Namaku Elia. Aku adalah seorang istri dari Hendrick Dargo. Hari ini adalah hari dimana aku dan Hendrick mengambil sumpah untuk saling mencintai hingga maut yang memisahkan. Iya, ini adalah hari ulang tahun pertama pernikahan kami.
Aku sengaja menyiapkan sebuah kejutan untuknya. Kejutan yang membuat kami bahagia. Dan hari ini juga, suamiku Hendrick kembali dari perjalanan bisnisnya. Sungguh aku sangat bahagia dan tidak sabar lagi melihat wajah suamiku saat melihat kejutan dari ku.
Stori...
Ting...
Suara ponsel Elia terdengar.
Elia meletakkan kuas blushon yang akan ia gunakan untuk menyapu pipinya dan meraih ponselnya.
Aku akan langsung menemui Ibu. Aku tunggu disana. Ada yang akan aku sampaikan.
Elia menghela nafasnya. Ini adalah kali pertama, suaminya tidak langsung pulang kerumah untuk menemuinya. Sejenak memang Elia nampak berpikir negatif.
" Tidak! apa yang aku pikirkan? mungkin, dia merindukan orang tuanya.
Elia kembali tersenyum untuk menyingkirkan segala pikiran negatifnya. Dia berjalan mendekati lemari untuk memilih Dress sederhana.
" Baiklah, pakai ini saja. Ini sederhana tapi sangat cantik.
Elia mengenakan Dress berwarna dark grey. Sapuan make up tipis menambah kesan cantik di wajahnya. Elia tersenyum menatap pantulan dirinya di cermin.
" Sayang, semoga setelah ini, kita akan semakin bahagia. " Ucap Elia yang masih menatap dirinya di cermin.
Elia melangkahkan kaki menuju mobil yang sudah terparkir dihalaman rumahnya.
" Selamat malam, Nyonya. " Sapa pak sopir sembari membukakan pintu dan mempersilahkan Elia masuk kedalam mobil.
" Terimakasih, Pak. " Balas Elia setelah berada didalam mobil dan sudah dalam keadaan duduk.
Satu jam menempuh perjalanan, akhirnya Elia sampai dirumah mertuanya.
Elia menatap rumah megah itu dengan tatapan ragu. Ingatan akan wajah sinis mertua dan adik suaminya mengepung otaknya. Sungguh, sulit untuk menghilangkan itu dari ingatannya. Sulit rasanya kaki ingin melangkah. Apalagi nanti kalau harus menghadapi mertua dan kakek nya yang memang sangat terlihat tidak menyukainya. Ah, semakin mengingatnya, semakin sakit dada Elia hingga tangannya tak lagi bisa tahan untuk tidak memegangi dadanya.
Elia menarik nafas dan menghembuskan perlahan. Dia mengulangi beberapa kali kegiatan itu hingga ia merasa lebih baik.
Elia, semua akan baik-baik saja. Tenanglah dan tetap tersenyum ramah.
Dengan segenap keberanian yang terkumpul, Elia melanjutkan langkah kakinya menuju rumah bak istana dengan sejuta kenangan pahitnya.
Tak, tak, tak,..
Suara heels, mengiringi langkah Elia yang semakin dalam masuk kerumah mertuanya itu. Perlahan tapi pasti. Akhirnya, Elia sampai di ruang keluarga.
Sedih rasanya. Tak ada sambutan apapun saat dia datang. Semua orang tengah tertawa dengan riangnya. Mata Elia menatap satu persatu anggota keluarga suaminya itu. Dan,
Deg..
Debaran jantungnya melonjak naik seketika saat tangan suaminya menyentuh tangan seorang wanita yang begitu dekat dengannya. Bukan hanya menyentuh, tangan suaminya itu juga langsung menggenggam tangan wanita itu. Elia kini hanya bisa menahan pedih di hatinya. Bahkan, suaminya tidak pernah melakukan itu kepadanya di hadapan orang tuanya.
