Seoul Incheon International airport..
Kedatangan CEO Wilantara Group membuat kegaduhan di bandara, pasalnya orang-orang berdesak-desakan untuk melihat wajah pemilik Wilantara Group, perusahaan terbesar di kota Seoul, yang rumornya memiliki wajah tampan dan dapat memikat hati setiap orang yang melihatnya.
"Sekertaris Kim. Kapan jetnya akan siap? Aku tak ingin berlama-lama di sini." Seru CEO Wilantara Group itu menoleh ke arah sekertarisnya yang berdiri di sampingnya.
"Sebentar lagi tuan. Ada pesawat yang sementara landing, karena itu keberangkatan kita sedikit tertunda. Kita belum bisa berangkat sekarang."
"Huh, kalau begitu suruh mereka bubar. Mereka sudah terlalu lama menikmati wajahku." serunya melirik singkat ke arah kerumunan orang-orang yang masih menatapnya dengan penuh kekaguman.
"Baik tuan." Sekertaris Kim membungkukan kepalanya singkat, lalu ia menyuruh beberapa ajudan Mr. Dev untuk membubarkan kerumanan tersebut.
Tak berselang lama, seorang Co-pilot datang menghampiri sekertaris Kim dan mengatakan jika Jet yang akan ditumpangi oleh Mr. Dev sudah siap.
"Tuan, Jetnya sudah siap. Kita bisa meninggalkan bandara sekarang." ucap Sekertaris Kim yang hanya dijawab dengan anggukan oleh Mr. Dev.
Saat hendak meninggalkan ruang tunggu, tiba-tiba seorang wanita yang entah dari mana menabrak tubuh tegap Mr. Dev, hingga membuat wanita itu jatuh tersungkur ke lantai.
"Aww." pekik wanita tersebut mengusap sikunya yang sedikit tergores.
"Astaga." Mr. Dev mendengus kesal, ia hendak pergi dari sana namun merasa tak tega karena melihat wanita yang menabraknya masih tersungkur di lantai.
Mr. Dev mengulurkan tangannya, hendak membantu wanita itu. Namun karena keterkejutannya, wanita itu langsung menendang kaki Mr. Dev buru-buru ia beranjak berdiri.
"Ja-jangan mendekatiku." serunya menajamkan matanya seraya memasang kuda-kuda untuk melindungi dirinya.
Reaksi wanita tersebut membuat Mr. Dev mengerutkan dahinya bingung, "Aku hanya ingin menolongmu, kenapa kau malah menendang kakiku? Dasar wanita tak tahu diuntung!" cetus Mr. Dev menatap kesal wanita yang berada di hadapannya saat ini. Wanita menyebalkan dan tidak tahu berterima kasih. Bagaimana bisa dia menolak dan menendang kaki seorang pria tampan sepertinya. Pria yang dikejar-kejar oleh banyak wanita, tetapi kenapa wanita ini berbeda? Apa dia memiliki kelaianan? Apa dia wanita impoten yang tidak suka dengan pria tampan?
"Maaf." ucap Agya meraih kopernya kemudian pergi dari sana dengan sedikit berlari, sungguh androphobia yang dimilikinya membuatnya takut terhadap pria, untuk itu ia tidak menerima uluran tangan pria yang tidak dikenalinya itu, bukan tidak dikenali namun Agya tidak melihat dengan begitu jelas wajah pria yang telah ditabraknya.
"Berani-beraninya dia menolakku!" tangan Mr. Dev menggepal kuat menahan emosinya, 28 tahun ia hidup, baru kali ini ada wanita yang menolaknya dan bahkan berani menendangnya.
"Sekertaris Kim, cari tahu identitas wanita itu. Berani-beraninya dia mempermalukanku di depan banyak orang." cetusnya kembali melangkahkan kakinya dengan langkah panjang. Wajah masih terlihat sangat kesal.
Sekertaris Kim hanya bisa menggeleng, ia sangat tahu betul sikap tuan mudanya itu, Mr. Dev tidak akan melepaskan wanita itu begitu saja.
"Kenapa kau mencari masalah nona?" gumamnya. Kemudian ia menghubungi pengurus bandara yang bertugas diruang CCTV untuk meminta rekaman CCTV diruang tunggu pukul 14.25 dan menyuruhnya untuk segera menghapusnya sebelum orang-orang mempublikasikan ke media. Entah akan semarah apa nanti Dev jika ada media yang meberitakan kejadian memalukan itu.
