NovelToon NovelToon

My Perfect Husband

MPH 1- Kenyataan Hidup

Jangan lupa ya untuk like, komen dan votenya yaaaaa... Jangan lupa follow ig author @dydyailee536, makasih 🙏🙏😍😍

''Shena, ayo bangun! kerja!'' teriak Bu Lian, ibu angkat Shena. Ya, Shena adalah anak angkat dari Bu Lian dan Pak Damar. Pak Damar lah yang mengadopsi Shena di sebuah panti asuhan saat Shena berusia dua tahun. Shena tentu tahu jika ia hanyalah seorang anak angkat. Ia mengetahui semua itu saat ia duduk di bangku SMP. Pak Damar mengadopsi Shena sebagai pancingan karena delapan tahun menikah, keduanya tak kunjung di karuniai seorang anak. Pak Damar begitu menyayangi Shena seperti putri kandungnya sendiri tapi Bu Lian selalu bersikap tak adil pada Shena. Karena dari awal, Bu Lian memang tidak menyukai ide Pak Damar. Setelah Shena berusia 5 tahun, akhirnya Bu Lian pun hamil dan melahirkan seorang anak perempuan bernama Sinta. Dan Sinta kini telah berusia 20 tahun. Terkadang Shena merasa iri karena Sinta bisa kuliah, sementara dirinya tidak bisa kuliah. Ibunya selalu menyuruh Shena bekerja untuk membantu kebutuhan hidup sehari-hari dan membantu membiayai adiknya kuliah. Bu Lian ingin Sinta selalu mendapatkan yang terbaik tapi Bu Lian tidak pernah peduli dengan beratnya hidup yang terpaksa Shena jalani. Pak Damar lah yang selalu menguatkan Shena untuk bertahan di rumah sederhana itu. Dan karena Pak Damar juga, Shena semangat untuk bekerja dan menutup telinga dari ocehan ibu angkatnya.

''Buk, ini kan masih pagi. Shena capek,'' jawab Shena dengan malas.

''Hei, ini sudah jam 4 subuh! cepat bangun, timba air di sumur, terus buat sarapan! sudah tahu tiap hari bangun jam 4 bilang masih pagi pula. Enak aja ya kamu mau malas-malasan. Di dunia ini tidak ada yang gratis! kamu tidak akan bisa mengganti biaya hidupmu selama 20 tahun lebih,'' oceh Bu Lian sembari berlalu meninggalkan kamar Shena. Ocehan itulah yang selalu Shena dengar setiap kali ia membuka mata. Ingin sekali ia merasakan betapa hangatnya pelukan dan belaian seorang ibu tapi hal itu tidak pernah ia rasakan dari ibu angkatnya itu.

Shena segera beranjak dari tempat tidurnya dan segera ke belakang. Namun saat hendak menuju kebelakang, ia melihat pintu kamar Sinta sedikit terbuka. Disana ia melihat Bu Lian sedang mengusap dan membelai kepala Sinta dengan penuh kasih sayang.

''Anak mama pasti capek ya. Capek belajar dan pasti di kampus banyak tugas. Tidur yang nyenyak ya, anak mama,'' kata Bu Lian seraya mengecup kepala putrinya itu. Bahkan dari panggilan saja, Bu Lian sangat membedakannya. Hanya Sinta yang boleh memanggil dirinya Mama. Namun hal itu sudah menjadi makanan untuk Shena selama bertahun-tahun. Shena dengan senyum kecilnya segera menuju sumur dan menimba air untuk mandi.

''Shena, sudah bangun nak?" suara Pak Damar, cukup mengagetkan Shena.

''Eh Ayah, tadinya sih belum. Biasa kan Ibu, yang selalu bangunin dengan cerewetnya itu,'' kata Shena dengan tertawa.

''Rupanya kamu sudah kebal juga ya? ayah merasa bersalah sama kamu, nak.''

''Merasa bersalah kenapa sih, Yah?'' tanya Sheba sembari terus menimba air dan memasukkannya ke dalam bak kamar mandi.