Sejenak, Elia menenangkan dirinya. Dia berharap, ini semua adalah mimpi. Mimpi yang tida akan mau untuk ia inginkan lagi. Elia memejamkan mata dan menekannya. Dia berharap, saat ia membuka mata, apa yang ia lihat tadi tidaklah nyata.
Tidak! sesering apapun mata Elia mencoba, tida ada ubahnya. Nyata! semua itu adalah nyata.
Elia masih terdiam hingga seorang pria tak sengaja menyenggol tubuhnya. Ia juga adalah sala satu anggota keluarga yang hampir tidak pernah Elia lihat sebelumnya.
" Maaf! " Ucap Pria itu yang membuat semua mata menatap ke arah mereka.
Pria itu berjalan mendekat ke arah nenek dan memeluknya.
Hendrick bangkit dari duduknya dengan wajah terkejut.
" Elia? " Panggilnya lirih. Sungguh, dia benar-benar tidak menyadari kedatangan Elia yang entah sejak kapan berdiri di sana.
" Elia, kau sudah datang? " Tanya Hendrick seraya bangkit dari posisinya. Dia berjalan mendekati istrinya yang nampak sangat cantik hari ini.
Hening.....
Elia tidak menjawab apapun. Dia juga tidak lagi bisa melihat tatapan-tatapan datar dari anggota keluarga suaminya.
" Elia? " Hendrick meraih jemari istrinya dan menggenggamnya erat.
Apa ini benar-benar nyata? kenapa bisa begini? apa aku melakukan kesalahan? memang apa yang sudah aku lakukan? kenapa, wanita itu harus dia? kenapa? siapa yang harus aku jadikan alasan untuk menumpahkan semua rasa yang tak bisa ku jelaskan?
" Elia, duduklah. Kami ingin membicarakan sesuatu. " Ajak Hendrick sembari menuntun Elia mengikuti langkahnya.
" Tidak! lepaskan aku! " Meski membentak, Elia bahkan tidak bisa mengeluarkan suara kerasnya.
" Elia, dengarkan dulu ya? aku mohon, sayang. " Pintanya dengan nada bicara yang begitu lembut.
Lembut? heh! Jika saja, itu adalah beberapa saat lalu, mungkin Elia akan langsung mengangguk dan mengikuti apa yang dikatakan oleh suaminya itu.
" Aku tidak ingin ada di sini. " Ujar Elia sembari membalikkan badannya berniat untuk meninggalkan ruang keluarga yang membuatnya sesak.
" Dasar tidak tahu diri! " Nyaring terdengar suara Ibu mertua saat membentak Elia. Sungguh, sangat menyakitkan rasanya. Selama satu tahun ini, tak sekalipun Ibu mertuanya itu berucap dengan lembut terhadapnya. Tidak ada kata-kata kebal. Karena pada nyatanya, setiap kali telinga itu mendengar bentakan atau kata sinis dari mertuanya, tetap saja menyakitkan.
" Kami membuang waktu untuk menunggumu dan kau ingin pergi begitu saja?! " Lagi, masih sama. Dengan nada membentak. Tida perlu melihat bagaimana wajah Ibu mertuanya saat ini. Karena Elia, dia sudah sangat hafal akan hal itu. Mata yang membelalakkan tajam hingga bibir bergetar kesal. Itulah yang biasa Elia lihat.
Membuang waktu? menungguku, adalah membuang waktu?
" Ibu! tolong jangan begini. Jangan selalu membentak Elia. " Protes Hendrick yang terlihat keberatan.
" Cih! dialah yang membuat Ibu selalu marah. " Dalih Ibu sembari mencoba menenangkan dirinya.
Tidak! terkadang kau juga marah saat aku tidak melakukan apapun. Kau begitu membenciku. Bahkan, saat mendengar aku bernafas saja, kau selalu mengatakan, " Berisik " sebenarnya aku ini salah apa? apa aku begitu menjijikan?
