bastian cepat tersalurkan, ada ada saja.
" Orang tuanya bagaimana ? "
" Sejak dia berusia lima tahun, kedua orang tuanya bercerai, dia di asuh oleh ibuku, dan kedua orang tuanya masing masing sudah memiliki keluarga sendiri, dia ditinggalkan begitu saja, sampai tiga bulan yang lalu, ibuku meninggal, hanya aku walinya "
" Oke, besok aku akan membawa kedua orang tuaku datang melamar, tapi dia cantik kan ? "
" Kau tengok wajahku ? Ganteng kan ? Widuri bilang aja aku kaya' Vino "
Om Joko menaikkan kerah bajunya sombong.
" Vino siapa ? "
Kalau jawaban Om Joko, Vino suaminya dari artis Marsha T*mo*hy, Bastian sudah siap siap menjitak kepala Om Joko dengan wadah tissue, karena ngehalunya gak tanggung tanggung.
" Mboh "
Om Joko terkekeh
...******...
POV Amel.
Aku menatap tidak percaya pada pria jangkung yang tengah duduk diapit oleh kedua orang tuanya, persis anak TK yang takut di culik atau ditinggal pergi.
Cih, badan segede kingkong gitu, siapa yang mau menculik ?
Yang nyulik juga males, pasti banyak makannya.
Gayanya pura pura gak mau ngelihat ke aku ketika aku meletakkan tatakan dan cangkir porselen yang berisi air teh di dalam gelas untuknya, padahal aku bisa melihat jika air liurnya sudah hampir menetes, dikiranya aku hidangan apa ?
Tahu pria ini yang akan Om Joko jodohkan untukku, aku kasih garam air teh untuknya, kalau perlu aku kasih air liur sedikit, anggap saja balasan dari ludah yang pernah di muntah-kan pada surat cinta yang pernah aku berikan sepuluh tahun yang lalu.
Aku masih bisa mengingat wajahnya dengan jelas, dia tidak banyak berubah, hanya kematangan saja, sesuai dengan usianya, mirip artis Korea Song Seung-heon.
Makanya aku kesemsem.
Ngegemesin kan ? Rasa pengen aku gigit lidahnya biar putus, lalu aku jadikan sop, biar ucapannya tidak pedes dan nyakitin ati.
Tapi, aku bisa jamin jika dia tidak mengenali aku lagi, secara aku sekarang sudah gak dekil, item, hidup lagi, udah kaya' nyamuk aja.
Nih, cakep kan ? Dia rugi kalau nolak aku, makan tuh omongan-mu sendiri.
Aku hanya bisa mengupat dalam hati.
Eh, jangan di sumpahi dong, kan dia calon suamiku, tuh, mereka aja udah ngomongin tanggal pernikahan.
Eh, tunggu dulu, hellow, yang mau nikah ini sebenarnya siapa sih, kok aku gak di ajakin ngomong.
Bodo ah, yang penting nikah, gak perlu susah susah cari kerja kesana kemari, tinggal rebahan, udah ada yang nafkahi, ntar kalau malam paling juga, aaahhh.....Malu ...aku dan Pak Bas akan....saling pandang pandangan, yee....Jangan ngeres dong !
...*****...
" Jadi sepakat ya jika seminggu lagi pernikahan akan dilaksanakan disini juga, secara sederhana yang penting kesakralan acaranya, dan menikahnya juga sah secara hukum agama dan hukum negara "
Ucap Pak Wibowo, calon mertua Amel
" Semoga kali ini gak ada apa pun yang bisa membuat pernikahan kamu gagal lagi ya, nak "
Ibunya Bastian ikut berdoa.
" Iya Om, Tante, kan kasihan Bastian, udah umur setua itu, onderdilnya hanya untuk pipis doang, sia sia, eh "
Bastian menendang kaki Om Joko di bawah meja.
Bapak dan ibunya Bastian hanya bisa terkekeh.
