NovelToon NovelToon

The LOVE Of Guardian

PROLOG

Di malam yang dingin, seorang perempuan berambut sebahu duduk meringkuk di dalam lemari. Seluruh tubuhnya gemetar, nafasnya tercekat dan wajahnya pias bersimba keringat dingin. Dia amat ketakutan.

Ketakutan makin menghinggapi setiap inci tubuhnya kala suara seperti pintu didobrak paksa terdengar. Kepalanya makin meringkuk ke dalam lututnya. Perempuan itu menutup mulutnya sekuat tenaga agar tidak berteriak.

Brak

Pintu berhasil terbuka dan masuk seorang laki-laki berambut pirang dengan pakaian serba hitam.

“Little Lady, where are you?” ucap laki-laki itu yang nadanya bagaikan penghantar kematian.

Perempuan itu makin membekap mulutnya. Air mata sudah berlinang mengaliri wajah cantik tapi kurus kering itu. Lalu suara derap langkah terdengar seperti mendekat menuju lemari persembunyiannya.

"I know you're here, little Lady. Come out and I will forgive you."

Perempuan itu menggelengkan kepalanya kuat-kuat. Persetan dengan 'ampunan' itu, nyatanya kepalanya akan langsung ditembak begitu dia menampakkan diri.

“I’ll give you three second. Come out now.” Tiba-tiba lelaki itu menghitung mundur.

“One.”

Perempuan itu makin meringkuk di sudut lemari semakin dalam.

“Two.”

"Ja-jangan." gemetarnya.

"Three."

Perempuan itu makin kuat-kuat memejamkan matanya. Jantungnya hampir meledak. Nyawanya sedang di ujung tanduk.

Hingga secercah cahaya masuk menimpanya kala pintu lemari tempat persembunyiannya terbuka dari luar.

Srett

“Peek a boo, Little Lady!” seru lelaki itu riang.

Dan begitu matanya bertatapan dengan malaikat mautnya, dia sadar itu bahwa akhir hidupnya sudah tiba.

****

Di sebuah kamar dimana seorang laki-laki tengah tertidur pulas. Wajahnya terlelap damai tanpa mengetahui apa yang terjadi. Dan sedetik kemudian, mata lelaki itu terbuka.

Alfin bangun perlahan. Dia memegangi kepalanya yang berdenyut. Telinganya juga berdengung. Sial, ini pasti efek semalam. Niko, teman kampusnya itu dengan gilanya mencekoki minumannya dengan alkohol dan parahnya Alfin tidak menyadarinya sama sekali. Seharusnya dia sudah tahu bahwa Niko brengsek itu tidak akan memberikan teh padanya dengan mudahnya.

Alfin melirik jam tangannya, tepat sekali dia bangun pukul satu lebih dua puluh menit pagi. Dia harus mengejar penerbangan ke Barcelona pukul setengah tiga pagi nanti.

Tapi Alfin tiba-tiba menutup mulutnya. Perutnya serasa bergejolak. Lelaki itu tanpa kata langsung menuju kamar mandi dan menumpahkan semua cairan yang tertahan di kerongkongannya.

Dan tanpa Alfin sadari, seseorang terbangun di ranjang yang sama. Orang itu bangun akibat mendengar suara muntahan Alfin yang terdengar keras. Kaki jenjang orang itu menggapai lantai. Rambutnya acak-acakkan dan bau minuman langsung menguar dari tubuhnya. Perempuan itu mendesah pelan. Dia kehilangan kendali akibat semalam.

Di sisi lain, Alfin yang sudah selesai memuntahkan semua cairan ke wastafel langsung berjalan lunglai keluar kamar mandi. Dalam hatinya, dia menggerutu dan mengutuk Niko amat keras. Awas saja, kalau dia bertemu dengan Niko, akan dia pastikan lelaki brengsek itu menerima ganjarannya.

Alfin terus saja mengutuki Niko dalam hati hingga tak sadar bahwa dia sudah berada di dekat ranjang lagi. Dan Alfin tiba-tiba merasakan sesuatu yang aneh. Alfin langsung mendongak dan matanya terbelalak kala menyadari seseorang berada di kamarnya.

“Aaaa!” teriak Alfin.

Perempuan itu menutup telinganya karena pengang dengan teriakan Alfin.

“Berhentilah berteriak.” Ujar perempuan itu datar.

“Aaa---“ Alfin yang berteriak seketika berhenti. Dia lalu menatap penuh kecemasan, “Se-sedang apa kau dikamarku?” tanyanya kalut.

“Kamarmu? Ini kamarku.” Balas perempuan itu tenang.

Alfin menganga, dia langsung keluar pintu dan mengecek nomor kamar dan seketika dia mengutuki dirinya.

“Masuklah, kita bicarakan apa yang terjadi.” Titah perempuan itu acuh.

Alfin mau tak mau kembali ke dalam, dia berdiri canggung sedangkan perempuan itu dengan tenangnya duduk di sisi ranjang.