''Ayah merasa bersalah karena tidak bisa memberikan mu kebahagiaan. Ayah membawamu ke rumah ini untuk memberikan kamu kasih sayang orang tua yang lebgkap tapi justru sebaliknya. Ibumu sungguh keterlaluan.''

''Siapa bilang Shena nggak bahagia sih, Yah. Shena bahagia punya keluarga yang lengkap. Ada Ayah, Ibu dan Sinta. Shena sayang kalian semua kok. Udah ah, ayah pagi-pagi masak mau bikin nangis. Shena rebusin air ya yah kalau mau mandi.''

''Tidak usah, Shena. Ayah mau mandi pakai air biasa saja. Kalau air jam segini kan seger dan sehat.''

''Ya udah itu airnya sudah penuh. Shena ke dalam dulu ya, mau masak nasi.''

''Iya, nak.''

-

''Buk, berasnya mana ya?'' teriak Shena dari dapur. Mendengar suara Shena berteriak, Bu Lian segera menuju dapur.

''Memangnya kamu nggak lihat apa? kalau berasnya habis?'' jawab Bu Lian dengan ketus.

''Ibu belum beli?''

''Ayahmu saja baru sembuh, tidak kerja berhari-hari, gimana mau beli beras?''

''Uang yang Shena kasih kemarin?''

''Ya buat tambahan bayar kuliah Sinta lah. Bayar uang kuliah Sinta itu lebih penting daripada beli beras. Makanya kamu mending sekarang berangkat cari kerja dan cepat beli beras. Jadi kuli panggul jam segini di pasar kan lumayan.'' Kata Bu Lian yang tidak pernah hangat saat berbicara dengan Shena bahkan selalu judes.

''Usia kamu kan sudah 25 tahun. Seharusnya kamu sudah bisa bertahan hidup di luar sana tanpa menumpang disini lagi. Suamiku terlalu bekerja keras untuk menyekolahkan dan menghidupi mu. Tapi nyatanya sampai detik ini, hidup mu sama sekali tidak membawa keuntungan bagi kami. Yang ada hidup kami semua makin sengsara. Seharusnya Sinta bisa mendapatkan kehidupan yang lebih layak karena selama ini harus berbagi dengan kamu, kasihan kan Sinta?'' imbuh Bu Lian. Hati Shena sangat sakit mendengar ucapan ibunya. Padahal Shena tulus menyayangi Sinta dan Bu Lian.

''Lian! cukup!'' bentak Pak Damar.

''Belain aja terus, biar besar kepala nih anak,'' kata Bu Lian sembari berlalu.

''Maafkan ayah ya, nak.'' Kata Pak Damar seraya memeluk Shena.

''Tidak ada yang perlu di maafkan, Yah.'' Kata Shena yang berusaha menahan air matanya. Rasanya memang sangat sakit, selama ini ketegaran Shena hanya untuk Ayahnya saja.

Selepas Shena pergi ke pasar, Bu Lian segera menuju dapur untuk memasak. Sebenarnya stok beras pun masih ada tapi memang sengaja ia sembunyikan. Bu Lian ingin sekali Shena pergi secepatnya dari rumah. Karena selama ini Pak Damar yang terus menghalanginya.

''Pagi, mah. Masak apa mah?'' tanya Sinta yang baru saja bangun tidur.

''Masak spesial untuk kamu dong, sayang. Oh ya mana Ayahmu?''

''Tadi Sinta lihat di depan lagi betulin motor. Mah, Sinta mandi dulu ya.''

''Iya, sayang.'' Kata Bu Lian dengan lembut.

Pak Damar sangat terkejut, saat sarapan sudah tertata rapi di meja.

''Buk, katanya tidak ada beras? kamu pagi-pagi udah marahin Shena.''

''Ya emang sengaja, Yah. Anak itu kan udah besar, biar dia cari makan sendiri lah. Mending Ayah suruh dia pergi daripada hidup sama kita terus. Atau nikahin aja sama juragan tua bangkotan itu. Biar dia hidup ada manfaatnya untuk kita.''

''Ya Allah, Buk. Ibu kalau ngomong di jaga ya. Dia juga anak kita lho, buk.''

