NovelToon NovelToon

Cinta Ada Karena Terbiasa (S3)

Prolog

RAFFA PUTRA ZABRANI

Raffa Putra Zabrani, sosok yang ceria, hangat dan luwes dalam pergaulan. Ia memiliki banyak teman dan menjadi rebutan banyak gadis. Usianya sudah 22 tahun, tetapi belum pernah berpacaran. Bukan karena tidak menyukai wanita, tetapi karena hatinya sudah mencintai seorang wanita secara sepihak. Cinta dalam diam yang tidak bisa ia ungkapkan.

RAFFI PUTRA ZABRANI

Raffi Putra Zabrani, sosok kembaran Raffa ini bertolak belakang sifatnya. Jika Raffa adalah sosok yang ceria, tapi Raffi sosok yang cuek bahkan terkesan dingin. Dia tidak suka menunjukkan senyum, kecuali saat meeting bersama klien. Raffi juga belum pernah berpacaran, karena ia juga mencintai seseorang dalam hatinya. Tidak ada yang tahu, siapakah gadis yang bisa menarik hati pria dingin ini.

LILIAN ROBERTINE

Lilian Robertine, putri pertama Steve Robertine. Berusia 18 tahun, ia sekolah di SMA swasta Dewi Sartika, tahun ini memasuki kelas 12. Ia menyukai Raffi sejak kelas 10 SMA, tetapi Raffi selalu menolaknya dengan kasar. Namun, Lian masih tetap berusaha mendapatkan hati Raffi, hingga akhirnya ia menyerah dan menjauh dari Raffi. Ketika Lian tidak lagi mengejarnya, Raffi justru merasa kehilangan.

***

10 Tahun yang lalu.

"Kak Raffa, Kak Raffi, sini!" ucap gadis kecil berusia delapan tahun.

Gadis kecil itu adalah Lilian Robertine, putri pertama Steve. Steve adalah putra Yuli yang pernah tinggal bersama Denis, sebelum Steve menikah dengan Violetta Martin. Sesekali, Steve berkunjung dan menginap di rumah Denis, karena Denis sudah menganggap Steve seperti putranya sendiri. Lilian gadis yang periang dan mudah bergaul, ia juga sangat dekat dengan si kembar. Seperti saat ini, mereka bermain bertiga di taman. Mengejar kupu-kupu dan bermain petak umpet.

Raffi dan Raffa menghampiri Lian yang memanggil mereka, Raffi jarang bicara tetapi saat masih kecil, ia terkadang tersenyum manis. Hanya saja, sangat sulit untuk melihat senyuman Raffi.

"Wah, indah sekali kupu-kupu itu," ucap Raffa.

"Ya," sahut Raffi singkat sambil tersenyum tipis, nyaris tidak terlihat.

"Ambilkan untukku, Kak!" pinta Lian.

"Aku tidak mau, pohon mangga ini sangat tinggi. Kalau aku terjatuh bagaimana," ucap Raffa, ia menolak mengambilkannya untuk Lian.

Namun, pandangan Lian tertuju pada pohon mangga itu. Karena Raffi sedang memanjat pohon itu, tanpa banyak bicara, Raffi langsung naik dan mengambilkan kupu-kupu itu. Saat akan ditangkap, kupu-kupu itu terbang dan Raffi terjatuh. Raffi langsung dibawa ke rumah sakit oleh Daisy, karena meski Daisy seorang dokter, tetapi tidak ada peralatan untuk merawat Raffi di rumah.

Untung saja hanya patah tulang ringan, dan butuh istirahat selama seminggu. Tulang punggung Raffi retak, tetapi tidak masalah menurut dokter, karena Raffi masih dalam tahap pertumbuhan.

"Kakak, maaf. Gara-gara Lian, kakak jadi jatuh," ucap Lian sambil menangis saat menjenguk Raffi di rumah sakit bersama ayahnya, Steve.

"Kakak jatuh sendiri, bukan karena Lian. Lian jangan nangis," ucap Raffi sambil mengelus rambut Lian. Lian tersenyum dan berhenti menangis.

