Perputaran Dimensi
Kegaduhan Di Sekolah [1]
[Smp Telaga Angsana.]
Malam Perpisahan.
Kobaran api unggun menghangatkan Siswa-Siswi yang duduk memutarinya.
Tak menghiraukan malam yang gelap, mereka asik bercengkrama, mengingat ini mungkin malam terakhir mereka bersama.
Beberapa diantara mereka menyanyikan lagu cinta diiringi dengan tepuk tangan serempak, menambah kesan meriah malam itu.
Suasana Riuh itu berhenti ketika para guru datang dengan buku absen ditangan mereka.
Para murid yang melihat itu, berhamburan berlari menuju kelompok kelasnya masing-masing.
Gina dan Delima salah satunya.
Pak Dermawan
"Sudah ngumpul semua?" tanya Pak Dermawan, wali kelas mereka.
Siswa & Siswi
"Sudah, Pak!!" jawab mereka serempak.
Pak Dermawan
"Bagus. Kalau begitu bapak mulai absennya, yang namanya dipanggil bilang hadir lalu angkat tangannya, siap?"
Siswa & Siswi
"Siap, Pak!!"
Pak Dermawan
"Author 101!!!"
Pak Dermawan
"Ardian Hermawan!"
Mendengar nama Ardian, Gina secara refleks langsung menatap pemuda tampan dengan gayanya yang keren. Pemuda badboy itu selama ini sudah membuat dirinya tertarik.
Pak Dermawan
"Budi Wahyudi!"
Pak Dermawan
"Chinpo Astolfo!"
Gina
"Del, kira-kira Ardian masuk ke Sma mana, ya?" tanya Gina pelan pada Delima yang ada disebelahnya.
Pak Dermawan
"Delima Anatasya!"
Delima
"Tadi kamu nanya apa, Gin?" tanya Delima. Terlalu fokus menunggu namanya dipanggil.
Gina
"Gak jadi ah..." kata Gina kesal. "Nyebelin baget sih," batinnya.
Begitulah absen diteruskan sesuai urutannya.
Pak Dermawan
"Manda Chariesta!"
Pak Dermawan
"Nala Bramasta!"
Suasana mendadak hening dengan hawa dingin merinding yang menusuk kulit.
Semua murid, mulai menengok kekanan-kirinya mengecek apakah Nala ada atau tidak ada.
Siswa
"Na-Nalanya gak ada, Pak!" kata salah satu Siswa.
Nala memang gadis yang berprestasi, tapi kurang dalam bersosialisasi. Daripada ngumpul dikantin atau dikelas seperti kebanyakan gadis lainnya, Nala lebih suka menghabiskan waktu kosongnya untuk membaca buku di perpustakaan.
Mungkin karena itu juga mereka tak tahu Nala menghilang.
Pak Dermawan
"Ada yang tahu Nala ada dimana? atau ada yang lihat terakhir kali dia ada dimana?" tanya Pak Dermawan.
Terlihat jelas diwajah Pak Dermawan rasa cemas menghantui hatinya.
Dari awal dia sudah punya firasat buruk tentang acara ini, ditambah fakta bahwa Nala adalah gadis yang patuh pada aturan, tidak mungkin gadis seperti itu melakukan hal nakal seperti berkeliaran tidak jelas, apalagi dimalam hari seperti ini.
Siswi
"Tadi saya ada lihat dia lari kembali kekelas, Pak," kata salah satu siswi.
Pak Dermawan
"Hah... berarti seharusnya dia masih ada dikelas," kata Pak Dermawan lega.
Kini pikirannya kembali jernih, rasa cemasnya menghilang. Ia berpikir mungkin saja Nala cuman tidak enak badan.
Pak Dermawan
"Kamu, kamu, kamu, ikut bapak kekelas," perintah Pak Dermawan sambil menunjuk tiga siswanya termasuk Ardian.
Budi
"Wah, Pak guru takut tuh... masa ngecek doang minta ditemenin," kata Budi memanaskan keadaan.
Siswa & Siswi
"Huuu~ Pak Guru penakut~," sahut murid lainnya.
Pak Dermawan yang mendengar itu, langsung menghentikan langkahnya, berbalik, kemudian berkata,
Pak Dermawan
"Diam!!!" teriak tegas Pak Dermawan.
Suasana mendadak sepi yang terdengar hanya suara gejolak api dan napas mereka sendiri.
Mereka lupa kalau Pak Dermawan seorang guru killer yang ditakuti disekolahnya.
Gina
"Uhhh... jadi iri sama Nala," keluh Gina.
Delima
"kenapa lagi sih Gin? iri kenapa coba?" tanya Delima.
Gina
"Bayangin aja, waktu Ardian nyampe dikelas, dan ternyata Nala pingsan, otomatis bakal digendongkan? uhh... pengen...," hayal Gina.
