(Note : ini hanya cerita fiktif belaka, sebuah cerita karangan yang tidak ada dalam dunia nyata, tidak menyangkut pautkan segala sesuatu seperti menyinggung agama, ideologi, atau kepercayaan dari masyarakat.)
Jagat raya mengalir dengan sebuah lintasan takdir yang sudah ditentukan oleh tuhan sejati, dimana segala sesuatu tercipta karena memiliki suatu alasan.
Antara sebab dan akibat, atau pun sudah menjadi alur cerita kehidupan yang memiliki awal serta akhir, semua itu adalah runtutan peristiwa di dalam takdir.
Kisah hidup seseorang hanya satu titik debu yang menari-nari diantara luasnya telapak tangan Tuhan, dia bukan siapa-siapa, orang lain bukan siapa-siapa, dan mereka pun bukan siapa-siapa, hanya sekedar pemeran utama dalam drama kehidupan yang mereka buat sendiri.
Jagat raya telah di ciptakan untuk jutaan periode, bermacam kehidupan telah melewati bermacam-macam bentuk peristiwa di dalam perjalanan mereka, dari awal penciptaan hingga hari kiamat datang.
Semua itu telah digariskan oleh tuhan sejati, tentang segala sesuatu yang telah terjadi, sedang terjadi, atau pun di masa depan sebelum terjadi.
Tidak ada yang terlewat dari roda takdir milik tuhan sejati, dan satu orang itu, dia mencoba melawan kehendak Tuhan, setelah banyaknya periode waktu terlewati, nama Davendra selalu hadir untuk mengubah hidup.
Suatu waktu di alam surga....
Malaikat terbang naik dengan kecepatan cahaya, melewati setiap lapisan-lapisan langit menuju ke sebuah tempat yang berada di ujung perjalanan.
Delapan sayap membentang besar, membawa sosok malaikat itu hadir di Cakrawala biru, tepat di hadapannya, dia berlutut di sebuah cahaya terang yang menyinari seluruh ruang dimensi.
"My lord, jika dia, Davendra... Ingin mengubah kehendak yang sudah engkau tetapkan, kenapa tidak anda musnahkan saja dari roda takdir." Ucapnya dengan fasih.
"Segala sesuatu sudah tergaris dalam sebab dan akibat, tidak akan ada jawaban tanpa pertanyaan, dan tidak ada pertanyaan tanpa jawabannya.... Davendra menjadi satu sebab kenapa jagat raya di ciptakan, tindakan yang ingin dia capai, adalah bentuk akibat dari pilihan takdirnya." Cahaya itu menjawab dengan suara menggema ke seluruh lapisan langit.
"Jadi bagiamana jika Davendra itu berhasil mengubah roda takdir ini." Seakan menjadi ketakutan terbesar bagi para malaikat.
"Apa yang akan terjadi maka terjadilah, jika dia berhasil, itu adalah bentuk dari perjuangan selama ini Davendra lakukan." Itu menjadi jawaban yang malaikat itu terima.
Dengan patuh malaikat itu menunduk hormat, dimana setiap perkataan dari tuannya adalah kehendak mutlak yang tidak bisa siapa pun bantah.
*******
Tapi di sebuah dunia.....
Suasana alam sedang bergejolak, angin berhembus menghadirkan badai besar yang akan datang, menampar dedaunan pohon, mendorong ombak pecah di karang, dan seketika kilat datang menyebar ke segala arah.
Gemuruh besar terdengar keras, langit seakan ingin runtuh, dan hujan deras membasahi permukaan tanah.
Para manusia yang hadir di dalam rumah-rumah mereka melihat ke luar jendela kayu, menatap takut, dimana alam memiliki rahasia sendiri.
Segala kemungkinan bisa saja terjadi, tapi tidak ada yang tahu kapan datangnya sebuah bencana.
"Ini mungkin akan menjadi badai yang sangat besar." Ucapnya seorang lelaki paruh baya dengan menggenggam tangan kecil anak gadis di sampingnya.
"Apa kita akan baik-baik saja, ayah." Tampak jelas ada ketakutan untuk merasakan suasana di hari ini.
"Ayah akan melindungi mu, jadi tenang saja." Balasnya dengan sebuah senyum getir di wajah.