''Dia bukan anak kita dan bukan darah daging kita. Lebih baik ayah makan dan minum obat.'' Bu Lian lalu menuangkan nasi beserta lauk ke dalam piring Pak Damar. Pak Damar hanya bisa menghela nafas panjang melihat sikap istrinya yang begitu membenci Shena. Padahal Shena sendiri sangat meyayangi Bu Lian dan juga Sinta.

Visual Alshena Kiara Putri (Shena)

MPH-2 Restu Yang Gagal

Sementara itu di pasar tradisional, Shena membantu menjadi kuli angkut belanjaan. Tidak ada rasa malu dalam hati Shena, yang penting ia bekerja dengan halal. Setelah matahari mulai terbit, Shena kembali pulang dengan membawa kantong plastik berisi beras dan sayuran. Saat berada di dapur dan hendak minum, tampak beberapa tumpukan piring kotor yang berisi tulang ayam dan sisa sayur sup di dalam tumpukan piring itu. Ibunya sengaja meninggalkan itu semua, supaya Shena sadar kalau kehadirannya tidak di butuhkan lagi.

''Sabar Shena! kamu harus kuat! setidaknya kuatlah untuk Ayah. Beliau orang yang baik sekalipun ibu dan adikmu tidak menginginkanmu. Balas budi lah untuk, Ayah.'' Gumam Shena.

Shena segera mandi dan bersiap untuk berangkat kerja. Saat akan mengunci pintu, ponsel Shena berdering tanda pesan masuk. Shena tersenyum dan segera berjalan menuju gang depan rumahnya. Di sana, Fandi sudah menunggunya. Senyum Shena merekah saat melihat pujaan hatinya.

''Fandi, kamu sudah lama menunggu?''

''Tidak juga. Ya udah, ayo kita berangkat.'' Fandi kemudian membukakan pintu mobilnya untuk Shena. Setidaknya Fandi, selama setahun terakhir ini yang mampu menghibur segala kegundahannya.

''Kapan kamu mengenalkan ku pada keluarga kamu?''

''Fan, kamu tahu sendiri mereka seperti apa? dan kamu tahu kalau aku bukan bagian dari mereka. Aku tidak mau mereka memanfaatkan kamu. Terutama pada Ibu.''

''Setidaknya kenalkan aku pada Ayah mu, Shen?''

''Iya, nanti kalau ada waktu, aku akan memperkenalkan kamu pada Ayah.''

''Dan aku ingin setelah pulang kantor, kita makan malam ya.''

''Makan malam untuk apa?''

''Kamu lupa ya kalau ini tepat satu tahun hari jadi kita. Sekaligus aku mau ngenalin kamu sama orang tua aku.''

''Kamu serius?''

''Iya lah, aku serius, Shen.''

''Aku seneng banget dengernya, Fan.''

''Aku juga senang sekali, Shena. Semoga ini menjadi awal yang baik untuk kita kedepannya.''

''Amin.''

Shena sendiri bekerja satu kantor dengan Fandi. Lebih tepatnya bekerja di kantor Fandi sebagai staf biasa karena Shena sendiri hanya lulusan SMA saja. Fandi lah yang menerima Shena sebagai staf. Fandi merasa Shena memiliki bakat, di tambah Shena yang juju dan pekerja keras, menjadi poin plus untuk Fandi. Shena sendiri baru saja tiga bulan kerja disana. Itu pun Fandi yang memaksanya karena sebelumnya Shena bekerja di toko bunga. Fandi sendiri memutuskan untuk backstreet di hadapan seluruh karyawannya. Karena Fandi tidak ingin hubungannya menganggu profesionalitas keduanya. Pertemuan Fandi dan Shena sendiri, berawal dari toko bunga itu. Entah bagaimana Fandi begitu mudah jatuh cinta dengan Shena. Begitupula dengan Shena, yang akhirnya bisa luluh dengan Fandi padahal Shena sudah menolaknya karena sadar status sosialnya dengan Fandi itu berbeda.