" Ayo, Elia. Tolong, jangan membuat Ibu mengulangi ucapannya dan marah lagi.
Lagi? aku mengalah lagi? sampai kapan? sampai kapan kau akan membuatku terus mengalah untuk Ibumu?
Elia melepas paksa tangannya dari genggaman suaminya itu. Dia berjalan bahkan mendeka tanpa menghiraukan lagi suaminya yang menatapnya penuh tanya.
Elia mendudukkan dirinya di sudut ruangan. Tak mau lagi rasanya dekat-dekat dengan keluarga suaminya yang terlihat begitu enggan berdekatan dengannya.
Hendrick menyusul Elia dan duduk disampingnya. Hendrick menatap sendu wajah istri yang ia rindukan itu. Hatinya juga teriris melihat wajah marah yang baru ia lihat selama satu tahun pernikahan ini.
" Elia, maafkan aku sebelumnya. Aku,
Elia mencengkram kuat ujung Dressnya. Takut, sungguh dia takut dengan dugaannya sendiri.
" Elia, izinkan aku menikah lagi dengan Zila. " Hendrick melengkapi ucapannya.
TBC.....
" Elia, izinkan aku menikah lagi dengan Zila. " Hendrick melengkapi ucapannya.
Elia mengigit bibir bawahnya karena menahan tangis yang seakan sulit untuk ditahan. Tapi, jika menangis saat ini, bukankah akan terlihat lemah? tidak! Elia membuang jauh-jauh keinginannya untuk menangis. Lagi pula, menangis hanya akan membuatnya terlihat kalah. Dan orang-orang yang tidak menyukainya, sudah pasti akan bahagia kan melihatnya?
" Tidak! aku tidak akan mengizinkan mu menikah lagi. " Jawab Elia tegas tapi masih enggan menatap manik mata suaminya.
" Elia... " Panggil Hendrick lirih. Tentu saja Elia paham, nada bicara seperti ini, adalah salah satu trik Hendrick saat membujuk Elia. Jika saja, ia adalah Elia beberapa saat lalu, dia kan mengangguk seperti kambing bodoh yang tidak bisa berpikir jernih.
" Berhenti memanggil namaku dengan nada memelas. " Tandas Elia yang masih saja lebih tertarik menatap sepasang sepatunya.
" Elia, tolong... Zila sedang hamil. Aku tidak bisa membiarkan anak itu lahir di luar pernikahan. " Pintanya dengan nada bicara yang semakin lembut.
Bagai disambar jutaan petir. Belum usai rasa sakit karena penghianatan suaminya, kini harus lagi mendengar hal yang semakin mengoyak hati.
Elia menatap manik mata Hendrick tajam. Sungguh! rasa benci dihatinya membuat ia begitu berani. Seolah, dia sudah kehilangan rasa cintanya seketika.
" Menjijikkan! " Ucap Elia tepat diwajah suaminya itu.
" Dasar jal*ang!! berani-beraninya kau mengatai putraku menjijikan?! kau pikir kau siapa?! huh?! " Lagi, suara lantang yang menyakitkan keluar dari mulut Ibu mertuanya. Dia bahkan terlihat begitu semangat memaki hingga bangkit dari duduknya. Jari telunjuknya juga asik menusuk-nusuk ke arah Elia.
Elia tersenyum sinis melihatnya. " Jal*ang? "
Elia menatap Ibu mertuanya dengan tatapan sinis dan mengejek. " Aku bahkan masih suci saat menikah dengan putramu. Bagaimana bisa? kau memberiku gelar jal*ng?
" Huh! kau pikir kami bodoh?! kau sudah melakukan operasi kan?! " Ibu mertua menyilangkan tangan dengan mimik sombongnya.
Elia melirik ke arah Hendrick. Elia hanya bisa menahan pedihnya didalam hati. Suaminya itu benar-benar tidak berniat membelanya sama sekali.