***
Sementara itu diparkiran, Agya Artika Wardana memegangi dadanya seraya mengatur napasnya yang saling memburuh, kejadian yang baru saja terjadi membuatnya tidak dapat berpikir dengan jernih, ia juga mengutuki dirinya karena menendang pria tadi. Namun, ia tidak sepenuhnya menyalahkan dirinya karena kejadian tadi bukalah kesalahannya, tetapi bentuk refleksi tubuhnya. Aagght androphobia yang sudah banyak memakan korban.
"Gya." suara seseorang yang tidak begitu asing di pendengaran Agya membuat wanita itu langsung mengedarkan pandangannya ke sekitarnya, mencari asal suara tersebut.
"Della." Agya berteriak kegirangan melihat sahabatnya yang tengah berdiri di pintu masuk bandara, sedangkan dirinya sudah berada di parkiran.
"Gyaa." Della ikut kegirangan, sedikit berlari untuk menghampiri sahabatnya, dan langsung memeluknya.
"Del, aku sangat merindukanmu." ucapnya masih memeluk Della erat.
"Aku juga sangat merindukanmu." Della melepaskan pelukannya seraya merapikan pakaiannya yang sedikit berantakan akibat memeluk Agya barusan. Ya, Della tipikal wanita yang menjaga penampilannya.
"Oh My God, Agya. What wrong with you? Kenapa pakaianmu berantakan seperti ini?" serunya menatap Agya dari ujung kaki hingga ujung rambut. Sedikit bergedik melihat pakaian sahabatnya yang begitu kusam dan kotor.
"Ah, lupakan saja. Ayo kita pergi dari sini." Agya menarik lengan Della, lalu ia mencegat taksi. Dan menyuruh supir taksi tersebut untuk mengantarnya di daerah gawanak-gu, sekitar 45 KM dari bandara.
"Huh, perjalanan yang melelahkan." keluh Agya menyandarkan kepalanya di sandaran kursi.
"Gyaa, apa kau tahu?" Della mengubah posisi duduknya untuk menghadap ke arah Agya, wanita itu terlihat sangat antusias dan kegirangan.
"Aku malas sekali untuk tahu, tetapi jika kau memaksa, katakanlah."
"Isshh, siapa yang memaksamu." cetus Della, "Tapi karena kau penasaran, aku akan mengatakannya padamu."
"Iyaa, katakanlah." Agya memejamkan matanya, merasa lelah dengan perjalannya yang cukup jauh dan memakan waktu hampir 8 jam.
"Tadi saat di bandara aku bertemu Mr.Dev, CEO dari Wilantara Grup. Gya apa kau tahu, ternyata dia sangat tampan sekali jika dilihat secara langsung dibanding di billboard itu." tunjuknya ke arah billboard yang terpampang lebar di depan salah satu gedung tertinggi di kota itu.
"Benarkah?" jawab Agya pura-pura tersanjung lalu ia tertawa. "Aku tidak perduli dengan ketampanannya, yang aku pikirkan saat ini hanya bagaimana caranya agar androphobiaku hilang. Aku lelah menghadapi penyakit terkutuk ini."
"Apa kau menendang pria lagi?" tanya Della menangkap perubahan raut wajah Gya. Wajah yang semula sumringah kini berubah menjadi lesu seolah tak bertenanga.
Agya menganggukan kepalanya, "Iyaa Del, tadi saat di bandara, aku tidak sengaja menabrak seorang pria. Dia hendak menolongku tapi aku malah menendangnya." penuturan Agya membuat Della menerka-nerka siapa yang telah menjadi korban androphobia sahabatnya kali ini.
"Apa kau ingat wajah pria itu? Kau sudah meminta maafkan?" Agya kembali mengangguk, "Aku tidak ingat persis wajahnya, tetapi pria itu memakai topi hitam dan memakai jaket berwarna abu-abu." jawab Agya berusaha mengingat kembali pria yang ditabraktanya tadi.