Awan hitam pun mulai berpusat di satu tempat, berputar-putar membentuk sebuah cincin gelap yang menunjukan gambaran seakan alam sedang murka.
*******
Binatang besar bersayap turun dari atas langit, mereka adalah para naga yang kembali ke sarang mereka di sebuah lembah besar.
Sang makhluk bersayap mengubah dirinya menjadi sosok manusia dengan tubuh besar berotot penuh dengan simbol-simbol.
"Patriark Vonnir bagaimana...." Bertanya seseorang penuh rasa khawatir.
"Ini tidak baik, seluruh wilayah dari ujung barat hingga Utara semua tertutupi oleh awan hitam, berlindung lah kalian semua, berharap jika tidak ada yang akan terjadi."
"Baik Patriark."
Dengan tatapan tegas namun rumit untuk dijelaskan, menyeka air hujan yang turun membasahi wajahnya, ketika memperhatikan cincin awan hitam menunjukan sebuah perubahan.
Cahaya keemasan hadir di tengah-tengah pusaran awan, ini jelas menunjukkan bahwa kejadian yang sekarang mereka lihat, bukan sebuah peristiwa alam biasa.
Melainkan ada campur tangan pihak luar yang tidak diketahui oleh siapa pun, bahkan dirinya sendiri.
"Apa yang sebenarnya terjadi dengan semua ini." Gumam Vonnir semakin penasaran akan kehadiran cahaya emas yang muncul.
Cahaya yang sudah berkumpul menjadi satu mulai membentuk lingkaran prasasti aneh, melebar besar, terbentang di luasnya langit tidak berujung.
Seketika itu lingkaran prasasti mulai bergetar, dan tiba-tiba saja meledak dalam gelombang super kuat, menyebar tujuh cahaya ke segala arah berbeda.
"Ini seperti sebuah pertanda akan terjadi perubahan besar." Ucap Vonnir menyaksikan bagaimana semua itu berlangsung.
*******
Dan beberapa tahun kemudian....
Di suatu tempat jatuhnya cahaya itu, partikel-partikel keemasan mulai berkumpul menjadi satu titik, menyerap energi alam yang ada di sekitar.
Semakin berkembang, dari ukuran yang tidak bisa dilihat oleh mata, menjadi setetes darah menggelembung di udara.
Kemudian jatuh ke tanah menjadi secuil daging hidup, menggeliat, bergerak-gerak, semakin besar, lebih besar hingga terlihat adanya kekuatan abnormal keluar dari dalam gumpalan daging.
Waktu yang terus bergerak memberi pertumbuhan secara perlahan, semakin lama terbentuklah urat-urat syaraf, mereka terpusat, menyebar, dan menjadi tulang belulang.
Melapisi setiap bagian dengan daging, struktur tubuh dan organ-organ dalam pun terbungkus oleh kulit tipis yang menjadikan partikel cahaya sebagai seorang manusia.
'Akan ada hari dimana penyesalan itu datang, dan karena tanganmu sendiri, kau akan melahirkan rasa sakit yang membuatmu hancur oleh Takdir tanpa bisa kau menolaknya.' Suara itu menggema dalam pikiran.
Tapi karena suara-suara itu datang, matanya kini mulai terbuka, menatap langit biru yang tinggi seakan tidak berujung di atas kepalanya.
Sosok lelaki yang baru saja lahir oleh sekumpulan cahaya, mulai terbangun ditengah-tengah luasnya tanah lapang berumput hijau, tanpa tahu kenapa dirinya ada di tempat seperti itu.
Terlebih lagi untuk sekarang tidak ada satu kain pun menutupi tubuh, rambut berkibar bebas diterpa angin kencang dari Utara, belalai gajah pun ikut melambai-lambai bebas seakan semesta hanya milik dia seorang.
Berdiri menatap langit yang biru dan aroma tanah seperti basah oleh hujan, dilihatnya dari ujung cakrawala, segala arah untuk mencari tahu dimana dia berada.
Dia tidak tahu siapa dirinya sendiri, nama atau pun tanggal lahir, terlebih lagi tentang alasan mengapa terbangun di tempat yang tidak dia ketahui, semua tidak ada dalam ingatannya, hanya sekedar jenis kelamin karena sudah dia lihat dibawah pusarnya sendiri.
"Aku merasa baru terbangun dari tidur yang sangat panjang." Gumam lelaki itu sendirian.