Elia menghela nafasnya. Dia kembali menatap anggota keluarga satu persatu. sama, kebanyakan dari mereka menatap remeh ke arah Elia. Kecuali dua orang yang nampak berbeda mimik wajah. Nenek yang nampak melas menatap Elia. Dan, satu lagi pria yang terlihat gagah namun senyum sinis tapi bukan ke arahnya. Tapi, ke arah Ibu mertua. Entah apa yang dia pikirkan.
" Ibu, tenanglah. Biarkan aku bicara. " Hendrick mencoba menenangkan Ibunya yang selalu saja emosi saat berbicara dengan Elia.
" Elia,.. aku mohon. Aku akan adil kepada kalian berdua. " Ucapnya lagi.
Elia menyunggingkan senyum getirnya. Di dunia ini, mungkin hanya satu dari satu miliar wanita yang akan dengan suka rela merelakan suaminya untuk menikah lagi. Adil? pembohong! mana ada manusia yang bisa adil? jadi berhentilah bermimpi saat suami memiliki dua istri dan dia berjanji untuk adil.
" Menikahlah. " Ujar Elia menatap tegas suaminya itu.
Hendrick akhirnya bisa tersenyum lega. Dia bahkan bisa menghela nafas leganya seketika.
" Aku akan secepatnya mengajukan gugatan cerai. " Elia melengkapi ucapannya dan sontak, membuat Hendrick tak bisa lagi tersenyum atau merasa lega.
" Apa?! tapi kenapa? " Tanya Hendrick yang kini kebingungan dengan ucapan Elia.
" Aku tidak sudi berbagi suami. Maka dari itu, akan aku berikan suamiku kepada yang lebih membutuhkan. "
Hendrick terdiam dalam keterkejutan. Paham, sungguh dia sangat paham kekecewaan yang kini Elia rasakan. Tapi, khilaf yang berujung kecanduan itu, membuatnya semakin terikat dengan adanya bayi di rahim Zila.
" Elia,. aku tetap mencintaimu. Sungguh, Elia. " Hendrick menggenggam tangan Elia dan meletakkannya di dadanya.
" Tolong, jangan meminta untuk berpisah. Aku mohon. Aku sangat mencintaimu. Aku tidak bisa kalau tidak ada kau di sisiku. "
Elia melepas paksa jemarinya dari genggaman Hendrick.
" Tidak bisa. " Elia tegas menatap Hendrick.
" Sombong sekali. Tidak rugi kalau kau tidak mau. " Saut Ibu mertua yang tiada henti menyela.
" Sungguh, menjijikan. Kau dan Ibumu, kenapa kalian begitu menjijikkan? " Elia sudah tidak bisa lagi menahan dirinya lagi. Diam salah, lebih baik berbicara kan?
" Dasar tidak tahu diri! berani sekali kau mengatai Ibu dan Hendrick begitu?! " Kali ini, Zila ikut menyuarakan isi pendapatnya.
Elia tersenyum miris melihatnya. Bukankah, mereka berkumpul untuk memohon izin dri darinya? lalu kenapa terasa memaksa? apakah begini cara mereka meminta atau memohon? Elia kembali mengedarkan pandangannya. Menatap betapa sinisnya tatapan mereka. Sungguh, tidak ada yang lebih menyakitkan selain hari ini. Elia memantapkan hatinya untuk menang dari rasa takut. Dia adalah istri sah dai Hendrick Dargo. Tidak perlu takut kan? iya atau tidaknya, itu adalah haknya sebagai seorang istri.
" Itu karena, kalian selalu mengatakan hal-hal kotor setiap aku bertemu kalian. Jal*ang, pel*cur, tidak tahu diri, tidak tahu malu, dan masih banyak lagi. Terkadang, aku bertanya-tanya pada diriku sendiri. Apakah begini, cara orang kaya berbicara?