Sontak kedua mata Della langsung membola, merasa familiar dengan ciri-ciri yang dikatakan Agya barusan, "Tunggu Gya, aku akan menunjukan sebuah foto padamu." Della merogoh isi tasnya untuk mengambil ponselnya, sebelum kemudian ia menunjukan sebuah foto pada sahabatnya itu.
"Apa pria ini yang kau tabrak?" tanyanya kemudian.
Agya meraih ponsel Della, lalu mengamati layar ponsel sahabatnya itu dengan teltili. Layar ponsel yang sedang menampakan gambar seorang pria.
"Eh, iya pria ini yang tidak sengaja kutabrak. Kenapa bisa kamu menyimpan fot---." Agya mengalihkan pandanganya, menatap Della yang sudah tercengang.
"Astaga Gyaa, demi apaaa, kau menabrak dan menendang Mr. Dev." Della mengambil alih ponselnya, mata wanita itu masih belum lepas dari sahabatnya.
"Astaga, matilah aku. Aku tidak tahu jika dia Mr. Dev."
"OMG Gyaa, kenapa kau bisa seceroboh itu. Apa kau tidak pernah mendengar rumor jika Mr.Dev pria pendendam. Dia bisa membunuh musuhnya tanpa menyentuh." ucapan Della membuat bulu kuduk Agya merinding, pun wajahnya yang seketika memucat. Ia juga pernah mendengar rumor tersebut.
"Del, la-lalu apa yang harus aku lakukan? Aku tidak mau mati muda." ucapnya menatap Della takut.
Della mengedikan kedua bahunya, "Aku tidak tahu. Kenapa kau berani berurusan dengannya dalam masalah seperti ini? Ah, semoga saja dia tidak mengingat wajahmu." ujarnya mengembalikan posisi duduknya berusaha untuk tetap tenang.
"Huh, sepertinya dia tidak melihat wajahku dengan jelas. Syukurlah, aku masih aman." Hembusan napas legah keluar dari mulut Agya. Ya, semoga saja Mr. Dev tidak mengingat wajahnya. Namun ternyata anggapannya salah besar karena saat ini Mr.Dev telah mengantongi semua identitas Agya.
.
.
.
.
.
Bersambung...
Happy Reading kak Readersss, have fun ya kaks. Hehe ❤❤
Visual Cast World Wide Handsome
Deva Andriano Wilantara
Agya Artika Wardana
"Tuan Dev, saya sudah mendapatkan data informasi mengenai gadis yang men--."
Dev mengangkat salah satu tangannya, mengisyaratkan agar sekertaris Kim tidak melanjutkan ucapannya ataupun membahas kembali kejadian memalukan tadi.
Seolah tahu maksud dari Tuannya, Sekertaris Kim langsung memberitahukan identitas wanita yang telah menabrak dan menendang Dev di bandara tadi.
"Ehm, Baik tuan. Gadis itu bernama Agya Artika Wardana, dia seorang Mahasiswi yang mendapat beasiswa di Seoul xxx University. Dia---."
"Tunggu." ujar Dev, ia menoleh ke arah sekertaris Kim yang berdiri di sampingnya, "Seoul xxx University?" tanyanya kemudian.
"Iya tuan." ucapan sekertaris Kim membuat Deva menarik sudut bibirnya membentuk senyuman yang nyaris tak terlihat, seolah telah menemukan kelemahan gadis itu, gadis yang akan menjadi mainan barunya.
"Kau yang lebih dulu mencari masalah denganku. Lihatlah, aku tidak akan melepaskanmu begitu saja. Kau harus membayar mahal harga diriku yang kau permalukan di tempat umum." batin Dev, pria itu masih tersenyum namun senyuman itu berubah lebih sinis dan penuh amarah.
"Berapa jam lagi kita tiba di Jepang?" tanya Dev melipat salah satu kakinya di atas pahanya, seraya merenggangkan otot punggungnya yang terasa kaku karena terlalu lama duduk di pesawat yang saat ini masih mengudara.
"Kurang lebih 20 menit lagi tuan."
"Baiklah, kau boleh pergi." ujar Dev menjentikan tangannya menyuruh agar sekertaris Kim tidak menganggunya lagi, namun sebelum sekertaris pergi dari sana, ia meminta i-pad yang dipegang pria yang memiliki usia 3 tahun lebih tua darinya.