“Maaf atas yang terjadi semalam. Saya—“ Ucapan Alfin terpotong.

“Tidak ada yang terjadi diantara kita.” Sela perempuan itu datar.

“Tidak mungkin. Kita terbangun di ranjang yang sama dalam keadaan cukup telanjang. Tidak mungkin, tidak ada yang terjadi!” seru Alfin kalut.

Perempuan itu malah menyilangkan lengannya, “Jadi kau ingin ada yang terjadi?” tanyanya.

Alfin seketika menggeleng, “Tentu saja tidak. Tapi kalau memang kenyataannya ada, saya akan---“

“Bertanggung jawab?”

Alfin mengangguk.

Perempuan itu hanya bereaksi datar, dia dengan acuh mengatakan, “Saya akui semalam saya mabuk dan saya cukup terkejut mendapati ada seseorang tidur di ranjang saya. Tapi saya masih cukup sadar untuk menyadari apa saja yang terjadi semalam. Dan kita hanya tidur.” Jelas perempuan itu.

“Bagaimana kau yakin soal itu? Saya saja tidak sadar.” Tukas Alfin tidak percaya.

“Intinya begitu. Saya tidak ingin memperumit situasi karena memang tidak ada yang harus dipermasalahkan. Anggap saja kita kebetulan tidur di ranjang yang sama. Hanya itu.” tandas perempuan itu. perempuan itu kemudian bangkit berdiri dan menuju lemari untuk mengambil barang-barangnya.

“Tunggu.” Cegah Alfin. Perempuan itu berhenti tapi tidak repot-repot harus berbalik.

“Saya harus tetap bertanggung jawab.” Ucap Alfin.

Mendengar pernyataan pemuda itu, perempuan itu berbalik, “Tapi saya tidak ingin.” Balasnya singkat.

“Tapi bagaimana kalau ada yang terjadi di antara kita? Saya sebagai laki-laki merasa sangat brengsek bila tidak bertanggung jawab.”

“Tapi memang tidak ada yang terjadi. Kau terlalu takut dan cemas.”

“Tapi—“ Alfin hendak menyangkal hanya saja ucapannya kembali dipotong.

“Saya seorang abdi negara. Bila saya kedapatan melakukan hal di luar moral seperti itu, maka saya akan menanggalkan seragam saya.” Pungkas perempuan itu.

Setelahnya, dia mengambil tasnya juga koper di dalam lemari. Kemudian tanpa repot-repot menatap Alfin, dia keluar kamar.

Dan sepeninggal perempuan itu, Alfin terduduk lemas di lantai. Fikirannya semrawut.

***

Perempuan misterius itu berjalan sambil menyeret kopernya menuju kamar lain yang selantai di atas kamar hotelnya. Setelah sampai di depan kamar yang dituju, dia langsung mengetuk pintu.

Tok Tok

Tak ada tanggapan apapun hingga semenit kemudian, pintu terbuka menampilkan seorang laki-laki yang tengah menahan kantuk.

"Sia--Letnan!" serunya kaget kala menyadari ada rekan kerjanya berdiri dihadapannya.

"Pesankan aku kamar baru." ucapnya.

"Apa?" tanyanya belum sepenuhnya sadar dari kantuk.

"Pesankan aku kamar hotel yang baru." ulang perempuan itu.

"Tapi kenapa?" tanya lelaki itu sambil menguap.

"Kamarnya--" Perempuan itu terdiam. "Lupakan saja. Lagipula kita akan memulai operasi sebentar lagi." lanjutnya berubah fikiran.

Lelaki itu hanya mengangguk-anggukkan kepala saja.

"Lanjutkan tidurmu." ucap perempuan itu.

Lawan bicaranya itu mengangguk.

"Selamat malam." ucapnya membungkukkan badannya sedikit. Setelah itu kembali masuk ke dalam kamar.

Setelah pintu ditutup, perempuan itu terdiam sebentar lalu mulai menyeret kopernya kembali meninggalkan kamar rekannya.

...-----...

Bum bum🎺

KyGe bawa karya baruuu loh🙈

Ini adalah spin-off dari MHMP untuk si mak comblang Alfin yang suka sama noona-noona (a.k.a wanita yang lebih tua). Dengan konsep jauh lebih segar dan unik daripada sebelumnya. Aku sudah membaca semua komentar kalian di karya sebelumnya dan berterima kasih atas semua keluh kesah dan penghargaannya untuk karyaku. Kedepannya aku akan memperbaikinya dan menerapkannya di karya setelahnya.

Semoga suka dengan cerita Alfin ya. Jangan lupa komentnya, vote, like dan dukungannya ya! Saranghae💙🙈

Note :

Karya ini diterbitkan atas ide sendiri. Bila ada kesamaan alur, karakter dan tempat serta kekeliruan dalam penyebutan nama, organisasi, tempat dan plot, itu adalah kesalahan tanpa unsur kesengajaan.