Tante Widuri mencubit paha Om Joko agar jangan gampang keceplosan.
" Maaf, dek, ucapan replek, seperti mata yang kedutan, kan gak bisa ditahan, apa lagi di cegah "
Ada saja Alasan Om Joko untuk membela diri.
...*****...
POV Bastian
Busyeett, bening bener ponakan Joko, gak ada mirip miripnya dengan dia, untungnya Joko, laki laki, kalau perempuan, butek gitu, mimpi apa Widuri cinta mati sama si Joko ya ? Apa bibirnya yang ndower itu yang menarik hati
Haish, ngapain juga ngomongin bibir si Joko.
Masa' cewek sebening gini payah cari kerjaan, emang dia mau melamar jadi apa ? Direktur ? Ya gak diterima-lah, tapi kalau cuma jadi SPG atau resepsionis, gak mungkin tidak diterima atau bagian HRD nya lagi pakai kacamata hitam sehingga gak bisa ngelihat cewek secantik itu.
Wuih, udah masih muda, kulitnya bening, bodynya, goals mah men, jadi pengen cepat cepat ngehalalin dia.
Joko payah, punya ponakan cantik diumpetin aja, pura pura jual mahal dikit ah, jangan kelihatan banget kalau aku sudah tertarik duluan.
...*****...
" Gimana Mel, oke kan teman Om "
Om Joko bertanya sembari menghitung uang diatas meja, pakai dibantu dengan Tante Widuri malah.
" Om, banyak bener uangnya ? Memangnya baru gajian ? Gak pakai ditransfer ? Ini zaman apa ? Lagian ini kan baru pertengahan bulan "
Amel ikutan duduk di depan Om Joko dan Tante Widuri.
Mau ikutan ngitung tapi kan gak sopan.
" Pertanyaanmu banyak bener Mel, ini uang untuk acara syukuran Minggu depan, untuk beli perlengkapan kamu, ah pokoknya tenang aja Mel, sering sering aja nikah Mel, biar kita cepat kaya "
Om Joko cengengesan.
Mimpi apa neneknya Amel, punya anak kok sableng.
" Om, maksudnya apa ? Kok aku disuruh sering sering nikah ? "
" Tau nih Abang, dari tadi ngomongnya ngelantur terus "
" Abang cuma lagi seneng dek, itu ibu dan Bapaknya Bastian saking senengnya mau dapat mantu, masa' cuma buat acara syukuran buat orang kampung sekitaran sini ngasih duit sampai lima puluh juta, waktu Abang nikah sama adek aja, Abang cuma ngasih sepuluh juta, pakai mbongkar celengan emak lagi "
Om Joko terkekeh membuka aibnya sendiri.
" Abang emang gak modal, untung aku cinta sama Abang "
Om Joko sama Tante Widuri cubit cubitan mesra.
Ekhem.
Amel berdehem keras
" Bisa gak cubit cubitannya di di dalam kamar ? Biar aku aja yang ngitung uangnya, lagian ini uang kelihatan dari Bank, kenapa pakai dihitung lagi ? "
Amel menatap kedua orang yang melongo bodo lalu sama sama menepuk jidatnya.
...*****...
...🌵🌵🌵🌵🌵🌵🌵...
Enak juga mau nikah sama perjaka tua, eh tunggu dulu, belum tentu dia masih perjaka, secara sudah setua gitu, emang selama ini ngapain aja ? Tiduran ? Atau cuma nonton TV sepulang dari mengajar.
Ah, gak perduli, yang penting kawin, eh nikah maksudnya, dari pada badan terus meriang setiap melihat Om Joko ndusel ndusel Tante Widuri, lebih baik kan nikah, sama Pak Bas lagi, wuih.
Baru membayangkan saja, Amel sudah kebelet pipis.
Nervous, maksudnya.