-

Setelah jam pulang kantor, Fandi dan Shena segera menuju restoran. Shena tampak gugup karena ini pertama kalinya Fandi mempertemukan dirinya dengan orang tua Fandi.

''Kamu kenapa sih? gelisah banget,'' kata Fandi.

''Iya, aku gugup banget.''

''Tenang ya, Shen.'' Kata Fandi sambil menggenggam tangan Shena yang dingin itu. Beberapa menit kemudian, kedua orang tua Fandi datang.

''Nah, itu papa dan mama aku,'' kata Fandi. Shena lalu menoleh kebelakang. Jantung Shena berdegup semakin kencang, saat mihat orang tua Fandi yang memang berkelas.

''Pah-mah!" seru Fandi sambil melambaikan tangannya. Kedua orang tua Fandi tersenyum dan menuju ke arah meja Fandi.

''Halo, sayang. Bagaimana kabar kamu?'' kata Bu Citra, Mama Fandi.

''Baik, mah. Papa sama mama?'' tanya Fandi sembari membalas pelukan kedua orang tuanya secara bergantian.

''Kami juga baik, Fan,'' sambung Pak Ifan, Papa Fandi.

''Silahkan duduk, pah-mah. Fandi mau mengenalkan kalian dengan seseorang,'' kata Fandi seraya melirik ke arah Shena yang duduk di hadapannya. Pak Ifan dan Bu Citra juga mengalihkan pandangannya pada Shena. Namun tatapan keduanya tampak sinis pada Shena. Shena hanya menyunggingkan senyumnya penuh malu.

''Pah-mah, kenalin ini Shena. Dia adalah pacar Fandi dan calon istri Fandi.''

''Tante-Om. Nama saya Shena.'' Kata Shena seraya mengulurkan tangannya. Pak Ifan dan Bu Citra dengan berat hati membalas uluran tangan Shena. Pak Ifan dan Bu Citra menatap Shena dari ujung kaki sampai ke ujung kepala. Keduanya berpikir, bagaimana mungkin putra mereka satu-satunya bisa bersama gadis udik dan dekil seperti ini.

''Apa pendidikan terakhir kamu?'' tanya Bu Citra dengan tegas.

''Saya hanya tamatan SMA, tante.''

''Tamatan SMA? dimana kamu bekerja?'' tanya Bu Citra kembali.

''Kebetulan saya bekerja di kantornya Fandi sebagai staf.''

''Fandi, jadi dia bawahan kamu? kenapa tamatan SMA bisa kamu terima di perusahaan kita?'' kata Pak Ifan dengan suara meninggi.

''Shena ini berbakat, Pah. Dia jujur dan juga pekerja keras,'' bela Fandi.

''Lalu pekerjaan orang tua kamu?'' tanya Bu Citra.

''Kebetulan Ayah saya tukang ojek tapi kalau ojek sepi, Ayah bekerja sebagai buruh bangunan. Ibu saya ikut bekerja di home industri pengrajin tempe, di rumah Pak Lurah,'' jawab Shena dengan apa adanya. Pak Ifan dan Bu Citra kompak menghela nafas panjang mendengar penjelasan dari Shena.

''Astaga, Fandi. Kamu kalau sampai jadi sama dia, kamu benar-benar mempermalukan papa dan mama. Belum lagi rekan bisnis papa dan mama kalau tahu asal usul calon istri kamu seperti ini.'' Kata Bu Citra yang menatap jijik kearah Shena.

''Maaf tante, memangnya kenapa? apa ada yang salah dengan pekerjaan orang tua saya? mereka bekerja halal kok. Mereka tidak mencuri ataupun korupsi. Kalau tante malu tidak masalah, tapi saya bangga dengan pekerjaan mereka.'' Kata Shena dengan berani.

''Maaf, Fandi. Mama tidak bisa merestui hubungan kalian. Bagaimana mungkin, kamu putra tunggal kami memilih gadis seperti ini. Sudah terlihat kan bibit, bebet dan bobotnya tidak jelas.''