Kisah ini hanyalah fiktif belaka.

Bab 1. Dua Orang Asing

3 jam yang lalu...

Namanya Kenanga Anggia Selvi Wiraatma. Dia berusia 26 tahun dan berprofesi sebagai seorang prajurit TNI. Tepatnya tergabung dalam Kopasus dan masuk ke dalam Sandhi Yudha. Dia adalah perempuan satu-satunya dalam timnya yang diberi julukan Rajawali itu. Bukan tanpa alasan kenapa dia bisa bergabung dalam setiap misi intelijen berbahaya. Teknik penyamaran, tembakan jarak jauh dan kecerdasannya mampu menyumbang belasan persen di setiap operasinya.

Seperti saat ini, dia sedang dalam misi intelijen dengan timnya untuk menangkap bos penyelundupan senjata terbesar di Indonesia.

“Letnan, target ada di bar lantai atas. Harap konfirmasi.” Ucap sebuah suara dari earphice Kenanga.

“Diterima.” Ucapnya singkat.

Setelahnya perempuan itu naik menuju lantai paling atas dari hotel. Dia berjalan anggun dan tenang. Dia berperilaku biasa meski sedang menyamar. Kenanga lalu duduk di salah satu sudut meski begitu dia tetap bisa mengawasi target mereka.

“Harap konfirmasi apa yang sedang dilakukan target.”

“Target hanya sedang minum-minum bersama para wanita.” Balas Kenanga.

“Bagaimana status keamanannya?” tanya komandannya, Bagas melalui earphice.

“Agak riskan. Ada dua puluh penjaga tersebar di segala penjuru mata angin.”

“Dekati secara alami dan korek informasinya.”

“Diterima.”

Kenanga langsung bangkit berdiri. Dia berjalan mendekati target namun langkahnya terhenti kala melihat seseorang lelaki tinggi besar berkepala pelontos menghampiri targetnya. Bisa Kenanga pastikan itu adalah John, tangan kanan targetnya.

“Tangan kanannya muncul.” bisik Kenanga pada earphice.

“Ya, terlihat dari sini. Tangkap informasi sekecil apapun. Saya yakin mereka akan membicarakan hal penting.” Perintah Bagas.

“Diterima.”

Kenanga kembali melanjutkan langkahnya dan setelah beberapa langkah lagi, Kenanga mulai menampilkan senyum nakalnya. Dan begitu kehadiran Kenanga disadari oleh target dan tangan kanannya, Kenanga langsung didekap erat oleh John yang memang lebih dekat dari posisinya.

“Cantik sekali.” Puji John pada Kenanga.

Tangan lelaki itu dengan nakalnya mencolek dagu Kenanga. Kenanga risih dan ingin menonjok wajah John yang memberikan tatapan penuh nafsu padanya itu. Tapi Kenanga harus bersabar. Semua ini demi misi tim mereka. Dan Kenanga tidak boleh mengacaukannya.

Target tim mereka adalah seorang pejabat DPR yang diketahui telah memasok seratus senjata jenis airgun untuk mendanai pemberontakan pemerintahan yang terjadi seminggu lalu. Pemberontakan besar-besaran itu adalah ulah oknum tak bertanggung jawab yang ingin memprotes terkait kebijakan pemerintah yang berujung pada pembantaian massal sejumlah warga sipil bahkan beberapa prajurit kepolisian.

Dan kini mereka kembali mendapat informasi bahwa target mereka itu akan kembali memasok ribuan pucuk senjata api untuk dikirimkan ke Lebanon. Dan mereka harus mencegahnya agar tidak terjadi pertumpahan darah lain.

“Bagaimana perkembangannya?” tanya target pada tangan kanannya.

“Semuanya sudah siap, pak. Hanya tinggal eksekusinya saja.” Jawab John bangga.

Target mengangguk puas, “Siapkan dengan baik dan jangan sampai ketahuan oleh pihak berwajib. Kudengar sebuah tim khusus dari TNI juga ikut diterjunkan.” Ucapnya.

John mengangguk, “Kami sudah menyuap semua elit polisi yang terlibat agar tutup mulut. Sedangkan TNI, kami belum mendapat informasi apapun mengenai keterlibatan mereka.” Balas John.

“Saya juga hanya mendengar beritanya simpang-siur. Intinya bereskan semuanya sebelum fajar.”

“Baik, pak.”

Perbincangan mereka tak berlanjut tapi Kenanga sudah cukup mendapat informasinya. Dan sebuah operasi pamungkas akan dilaksanakan esok hari dan mereka harus berhasil.

“Ayo, minum dulu.” tiba-tiba John menggapai gelas lain dan mengangsurkannya pada Kenanga. Kenanga tak bisa menolak, atau dia akan dicurigai.

Kenanga terus minum alkohol yang ditawarkan oleh John hingga kesadarannya hampir hilang. Dan John serta target mereka juga sudah teler. Mereka terus bercumbu dengan para wanita jalang itu. Hingga target mereka membawa semua perempuan untuk mengamar meninggalkannya sendirian dengan John.