Delima
"Hahaha... apaan sih kamu, Gin. Kalo segitu sukanya sama Ardian, kenapa gak kamu tembak aja dia, siapa tahu jodoh," tawa Delima, mendengar hayalan sahabatnya itu.
Gina
"Ihhh... apaan sih Del, masa cewe yang nempak duluan. Lagian aku gak sesuka itu sama dia, cuma kagum. K.A.G.U.M. Kagum!" kata Gina sebal.
Delima
"Iya deh iya~" ledek Delima melihat wajah Gina yang memerah.
Kegaduhan Di Sekolah [2]
Beberapa menit kemudian...
Asep yang tadi ikut dengan Pak Dermawan, berlari kearah mereka, dengan raut wajah yang panik. Membuat semua orang menatap kearahnya.
Asep
"Hosh... Hosh... Hosh... Na-Nala... Nala Hilang!" kata Asep, ketika sampai kehadapan mereka.
Suasana yang tadinya tenang meledak seketika, semua murid mulai berpikir yang tidak-tidak terhadap Nala.
Ada yang berpikir Nala cuma bolos, ada juga yang mengira kalau Nala diculik oleh Alien.
Bu Tika
"Anak-anak tolong diam dulu sebentar," pinta Bu Tika.
Sayangnya tak ada satupun murid yang mendengarkan perkataan Bu Tika.
Mereka terlalu sibuk bertukar pendapat dan beradu opini tentang kasus menghilangnya Nala.
Dua pendapat besar saling beradu argumen. pendapat pertama mengatakan Nala sebenarnya Anak Bos Gangster itulah kenapa Nala diculik. Pendapat kedua mengatakan kalau Nala dikirim kemasa lalu menjadi seorang putri disebuah kerajaan.
Bu Tika
"Anak-anak Diam!!!!" tetiak Bu Tika, marah.
Mendengar teriakan itu, semua murid yang semula ribut saling sikut kini terdiam. Itu pertama kali mereka melihat Bu Tika yang penyayang marah... dan mungkin yang terakhir kalinya...
Bu Tika
"Sekarang kalian bagi kelompok 4 sampai 6 orang, berpencar mencari Nala, yang takut diam aja disini atau kembali kekelas, paham!?" perintah Bu Tika.
Siswa & Siswi
"Siap Bu!! laksanakan!!" ucap mereka serempak.
Semua Siswa berangkat serempak bagai barisan tentara. Sementara itu para Siswi memilih untuk diam saja disini karena ketakutan.
Delima
"Gin, jangan-jangan..." bisik Delima.
Gina
"Kayaknya bener sih, Del." balas Gina.
Delima dan Gina menatap lurus kearah belakang sekolah. Dimata orang biasa memang hanya ada kegelapan disana, tetapi di mata mereka... disana terdapat energi mistik yang sangat pekat dan kuat.
Saking kuatnya mereka bisa merasakannya dari jarak sejauh ini...
Gina
"Tadi katanya Nala terakhir kali terlihat di kelas kan, ya? kita kesana aja yuk Del, buat mastiin," usul Gina.
Delima
"Oke, yuk," setuju Delima.
Mereka minta izin kepada Bu Tika untuk pergi ke toilet. sesudah mendapat izin mereka berangkat, pergi kekelas 3-D, kelas mereka sendiri.
Sesampainya disana mereka terkejut melihat kelas mereka yang sudah seperti kapal pecah. Foto-foto kenangan yang susah payah mereka gantung berserakan dilantai. Meja dan bangku yang dihias rapi dengan kain merah berhamburan kesana kemari.
Gina
"Kayaknya cowo-cowo nyari kesini tadi deh, sampai segitunya nyari Nala, ngapain coba nyari Nala dilaci," kata Gina kesal.
Delima
"Hahaha..." sahut Delima dengan tawanya yang lembut.
Gina
"Meja Nala, yang itu kan, ya?" tanya Gina memastikan.
Delima
"Eh, iya itu meja Nala. Emang kamu mau ap-... jangan bilang kamu mau pakai itu? jangan berlebihan ya Gin, nanti pingsan lagi kayak dulu," kata Delima khawatir.
Gina
"Gak akan kok Del, lagian itu udah lama, sekarang aku udah gak kayak dulu lagi tau," kata Gina kesal.
Delima selalu saja khawatir berlebihan.
Delima
"Yaudah deh.... tapi jangan berlebihan ya, Gin," kata Delima mengalah.
Gina
"Iya~iya bawel ah~," kata Gina.
Gina mendekat kearah meja dekat jendela. Didekat meja itu terdapat tas selempang kecil yang isinya berhamburan dilantai.