Di saat semua yang dia lihat hanya sekedar pemandangan alam hijau dan biru, tidak tampak satu pun kehadiran manusia atau sekedar makhluk lain untuk datang menyapa.
"Aku ingin tahu dimana ini." Bertanya dia sendiri.
Semua hal di pandangan mata tampak asing, tapi jangankan nama tempat yang ada di sekitarnya, untuk mengenal tentang dirinya sendiri pun masih menjadi pertanyaan besar.
Karena tidak ada alasan dia tetap diam dan menunggu, mengangkat satu jari ke atas setelah dijilatnya basah, merasakan angin berhembus dari barat.
"Baiklah aku akan pergi ke sana."
Seakan percuma dia melakukan itu, dan perjalanannya pun tidak tahu kemana saja, tidak perduli utara, timur, barat atau selatan.
Berjalan terus maju melangkahkan kaki tanpa tahu harus kemana, mencari sebuah kehidupan untuk bertanya banyak hal tentang semua yang tidak dia ketahui.
Tapi entah apa yang akan dia temui di ujung perjalanannya, hanya berharap tidak akan menjadi masalah karena kehadiran sebagai orang asing.
Meski begitu, berjalan sendirian, tanpa baju, tanpa sensor untuk menutupi belalai gajah yang bergelantungan dan bergoyang kiri kanan dengan gerakan konsisten, sudahlah melanggar aturan.
Hanya saja, alasan tentang keberadaannya di tempat ini masihlah membingungkan, dia tidak tahu apa pun tentang dirinya atau alasan kenapa dirinya ada di sini.
Satu malam....
Dua malam....
Tiga malam....
Jauh perjalanan ditempuh untuk sekedar mencari sebuah kehidupan yang bisa diajaknya berkomunikasi dengan bahasa untuk dimengerti.
Sedangkan sepanjang perjalanan, dia hanya bertemu makhluk-makhluk liar yang meraung-raung tidak jelas, berkepala panjang lidah meliuk-liuk, atau memiliki capit berekor tajam.
Mereka semua hanya ingin bermain-main dan berlarian pergi setelah melihat tatapan mata darinya.
Hingga akhirnya dia melihat dua sosok makhluk saling bercengkrama akrab di tengah-tengah luasnya padang rumput.
Satu bertubuh besar, berwarna merah, dengan leher panjang, bergigi runcing, dan ada sayapnya pula. Sedangkan satu lagi adalah seorang manusia berjenis kelamin wanita yang berlari-lari mengajak naga itu bermain .
Entah kenapa perasaan senang terlihat jelas dari raut wajahnya, sudah empat hari tiga malam dia berjalan dan baru sekarang melihat orang lain yang masih hidup.
Askar berlari mendekat, senyum lebar saat dirinya datang, sembari melambaikan tangan untuk sekedar memberi sapaan.
Tidak hanya wanita itu yang kebingungan, bahkan kadal besar bersayap pun diam ditempat, seakan lupa akan tujuannya, ketika melihat seorang lelaki tanpa baju berlarian dengan wajah sumringah.
"Jangan mendekat, pergi dari sana." Wanita yang dia lihat berteriak keras.
Tanpa rasa takut, atau pun keraguan, berdiri ditengah-tengah mereka, yang lebih mencengangkan adalah saat lelaki telan*jang itu mengulurkan tangan dan membantunya berdiri.
Walau malu untuk melihat kebawah, tapi rasa takut karena seekor naga didepan mereka, membuatnya lupa segala hal.
"Nona apa kau baik-baik saja." Ucapnya sembari menunjukkan senyum di wajah.
"Sudah aku katakan jangan mendekat, dan juga apa kau tidak memiliki urat malu." Begitu jawaban yang dia terima oleh wanita di depannya.
"Memang kenapa." Balik dia bertanya.
"Kenapa karena kau tidak memakai baju ?, atau kenapa kau tidak boleh mendekat ?." Diulang kembali pertanyaan itu.
"Kenapa kau ketakutan begitu." Tentu tidak ada alasan bagi wanita ini takut kepadanya.
"Ok, baiklah, sekarang aku tahu, karena sejak awal kau itu tidak waras." Pusing dia menanggapi lelaki yang benar-benar aneh.