Dev menggulir layar i-pad yang baru saja berpindah ke tangannya. Memerhatikan gambar seorang gadis yang memenuhi layar i-pad tersebut.
"Dia tinggal di perumahan gwanak-gu." gumam Dev, mematikan layar i-padnya.
***
45 menit berlalu, kini Dev sudah berada di salah satu hotel bintang 5 miliknya di Tokyo, hotel yang terletak di Minato City dan tidak jauh dengan pusat Tokyo tower.
"Sekertaris Kim." panggil Dev seraya merebahkan tubuhnya di atas kasur yang berukuran king size.
Memahami apa yang diinginkan Dev, sekertaris Kim langsung berjalan mendekat ke arah tempat tidur, "Tuan Dev, bisa beristirahat dulu. Meetingnya akan di mulai pukul 7 malam." ucap sekertaris Kim berdiri di samping tempat tidur seraya menatap Dev yang tengah memejamkan matanya.
"Apa kau memberi tahu Alena jika aku ke sini?" Kelopak mata Dev terpisah, kemudian ia beranjak bangun dari tidurnya, menatap sekertaris Kim yang hanya diam membisu. "Huh, menyebalkan. Kenapa kau memberitahunya? Aku begitu malas sekali menemuinya."
"Maaf tuan, Nyonya Valerie yang memberi tahu nona Alena jika tuan sedang berada di Jepang." Sekertaris Kim menundukan kepalanya, takut jika tuan mudanya itu memarahinya.
"Mamii." Dev mendengus seraya memijat-mijat kepalanya yang terasa pening, kenapa mamanya harus memberitahu Alena. Rasanya Dev ingin kembali ke Korea saat itu juga, ia sangat tidak ingin bertemu kekasihnya tersebut.
"Tuan Dev, nona Alena sedang dalam perjalan kemari."
"Shitt, keluarlah. Suruh dia menunggu di restoran, jangan biarkan dia masuk ke dalam kamarku." seru Dev turun dari atas tempat tidur lalu melangkah menuju kamar mandi.
***
"Maaf nona Alena, tapi tuan Dev menyuruh anda untuk menunggu di restoran hotel ini." ujar sekertaris Kim yang tengah berdiri di depan pintu kamar Dev, mencoba mencegah Alena yang memaksa masuk.
"Sekertaris Kim, apa hakmu mencegahku. Aku mau menemui calon tunanganku." cetus Alena menatap sekertaris Kim dengan tatapan kesal.
"Maaf nona, sebaiknya nona menunggu saja di restoran jika nona masih ingin bertemu dengan tuan Dev." ucapan sekertaris Kim membuat wajah Alena menjadi masam, diikuti dengan hentakan kakinya. Mau tidak mau, ia harus mengikuti perkataan sekertaris Kim, karena jika dirinya tetap memaksa masuk, Dev akan marah padanya dan tidak akan mau bertemu dengannya lagi. Huh, Alena juga tidak mengerti kenapa Dev belum juga mencintainya dan menjadikannya sebagai prioritasnya.
Sudah hampir 5 tahun Dev menjalin hubungan dengan Alena namun Alena belum pernah merasakan kasih sayang yang tulus dari Dev, mungkin jika bukan karena bantuan Nyonya Valerie, Alena tidak mungkin berpacaran dengan Dev sampai saat ini.
"Hallo sayang, apa kau sudah bertemu dengan Deva?" tanya Nyonya Valerie yang baru saja menjawab panggilan telpon dari calon menantunya tersebut.
"Belum Ma, sekertaris Kim melarangku masuk ke dalam kamar Deva dan malah menyuruhku menunggu di restoran." keluh Alena dengan nada manja yang dibuat-buat. Wanita itu menarik kursi restoran dengan kasar kemudian mendudukan tubuhnya di sana.
"Astaga, sekertaris sialan itu. Sabar ya sayang, kau tahu sendiri jika Deva tidak suka dipaksa. Mami sudah sangat bersyukur karena Deva mau menemuimu."
"Iya Ma, Alena selalu sabar kok."
"Oh iya nak, bagaimana kabar mamimu? Sudah lama dia tidak ke sini." Alena memutar kedua bola matanya, merasa bosan jika calon mertuanya itu membahas hal lain.