“Aku sudah tidak tahan. Ayo ke kamar.” Tiba-tiba saja John mencengkeram tangan Kenanga bermaksud mengajak mengamar. Tapi Kenanga berusaha melepaskan diri.

“Ini sudah terlalu pagi. Tuan sudah sangat mabuk.” Tolak Kenanga halus.

Tapi John tetap bersikukuh. Terlihat wajahnya yang memerah menatap penuh nafsu pada Kenanga. Kenanga juga sudah tidak punya kendali diri lebih kuat lagi hingga—

Bruk

John seketika ambruk ke meja. Kenanga menghela nafas lega.

“Misi selesai.” Ucap Kenanga pada komandannya melalui earphice. Tapi setelah itu Kenanga juga ambruk tak sadarkan diri.

Hingga kemudian dua orang berjaket hitam menghampiri Kenanga. Mereka langsung membawa Kenanga yang sudah tak sadarkan diri ke kamar.

“Bagaimana Kapten? Letnan sepertinya mabuk parah.” Ucap Riko pada Bagas, kapten tim mereka.

“Tidak biasanya Letnan seperti ini. Dia paling bisa mengendalikan dirinya.” Balas Bagas.

“Tapi itu juga wajar. Letnan terus dicekoki minuman keras oleh target kita. Kalau saya yang di posisi letnan, saya juga mungkin akan lebih cepat teler.” Ujar Riko.

“Makanya saya tidak melimpahkan tugas ini padamu.” Sahut Bagas. “Biarkan dia beristirahat. Dan kita sebaiknya beristirahat sejenak agar tenaga kita terisi kembali.” lanjut Bagas.

“Baik, kapten.”

Kemudian Riko dan Bagas meninggalkan Kenanga sendirian di kamar hotel. Sedangkan mereka masuk ke kamar masing-masing untuk mengisi ulang energi mereka meski sejenak.

Tak berapa lama usai sepeninggal kedua rekannya, Kenanga bangun. Dia memegang kepalanya yang berdenyut. Sial, dia minum berapa banyak hingga teler seperti ini? Kenanga pun lalu menuju kamar mandi.

Brak

Tiba-tiba pintu terbuka. Seseorang masuk ke dalam kamar dengan sempoyongan. Orang itu kemudian membuka kemejanya dan setelah itu langsung tertidur dengan tengkurap. Lelaki itu menggapai selimut dan melingkari selimutnya sebagian ke tubuhnya.

Di saat bersamaan Kenanga keluar dari kamar mandi. Penglihatannya masih samar-samar karena efek mabuknya masih ada. Kepalanya masih berdenyut sakit. Dan begitu mendekati ranjang, Kenanga langsung membaringkan tubuhnya di ranjang tanpa menyadari ada seseorang yang turut tertidur di ranjang yang sama.

Bab 2. Misi

“Tetap standbye di lokasi masing-masing. Arah penyergapan mengelingkupi seluruh penjuru mata angin. Barat yang akan memimpin penyergapan.” Ucap Bagas, sang kapten.

Kini Tim Rajawali, nama tim khusus dalam misi ini sedang melakukan operasi penyergapan di sebuah pelabuhan sepi di pinggiran Bali. Jaraknya tak jauh dari hotel semalam.

Semua anggota tim Rajawali bersembunyi di tempat yang sudah ditentukan. Mereka sedang mengamati sebuah kegiatan ilegal di depan pelabuhan dimana ada sekelompok orang yang dipimpin target sedang bertransaksi senjata dengan gerakan separatisme. Dan di tengah transaksi ilegal itu, puluhan penjaga berbaju hitam dengan pistol di tangannya melakukan penjagaan. Bisa dipastikan penjagaannya terlalu ketat dan akan sulit untuk menerobos masuk.

“Penjagaannya terlalu rapat. Kita harus menyerang diam-diam dan tak terlihat.” Ucap Kenanga sambil tetap memperhatikan.

“Timur, bagaimana statusnya?” tanya Bagas melalui earphice.

“Kita tidak bisa membidik target karena terhalangi.” Balas Riko.

“Jangan ditembak. Kita harus membawanya hidup-hidup.” Tukas Kenanga.

Semua anggota tim akhirnya terus bersembunyi hingga menemukan waktu tepat untuk menyerang. Mereka boleh melumpuhkan siapapun tapi target, tidak. Mereka diperintah untuk membawanya hidup-hidup. Jadi percuma untuk menembaknya.

Haccih

“Siapa itu?”

Tiba-tiba Dani, salah satu anggota mereka tidak sengaja bersin. Udara Bali memang sedang dingin-dinginnya saat ini. Ditambah mereka berada di tepi laut, tentu angin laut makin membuat suhu menjadi lebih dingin.