Setelah sembuh, seperti biasa, mereka kembali bermain bertiga. Mereka selalu bermain, bercanda dan tertawa bersama.

Lima tahun kemudian, semuanya mulai berubah. Raffi seolah menjauhi Lilian, entah karena masalah apa? Mereka mulai menjauh dan tidak pernah lagi berkumpul bersama. Apa yang merubah sikap Raffi, hanya dia saja dan Tuhan yang tahu.

Tanpa disadari, Lian menyimpan perasaan suka pada Raffi dan ketika Raffi menjauhinya, Lian sekuat tenaga berusaha mengambil hati Raffi. Namun Raffi selalu menolaknya dengan kasar. Lian tetap berusaha meski Lian tahu, dia akan tetap ditolak.

***

Hingga sepuluh tahun berlalu, Raffi menjabat sebagai CEO menggantikan Denis yang sudah tua dan terbaring lemah karena stroke yang dideritanya. Denis memiliki bisnis di bidang Property dan Fashion. Perusahaan Property, Denis menyerahkannya pada Raffi. Sedangkan perusahaan yang bergerak di bidang fashion, Denis menyerahkannya pada Raffa.

Setelah lulus kuliah, keduanya langsung bekerja, menjabat sebagai CEO perusahaan yang diwariskan oleh Denis. Mereka menjadi CEO muda yang sukses menjalankan bisnisnya. Namun kisah cinta mereka tidak se-sukses karir mereka.

-----------------------------------------------

Hy readers,

jangan lupa dukung author n novel ini ya😘

seperti biasa LIKE, VOTE, ☆☆☆☆☆, FAVORITkan juga ya.

terima kasih.

Episode 1. Menolak dengan kasar

Pagi itu, sama seperti pagi yang biasanya bagi sebagian orang. Namun, pagi itu menjadi pagi yang tidak biasa untuk Lilian. Gadis berusia delapan belas tahun yang akrab dipanggil Lian. Pagi ini, Lian datang ke rumah Denis, tetapi hanya berdiri di depan gerbang. Ia menunggu seseorang yang dia rindukan.

Tak lama sebuah mobil putih keluar dari gerbang, Lian segera menghadang mobil itu. Sopir yang membawa mobil itu menghentikan mobilnya. Di kursi penumpang, Raffi bertanya.

"Kenapa berhenti, Pak?" tanya Raffi.

"Itu, Tuan. Non Lian menghadang di depan mobil," ucap sopir.

"Ck, apa lagi maunya?" Raffi memijat pelipisnya. Ia melirik jam di tangannya, lalu menurunkan kaca mobil.

Lian segera menghampiri Raffi dan bicara dari samping mobil.

"Kak Raffi, Lian mau bicara. Sebentar saja, Lian mohon," ucap Lian.

"Apa kamu tidak punya pekerjaan? Harusnya, kamu sudah berangkat ke sekolah, tapi malah nongkrong di sini," ucap Raffi dengan nada acuh.

"Lian mohon, sebentar saja," ucap Lian kembali.

"Mau apa?" tanya Raffi sambil membuka pintu mobil dan keluar. Raffi berdiri dua langkah dari Lian.

Raffa keluar dari garasi dengan mengendarai mobil hitamnya. Ia berhenti di depan gerbang, karena mobil Raffi menghalangi.

"Kenapa Raffi berhenti di depan gerbang? Tunggu! Itu Lian. Mau apa Lian pagi-pagi kesini?" gumam Raffa. Ia keluar dari mobil sambil tersenyum hendak menyapa Lian.

"Lian, suka sama Kak Raffi," ucap Lian.

Langkah Raffa terhenti mendengar pengakuan Lian pada Raffi. Senyumnya menghilang.

"Lalu?" tanya Raffi dengan dingin.

"Hah? Lian mau jadi kekasih Kakak. Kakak mau, kan, jadi kekasih Lian?" tanya Lian dengan penuh harapan.

"Kamu menghadang mobilku hanya untuk mengatakan hal konyol seperti ini. Waktuku sangat sempit, aku sangat sibuk, dan kau ...." Ucapan Raffi berhenti dan ia bertolak pinggang dengan satu tangan, tangan yang lain mengusap wajahnya dengan frustasi.