" Lancang! " Saut Ayah mertua yang tak kalah bengisnya. Sungguh, ini adalah hal yang biasa bagi Elia. Ia hidup dari belas kasih keluarga Zila. Jadi mungkin, bagi mereka, dia memang tidak memiliki apapun untuk bisa di anggap pantas.
" Cukup! tolong, jangan begini. " Pinta Hendrick yang tak tega melihat sang istri diperlakukan dengan tidak baik.
" Elia, tolong mengertilah, ada penerus keluarga Dargo di dalam perut Zila. Kita tidak memiliki pilihan lain. Kau akan tetap menjadi istriku. Hanya saja, ada Zila sebagai yang kedua. Semua tidak akan berubah. Aku akan tetap mencintaimu. " Hendrick kembali menggenggam tangan Elia erat.
Elia menatap manik mata suaminya itu. Sakit? tentu saja, Zila adalah orang terdekatnya. Tapi kenapa begitu tega menyakitinya seperti ini? lalu suaminya, suami yang begitu lantang mengucapkan janji kesetiaan hingga maut memisahkan, nyatanya tak bisa memenuhinya. Dan sekarang, janji lagi? tidak. Bahkan sampai matipun, dia tidak akan memberikan Izin.
Elia menatap Zila yang juga menatapnya kesal. Sungguh, Elia ingin sekali dia menampar pipinya itu. Elia memang hidup karena belas kasih keluarganya. Banyak sekali ha yang Elia relakan untuk dimiliki Zila. Kenapa? tentu saja untuk membalas segala perbuatan baik yang diberikan oleh Zila dan keluarganya.
Elia berjalan mendekati Zila. Dia menatap gadis itu dengan tatapan sendu.
" Kenapa kau melakukan ini? apa salah ku padamu? apa yang tidak aku berikan padamu sebelumnya? kau mengambil apapun dariku saat itu. Dan sekarang, kau juga mengambil suamiku? " Tanya Elia lirih sembari terus mengusap air matanya.
" Cih! omong kosong! sadarlah, Elia. Jika bukan karena keluargaku, maka kau pasti tidak akan bisa sampai disini. " Ujarnya dengan wajah sombong.
Elia menganggukkan kepalanya.
" Keluargamu, memang memberikan uang padaku sebagai bentuk perhatian. Tapi, apa kau lupa apa yang aku berikan padamu? "
" Diam! jangan mengatakan hal yang tidak masuk akal! memang apa yang bisa diberikan oleh kaum fakir seperti mu?! huh?! " Tantang Zila penuh kekesalan.
Elia tersenyum kelu mendengarnya. Habis, habis sudah kesabarannya kali ini.
" Baik, akan aku ingatkan. Beberapa tahun yang lalu, kau memintaku menjauhi pria yang mencintaiku dan aku cintai. Aku melakukannya dengan suka rela untukmu. Meski pada akhirnya dia menolak mu, kau tetap menyalahkan aku. Aku mengalah dan membiarkan mu selalu mendapat penghargaan dalam beberapa bidang atas kemauan mu. Aku memberikan banyak hal yang besar lainya. Kau bahkan, menyalahkan aku atas kesalahanmu. Kau menabrak seseorang dan membuatku menjadi pelakunya. Meski pada akhirnya, aku tidak dihukum, tapi akulah yang menanggung dan menerima kebencian mereka. Kenapa? jika itu kau, apa kau bisa melakukan hal-hal itu?
" Omong kosong! " Saut Ibu mertua yang tak terima calon menantunya di hina seperti itu.
" Diamlah Ibu mertua!! " Bentak Elia dengan suara yang menggelegar. Semua orang benar-benar terkejut dibuatnya. Ini adalah yang pertama kalinya Elia membentak Ibu mertuanya.
Plak......
Zila menampar dengan keras pipi Elia.
" Dasar jal*ang! kau tidak tahu sopan santun ya?!