" Mel, jangan lupa nanti beli baju tidur yang kaya' saringan tahu itu, ya, ! Kata orang orang sih lingerie, bahasanya, biar suami kamu klepek klepek enggak bisa nahan "
Tante Widuri cekikikan sendiri.
Itu pesan Tante Widuri sebelum Amel pergi untuk membeli perlengkapan pribadi, dari daleman atas sampai ke bawah.
" Tante mau sekalian aku belikan ? Mumpung banyak uang "
Amel mengipas ngipaskan satu gepok uang berwarna biru, didepan wajahnya, pagi tadi sebelum Om Joko berangkat ke sekolah, dia memberikan uang yang diberikan oleh orang tua Bastian pada Amel, untuk membeli keperluan pribadinya.
" Gak perlu Mel, pakai daster lusuh saja, Om-mu sudah panas saja bawa'annya, apa lagi pakai yang begituan ? "
Amel cuma bisa nyengir.
Sebenarnya Amel malas, apa gunanya beli daleman yang semua serba baru dan berenda renda, enakan tidur pakai sarung aja, ntar juga dibuka lagi, menghemat waktu, eh.
Ke tempat Anwar Ah.
Anwar, temen Amel dari SD dan dari kampung, sama sama pindah ke ibu kota provinsi untuk merubah nasib.
Nasib Anwar sih berubah, dia bisa bekerja sebagai security di sebuah pusat perbelanjaan, Amel yang gak berubah rubah, hanya terus sebagai penunggu rumah.
Entah sudah berapa banyak dia membuat surat lamaran kerja, tapi hasilnya belum ada.
Hari ini Anwar libur kerja, Amel nyamperin Anwar di kos kos'an tempat Anwar yang tidak jauh dari pusat perbelanjaan tempat dia bekerja
" Kau beneran mau nikah sama Pak Bas ? Kok bisa ? Memang dia tahu siapa kau sebenarnya ? "
Anwar tidak percaya ketika Amel mengajaknya untuk menemani dirinya mencari segala macam yang dipesankan Tante Widuri tadi.
" Bener lah, ini buktinya "
Amel menunjukkan cincin bermata hijau yang tersemat di jari telunjuknya, kok bukan di jari manis ? Iya kalau di letakkan di jari manisnya sedikit kedodoran, Amel takut cincinnya terlepas dari jarinya, ntar hilang, rugi kan ?
" Dia enggak tahu, tenang saja, setelah akad nikah, dan saat dia akan meminta begituan, aku akan membongkar siapa aku yang sebenarnya "
" Ntar dia jijik lho sama kamu, ingat bagaimana dia ngehina kau, Mel "
" Biarin, biar kapok dia, syukur syukur jika dia gak jadi nyentuh aku, biar kalau aku di ceraikan, aku masih Ting Ting, dijamin masih Ting Ting "
Kok nyanyi Mel
" Kau tidak takut jadi janda ? "
" Ngapain takut, jadi janda lebih menarik banyak peminat, atau kalau enggak, aku bisa nikah sama kamu kan, War ? "
Amel menarik turunkan alisnya lucu.
Anwar cuma mesem.
...*****...
" Mel, masa' beli beginan ngajak aku sih ? Calon suami kamu buka aku Mel "
Anwar protes, di ajak Amel beli untuk daleman.
" Gak pa pa lah, War, siapa tahu setelah aku di cerai, kau yang akan melihat aku memakai pakai kaya' gini "
Busyaeet si Amel, dari tadi ngomongnya nyerempet nyerempet terus, gak tahu apa ya kalau aku udah meriang dan kebelet pipis.
" Jangan ngaco deh Mel, nikah aja belum udah mikirin di cerai "
" Siapa tahu War, jaga jaga, kau jangan kawin dulu, tunggu aku ! "
" Nikah Mel, nikah "
Amel terkekeh, dia jadi ketularan Om Joko.