Dor

Tiba-tiba seorang penjaga menembakan sembarang ke asal suara. Dani untungnya sempat menghindar. Dan balas menembak. Baku tembakpun tak urung terjadi.

“Saya belum memberi perintah. Beraninya bertindak tanpa perintah!” amuk Bagas.

Kenanga berdecak dengan tindakan gegabah rekannya itu. Dia terpaksa mengangkat senjatanya.

“Tidak ada jalan lain. Sudah terlanjur terjadi.” Ucap Kenanga. Dia mulai membidik pemimpin separatisme yang didanai target itu. Dia bisa membunuhnya atau tidak tergantung situasi nanti.

“Serang!” seru Bagas tidak punya pilihan lain. Toh mereka sudah ketahuan.

Dor

Tembakan balasan ditembakkan oleh Riko dari atas. Tembakan itu mengenai kotak kayu yang berisi senjata. Semua lawan mereka langsung menjauh beberapa langkah terkejut dengan tembakan mereka.

“Kayunya dilapisi aluminium, peluru tidak bisa menembusnya.” Ucap Riko. Kenanga berdecak.

Kemudian suara tembakan terus terdengar. Kenanga maju sesuai strategi. Dia langsung menyerang target mereka bersama Bagas yang bergerak diam-diam di arah sebaliknya. Sedangkan anggota lainnya langsung bergulat dengan para penjaga. Mereka saling menembak dan terus baku hantam. Kelompok gerakan separatisme itu juga turut membantu hingga jumlah mereka tak seimbang. Tim Rajawali jelas kalah jumlah.

Dor dor dor

Tiga tembakan beruntun diarahkan pada Kenanga yang mencoba mendekat. Kenanga menjauhkan dirinya dengan melemparkan dirinya sendiri ke samping berlindung di antara drum-drum besar. Dia terjatuh cukup keras di tanah.

“Mereka kabur! Cepat kepung gedung dari segala arah!” seru Bagas.

Kenanga bangun dan langsung berlari menuju gedung tak terpakai. Namun ketika dia hendak masuk, suara helikopter terdengar. Bisa Kenanga pastikan mereka akan kabur. Dan Kenanga tidak akan membiarkan itu.

Tentara perempuan satu-satunya dalam tim itu segera berlari menaiki tangga menuju lantai teratas gedung. Para anggotanya langsung menyusulnya. Tak jarang mereka adu hantam lebih dulu dengan para penjaga yang menghalangi mereka di setiap lantai.

Satu persatu anggota tim tidak bisa melanjutkan langkahnya karena terhalang dengan musuh-musuh mereka. Hingga di dua lantai terakhir, hanya ada Kenanga dan Bagas yang masih berusaha mencegah terget mereka kabur.

Bug

Tanpa diduga begitu naik tangga untuk menuju lantai selanjutnya, sebuah tendangan menyambut Bagas. Bagas tersungkur ke tanah.

“Kapten!” seru Kenanga terkejut. Dia langsung mengangkat senjatanya, waspada.

Kemudian muncul seseorang bertubuh besar sembari menodongkan senjatanya. Dia adalah orang yang menendang Bagas tadi. John.

“Tidak akan kubiarkan cecunguk seperti kalian menghalangi kami.” Ucapnya.

Kenanga tersenyum sinis, “Aku tidak akan membiarkan para parasit yang bisanya menguras harta negara dan mengadu domba rakyat menghalangi kami.” Balas Kenanga.

Kemudian tiba-tiba lawan menendang senjata yang ditodongkan Kenanga. Senjata itu terpelanting jatuh. Dan Kenanga membalasnya dengan turut menendang perut John. John menunduk meringis dan Kenanga memakai kesempatan itu untuk menendang senjata John. Akhirnya baik Kenanga maupun John sama-sama tidak bersenjata.

“Satu sama.” Ucap Kenanga.

Kemudian lelaki itu maju menyerang Kenanga. Kenanga langsung membalasnya dengan sengit. Mereka terlibat perkelahian alot. Tiba-tiba John menendang tulang kering Kenanga menyebabkan Kenanga membungkuk kesakitan dan lelaki itu langsung menendang perut Kenanga hingga Kenanga tersentak akibat rasa nyeri pada perutnya.Tapi Kenanga mengabaikannya dan balas menendang dan meninju membabi buta.

Bug

Lelaki itu tiba-tiba terpelanting jatuh dan tersangkanya adalah Bagas yang sudah bangkit.

“Kau kejar mereka, aku akan menahannya disini.” Titah Bagas.

Kenanga mengangguk. Dia memungut senjatanya kembali dan dengan memegangi perutnya, dia berlari cepat menaiki tangga terakhir.

Dan begitu Bagas melepas kepergian Kenanga, punggungnya ditendang seseorang dari belakang.

Di sisi lain, Kenanga terus berlari menaiki tangga terakhir. Suara baling helikopter juga makin kencang seiring dengan langkahnya yang makin cepat. Dan Kenanga akhirnya sampai di atap gedung. Dia melihat bahwa target dan rekannya, ketua gerakan separatisme hendak naik ke helikopter.