" Benar. Aku tidak tahu sopan santun. Sama sepertimu yang begitu berhasrat mengambil apapun yang aku miliki. " Balas Elia yang tak menghiraukan sudut bibirnya yang berdarah.
Zila kembali mengangkat tangannya hendak menampar Elia kembali. Tapi kali ini, Elia tak tinggal diam. Dia menahannya dan sedikit mendorongnya. Bukan tanpa perhitungan, Elia melihat jarak Zila dan sofa yang begitu dekat. Jika dia mendorongnya sedikit, maka Zila pasti akan jatuh ke sofa.
Bruk....
Salah! Elia benar-benar salah memperhitungkan. Ruapanya ia lupa, Jika Zila adalah orang uang paling pintar mengambil keuntungan dari tindakan Elia.
" Zila!!! " Teriak semua orang sembari berlari ke arah Zila.
TBC....
" Zila!!! " Teriak semua orang sembari berlari ke arah Zila.
Bergerumuh dan saling menatap khawatir. Itulah yang Elia lihat. Betapa menyesakkan itu. Elia hanya bisa terdiam sembari menahan tubuhnya yang gontai karena senggolan dari keluarga suaminya yang sibuk menolong Zila.
" Zila, kau baik-baik saja? " Tanya Hendrick khawatir.
Zila nampak meringis seolah menahan sakit di bagian perutnya. " Perutku! sakit! Elia terlalu kuat mendorong ku. " Ucapnya sembari menahan tangis dan sakit. Sungguh, hanya Elia lah yang mampu melihat kepura-puraan itu. Beberapa tahun silam, Zila juga melakukan hal yang sama untuk menipu orang tuanya. Dan hanya Elia lah yang mengetahui segalanya secara detail.
Hendrick memapah tubuh Zila dengan tatapan khawatir.
" Kau! aku membencimu! kalau terjadi sesuatu dengan anakku, kau harus bertanggung jawab! " Ancamnya sembari terus mengusap air mata palsunya.
Elia menyunggingkan senyum dinginnya. Dia sudah tidak tahan lagi dengan apa yang dilakukan Zila. Sudah sepuluh tahun lebih dia menahan segala sakit yang Zila berikan. Sudah banyak hal yang dia korbankan. Kenapa masih saja tetap kurang.
Elia menatap Zila Marah. Ia tak menggubris lagi makian dari seluruh anggota keluarga yang sedang mereka gemborkan. Elia mengangkat tangannya dan plak.....! Ya, Elia menampar dengan kuat pipi mulus gadis yang tumbuh bersamanya itu.
" Elia! " Bentak Hendrick dan tanpa sadar, dia mendorong tubuh Elia dengan kasar dan kuat. Gadis itu mundur dengan langkah gontai. Heels yang tidak mendukung situasinya memperparah posisi jatuhnya.
Brukkkk
Elia terhempas cukup jauh dari mereka. Sayang, tak ada satupun yang perduli padanya. Hendrick menatap iba sesaat istrinya itu. Tapi, ada hal yang lebih penting saat ini. Bayi di dalam kandungan Zila harus di nomor satukan.
" Ayo nak, kita bawa Zila ke rumah sakit. Ibu tidak mau kalau sampai cucu Ibu kenapa-napa. " Pinta Ibu dengan wajah yang begitu khawatir. Tunggu, bukan hanya Ibu. Tapi hampir seluruh orang mengkhawatirkan Zila dan kandungannya.
Mereka semua melangkahkan kaki untuk menuju rumah sakit, tanpa ada yang memperhatikan Elia. Gadis itu terjatuh dengan posisi duduk. Ia memegangi perutnya sembari merintih kesakitan. Dan saat suaminya yang sedang membopong Zila melintas di hadapannya. Elia menahan kaki Hendrick dengan tatapan memohon. Pria itu memang berhenti, bukan untuk menolongnya. Tapi untuk mengacuhkannya tanpa bertanya apa yang terjadi dengan istrinya.