''Papa juga tidak setuju! Ya bukan apa-apa tapi benar dengan apa yang di katakan oleh mama kamu. Tidak mungkin, kami memiliki keturunan dari seseorang yang latar belakangnya tidak jelas seperti ini. Lagi pula papa dan mama sudah menyiapkan jodoh untuk kamu. Dia cantik, terpelajar, dari keluarga terhormat dan tentunya kalau kalian bersatu, peluang bisnis kita semakin berkembang.''

Mendengar ucapan orang tua Fandi, sungguh membuat Shena terluka. Mereka begitu mudahnya memandang rendah seseorang dari status sosialnya.

''Fandi, sepertinya semuanya sudah jelas. Aku memang tidak pantas untuk kamu. Kamu juga sudah di jodohkan bukan? jadi hubungan ini sudah jelas tidak akan pernah bersatu.'' Shena beranjak dari duduknya dan segera pergi meninggalkan restoran itu dengan langkah terburu.

''Shena! tunggu!" panggil Fandi. Fandi lalu beranjak dari duduknya namun Bu Citra menghentikannya.

''Kalau kamu kejar dia, berarti kamu siap kehilangan mama,'' tegas Bu Citra. Fandi memang sangat sayang dan menghormati mamanya. Tidak mungkin ia membantah perintah mamanya. Fandi hanya bisa mendengus kesal dan kembali duduk.

''Pah-mah, kenapa kalian tidak memberikan kesempatan pada Shena?''

''Kesempatan apalagi Fandi? sudah jelas dia gadis dari latar belakang yang buruk. Keluarganya pasti hanya akan memanfaatkan kita saja. Sudah pasti harta incaran mereka. Mereka itu parasit. Jadi jauhi dia dan berhenti berhubungan dengan Shena,'' ucap Bu Citra dengan nada penuh penekanan.

''Dan persiapkan diri kamu untuk pertemuan dengan calon istri kamu yang sebenarnya,'' sambung Pak Ifan.

''Kalau sampai kamu berhubungan lagi dengan dia, kamu pastikan akan kehilangan mama untuk selama-lamanya.'' Mendengar ucapan mamanya, Fandi benar-benar tidak bisa berkutik.

Sementara itu Shena, hanya bisa terdiam dengan tetesan air mata yang membasahi wajahnya. Ia terus berjalan tanpa tujuan, dengan tatapan kosong dan pikiran yang tak karuan.

Sampai akhirnya suara klakson mobil, menghentikan langkah Shena. Shena hampir saja tertabrak mobil. Shena pun tersadar dari lamunannya. Mobil itu berhenti tepat di depan Shena. Kemudian keluarlah seseorang yang turun dari mobil itu. Seorang pria tampan yang gagah turun dari mobil itu dengan tatapan kesal. Pria itu adalah Kendrick Arsenio Dirgantara, yang biasa di panggil Arsen.

''Hei, mau cari mati! bosan hidup?'' ketusnya.

''Maaf-maaf!" kata Shena tanpa melihat ke arah Arsen.

''Kalau jalan pakai mata! orang tidak berguna seperti kamu, akan sangat merugikan bagi siapa saja yang menabraknya.'' Mendengar ucapan Arsen, seketika membuat Shena menatap sinis ke arah Arsen.

''Aku memang tidak berguna! aku memang kampungan dan jelek! lalu kenapa? kamu sendiri naik mobil tidak bisa lihat apa? ada orang segede ini lewat, hah? apa matamu sudah tidak berfungsi lagi?'' kata Shena dengan suara meninggi.

''Wah, dasar cewek aneh! belum tahu siapa aku?''

''Tidak penting siapa kamu, dasar sombong!" Shena yang kesal mengusap ingusnya di hadapan Arsen, lalu melapkan tangannya pada jas Arsen. Arsen terperangah, dia terdiam mematung dan tubuhnya menjadi kaku. Sementara Shena, segera berlari untuk menghindari Arsen.

''Ingus? kuman? bakteri? tidakkkk!!!!" teriak Arsen di pinggir jalan. Ia segera melepas kemejanya dan membuangnya ke tong sampah yang ada di tepi jalanan itu. Arsen lalu masuk ke dalam mobilnya, ia mengatur nafasnya dan segera menyemprot tangannya dengan handsinitizer beserta tubuhnya, seperti memakai parfum.