"Mamiku baik-baik saja kok Ma. Mami sedang sibuk mengurus boutique barunya yang baru akan diresmikan bulan depan. Untuk itu Mami tidak ke Korea dulu."
"Wah benarkah?"
"Iya Ma, Mami jangan lupa datang ya ke acara peresmian butik Mamiku bulan depan."
"Mami akan datang." ucap Nyonya Valerie antusias.
"Bersama Deva kan Ma."
"Iya sayang, Mami akan mengajak Deva nanti."
"Makasih Ma. Ehm Ma, sudah dulu ya. Deva sudah kemari." ujar Alena, melihat Dev yang sudah berdiri di sampingnya dengan posisi kedua tangannya yang dimasukan ke dalam saku celananya.
"Baiklah nak, nikmati waktumu dengan baik bersama Deva."
"Baik Ma, see you."
"See you Baby." Alena memutuskan sambungan teleponnya kemudian ia beranjak dari duduknya dan langsung membenamkan tubuhnya ke dalam pelukan Dev.
"Honeyy, aku sangat merindukanmu. Sudah dua bulan kita tidak bertemu, kau juga jarang menjawab panggilan teleponku." Dev memutar kedua bola matanya, ia melepas pelukan Alena kemudian menarik kursi dan mendaratkan tubuhnya di sana.
"Kau terlalu berlebihan. Kau tahu sendirikan aku sangat sibuk akhir-akhir ini. Jangan terlalu manja." cetusnya, seketika bibir Alena mengerucut. Dev masih sama seperti yang ia temui 5 tahun lalu, pria dingin dan tidak berperasaan.
"Deva, ayo kita ke rumah. Papa ingin bertemu denganmu."
"Kau memberitahu papamu jika aku kemari?" tanyanya menatap Alena tajam. Alena langsung mengangguk, ia sengaja meberitahu Papanya dengan begitu Papanya pasti akan meminta Dev untuk tinggal di rumah mereka.
"Huh, aku sangat sibuk sekali. Aku tidak bisa ke rumahmu."
"Tapi Deva, Papa sudah berharap jika kau akan ke rumah." ujar Alena mengusap tangan kekasihnya yang berada di atas meja.
Napas Dev berembus ke udara dengan kasar, sebelum kemudian ia berkata, "Aku akan ke rumahmu besok."
"Kenapa--." Tatapan tajam Dev membuat Alena yang semula ingin berkomentar kini terurungkan.
"Huh, baiklah. Aku akan menunggumu besok di rumah." ujar Alena beranjak dari duduknya.
"Aku pamit pulang dulu. Bye, See you honey." Alena mengecup singkat pipi Dev lalu meraih tasnya yang tergeletak di atas meja, kemudian berlalu pergi dari sana.
"Menjijikan." Dev meraih tissue yang berada di hadapannya, menghapus bekas lipstik Alena yang menempel di pipinya.
"Tuan Dev. Apa tuan ingin memesan makanan?" tanya sekertaris Kim yang baru saja menghampiri Dev.
"Tidak, aku mau kembali ke kamar." Dev beranjak dari duduknya, lalu melangkahkan kakinya meninggalkan restorant tersebut. Diikuti oleh sekertaris Kim tentunya.
Alena Valencia Madiason
.
.
.
.
Bersambung..
Petang menyambut, cahaya mentari yang semula menampakkan dirinya, kini mulai terlihat malu-malu kembali ke peraduannya, bergantian dengam awan yang berwarna kemerahan menyelimuti langit di kota Seoul saat itu.
"Gyaa, aku pamit pulang ya." ujar Della meraih tas selempang dan juga ponselnya yang tergeletak di atas meja ruang tamu apartemet Agya.
"Kau tidak jadi bermalam di sini?" Agya yang semula membersihkan ruang keluarga kini melangkahkan kakinya menuju ruang tamu yang hanya berbataskan lemari kaca.
"Mamiku baru saja mengirimkanku pesan, katanya neneku masuk rumah sakit lagi."
"Benarkah?" Mata Agya tampak melebar karena keterkejutannya.
"Iyaa, Gya. Maaf ya, aku tidak bisa menemanimu malam ini. Tapi aku janji lain kali aku akan bermalam di sini." Della mengusap lembut lengan sahabatnya tersebut, sebelum kemudian ia memeluk Agya singkat dan berpamitan untuk pergi dari sana.