Dor

“Ahh!”

Tiba-tiba target jatuh sambil memegangi kaki kanannya yang mengucurkan darah. Dia berteriak kesakitan akibat rasa nyeri dari timah panas yang diluncurkan oleh senjata Kenanga. Rekannya yang sudah berada di dalam helikopter terkejut.

Dan Kenanga berjalan menuju target yang meringkuk kesakitan. Dia menodongkan senjatanya langsung di kepala target membuat target membeku.

“Aku memang diperintahkan membawamu hidup-hidup tapi bukan berarti aku tidak bisa menembak kakimu.” Ucap Kenanga datar. Suara yang tanpa makna dan rautnya yang tanpa ekspresi membuat suasana makin mencekam.

“Turun!” titah Kenanga dingin pada rekan targetnya.

“Cepat jalan!” tiba-tiba lelaki itu menyuruh pilot untuk segera terbang. Tapi Kenanga jauh lebih cepat. Dia menembak kemudi helikopter.

Dor

“Turun. Atau akan kutembak tanganmu hingga terputus.” Ancam Kenanga dengan nada sedingin es.

Dan pilot serta lelaki itu turun dari helikopter. Mereka langsung mengangkat tangan mereka pertanda menyerah. Mereka berjongkok didekat target.

“Misi selesai.” Ujar Kenanga pada earphice dengan tetap menodongkan senjata.

***

Pemirsa, Menteri Pertahanan dan Keamanan, Ahmad Hibar ditangkap oleh pasukan TNI disaat melakukan transaksi ilegal di sebuah pelabuhan di Bali. Ahmad dan beberapa orang lainnya ditangkap tim Rajawali kala melakukan pertemuan ilegal dengan ketua gerakan separatisme untuk dikirim ke Lebanon. Sebanyak dua ribu pucuk senjata diamankan oleh tim. Demikian kabar terbaru hari ini.

“Bagaimana bisa kau bertindak tanpa komando?!”

Dan kini Bagas sedang memarahi anggota timnya yang saat operasi melakukan tindakan gegabah. Dani yang dimarahi hanya bisa menunduk dan tak berani menyanggah.

“Bagaimana ketika tindakan gegabahmu itu membuat kita gagal dan akhirnya malah tertangkap? Kau bukan hanya mengacaukan strategi kita tapi juga membahayakan nyawamu dan rekanmu yang lainnya!” teriak Bagas marah.

“Maaf, kapten. Saat itu saya terdesak hingga tidak sengaja menembakkan peluru.” Sahut Dani merasa menyesal.

“Untung saja Letnan Kenanga berhasil meringkus target dan misi kita berhasil. Coba kalau tidak? Kita bukan hanya menodai satuan kita tapi juga negara. Dan penyebab kegagalan itu tak lain adalah berkat tindakan gegabahmu!” Bagas masih belum puas memarahi Dani.

Kenanga, Riko, Angga dan Panji hanya terdiam tidak berniat mencampuri. Karena sudah sepantasnya kapten mereka itu mengamuk akibat tindakan anggotanya yang menyalahi peraturan.

“Pernahkah saya mengatakan padamu untuk mulai menembak dari mulut saya?”

“Siap tidak.” Balas Dani.

“PERNAH TIDAK?!”

“SIAP TIDAK.”

“Lalu kenapa kau menembak? Atas dasar apa? Dan satu lagi kesalahan fatalmu. KENAPA KAU BERSIN DISAAT TIDAK TEPAT ITU?” teriak Bagas.

“Maaf , kapten. Saya tidak bisa menahannya.” Aku Dani.

“Kau sudah pernah dilatih untuk menahan keinginan fisiologismu. Kenapa kau tidak menerapkannya?!”

“Sudahlah, kapt. Jangan terus marah-marah. Dani mengaku salah dan tidak disengaja. Yang terpenting misi kita berhasil.” Sela Kenanga.

“Benar, kapt. Tidak perlu diteruskan lagi yang ada malah membuat kapten sakit tenggorokan karena terus berteriak. Berikan saja hukuman disipliner untuknya.” Timpal Angga.

Bagas terengah-engah. Dia mencoba menahan emosinya. Setelah tenang, dia lalu menatap tajam Dani yang berdiri tegak dihadapannya.

“Lari dua ratus keliling dengan membawa perlengkapan. Lambat saja sedikit, saya akan mutasi kamu.” Ucap Bagas tidak bisa dibantah lagi.

“Siap, Kapt!” seru Dani.

“Sekarang!”

Dani lalu hormat pada Bagas, setelah itu dia langsung berlari pergi melaksanakan perintah Bagas.

“Aku ingin tahu apa hukuman untuknya.” Celetuk Riko sambil menalikan tali sepatunya.

“Tenang saja, banyak bukti yang memberatkannya. Dia harus mendapat setidaknya hukuman seumur hidup.” Timpal Angga.