Selagi perbincangan mereka berdua, seekor naga yang sebelumnya diabaikan, meraung keras hingga membuat langit bergetar hebat.
"Apa kalian berdua sudah cukup untuk membicarakan tentang kebodohan ini." Suara itu datang dari sosok naga yang memang memiliki kecerdasan spiritual untuk berkomunikasi dengan orang lain.
"Kau bisa bicara." Lelaki yang baru saja datang pun terkejut.
Dia benar-benar baru menyadari bahwa makhluk besar di sebelahnya itu, tidaklah sama dengan makhluk lain yang ditemui selama perjalanan.
"Aku adalah naga hitam hitam, penguasa awal ras dragonic, tentu aku sudah membuka kecerdasan spiritual." Jawabnya cukup lantang.
"Oh begitu, jadi maaf, maaf sekali lagi, aku tidak tahu jika anda merasa terganggu dengan pembicaraan kami." Cukup sopan untuk seorang lelaki asing yang baru saja bertemu.
"Kau cukup sopan untuk ukuran manusia yang tidak tahu malu, jadi siapa namamu ?."
"Itu juga aku ingin tanyakan... Apa kau tahu aku ini siapa ?."
"Kenapa kau balik bertanya, aku sendiri baru melihat manusia ditempat ini, jadi atas dasar apa aku mengenalmu."
Satu wanita itu hanya bisa diam, ketika dia sendiri melihat seekor naga kejam yang berniat memangsanya kini berubah total dengan percakapan akrab dengan lelaki asing satu ini.
Sedikit hati dia merasa lega, namun tidak menutup kemungkinan jika dalam beberapa saat nanti, naga hitam akan berubah pikiran dan kembali memakan mereka.
Karena hal itu, dikesempatan yang jelas terbuka lebar, tanpa ragu wanita itu sedikit demi sedikit berjalan mundur, dan tepat ketika naga itu lengah selagi berbicara, dia pun mengambil kecepatan tinggi untuk kabur.
"Kalau begitu.... Aku ini sebenarnya siapa." Dia pun bergumam sendiri.
"Jika kau benar-benar hilang ingatan, aku merasa kasihan, mana masih muda lagi." Naga hitam membalas dengan perasaan iba.
"Apa hilang ingatan itu berhubungan dengan usia ?."
"Tapi apa kau masih ingat tujuanmu di sini."
"Aku sendiri bertanya-tanya tentang hal itu, tapi nyatanya aku tidak tahu namaku sendiri, jadi bagaimana mungkin aku tahu tentang tujuanku."
"Ya itu ada benarnya."
Awalnya naga ini ingin mencari memangsa, dan ketika melihat seorang manusia yang jarang dia temui, tentu cukup membuatnya tertarik.
Hanya saja naga hitam itu masih memiliki pikiran dan hati, tidak sembarangan untuk menjadikan bermacam makhluk sebagai makanan.
"Nona apa kau tahu dimana sekarang aku berada." Balik dia bertanya dengan gadis yang baru ditemui.
Tapi siapa sangka, ketika Askar melihat, sosok wanita yang sebelumnya berdiri tepat dibelakang, tiba-tiba saja lenyap.
"Kemana dia."
"Wanita itu pergi." Balas naga hitam dengan sikap biasa saja.
"Hmmm Biarlah...."
"Oi... Jangan cuma biarlah, apa kau tidak merasa bersalah membuat sarapanku pergi."
"Sudahlah itu bukan masalah besar, kau masih terlihat gemuk walau belum sarapan." Entah apa yang dirasa oleh lelaki itu, dia bicara dengan santai tanpa perduli perasaan sang naga.
"Padahal daging manusia itu sangat enak dan bergizi." Sedikit terlihat wajah menyesal di tunjukan.
"Jadi apa kau juga mau memakanku." Bertanya dia seakan menawarkan diri kepada naga hitam.
Sedikit naga itu melirik, namun dia lekas memejamkan mata dengan gelengan kepala perlahan.... "Tidak."
"Kenapa."
"Karena kau memiliki aura yang sama denganku." Jawab sang naga hitam karena merasakan sesuatu dari tubuh orang di depannya.
"Aku baru tahu soal itu." Tentu ini membuatnya terkejut.
Naga hitam itu memperkenalkan diri sebagai Vonnir x'pander, penguasa awal dari ras dragonic di awal penciptaan jagat raya.