"Kau, menghadang, menggangguku, hanya untuk pernyataan cinta yang konyol seperti ini. Dengarkan jawabanku baik-baik! Aku tidak akan pernah menyukaimu sebagai wanita, sekarang kau sudah mendengar jawaban dariku. Pergilah!" Raffi masuk ke dalam mobilnya dan mobil itupun berlalu meninggalkan gerbang rumah.

"Hiks ... hiks hiks." Lian menangis dengan penolakan kasar Raffi.

Raffa mengepalkan tangannya dan melangkah ke arah Lian yang sedang menangis, berdiri di tengah gerbang.

"Aku tidak menyangka, seleramu jelek sekali. Sejak kapan kamu menyukai pria dingin itu?" tanya Raffa meledek Lian.

"Kak Raffa! Menyebalkan. Aku baru saja mendapatkan penolakan cinta dan Kakak malah meledek. Pria dingin itu duplikat Kak Raffa," ucap Lian cemberut, tetapi ledekan Raffa membuat tangis Lian berhenti.

"Duplikat wajahnya saja, lihat saja baik-baik. Kepribadiannya berbeda sekali denganku. Kenapa tidak pacaran denganku saja?" goda Raffa sambil mengedipkan sebelah matanya.

"Tahu, ah. Lian mau berangkat sekolah," ucap Lian dengan kesal. Lian berbalik pergi dan masuk ke dalam mobilnya. Lian tidak pernah membawa mobilnya sendiri karena tidak mendapat izin dari ayahnya, Steve, untuk mengendarai mobil.

Raffa masuk ke dalam mobil setelah Lian pergi. Raffa melaju ke kantornya dengan pikiran menerawang. Ia tidak menyangka jika ternyata, Lian menyukai Raffi. Dulu mereka selalu bermain bersama, tetapi tiba-tiba Raffi berubah setelah masuk SMA. Entah apa yang membuat Raffi jadi berubah pada Lian. Padahal Raffi masih mengingat dengan jelas, kejadian sepuluh tahun yang lalu. Saat ia rela terjatuh dari pohon dan patah tulang hanya untuk mengambilkan Lian kupu-kupu.

Raffa pernah mendengar dari temannya Raffi, Seno. Seno pernah bilang pada Raffa bahwa Raffi menyukai seseorang. Namun, Seno tidak pernah tahu siapa gadis yang telah mencuri hati Raffi yang dingin.

***

Di SMA Dewi Sartika.

Lian dihukum berdiri di lapangan karena terlambat datang ke sekolah. Lian berdiri di dekat tiang bendera, ia menunduk menghindari teriknya sinar matahari.

Asha, musuh bebuyutan Lian, datang menghampiri dan meledek Lian.

"Aduh, panas sekali ya? Mau aku belikan es tidak? Hahaha." Asha meminum es jeruk di depan Lian.

"Pak Guru, Asha tidak belajar, nih, Pak!" Lian berteriak memanggil guru BK yang sedang berdiri di depan gerbang.

"Kamu, awas, ya!" Asha mengancam sambil menunjuk ke arah Lian.

"Hei! Kamu mau dihukum, kenapa tidak masuk ke kelas?" tanya Endang, guru BK yang tadi dipanggil Lian.

Asha segera berlari saat mendengar teriakan Pak Endang. Lian tertawa melihat Asha berlari ketakutan. Tetapi tawanya langsung berhenti saat Pak Endang juga meneriaki Lian.

"Kamu, kenapa tertawa?" tanya Endang.

"Tidak, Pak," jawab Lian.

Lian tidak merasa buruk dihukum berdiri di lapangan, toh masih panas matahari pagi. Lian menganggapnya sebagai olahraga, berjemur di pagi hari. Lian kembali menunduk, ia kembali mengingat penolakan Raffi tadi.

"Jahat sekali," gumam Lian. Ia mencoba tegar tetapi matanya tidak bisa berkompromi dengan hatinya. Hati Lian mencoba tabah, tetapi matanya mengkhianati Lian. Matanya mulai berair, perlahan air mata itu jatuh di kedua pipi Lian. Lian segera menghapusnya, tapi airmata itu malah semakin deras mengalir. Bahu Lian terlihat turun naik, menandakan dirinya sedang terisak sambil tertunduk.