Ketika rekan-rekannya mengobrol, Kenanga hanya diam saja tidak ikut menimbrung. Dia memang tidak banyak bicara bila tidak penting. Kenanga malah membuka lokernya dan memasukkan seragamnya. Dia lalu menggantinya dengan celana joger hitam dan kaus pendek hitam yang dilapisi oleh jaket kulit sama hitam. Penampilannya yang tomboy itu karena dia sudah lama bergaul dengan rekan-rekannya yang kebanyakan laki-laki. Terhitung jarang dia mengenakan drees atau pakaian perempuan yang feminim lainnya.

Drrt

Ponselnya bergetar bersamaan dengan dia yang hendak menaruh sepatunya. Kenanga mengambilnya dan sebuah pesan muncul dari tantenya.

Pulang ke rumah untuk makan malam ya, tante memasakanmu makanan favoritmu.

Kenanga membacanya singkat lalu dengan acuh tak acuh mengabaikan pesan itu. Alih-alih membalasnya, Kenanga hanya membacanya dan langsung mematikan ponselnya. Begitu ponselnya mati, Kenanga langsung memasukkannya ke dalam saku.

“Saya pergi.” Pamit Kenanga begitu siap.

“Letnan, tidak akan makan malam bersama?” tawar Riko.

“Tidak.” Tolak Kenanga singkat. Dia pun langsung keluar ruangan tanpa menoleh lagi.

Sepeninggal Kenanga, Riko dan Angga saling berpandangan.

“Kita sudah bekerja cukup lama bersama tapi sifatnya masih dingin pada kita.” Keluh Angga.

Riko mengangguk menyetujui, “Kenanga memang tidak seperti perempuan kebanyakan. Dia sangat tangguh untuk ukuran seorang perempuan.” Balasnya.

“Toh dia memang bukan perempuan. Dia bahkan jauh lebih kuat daripada lelaki.” Timpal Angga lagi.

"Coba saja kau ucapkan hal itu di depannya. Pasti dia akan langsung menendangmu." ejek Panji.

“Eh kapt, kalian bukannya teman seperjuangan saat sekolah dulu?” tanya Riko menoleh pada Bagas.

Bagas yang tengah menurunkan ranselnya dari atas lemari seketika mengangguk, “Iya, kenapa?”

“Sifat letnan Kenanga memang seperti itu saat sekolah atau berbeda?”

Bagas terdiam sesaat lalu menjawab dengan sedikit tak yakin, “Kurasa dia memang sudah dingin sejak dulu. Dia tidak pernah banyak bicara. Mungkin karena tak banyak calon TNI perempuan pada saat itu, jadi dia tak banyak bergaul lebih leluasa. Atau mungkin karena itu memang kepribadiannya.”

“Pantas. Jangan lupakan dia juga dari keluarga militer. Sepertinya Letnan Kenanga banyak ditempa dengan keras.” imbuh Panji.

Riko mengangguk menyetujui.

"Makan malam?" tawar Angga riang.

"Kuy. Kapten yang bayar!" seru Panji.

Bagas terkejut. Dia menggeleng dengan keras. "Kenapa harus saya? Tidak mau."

"Karena kapten adalah ketua kami." jelas Angga.

"Ada satu lagi alasannya yang lebih penting." imbuh Panji.

Semua mata menatap Panji yang kini menampilkan raut usil, "Kapten adalah satu-satunya yang lajang, jadi tanggungannya tidak banyak." Riko dan Angga seketika tertawa mendengarnya.

"Eh, sembarangan kamu kalau bicara. Kata siapa orang lajang tidak punya banyak tanggungan?" sanggah Bagas.

"Sudahlah kapt. Terima saja nasibmu. Ayo makan saja." Angga langsung memegang bahu Bagas dan membawanya keluar ruangan.

Panji dan Riko menyusul. Dan membawa kapten mereka itu menuju parkiran.

"Eh saya tidak bilang iya!" seru Bagas panik.

"Anggap saja sodaqoh." balas Angga enteng.

"Nanti kuhubungi Dani untuk menyusul setelah hukumannya." tambah Panji.

***

Kenanga sampai di rumah kediaman omnya pada malam hari. Dia memarkirkan mobilnya di carport kemudian masuk ke rumah sembari menenteng sepatu pdhnya yang kotor bekas operasi kemarin. Dia juga menggendong sebuah ransel besar berisi baju-bajunya yang belum sempat dicuci. Niatnya dia ingin mencucinya disini sekalian.

Begitu perempuan itu masuk, dia langsung naik ke lantai atas tanpa perlu mencari kedua paman dan bibinya yang sudah dia anggap sebagai orang tuanya. Kenanga langsung masuk ke dalam ruang cucian dan langsung mencuci bajunya menggunakan mesin cuci. Dia juga membersihkan sepatu kotornya. Setelah selesai, dia langsung mengeringkannya dan berlalu ke dalam kamar.