Siapa pun tahu apa yang diketahui tentang seekor makhluk dari ras dragonic, dimana kekuatan dari tubuh makhluk kadal berleher panjang ada sayapnya ini sangatlah luar biasa.
Tidak ada yang berani mengusik, mempermainkan atau menjadikan para naga ras dragonic sebagai musuh, terlebih lagi untuk Vonnir x'pander, karena mereka tahu konsekuensi jika penguasa naga marah.
Tapi siapa sangka, lelaki asing yang baru dia lihat itu bukan sekedar pertemuan tanpa alasan, memang benar tidak ada ingatkan apa pun tentangnya.
Meski begitu, samar-samar aura yang keluar dari dalam tubuh lelaki tanpa busana bisa dirasakan oleh penciuman Vonnir.
Perasaan akrab, aura yang sama, dan kekuatan mengerikan tersimpan dalam tubuh manusia itu, seakan dia adalah saudara, sedangkan Vonnir tidak memiliki saudara kandung.
Sedikit keyakinan bahwa pertemuan mereka adalah sebuah takdir yang terikat satu sama lain, Vonnir tidak menganggap manusia itu untuk menjadi makanan.
"Hei bagaimana jika aku memberikanmu sebuah nama." Ucap Vonnir x'pander dengan bangga.
"Hmmm selama itu terdengar bagus, aku tidak masalah." Lelaki itu pun tidak menolak usul dari Vonnir.
"Bagaimana dengan Joko."
"Tidak."
"Saprudin."
"Tidak."
"Prab."
"Tidak."
"Sugeng."
"Tidak."
"SBY."
"Siapa itu ?."
"Selamet Bahrudin Yamin."
"Oh, tapi... tidak."
"Kalau begitu, Joko."
"Kau sudah menyebut itu diatas."
"Karjo."
"Tidak."
"SBY."
"Selamet Bahrudin Yamin, aku juga sudah menolaknya tadi."
"Bukan, tapi Susilo Bam...."
"Hei, jangan bercanda." Tegas Askar mengehentikan ucapan nama dari naga hitam.
"Maaf, maaf, kalau begitu, bagaimana dengan nama Davendra."
"Itu terdengar tidak asing." Dia pun memikirkan tentang nama yang di sebutkan oleh naga Vonnir.
Ada sesuatu yang mengganjal di dalam hati lelaki itu, tapi seakan sulit untuk tahu apa hubungan antara dirinya dengan nama Davendra.
"Apa kau tidak menyukainya." Bertanya Vonnir untuk sikap Davendra yang aneh dilihatnya.
"Tidak, itu cukup bagus untuk nama yang akan aku gunakan, tapi aku merasa ada yang aneh dari nama Davendra." Balas Lelaki itu sembari berpikir tentang hal lain.
"Memang kenapa."
"Aku hanya sedikit kesal saat kau menyebutkan nama itu."
"Itu tidak mungkin, karena aku baru saja mengarang nama Davendra."
"Baiklah, sepertinya memang hanya perasaanku saja."
Kini lelaki tanpa nama, tanpa asal usul dan tanpa tujuan yang jelas, menyandang sebuah nama sebagai seorang, Davendra.
Tanpa satu pun informasi yang dia ketahui tentang dirinya sendiri, tentu akan sangat sulit berbaur dalam kehidupan.
Dianggap aneh, gila, dan kurang waras, semua itu jelas akan menjadi anggapan orang lain mengenai lelaki yang sekarang adalah Davendra.
Lepas dari permasalahan nama, sadar atau tidak jika sejak awal Davendra tidak mengenakan satu helai pun kain untuk sekedar menyembunyikan aurat malu yang sombong di pertontonkan.
"Sekarang mari kita pikirkan bagaimana cara untuk mendapat pakaian." Ucap Vonnir.
"Bagaimana dengan wanita itu, jika dia menggunakannya, tentu di sekitar sini ada peradaban yang membuat pakaian."
"Itu benar, tapi jika kau mau pergi ke kota manusia, aku tidak bisa ikut ke sana."
"Kenapa ?."
"Ini adalah sebuah perjanjian, antara aku dan para dewa awal penciptaan, agar aku tidak bisa membahayakan kehidupan manusia-manusia itu." Jawab Vonnir yang memiliki cara hidupnya sendiri.