" Tolong, bawa, bawa aku juga. " Pinta Elia sembari menahan sakit yang teramat di perutnya.
Hendrick mengehembuskan tangan Elia dengan kasar. Membuat gadis itu kembali jatuh terduduk.
" Ah! " Elia mengerang kesakitan. Tapi tak ada yang mempercayainya. Sungguh, dia benar-benar kesakitan. Bukanya tidak bisa bangun sendiri. Hanya saja kakinya terasa begitu sakit.
" Koreksi kesalahan mu! jangan berpura-pura sakit lagi! atau aku akan memperburuk hukuman mu. " Ancam Hendrick yang di angguki oleh mertua dan adik iparnya.
" Tidak! aku mohon. Tolong, bawa aku juga. Sakit! aku sungguh sakit. " Pinta Elia tapi tak bisa mengeluarkan suara lantang. Entahlah, seakan hilang suara indah itu disaat yang tidak tepat.
Mereka berlalu tanpa perduli benar atau tidaknya Elia. Bagi mereka, Elia hanyalah seonggok sampah yang tidak berarti. Bahkan, jika dia mati di saat itu juga, mungkin mereka hanya akan mengatakan Oh lalu bersikap layaknya tidak terjadi apapun. Lirih dan semakin lirih suara yang keluar dari mulut Elia. Dia seakan tidak memiliki energi lagi. Pandangannya juga sudah mulai kabur dan gelap. Elia hanya bisa memohon dan berdoa didalam hati. Meski bibirnya masih aktif merintih meminta tolong.
" To, long. Tolong! tolong aku. Selamatkan bayiku. "
Bruk.....!
Untunglah, ada seorang pria yang menahan tubuhnya agar tak membentur lantai. Elia masih sedikit sadar meski matanya sedikit kabur.
" Selamatkan, bayiku. " Itulah ucapan Elia sebelum benar-benat tak sadarkan diri.
Pria itu menghela nafasnya. " Dasar gadis bodoh!
Pria itu melepas jasnya dengan satu tangan karena satu lagi tangannya ia gunakan untuk menahan tubuh Elia. Dia menutupi tubuh Elia lalu membopongnya keluar.
" Buka pintu! " Titah Pria itu setelah sampai di teras rumah tempat dia memarkirkan mobilnya. Sang sopir sedikit menundukkan kepala lalu melakukan titah Tuannya.
Pria itu memangku tubuh Elia sembari menatap wajah cantik Elia. Dia tersenyum lalu kembali memakinya.
" Dasar gadis bodoh! apa cintamu membuatmu bodoh? apa kau memang sudah bodoh sebelum mencintai suami gila mu itu? "
Beberapa saat kemudian. Pria itu membaringkan Elia di Brankar lalu ikut mendorongnya untuk masuk kedalam. Langkahnya terhenti sesaat untuk memungut dompet Elia yang terjatuh lalu kembali mengikuti Elia.
Dan, betapa terkejutnya Hendrick dan keluarganya ternyata berada disebelah kamar yang akan digunakan Elia. Pria itu tersenyum sinis menatap Hendrick dan keluarganya menatap bingung dengan keadaan Elia yang terbaring tak sadarkan diri.
" Elia? " Hendrick melangkahkan kaki mendekati Brankar Elia untuk memastikan. Hendrick membulatkan matanya karena melihat Elia tak bergerak sama sekali. Dia mengusap kasar wajahnya. Mengutuk dan memaki dirinya sendiri. Bagaimana dia bisa mengabaikan istrinya begitu saja? Hendrick kembali mengingat wajah Elia yang memelas memohon padanya agar membawanya serta ke rumah sakit. Hendrick semakin tidak bisa memaafkan dirinya karena kebodohannya itu.
" Jhon? apa yang terjadi? tanya Nenek seraya berjalan mendekati cucu sulungnya itu. Jhon menyambut hangat tangan sang Nenek. Bagi Jhon, hanya Nenek lah yang pantas ia anggap keluarga.