Kenanga langsung bersih-bersih. Sebagai seorang perempuan, dia cukup rapi dalam hal kebersihan. Kenanga sebetulnya tak suka tak mandi, tapi karena tuntutan pekerjaannya yang lebih sering keluar masuk gunung menyebabkan dia mau tak mau harus belajar beradaptasi termasuk dalam hal mandi.

Di saat Kenanga sedang mandi, disisi lain, pintu kamarnya diketuk dari luar. Karena Kenanga tak mendengarnya, dia jadi tidak membalas menyebabkan orang yang mengetuk langsung saja masuk ke dalam kamar.

Orang yang mengetuk pintu adalah seorang perempuan di ujung empat puluhan yang masih amat cantik parasnya. Dia adalah Meilani, tante dari Kenanga. Dia mendengar bahwa keponakannya itu sudah pulang jadi dia langsung menghampirinya untuk melihat Kenanga yang sudah tak dilihatnya hampir dua minggu lebih.

Diwaktu yang tepat, Kenanga keluar dari toilet. Tubuhnya sudah segar dan wajahnya pun sudah merona kembali. Dan dia baru menyadari bahwa tantenya berada di dalam kamar.

“Usahakan mengetuk pintu sebelum masuk.” Ucap Kenanga datar. Dia langsung menuju cermin rias, untuk mengambil sisirnya.

Meilani berdecak, “Tante sudah mengetuk pintu berkali-kali tapi kamu tidak menjawabnya, ya sudah tante masuk saja. Toh kamu ternyata juga sedang mandi jadi pasti tidak kedengaran.” Balasnya.

Kenanga tak membalasnya, dia sedang mengeringkan rambutnya.

“Bagaimana operasinya sukses?” tanya Meilani sembari duduk di ujung ranjang Kenanga.

“Hem.” Sahut Kenanga acuh.

“Pejabat itu sungguhan tersangkanya?” tanya Meilani penasaran.

“Hem.” Lagi-lagi Kenanga hanya membalas singkat.

“Sudah tante duga. Dia hanya kelihatan baik diluar tapi aslinya, ihh, sangat menjijikan. Untung tante pernah menolaknya, coba kalau tidak,” Dengus Meilani merinding.

“Kalian pernah pacaran?” tanya Kenanga menoleh.

Meilani hanya mengendikkan bahunya acuh, “Kami dulu sekampus, dengan ommu juga. Dan Tantemu ini akan dewi kampus jadi wajar banyak yang suka. Tapi tante setia sama om kamu.” Ucapnya sombong.

Kenanga berdecih, “Tante pernah mengkhianatinya, lupa?” sindirnya.

Meilani mengatupkan mulutnya kala Kenanga menyerangnya dengan fakta.

“Jadi, hukuman untuknya apa?” tanya Meilani mengabaikan ucapan Kenanga.

“Kenapa tidak membalas ucapanku?”

Meilani berdeham, “Tante akui pernah tapi itu semua masa lalu. Tante sudah taubat.” Balasnya malu.

Kenanga hanya menggeleng-gelengkan kepalanya.

“Ngomong-ngomong, “ Tiba-tiba Meilani mendekati Kenanga yang masih duduk di depan meja rias. Wajahnya berubah penasaran, “Apa kamu tidak memiliki pacar?” tanyanya tidak nyambung.

“Tidak.”

“Kenapa?” tanya Meilani terkejut.

“Karena pacarku adalah negaraku.” Balasnya enteng.

Meilani berdecak, “Gini nih kalau gaulnya terus sama senjata.” Gerutunya.

Kenanga tak menjawab dan mau tak mau Meilani beranjak bangun.

“Kalau sudah siap, turun dan makan malam. Oke, letnan?” Meilani sambil berdiri.

Tapi Kenanga tak menyahut. Dia malah memakai body lotion dengan tenang, seakan-akan itu lebih penting daripada menimpali ucapan Meilani.

Karena tak mendapat tanggapan lagi dari keponakannya, Meilani hanya bisa mendengus dan memilih keluar kamar.

****

Lima menit kemudian, Kenanga turun menuju ruang makan. Setibanya disana, Kenanga langsung duduk di depan tantenya. Omnya juga sudah duduk di kursinya.

Mereka pun mulai makan dengan tenang. Setelah selesai makan, Omnya mengawali pembicaraan.

“Bagaimana operasimu?” tanyanya pada Kenanga.

“Lancar.” Jawab Kenanga pendek.

“Katanya dia punya komplotan di kejaksaan, sudah tahu siapa orangnya?” tanya Akra Wiryaatma.

“Belum, tapi bisa dipastikan Ahmad memang memiliki dukungan kejaksaan. Entah berapa dan siapa.” Jelas Kenanga.

“Om memiliki satu nama yang paling mungkin memihak Ahmad. Om ingin kamu menyelidikinya.” Titah Akra.

Kenanga mengangguk, “Serahkan padaku.”

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!