NovelToon NovelToon

Aku Bukan Istri Mandul

Berubah

Selamat membaca!

"Ketika sebuah penantian panjang menemukan titik jenuhnya. Akankah pernikahan itu tetap utuh ketika sebuah pengkhianatan mulai mengusik segalanya."

Kisah ini bermula dari saat itu, tepatnya di pagi hari yang menjadi awal sebuah kenyataan mulai terkuak secara perlahan.

...🌺🌺🌺...

Pagi itu seorang wanita cantik bernama Fanny Maharani sedang sibuk-sibuknya dengan aktivitas memasaknya di dapur. Namun, tiba-tiba saja ia tersentak kaget saat Marni menghampirinya dengan menyodorkan sebuah jam tangan wanita ke hadapannya, jam tangan yang bukannya miliknya.

Marni adalah asisten rumah tangga yang dipekerjakan oleh suaminya untuk membantu Maharani di rumah, seorang ART yang sudah bekerja selama lima tahun di istana milik Maharani dan Rendy.

"Bu Maharani, maaf saya ingin bertanya. Ini jam tangan Ibu ya, saya temukan ini di dalam saku jas Bapak sewaktu mau mencuci baju?" tanya Marni sambil menyodorkan jam tangan bermodel cantik dengan aksen emas 24k yang menghiasi pinggirannya, bisa dipastikan jam itu memiliki harga yang tidaklah murah.

Maharani mengambil jam tangan itu sambil berpikir dengan keras. Ia memang tak pernah memiliki jam tangan yang ditemukan oleh Marni, bahkan ini adalah kali pertama ia melihat jam tangan yang saat ini masih terus diamatinya.

"Jam ini milik siapa ya? Kenapa ada di dalam saku jas Mas Rendy?" batin Maharani dengan mengerutkan dahi, hingga kedua alisnya saling bertaut.

Pikiran Maharani saat ini begitu kalut, dengan rasa curiga yang mulai merasuk ke dalam pikirannya. Terlebih saat ia teringat akan perubahan sikap Rendy akhir-akhir ini. Sungguh jam tangan milik wanita lain yang ditemukan di saku jas suaminya membuat hati Maharani semakin berkecamuk penuh rasa penasaran.

"Apa aku harus tanyakan pemilik jam tangan ini kepada Mas Rendy ya, tapi bagaimana kalau dia memberikan jawaban yang bohong?" batin Maharani yang merasa bimbang dengan keputusannya.

Maharani menggelengkan kepala dengan cepat saat ia akhirnya memutuskan mengenai langkah yang akan diambilnya.

"Sebaiknya aku cari tahu sendiri saja, aku tidak ingin membuat Mas Rendy marah dengan pertanyaanku dan malah merasa dicurigai oleh aku, apalagi akhir-akhir ini sikapnya begitu dingin karena alasan padatnya jadwal dia bekerja di perusahaan!" batin Maharani yang sudah yakin dengan keputusannya kali ini.

Maharani pun melanjutkan aktivitasnya dengan menata hasil masakannya yang telah matang di atas meja makan. Setelah selesai dengan semua itu, Maharani bergegas menuju kamarnya untuk menyiapkan pakaian kerja Rendy yang saat ini masih berada di kamar mandi.

Perasaan gelisah kembali hadir dalam pikiran wanita itu, saat ia menyiapkan pakaian kerja Rendy di atas ranjang. Maharani kini hanya termangu dengan pandangan mata yang kosong. Namun, tiba-tiba lamunan wanita itu buyar ketika Rendy menyentuh pundaknya.

"Kamu kenapa sih pagi-pagi begini sudah melamun? Aku panggil kamu dari tadi, tapi kamu terus saja diam!" tanya Rendy terdengar begitu dingin.

Suara dingin itu membuat hati Maharani merasa sakit, ia merasa ada hal lain yang disembunyikan Rendy darinya. Maharani mencoba tenang dan mulai memasang wajah manisnya dengan tersenyum tipis menatap dalam wajah suaminya yang saat ini sudah berada di hadapannya.

"Hmm, enggak apa-apa kok, Mas. Maaf ya kalau tadi aku sempat tidak mendengar saat kamu memanggilku, tadi itu aku lagi kepikiran soal Mama. Oh ya, Mas, kalau nanti siang aku pergi ke rumah Mama boleh 'kan?" tanya Maharani mencoba mencari alasan, sekaligus meminta izin kepada suaminya untuk pergi keluar rumah. Sebenarnya Maharani ingin pergi untuk menyelidiki siapa pemilik jam tangan yang berada di saku jas suaminya.

Rendy berdeham, ia tidak langsung menjawab pertanyaan Maharani, melainkan mengenakan pakaian kerjanya yang telah istrinya siapkan di atas ranjang.