" Kita lihat saja nanti, Nek. " Jawab Jhon sembari menatap Nenek lembut.
Sepuluh menit sudah mereka menunggu. Karena merasa bosan, Jhon teringat kembali dengan dompet Elia yang tanpa sadar, sedari tadi ia genggam. Mata Jhon tertuju dengan sebuah benda pipih berwarna hitam putih itu. Jhon mengembangkan senyum saat membalikkan dan membaca tulisan dibalik benda itu.
Sayang, we gone have a baby.
Hendrick dan keluarga tak menyadari apa yang dilakukan oleh Jhon saat itu. Karena, mereka sedang menanyai dokter tentang keadaan Zila yang sudah selesai di periksa.
" Dokter? bagaiman keadaan cucu saya dan menantu saya? apa mereka baik-baik saja? " Tanya Ibu yang seolah mewakili perasaan khawatir para anggota keluarga.
Dokter itu menghela nafas sembari menatap mereka bergantian. " Maaf. Tidak ada bayi didalam kandungan pasien.
" Apa?! " Kompak mereka bertanya karena terkejut.
" Pasien mengalami kehamilan anggur. Tidak ada bayi di rahim pasien. Jangan terlalu berkecil hati. Semoga setelah ini, pasien bisa segera mengandung. " Ucap Dokter itu. Dan tak lama, pergi meninggalkan mereka.
Hendrick semakin tak mengerti dengan apa yang terjadi. Dia sudah menyakiti istrinya dengan sesuatu yang palsu? dan karena itu juga, dia membuat istrinya menderita. Hendrick benar-benar membenci kebodohannya kali ini. Baik batin dan fisik, dia sudah menyakiti istrinya.
" Bagaiman bisa, Hendrick? " Tanya Ibu yang terlihat sedikit kesal.
" Kami baru melakukan tes dengan alat penguji kehamilan di hotel waktu itu. Aku memang berencana mengunjungi dokter besok pagi." Jawab Hendrick dengan wajah putus asa.
Dia kembali melihat bangsal istrinya dan berjalan ke sana. Dia menatap pintu yang tertutup itu dengan tatapan penyesalan. Sungguh, ini menjadi pertunjukan yang menyenangkan bagi seorang pria. Yaitu, Jhon. Cucu Sulung dari keluarga Dargo yang hampir tidak pernah muncul di keluarga itu. Dia memiliki dunianya sendiri dan tak berniat berurusan dengan keluarga Dargo jika bukan karena sang Nenek.
Beberapa menit kemudian, Dokter yang menangani Elia keluar. Hendrick bergegas mendekati Dokter itu dan menanyakan keadaannya.
" Bagaimana keadaan Istri saya Dokter? "
Dokter itu nampak terdiam dan terlihat rasa sebal yang tidak langsung ia tunjukkan. Tapi, sebagai seorang Dokter, ia haruslah bertindak seperti yang seharusnya.
" Pasien mengalami patah kaki. Kondisi janinnya sudah baik-baik saja. Beruntung, pasien dibawa ke rumah sakit di waktu yang tepat.
Hendrick dan anggota keluarga yang lain tercengang.
" Janin? maksudnya, istriku hamil? " Tanya Hendrick yang tak bisa lagi menahan air mata penyesalan.
" Iya. Dan, saat akan ditangani, pasien sempat sadarkan diri. Dan pasien memohon agar orang yang telah menyelamatkannya mau menemuinya. "
Jhon tersenyum dingin saat semua anggota keluarganya menatap Jhon yang masih duduk dengan santai dibalik punggung mereka.
Jhon bangkit dan menyerahkan benda pipih milik Elia kepada Hendrick.
Hendrick terjatuh lemas saat membaca kalimat dari balik photo hasil USG yang niatnya ingin Elia berikan sebagai kejutan dihari ulang tahun pernikahan mereka.
TBC.....
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!