Sepeninggalan Della, Agya kembali melanjutkan aktifitasnya membersihkan apartemennya yang sudah sangat berdebu karena ditinggal selama beberapa bulan.
"Ahh, ini sangat melelahkan sekali." Agya merebahkan tubuhnya di sofa, merasa sangat lelah. Walaupun apartemennya tidak cukup besar namun membuat Agya kewalahan saat membersihkannya, untung ada Della juga yang mau membantunya tadi.
Kruukkruukk, bunyi yang bersumber dari perut Agya mengharuskan wanita itu bangun dari tidurnya. Sejak siang ia belum memasukan apapun ke dalam perutnya.
"Astaga, aku belum belanja bahan makanan untuk nanti malam." sungutnya beranjak bangun kemudian melangkah menuju kamarnya.
**
15 menit berlalu, Agya keluar dari dalam kamar mandi hanya dengan menggunakan juba mandi yang menutupi tubuh putihnya tersebut, pun handuk yang melilit di kepalanya. Wanita itu meraih ponselnya yang baru saja terdengar notif pesan masuk.
"Darrel?" gumamnya mengerutkan dahinya seraya membaca pesan dari pria yang merupakan teman kampusnya.
Apa kau sudah tiba di Korea?
Aku membawakan sesuatu untukmu
Bisakah kita bertemu di Frame Cafe sekarang? ~Darrel
"Dia sudah kembali dari Amerika?" gumam Agya, mendudukan tubuhnya di tepi tempat tidur, melirik ke arah jam yang menggantung di dinding. Sudah hampir pukul 8 malam.
Agya kembali memusatkan perhatiannya pada layar ponselnya seraya menekan huruf demi huruf yang berada pada keyboard ponselnya.
Iya Darrel, aku baru saja tiba di apartementku sore tadi.
Eum, maaf ya. Aku sangat lelah sekali. Aku tidak bisa menemui malam ini. Kita bisa bertemu besok saja di kampus. ~Agya
Tak butuh waktu lama, ponsel Agya kembali berbunyi tanda notif pesan masuk dari Darrel tentunya
Oh baiklah, maaf telah mengganggu istirahatmu
Aku akan memberikannya besok saja di kampus ~Darrel
Iya, maaf ya Darrel. ~ Agya.
Tidak apa-apa. Selamat beristirahat, good night Gyaa. ~ Darrel
Agya masih belum mengalihkan perhatiannya dari layar ponselnya, "Dia memanggilku Gyaa?" Senyuman di bibir Agya mengembang dengan lebar. Sudah sejak lama Agya memendam rasa pada pria itu, namun ia tidak menampakannya karena ia merasa bersalah pernah menjadikan Darrel korban dari androphobianya.
Pun Darrel tetap berusaha dan berjuang untuk mendekati Agya. Walaupun wanita itu selalu menjauhinya.
Krukkkruukk, perut Agya kembali berbunyi minta agar segera di isi.
"Perutku sayang, sabar ya." gumam Agya mengusap-usap lembut perutnya agar sedikit bersabar. Agya meletakan ponselnya ke sembarang tempat, lalu beranjak menuju lemari dan mengganti pakaiannya.
**
Langkah kaki Agya berhenti tepat di salah satu minimarket yang tidak jauh dari apartementnya, "Apa aku harus memakan rameyon lagi?" gumamnya mendorong pintu kaca yang ada di hadapannya lalu masuk ke dalam minimarket tersebut untuk membeli keperluan dapurnya.
Seusai mengambil beberapa bungkus mie ramyeon. Agya langsung membayarnya di kasir lalu kembali ke apartementnya dengan berjalan kaki.
Agya mengeratkan jaket tebal yang dipakainnya, merasakan hembusan angin malam yang mencoba menelusup masuk dan menusuk kulitnya. Ia terus melangkahkan kakinya menuju ke apartementnya, namun saat hendak menapakan kakinya ke anak tangga tiba-tiba langkah kaki wanita itu terhenti saat merasakan seseorang sedang membututinya. Dengan segera Agya menoleh ke belakangnya, namun tidak ada seorangpun di sana, hanya suara dedaunan yang berjatuhan karena tertiup angin.