"Ya. Boleh, tapi maaf aku tidak bisa mengantar kamu ke rumah Mama karena hari ini aku ada meeting penting dengan klien dari luar negeri. Sampaikan salamku untuk Mama ya," jawab Rendy yang semakin hari terlihat acuh akan apapun yang hendak istrinya lakukan.

Rendy yang dulu itu selalu memperhatikan Maharani, tak jarang ia sering menyempatkan waktunya yang padat untuk mengantarkan istrinya setiap ingin berkunjung ke rumah sang mertua. Namun, sejak satu bulan ini sikap Rendy berubah seratus delapan puluh derajat.

"Makasih ya, Mas. Aku pasti akan menyampaikan salam dari kamu untuk Mama." Maharani mencoba menutupi wajah kecewanya atas sikap Rendy yang semakin terasa dingin setiap harinya.

Rendy tak menjawab ungkapan terima kasih yang diucapkan oleh istrinya. Selesai mengenakkan pakaian kerjanya, pria itu pun beranjak keluar dari kamar. Namun, saat Rendy melintas di depan Maharani, pria itu malah mengabaikan tangan sang istri yang hendak meraih lengannya untuk ia genggam dan diajak melangkah bersamaan menuju ruang makan.

Hal inilah yang sekarang ini sering kali dilupakan oleh Rendy akan kebiasannya yang dulu selalu hangat kepada Maharani sebelum pergi ke kantor.

Maharani menelan salivanya dengan kasar, saat keinginan sederhananya lagi dan lagi diabaikan oleh Rendy.

"Astaghfirullah, rasanya hati ini terasa hancur berkeping-keping setiap kali melihat sikap suamiku yang semakin dingin kepadaku. Semoga ini bukan pertanda buruk untuk hubungan rumah tanggaku bersama Mas Rendy, semoga suamiku bersikap seperti ini benar karena alasan lelah akibat padatnya jadwal meetingnya yang selama satu bulan belakangan ini membuatnya jarang punya waktu untuk aku," batin Maharani seraya menekan dadanya dalam-dalam, mencoba meredakan rasa nyeri yang saat ini berdenyut.

Maharani memaksa untuk melangkahkan kakinya yang terasa lemah menuju ruang makan. Ia ingin terlihat baik-baik saja saat menemani suaminya menikmati sarapan pagi hasil masakannya, setelah berkutat selama satu jam di dapur selesai menunaikan salat subuh.

Namun, setibanya Maharani di ruang makan, ia tak menemukan keberadaan Rendy di sana.

"Mba Marni, apa suami saya tidak mampir ke ruang makan untuk mengisi perutnya setelah keluar dari kamar?" tanya Maharani yang tampak cemas bila suaminya itu tidak makan, karena takut magh yang dimiliki Rendy kambuh ketika bekerja.

"Endak, Bu. Sepertinya Pak Rendy langsung pergi deh." jawaban Marni membuat Maharani bergegas melangkah untuk keluar rumah mencari keberadaan suaminya.

Namun, setibanya di halaman rumah, sorot mata Maharani langsung menatap ke arah mobil milik Rendy yang sudah melaju dengan kecepatan rendah untuk meninggalkan pelataran rumah dan keluar setelah gerbang dibukakan oleh satpam yang berjaga.

"Kamu melakukan hal yang sama lagi, Mas. Bahkan sekarang hampir setiap hari kamu pergi begitu saja tanpa berpamitan denganku lebih dulu, tanpa sempat memakan makanan yang telah aku masak. Kenapa kamu berubah seperti ini, Mas? Apa aku melakukan kesalahan yang tidak aku sadari sampai membuat kamu dingin seperti ini, atau... atau ini semua terjadi karena pemilik jam tangan yang tadi aku temui?" tanya Maharani tanpa mendapat jawaban apapun, ia bertanya dengan bibirnya yang bergetar, hingga tanpa terasa bulir-bulir bening mulai jatuh menetes dari kedua sudut mata indahnya dan membasahi wajahnya yang tampak sendu.

"Aku kangen kamu, Mas. Kangen saat kamu tidak pernah melupakan untuk mengecup keningku sebelum berangkat kerja. Kangen saat kamu bilang i love you. Kangen saat kamu selalu memuji hasil masakanku setiap pagi dan malam hari. Kangen ketika kamu mendekap tubuhku agar tidurmu nyenyak..." ucap Maharani dengan lirih, bersamaan dengan bulir kesedihan yang terus menetes saat mengingat masa-masa indah bersama sosok Rendy yang hangat.

Lima tahun sudah terjalinnya ikatan pernikahan yang Maharani dan Rendy lalui. Selama itu keduanya tidak pernah terlibat percekcokan atau masalah apapun yang terkadang banyak dialami oleh pasangan suami-istri lainnya. Namun, sudah satu bulan ini Rendy terlihat berubah. Ia tak lagi menjadi sosok suami yang romantis dan hangat dengan segala macam perhatiannya terhadap Maharani.