''Dasar manusia jorok! oh, tenang Arsen. Kuman dan bakteri itu pasti sudah musnah. Pastikan handsinitizer ini selalu ada di saku-mu.'' Gumam Arsen di dalam mobil sendirian. Arsen segera kembali melajukan mobilnya untuk pulang karena perjalanan masih empat jam lagi. Kesalahannya adalah pergi tanpa supir untuk menghadiri undangan peresmian hotel kliennya.

''Sungguh sial! begitu sampai rumah, aku harus berendam dan mensterilkan tubuhku kembali.''

Visual Kendrick Arsenio Dirgantara

BAB 3 Lara Hati Sheena

Keesokan harinya, Sheena pergi ke kantor untuk mengambil semua barang-barangnya dari kantor Fandi. Fandi yang mendengar Keira mengundurkan diri pun segera menyusulnya.

''Sheena, jangan pergi! Kita hadapi semua ini sama-sama. Aku akan memperjuangkan cinta kita dan menolak perjodohan itu.'' Suara Fandi pagi itu, menimbulkan kasak kusuk di kantor. Akhirnya hubungan mereka meluap kepermukaan.

''Fan, apa yang kamu lakukan? Mereka bisa tahu hubungan kita.'' Kata Sheena berbisik.

''Aku tidak peduli! Biar mereka semua tahu kalau kita saling mencintai.''

''Maaf Fan. Kasta kita berbeda. Terima kasih untuk kenangan satu tahun terakhir ini.''

''Baguslah kalau kamu sadar diri,'' suara Bu Citra yang tegas membuat suasana semakin mencekam.

''Biarkan saja dia pergi, Fandi! Jangan cegah dia.''

''Fandi!" sapa seorang wanita yang sangat cantik dan anggun itu. Wanita itu kemudian berdiri disamping Bu Citra. Sheena pun tertegun melihat kecantikan wanita itu bahkan satu ruangan pun terpesona.

''Olivia!" seru Fandi.

''Ini adalah calon istri kamu. Bibit, bebet dan bobotnya sudah jelas. Sebaiknya kamu pergi dan menghilang dari sini gadis udik!'' bentak Bu Citra dengan suara memekik. Sheena yang berusaha menahan air matanya pun segera berlalu tanpa banyak bicara. Sudah cukup ia di hina dan di permalukan di depan umum.

''Mama ini keterlaluan sekali pada Sheena. Dia gadis baik-baik, Mah. Aku tulus mencintainya.''

''Lupakan saja cintamu itu, Fandi. Untuk apa cinta tapi kalau kamu dan keluarga kita hanya akan mendapatkan malu.''

Fandi kemudian mengejar Sheena dan mengabaikan Mamanya.

''Fandi, berhenti kamu!" teriak Bu Citra. Bu Citra pun tidak tinggal diam dan mengejar putranya.

''Fandi, berhenti kamu!" bentak Bu Citra. Namun tiba-tiba Bu Citra merasakan sesak di dadanya lalu pingsan.

''Tante!" teriak Olivia membuat Fandi menghentikan langkahnya. Ia menoleh kebelakang dan melihat Mamanya telah pingsan.

''Mama!" Fandi lalu berlari menghampiri Mamanya.

''Fan, sebaiknya kita bawa Mama ke rumah sakit.'' Kata Olivia. Fandi hanya mengangguk lalu segera membawanya ke rumah sakit. Olivia sendiri adalah teman kecil Fandi. Namun saat SMA, Olivia pindah keluar negeri bersama orang tuanya. Olivia sendiri sedang membantu Papanya untuk mengurus perusahaan yang bergerak di bidang ekspor dan impor. Fandi lah alasannya untuk kembali. Apalagi kedua orang tua mereka sudah sepakat untuk menjodohkan mereka saat dewasa nanti.

-

Di dalam taksi, Sheena terus menangis. Sepertinya selama hidup, ia tidak pernah merasakan kebahagiaan. Tiba-tiba ponselnya berbunyi. Ada nama Lila, sahabatnya disana.