"Siapa?" ucapnya mengedarkan pandangannya ke sekitarnya. Agya mengela napas seraya mengusap-usap dadanya berusaha untuk tetap tenang dan menghilangkan rasa takutnya. Wanita itu kembali menapakan kakinya ke anak tangga yang berada di depan apartmentnya, merogoh saku jektnya untuk mengambil kunci pintu apartementnya dengan buru-buru.
***
Di belahan bumi lainnya tepatnya di kota Tokyo, seorang pria yang baru saja menyelesaikan pertemuaannya dengan rekan bisnisnya segera kembali ke kamarnya, suite room yang telah di tempatinya sejak siang tadi.
"Tuan Dev, suruhan anda telah melaporkan jika gadis itu tinggal di salah satu apartemen yang berada di Gwanak-gu." ucap sekertaris Kim, Dev yang semula berdiri di dekat jendela kaca yang menampakan kota Tokyo, kini melangkah menuju sofa lalu mendaratkan tubuhnya di sana.
"Kerja yang bagus." gumamnya tersenyum sinis, seolah tidak sabar memberikan pelajaran terhadap gadis itu, gadis yang telah menginjak harga dirinya. Hem astaga, padahal Agya tidak sengaja. Namun itulah Dev, seorang pria pendendam, ia tidak akan melepaskan seseorang sampai ia merasa puas. Sungguh tidak akan lama lagi Agya akan mengalami kemalangan.
"Besok pagi kita akan kembali ke Korea." ujar Dev kemudian.
"Tapi tuan, bukankah tuan mau ke rumah tuan Alden?"
"Huh." Deva mendengus, ia melupakan hal itu. "Baiklah, kita kembali ke Korea besok sore." Sekertaris Kim menganggukan kepalanya.
"Saya telah menyiapkan air hangat untuk Tuan. Tuan bisa beredam sekarang."
"Baiklah, tinggalkan aku sekarang." Dev menjentikan tangannya mengisyaratkan agar sekertaris Kim dan juga dua ajudannya meninggalkan kamarnya.
"Jika tuan membutuhkan sesuatu--."
"Tidak, aku tidak membutuhkan apapun lagi. Keluarlah." pintanya,
"Baik tuan." Sekertaris Kim membungkukan badannya singkat lalu berlalu dari sana, meninggalkan tuan mudanya yang tengah sibuk dengan ponselnya.
***
Pagi setelahnya, suara klakson motor membuat Agya sedikit berlari keluar dari dalam apartementnya. Dilihatnya Della yang tengah tersenyum lebar ke arahnya.
"Della, bisakah kau tidak berisik sepagi ini." cetus Agya seraya menuruni anak tangga yang ada di hadapannya.
"Hehehe, lagian kau berdandan lama sekali. Ayo naik." Della menyodorkan helm kepada sahabatnya tersebut, kemudian ia melajukan motor maticnya menuju kampus yang tinggal berjarak beberapa kilo lagi.
20 menit kemudian, Agya dan Della telah tiba di Seoul xxx University, kampus yang tidak lama lagi akan mereka tinggalkan karena akan segera lulus.
Hidung Agya menghirup dalam-dalam udara di pagi itu, udara yang masih sangat sejuk di indra penciumannya.
"Aku masih belum rela jika meninggalkan kampus ini setelah lulus." ucap Della menatap gedung Seoul xxx University yang ada di depannya saat ini.
"Ya sudah, kau jangan buru-buru lulus agar kau bisa tinggal lebih lama." Della menolehkan kepalanya menatap Agya yang berdiri di sampingnya. "Tapi aku sudah sangat lelah kuliah, aku ingin segera menyelesaikannya agar aku bisa menjadi model atau tidak aku bisa menjadi bagian dari Wilantara Group." ucapnya. Seketika Agya menolehkan kepalanya, "Ini sudah pagi, bangunlah. Kau terlalu lama bermimpi." semburnya mengacak rambut Della lalu melangkahkan kakinya dengan buru-buru.
"Gyaaa, You ruined my hair." ketus Della seraya merapikan kembali rambutnya yang berantakan.
.
.
.
.
Bersambung..
Darrel Jonathan Wesley
Della Adelina Callie
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!