Gina
"Apa karena tas ini ya, mereka jadi ngira kalau Nala diculik..." batin Delima.
Gina menundukan badannya. Mengambil tas selempang biru milik Nala, kemudian kembali berdiri.
Gina meletakan tas itu keatas meja Nala dan meletakan kedua lengannya diatas tas itu, ia memejamkan matanya dan memulai aksinya.
Kegaduhan Di Sekolah [3]
Gina adalah Anak yang Spesial.
Bukan karena ia bisa melihat apa yang orang lain tak bisa lihat.
Bukan juga karena ia bisa merasakan apa yang orang lain tak bisa rasakan.
Gina menjadi anak yang spesial karena kemampuan yang ia warisi dari ibunya.
Kemampuan seorang Cenayang.
'Pengukuran Terhadap Jiwa'
Sebuah kemampuan yang dapat membuat penggunanya mampu melihat ingatan masa lalu dari sebuah objek, atau ingatan yang kuat dari pemilik objek tersebut.
Sederhananya Gina mampu melihat kepingan kejadian masa lalu, melalui benda-benda yang pernah terlibat dalam peristiwa tersebut.
Gina meletakan tangannya diatas tas Nala dan memulai aksinya.
ia memejamkan matanya, menarik napas panjang kemudian menghembuskannya.
Bersamaan dengan hembusan napasnya, kilatan cahaya menyambar tubuh Gina, mulai dari ujung jari telunjuk naik menuju keotaknya.
Matamya yang semula terpejam, kini terbuka memperlihatkan bola mata putih kosong tanpa pupil yang bercahaya.
Didalam penglihatannya, Gina melihat Nala sedang mencari-cari sesuatu didalam tas selempang birunya.
Wajah Nala terlihat sangat panik seperti orang yang dikejar-kejar malaikat pencabut nyawa.
Ekspresi Nala kembali lega ketika sebuah kalung taring berhasil ia dapatkan terselip di dalam tasnya.
Nala buru-buru memakai kalung tersebut.
Belum sempat kalung itu tergantung dengan benar dilehernya, lengan besar berselaput muncul dari jendela dibelakangnya.
Lengan besar misterius itu masuk dan membungkam mulut Nala dari belakang.
Nala yang tetkejut meronta dan mencoba berteriak meminta pertolongan.
Sial nasibnya Nala, suaranya tak jelas bahkan hampir tak terdengar. Tanpa ia sadari air mata sudah mengalir dikedua pipinya. Kengerian akan kematian menyelimuti tubuh kecilnya.
Tanpa perlawanan lagi, lengan besar itu menyeret tubuh mungil Nala keluar melalui jendela. Nala pingsan dan menjatuhkan tasnya.
Hal itu membuat Gina merasakan efek balik yang menyakitkan.
Pada dasarnya tak ada yang gratis didunia ini.
Begitu juga dengan Psikometri.
Psikometri punya Gina ketika digunakan akan membuatnya merasakan rasa sakit seolah-olah kepalanya ditusuk oleh jarum yang panjang dari arah belakang kepalanya.
Semakin lama ia menggunakannya, semakin dalam juga jarum itu masuk.
Lalu ketika ia menyudahi psikometrinya, ia akan merasakan efek balik seolah-olah jarum yang menusuk kepalanya dicabut secara perlahan.
Lalu bagaimana jika psikometrinya terpaksa terhenti bukan atas kemauannya sendiri, seperti yang terjadi saat ini?
Jika itu yang terjadi maka Gina akan merasakan rasa sakit seumpama jarum yang menancap dikepalanya, dicabut dengan kasar dari arah berlawanan.
Dan tentu saja, rasa sakitnya tak bisa dijelaskan menggunakan kata-kata saja. Rasa sakit yang cukup kuat untuk tidak memberikanmu tenaga untuk berteriak.
Tubuh Gina ambruk bagai pohon tumbang. Delima yang sudah mengira hal ini akan terjadi dengan sigap menyabut tubuh Gina yang hampir jatuh kelantai.
Mata Gina kembali normal menyisakan keringat dingin yang membasahi pipinya.
Delima
"Kan udah aku bilang, jangan berlebihan... udah gitu kamunya malah sombong, jadi kayak ginikan," kata Delima.
Antara khawatir, kesal dan sedih.
Gina
"Daripada kamu khawatirin aku, mending kamu bantuin Nala..."
Gina
"Dia beneran diculik sama itu..."
Kata Gina dengan suara lemah.
Delima
"itu? maksud kamu yang tadi itu? beneran?"
Tanya Delima, ia berharap Gina cuma bercanda tentang Nala yang diculik oleh sosok yang mengeluarkan aura semenakutkan itu.
Sosok yang dari auranya saja membuat tubuhnya merinding gemetar.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!