''Halo Lil, ada apa?''

''Sheena, elo kenapa? Kayak lagi nangis.''

''Panjang ceritanya, Lil.''

''Ya udah gue tunggu di cafe biasa ya. Elo bisa cerita sama gue.''

''Iya Lil, gue kesana,'' ucapnya sambil terisak.

Sesampainya di cafe, Sheena mencurahkan semua isi hatinya pada Lila. Lila pun sangat sedih mendengar cerita Shena.

''Sheen, sabar ya. Jaman sekarang masih ada ya perjodohan seperti itu. Apalagi dengan memandang status sosial. Lebih baik elo putus daripada harus tersiksa hidup sama Fandi. Mending, elo hapus air mata elo. Semangat Shen! Elo pasti bisa.''

''Tapi setelah ini gue mau kerja dimana?''

''Elo mau nggak kerja di tempat gue tapi paling jadi cleaning service. Tapi gajinya lumayan tapi jaraknya lumayan jauh, Sheen. Gue habis ini mau pindah kos-kosan. Jaraknya hampir dua jam, capek kan gue.''

''Nggak apa-apa deh, gue mau. Mau dua jam atau berapa jam, gue bakalan tempuh. Lebih baik gue ninggalin kota ini dan lupain semua yang terjadi.''

''Sheen, jangan sedih lagi ya. Elo harus kuat dan semangat,'' ucap Lila sambil menggenggam erat tangan sahabatnya itu.

-

Dirgantara Group, kini semakin berkembang dengan pesat. Sikap kritis dan kecerdasan Arsen, serta ketampanan yang ia miliki menjadi daya pikat sendiri untuk para kliennya. Arsen memiliki aura yang luar biasa untuk menarik hati kliennya. Arsen yang kini telah tumbuh dewasa, lebih memilih mengurus hotel, pusat perbelanjaan serta restoran bintang lima dengan standart kebersihan yang sangat tinggi. Dia juga mendirikan sebuah jasa kebersihan yang sudah memiliki berbagai cabang di setiap penjuru kota. Sikapnya yang suka dan mencintai kebersihan, yang menginspirasinya untuk membuka jasa kebersihan itu. Kini ia merambah dan melebarkan sayapnya untuk terjun dalam bisnis perhiasan, lebih tepatnya bisnis gelang dan kalung kesehatan.

Pagi itu Arsen sedang bersiap untuk menuju ke kantor bersama supir dan asprinya. Handsinitizer, selalu menjadi benda pusaka yang tidak pernah ia tinggalkan. Sebelum masuk mobil, Soni, asisten pribadinya selalu menyemprot mobil milik Tuannya.

''Hari ini aku ingin meninjau restoran. Untuk mengontrol kebersihan disana.'' Kata Arsen sambil menatap layar ipadnya.

''Siap Tuan. Nanti Tuan ada janji makan siang dengan Tuan Burhan klien dari Malaysia. Beliau tertarik dengan perusahaan kebersihan anda.''

''Baguslah! Aku harap semua orang mulai sekarang lebih menjaga kebersihan.''

Sesampainya di restoran, semua karyawan tampak tegang dengan kedatangan Arsen. Begitu masuk restoran, jari telunjuk Arsen menyapu setiap sudut meja dan kursi. Bahkan ia memelototi meja itu dengan teliti, apakah ada debu yang menempel. Semua karyawan merasakan ketegangan yang luar biasa karena Arsen begitu teliti, disiplin dan sangat menjaga kebersihan. Meja kasir pun tak luput dari pandangannya. Saat Arsen akan berlalu, tiba-tiba ia berhenti. Semua karyawan menelan ludah takut melakukan kesalahan. Arsen mengambil sehelai rambut yang tertinggal di atas meja.

''Rapikan rambutmu, jangan sampai sehelai rambut ini mengganggu pelanggan.'' Kata Arsen dengan tegas.

''Siap Tuan!" ucap salah satu karyawannya dengan gugup.