Meskipun begitu, Lian tetap ingin memperjuangkan cintanya pada Raffi. Karena Lian tahu, di sisi Raffi belum ada pendamping. Lian merasa, dirinya masih memiliki kesempatan untuk membuat Raffi menerima cintànya.

***

Di kantor Raffi.

Raffi duduk di kursinya dengan serius memandang layar laptopnya.

Tok! Tok! Tok!

"Masuk!" ucap Raffi.

Raffa masuk ke ruangan Raffi dengan emosi.

"Fi, kenapa kamu harus berkata se-kasar itu pada Lian?" tanya Raffa.

"Kamu suka Lian? Kalau suka kamu saja sana yang pacaran dengan Lian!" Raffi menjawab tanpa menatap Raffa.

"Bukan seperti itu, hanya saja aku ... tidak suka kalau kau membuatnya menangis. Kita sudah berteman dengannya sejak kecil. Apa harus menolaknya dengan kata-kata kasar?" tanya Raffa.

"Aku sibuk, pergilah! Kau juga seorang Presdir, apa kau tidak punya pekerjaan." Raffi mengusir Raffa dari ruangannya. Raffa keluar dari ruangan Raffi dan berjalan ke loby, Raffa selalu kesal jika Raffi membuat Lian menangis. Dengan perasaan kesal, Raffa mengendarai mobilnya meninggalkan gedung kantor Raffi.

Di dalam kantornya, setelah Raffa pergi, Raffi menutup laptopnya dan menyandarkan punggungnya ke kursi. Ia mendongak melihat langit-langit kantornya. Leni, sekertaris Raffi, masuk ke dalam ruangan Raffi setelah mengetuk pintu tetapi tidak ada jawaban.

"Selamat pagi, Presdir," ucap Leni. Raffi tidak menjawab dan melamun menatap langit-langit kantornya dengan muram.

"Kenapa suram sekali?" gumam Raffi pelan.

"Ya. Apa maksud Presdir catnya? Saya akan menyuruh seseorang mengecat ulang," jawab Leni.

Mendengar suara Leni, barulah Raffi sadar. Dia duduk tegap kembali dan menatap sekretarisnya.

"Ada apa?" tanya Raffi.

"Ini Presdir, Anda harus menandatangani berkas ini," ucap Leni.

"Berkas pembangunan apartemen Asri yang ada di Bandung?" tanya Raffi lagi.

"Ya, Presdir," jawab Leni.

Raffi menandatangani berkas itu. Setelah mendapat tanda tangan Raffi, Leni pun keluar dari ruangan Raffi. Raffi kembali sibuk dengan pekerjaannya.

2. Mengantarkan makan siang

Setelah dihukum berdiri di lapangan sampai jam istirahat belajar, Lian pun masuk ke dalam kelas untuk duduk. Lian memijat kakinya yang terasa pegal karena berdiri selama tiga jam di lapangan. Vira, teman Lian, membawakan es jeruk untuk Lian.

"Nih, minum!" Vira menaruh es cup rasa jeruk di meja Lian.

"Terima kasih, cayangku, muachh," ucap Lian sambil bergaya centil.

"Bagaimana pernyataan cinta yang ke sembilan juta sembilan ratus kali itu? Apa dia menerimanya kali ini?" tanya Vira.

"Lebay, gak sebanyak itu juga kali. Ini yang ketiga kalinya aku menyatakan perasaanku, dan hasilnya tetap sama," ucap Lian cemberut.

"Hei, kamu itu bodoh atau bagaimana sih? Raffi punya kembaran yang sikapnya jauh lebih baik daripada Raffi, kenapa tidak sama Raffa saja kamu pacarannya? Kan wajahnya sama," ucap Vira.

"Vi, jika cinta bisa dikendalikan, maka akan aku alihkan perasaan cinta ini pada orang lain. Namun, cinta tidak bisa dipaksa seperti itu Vi," ucap Lian sambil tersenyum getir.