"Dewa awal penciptaan kah ?."
Davendra bertanya-tanya akan segala informasi yang dia dapatkan dari Vonnir tidaklah asing bagi dirinya, meski begitu, hilangnya ingatan ini membuat semua terasa samar.
"Tapi sebaiknya kau memang harus pergi ke kota manusia, karena disana mungkin kau bisa mengingat kembali apa yang sudah dilupakan."
"Itu ada benarnya, karena aku merasa percuma bertanya denganmu."
"Hei... Paling tidak aku berusaha memilihkan nama." Vonnir tersinggung dengan cara Davendra mengucapkannya.
"Aku tidak menganggap itu sebagai pekerjaan yang berat, lagian kau mengusulkan aku menggunakan nama Joko, Prab atau SBY maaf... Selamet Bahrudin Yamin, bukankah tidak cocok untukku."
Davendra tidak menyalahkan Vonnir, tapi tetap saja naga hitam ini terlalu seenaknya sendiri mengarang nama-nama yang bisa membuat orang lain salah paham.
Dibawa Davendra naik ke punggung Vonnir, melesat terbang dalam kecepatan tinggi, Kota manusia itu sendiri, terletak jauh dua puluh kilometer ke arah selatan, dan dikenal sebagai kota Batavia.
Perjalanan menuju kota, banyak hal di ceritakan oleh Vonnir tentang sistem yang berlaku di setiap wilayah seluruh jagat raya, lima dewa awal penciptaan, kehidupan bermacam ras dan tempat-tempat sakral untuk di datangi.
"Jadi dimana aku sekarang ini." Bertanya Davendra selagi sempat.
"Kau berada di wilayah inti jagat raya, lebih tepatnya alam semesta awal penciptaan, sebuah planet yang bernama Bumi, penguasanya adalah Asyura, dewa pemangsa."
"Asyura kah, sepertinya itu tidak asing." Gumam Davendra sendiri.
"Sejak tadi kau merasa mengenal setiap nama yang aku ucapkan, sebenarnya kau itu hilang ingatan atau tidak." Merasa kesal Vonnir.
"Apa wajahku ini terlihat seperti tahu semua itu, jika aku tidak hilang ingatan, kenapa juga aku harus meminta bantuan kepada seekor kadal terbang." Balas Davendra yang sama-sama merasa kesal.
"Aku bukan kadal, aku naga, ras dragonic yang agung."
"Cih, cuma beda, kau memiliki sayap dan kadal tidak, merasa sombong sendiri." Davendra jelas mengejek Vonnir.
Davendra bisa melihat dinding besar menjulang tinggi menutupi wilayah manusia, peradaban modern yang cukup maju, dengan bangunan-bangunan tinggi menjulang ke atas langit, walau pun semua rumah itu terbuat dari kayu dan batu hitam.
Tapi cukup menggambarkan betapa makmur kota Batavia, dimana setiap sudut ada banyak manusia yang melakukan bermacam kegiatan, perniagaan, pekerjaan kasar, para majikan, budak-budak, tuan-tuan, hingga orang yang sibuk mencari kegiatan walau itu tidak ada gunanya.
Dari atas langit Davendra melihat seluruh kota yang begitu ramai, perasaan tidak nyaman karena saat ini dia dalam posisi sulit, menujukan diri di tempat umum akan membuat kekacauan bagi semua orang.
"Davendra, aku tidak bisa mengantar masuk kedalam kota, kau harus berusaha sendiri dengan urusanmu." Vonnir tahu resiko saat dia mendekati perbatasan.
"Itu tidak masalah." Davendra pun merasa paham.
Vonnir x'pander beranjak turun ke sebuah bukit dekat gerbang, jika ada yang melihat kehadiran seekor naga hitam mendekati kota akan segera saja diserang oleh para penjaga.
"Davendra, jaga dirimu baik-baik."
"Baiklah, terimakasih atas tumpangannya." Balas Davendra karena bantuan Naga hitam ini sangat penting.
"Mungkin kita bisa bertemu lagi suatu hari nanti."
"Aku akan menyapamu saat kita bertemu." Dia pun cukup mengenal sosok Vonnir x'pander dengan baik.
Hanya dengan sebuah kain selimut usang yang Vonnir berikan, Davendra pun berjalan pergi menuju kota manusia bernama Batavia.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!