Arsen melanjutkan perjalanannya menuju dapur. Memeriksa kebersihan dan kualitas produk itu sangatlah penting. Chef dan para asistennya menyambut kedatangan Arsen dengan penuh ketegangan. Mata Arsen bagaikan elang yang siap untuk menerkam. Mulai dari isi kulkas, semuanya harus tetap rapi dan tidak boleh berantakan. Bahkan pengemasan sayur pun harus benar supaya tetap segar. Dengan teliti Arsen membungkuk, mengintai meja kerja dapur dan ternyata bersih tanpa ada minyak yang menempel. Alat masak pun semua tampak bersih.

''Bagus Chef! Lanjutkan pekerjaanmu dengan baik.'' Puji Arsen sambil menepuk bahu kepala chef disana.

''Terima kasih, Tuan.''

Semua menghela nafas lega saat Arsen keluar dari sana. Meskipun Arsen sangat ketat dan displin, Arsen tidak pernah menyepelekan gaji semua karyawannya. Karena baginya, kerja keras mereka harus di hargai.

''Soni, kita kembali ke kantor dan kita lanjutkan pengembangan gelan dan kalung kesehatan.''

''Siap Tuan!"

-

''Kak Sheena, aku minta uang. Aku mau berangkat ke kampus." Kata Sinta yang sedang mengganggu Sheena di dapur.

''Aku sudah tidak punya uang, Sinta. Kemarin kan aku sudah memberimu uang jajan.''

''Kak, aku setiap hari butuh jajan. Aku butuh hangout, nongkrong dan shoping sama temen-temen aku. Malu dong kalau aku cuma diam aja.''

''Sinta, bergayalah sesuai kemampuan. Kamu ini ke kampus kan untuk belajar bukan untuk bergaya.''

''Udah deh Kak jangan banyak bicara. Dasar pelit!" kata Sinta sambil mendorong Sheena. Sinta kemudian berlalu begitu saja dan berangkat ke kampus. Tak lama kemudian ibunya pun datang.

''Sheena, kenapa kamu masih di rumah? Kenapa tidak bekerja?''

''Aku sudah keluar, Buk.''

''Apa? Keluar? Mau makan apa kalau kamu tidak kerja? Hah?'' bentak Bu Lian.

''Nanti aku cari kerja lagi, Buk.''

''Ayahmu pagi-pagi sekali sudah berangkat kerja demi menghidupi kita semua termasuk kamu yang bukan darah daging kami.''

Sheena yang kesal pun memilih berlalu begitu saja tidak menghiraukan ibunya.

''Mau kemana kamu Sheena?'' kata Bu Lian sambil mencengkeram lengan Sheena.

''Lepasin aku, Buk."

''Kamu sudah berani melawan aku yang sudah membesarkanmu, hah? Sekarang kamu bersiap, aku akan membawamu ke rumah Tuan Hanafi.''

''Untuk apa Buk?''

''Untuk menjadi istri kelimanya. Dia akan memberikan empat petak sawah, dua peternakan sapi dan uang lima ratus juta sebagai mas kawinnya. Setelah itu hutang budimu pada ku dan Ayahmu itu LUNAS. Kamu tidak perlu lagi tinggal di rumah ini dan semua mas kawin itu untuk kami. Ya, hitung-hitung biaya hidupmu selama 25 tahun.''

Sungguh perih dan teriris hati Sheena mendengar ucapan ibunya. Tak terasa air matanya jatuh membasahi pipinya.

''Maksud Ibu, Ibu menjualku demi harta?''

''Iya. Menurutmu untuk apa? Setidaknya dirimu masih berharga daripada kamu menjadi benalu di rumah ini.'' Bu Lian lalu menyeret Sheena ke dalam kamar dan memaksanya untuk berdandan.

Didalam kamar, Sheena menangis sesenggukan. Bagaimana mungkin seorang Ibu tega menjual anaknya demi harta?

Ingin sekali Sheena merasakan kasih sayang seorang Ibu yang begitu hangat. Namun hanya makian yang selalu Shena dapatkan.

Bersambung.... Maaf ya baru up lagi🙏😁😘

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!