Sejak ia kelas 10 SMA, ia mulai menyukai Raffi sebagai seorang pria, bukan sebagai kakak seperti saat ia masih kecil. Meskipun mereka adalah saudara sepupu, tetapi hanya sepupu angkat. Karena merasa tidak ada hubungan darah sama sekali, Lian akhirnya mengungkapkan perasaannya pada Raffi untuk yang pertama kali. Saat itu, Raffi menolak dengan alasan, Raffi tidak suka dengan anak kecil, padahal saat itu Lian sudah kelas 10 SMA.

Lian mengungkapkan perasaannya kembali pada Raffi saat ia naik ke kelas 11, tetapi lagi-lagi Lian ditolak oleh Raffi dan saat itu, Raffi tidak mengatakan alasan apapun. Tadi pagi, Lian menyatakan kembali untuk yang ketiga kalinya. Dan lagi, ia tetap ditolak. Lian sampai tidak tahu lagi harus berbuat apa, agar cintanya bisa diterima oleh Raffi.

Jam istirahat berakhir dan pelajaran kembali dilanjutkan. Lian murid yang punya otak standar, tidak terlalu pintar tetapi juga tidak bodoh. Pelajaran dimulai dan sibuk mengerjakan tugas yang guru berikan.

***

Proses belajar mengajar telah selesai, dan merekapun pulang. Vira mengajak Lian jalan-jalan di Mall sepulang sekolah, tapi Lian menolak.

"Ayolah, Li! Jangan lupa untuk bahagia. Semua waktumu hanya kau gunakan untuk mengejar Raffi, Raffi dan Raffi. Ayo kita jalan-jalan dan lupakan sejenak tentang Raffi," ucap Vira.

"Aku ingin membawakan makan siang kesukaan Kak Raffi, ke kantornya," jawab Lian.

"Ya, Tuhan! Raffi lagi?" tanya Vira. Lian hanya tersenyum malu.

"Ya, sudah. Sana pergi! Semoga berhasil," ucap Vira kembali, lalu ia masuk ke dalam mobilnya. Vira pergi setelah melambaikan tangan pada Lian.

Lian masuk ke mobilnya dan menyuruh sopir untuk membawanya ke resto ikan bakar madu. Lian tahu, Raffi sangat suka ikan gurame bakar madu di resto itu. Saat mereka kecil, jika mereka makan bersama keluarga di resto itu, pasti menu itulah yang Raffi pesan.

*Flashback*

"Kak Raffi kenapa sih, kalau kita makan disini, pasti Kak Raffi pesan ikan itu?" tanya Lian kecil.

"Ini enak, coba Lian cicipi! Aa ...." Raffi menyuapi Lian.

"Iya, enak, Lian mau juga," ucap Lian.

Raffi membagi ikannya dan memberikannya pada Lian sambil tersenyum.

*Flashback off*

"Kenapa kita tidak bisa seperti dulu, Kak," gumam Lian sambil menatap keluar jendela mobilnya. Sopirnya melirik dari kaca spion diatasnya. Sopirnya merasa iba melihat Lian.

Mereka sampai di depan resto, Lian segera memesan gurame bakar madu dan duduk menunggu pesanannya dibungkus. Lian melihat foto Raffi di layar ponselnya.Lian memakai foto Raffi menjadi wallpaper ponselnya. Lian tersenyum menatap lekat wajah Raffi di layar ponselnya. Hingga tidak terasa pesanannya sudah jadi, Lian segera membayarnya dan pergi ke kantor Raffi.

Lian langsung menuju ruangan Raffi di lantai lima. Di depan pintu kantor Raffi, Lian menyapa Leni, sekretaris Raffi.

"Kak Leni, Kak Raffi ada?" tanya Lian.

"Ada, Mba masuk saja!" jawab Leni.

Lian tersenyum lalu mengetuk pintu ruangan Raffi.

Tok! Tok! Tok!

"Masuk!" Raffi menjawab tanpa melihat orang yang mengetuk pintunya.