Teringat dengan Om-nya yang baik hati dan tidak sombong itu, Amel mengubungi Om Joko.
[ Om, aku lagi belanja nih, Om ada nitip gak ]
[ Baru bawa uang lima juta, gayamu sudah sok kaya Mel, tapi emang iya sih, kau kan belum pernah pegang uang sebanyak itu ]
Om Joko tergelak di seberang sana.
[ Jangan ngejek Om, ntar kalau aku udah jadi nyonya Bastian, pasti uangku ada segini, buruan Om ! Pulsaku udah mau habis nih ]
Om Joko berdecak
[ Pegang uang segitu masa gak bisa beli pulsa ]
[ OOO....Om ]
[ Iya iya, belikan baju tidur yang sexy ya Mel, hadiah untuk Tante Widuri, biar....]
Belum selesai Om Joko berbicara pulsa di ponsel Amel tinggal kenangan.
" Mel, suaramu bisa lebih kenceng lagi gak ? Tuh, kita jadi bahan perhatian "
Amel mengedarkan pandangannya ke sekeliling toko yang menjual pakaian dalam perempuan, beberapa pasang mata menatap Amel dengan tatapan terganggu, sebagian lagi mencemooh, sisanya kepo.
Amel cuek,
" Biarin aja, kita gak kenal mereka "
Amel melanjutkan memilih milih apa yang akan dibelinya termasuk dengan pesanan Om Joko.
...*****...
" Cintaku, nanti malam pakai ini ya ! "
Om Joko memberikan tiga helai lingerie pilihan Amel, kepada Tante Widuri yang tengah menyuapi Carla makan bubur kacang ijo.
Kedua mata Tante Widuri membulat dengan sempurna.
" Untuk apa aku pakai baju beginian Bang, belum sempat di pakai, Alif udah keburu bangun, ogah ah, ntar masuk angin "
" Pakai dong sayang, biar kaya' di film film gitu "
Rayu Om Joko sambil nowal nowel dagu Tante Widuri.
Carla, dianggap boneka hidup yang sebagai hiasan diruang tamu, hanya diam dan membuka mulutnya ketika ibunya menyuapkan bubur kacang ijo kedalam mulutnya
Amel, anggap saja dia orang orangan sawah.
" Kalau di film film itu bang, kamarnya pakai AC, jadi tidurnya pakai selimut tebal, bukan selimut tetangga ya, nah kita, ada Alif yang tidur bersama kita, pakai kipas angin yang bunyinya wush wush wush bisa koyak tuh baju, kasih Amel aja, dia sebentar lagi jadi pengantin "
" Gak perlu Tan, aku sudah beli, satu lusin malah "
" Ah, yang bener, Mel, untuk apa sebanyak itu ? "
Om Joko kepo.
" Di jual lah Om,
Ngapain juga aku beli sampai satu lusin, dua aja cukup, palingan juga di pakai satu malam aja, selanjutnya...."
" Selanjutnya apa Mel ? "
Tante Widuri ikutan pengen tahu.
" Gak perlu pakai begituan, aku mau tidur pakai kebaya, biar Pak Bas gak bisa macam macem "
Tante Widuri cekikikan.
" Sekarang aja kamu bilang gitu Mel, karena belum tahu rasanya, coba kalau udah tahu, beuh...."
" Rasa apa Om, durian ? Di belakang rumah nenek kan banyak, sekarang lagi musimnya lagi "
Amel sengaja membelokkan omongan Om Joko, kalau di biar biarkan, Om Joko suka lepas kontrol.
" Eh iya ya Mel, sekarang kan lagi musimnya, mendingan tanah di kampung kita jual aja Mel, bagian ibukmu, bisa untukmu "
Mulai Om Joko yang kepengen kaya, buntut buntutnya mau menjual tanah warisan.
" Terserah Om aja, aku terima bersih "
Sama aja Mel.
...******...
...🌵🌵🌵🌵🌵🌵...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!