Lian masuk dan melangkah mendekati meja kerja Raffi. Lian memasang senyum paling manis, dan menyodorkan box makan siang untuk Raffi. Raffi menoleh ke arah Lian saat melihat box makanan yang Lian sodorkan di mejanya. Raffi berhenti mengerjakan proposal untuk meeting besok pagi. Raffi menatap tajam ke arah Lian.

"Ini makan siang untuk Kakak!" ucap Lian dengan gugup karena ditatap Raffi dengan pandangan seolah menguliti tubuh Lian. Lian gemetar ketakutan menatap wajah Raffi.

"Leni, masuk!" Raffi memanggil Leni dari pesawat telepon di mejanya. Leni segera masuk setelah Raffi menutup telepon.

"Ada apa, Presdir?" tanya Leni.

"Kamu sudah makan?" tanya Raffi.

"Em, sudah, Presdir. Apa Anda ingin saya memesankan makan siang untuk Anda?" tanya Leni.

"Tidak. Tadinya aku ingin memberikan makanan ini untukmu, tapi karena kau sudah makan. Kau buang saja makanan ini!" ucap Raffi.

Lian dan Leni tercengang mendengar ucapan Raffi. Dengan tatapan tidak peduli, Raffi menyuruh Leni membuang makanan dari Lian.

"Kak, itu adalah gurame bakar madu, kesukaan Kakak. Lian juga membelinya di resto favorit Kakak, kenapa dibuang?" tanya Lian menahan perasaan sedihnya. Mata Lian berkaca-kaca, tetapi Lian mencoba sekuat hati untuk tidak menangis di depan Raffi.

"Aku sudah tidak suka lagi makanan itu. Pergilah! Kau menggangguku, dasar anak kecil. Kau selalu membuang waktuku dengan cuma-cuma. Kau pikir aku pria pengangguran yang punya banyak waktu senggang untuk meladeni leluconmu. Leni, bawa makanan itu dan buang di tempat sampah diluar, bawa sekalian dia keluar!" ucap Raffi. Raffi kembali melanjutkan pekerjaan yang tadi ia tunda.

Lian masih berdiri di depan mejanya. Leni menarik halus tangan Lian. Lian menepisnya.

"Kakak terganggu dengan kehadiranku? Baik! Aku akan pergi menjauh, sesuai keinginan Kakak, tidak perlu mengusirku dengan begitu kejam," ucap Lian terisak.

Leni menatap kasihan ke arah Lian. Leni tahu, sudah bertahun-tahun, Lian mengejar Raffi. Namun, hari ini dia merasa sangat kasihan pada Lian, karena Raffi mengusirnya tanpa memikirkan perasaan sedihnya Lian. Lian mengambil box makanan yang ia bawa dan keluar dari ruangan Raffi. Lian menoleh ke ruangan Raffi yang hanya terhalang kaca tembus pandang. Dengan air mata berlinang, Lian menatap Raffi yang juga sedang menatapnya. Lian membuang makanan itu di tempat sampah di samping meja Leni. Lian kemudian pergi.

"Akh!" Raffi mengamuk dan membanting bolpoint di tangannya. Ia menjambak rambutnya dengan frustasi.

Leni yang masih berdiri di depan meja Raffi pun mengungkapkan komentarnya.

"Presdir, tidakkah Anda terlalu kejam pada Mba Lian? Dia hanya membawakan makanan untuk Anda. Itu artinya dia khawatir jika Anda mungkin tidak sempat makan, jadi dia membawa makanan untuk Anda," ucap Leni.

Raffi juga menyesali apa yang ia katakan pada Lian tadi. Namun Raffi tidak bisa meralat ucapan kasarnya. Raffi menyuruh Leni keluar dan meninggalkannya sendiri. Raffi memijat kepalanya. Ia sungguh tidak tahu harus bagaimana, agar bisa membuat Lian menyerah pada perasaannya. Raffi selalu berkata kasar karena ingin Lian menyerah untuk mencintainya, menyerah pada perasaannya dan melupakan dirinya. Tetapi, meski sudah ditolak berkali-kali, Lian masih tetap saja mengejarnya. Raffi frustasi sendiri, mencari cara untuk menjauhkan Lian darinya.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!