Bahkan kini pria itu selalu sibuk dengan pekerjaannya yang seolah tidak ada habisnya, tak jarang Rendy pun lebih banyak menghabiskan waktunya di kantor daripada di rumah. Waktu libur yang biasanya Rendy gunakan untuk bersantai di rumah, atau menghabiskan waktu dengan mengajak Maharani jalan-jalan untuk menghibur diri karena pekerjaan yang menjenuhkan otaknya.

Namun, entah mengapa dalam waktu satu bulan belakangan ini Rendy selalu menghabiskan hampir seluruh waktunya untuk bekerja. Sesuatu yang kurang masuk akal sebenarnya, terlebih posisi Rendy sebagai seorang CEO sekaligus pemilik perusahaan yang memiliki asisten dan sekretaris, tapi tetap saja Rendy masih harus mengorbankan waktunya bersama sang istri untuk bekerja di luar hari kerja.

Sejauh ini Maharani tak pernah menaruh rasa curiga sedikit pun atas perubahan sikap Rendy, ia masih terus berpikir positif atas kesibukan suaminya. Namun, sejauh apa batas sabar yang Maharani miliki untuk selalu mengerti sikap pria yang sudah lima tahun menghabiskan waktu bersamanya.

...🌺🌺🌺...

Bersambung✍️

Berikan komentar positif kalian.

Like di setiap episodenya.

Baca sampai ending episode.

Berikan hadiah sebanyak-banyaknya.

Terima kasih sahabat semua.

Follow Instagram Author juga : ekapradita_87

Kecurigaan

Selamat membaca!

Maharani mencoba untuk kuat akan kenyataan apapun yang sudah menjadi takdirnya. Setelah merasa sedikit lebih tenang dari sebelumnya, ia bergegas menghapus air mata kesedihan yang telah membasahi wajahnya.

Maharani menatap nanar gerbang rumahnya yang kembali ditutup oleh petugas satpam, mobil Rendy sudah tak dapat tertangkap oleh sorot matanya yang masih berkabut.

"Aku harus kuat, aku akan menyelidiki secara perlahan mengenai wanita pemilik jam tangan itu, apakah dia ada hubungannya dengan perubahan sikap Mas Rendy atau mungkin ini hanya kecurigaan yang tak mendasar karena kecemburuanku saja!" Maharani bergegas melangkah masuk ke dalam rumah menuju kamarnya untuk mengganti pakaian sebelum pergi menyelidiki rencananya hari ini.

Tanpa ingin membuang banyak waktu, Maharani sudah keluar dari kamar dengan langkahnya yang tergesa. Namun, tidak lupa wanita berparas ayu itu untuk berpamitan pada ART sebelum pergi meninggalkan rumah. "Mba Marni, saya pergi ke kantor Mas Rendy dulu ya. Tidak perlu masak apapun untuk saya dan Mas Rendy ya, Mba, karena kemungkinan kami berdua akan makan di luar."

Marni pun mengerti dan segera menganggukkan kepalanya dengan cepat. "Baik, Bu. Hati-hati di jalan ya."

"Makasih, Mba. Saya pergi dulu ya. Assalamualaikum."

Setibanya di halaman rumah, Maharani segera masuk ke dalam mobilnya. Mobil pemberian Rendy sebagai hadiah anniversary pernikahan mereka yang sewaktu baru memasuki tahun ke satu. Maharani pun langsung menginjak pedal gas pada mobilnya untuk mulai melaju meninggalkan pelataran rumah.

"Maafkan aku harus mengikutimu, Mas. Jujur waktu satu bulan itu adalah waktu yang lama bagiku untuk selalu mengerti perubahan sikapmu, aku sangat takut hubungan yang renggang ini akan mengakibatkan rumah tangga kita hancur berantakan. Aku akan mencari tahu kebenarannya secepat mungkin karena aku ingin kita seperti dulu lagi, Mas!" batin Maharani dengan hatinya yang terasa piluh.

Marni yang saat ini berada di halaman rumah ternyata tengah menatap kepergian mobil Maharani yang sudah keluar dari gerbang. Ia merasa begitu iba pada majikannya, bahkan wanita berusia 40 tahun yang bekerja di rumah megah itu sangat takut pertengkaran akan terjadi karena jam tangan yang ia temukan di saku jas Rendy. "Kasihan Bu Maharani, pasti dia mulai curiga karena jam tangan itu. Semoga saja Pak Rendy tidak mengkhianati pernikahannya yang sudah berjalan selama lima tahun ini, karena jika itu sampai terjadi pasti perasaan Bu Maharani akan sangat hancur, aku tahu betul bagaimana Ibu mencintai bapak dengan begitu tulus, sampai-sampai dia selalu menuruti permintaan bapak, termasuk untuk berhenti bekerja dan menjadi ibu rumah tangga saja."

Maharani fokus mengendarai mobil setelah berada di jalan raya yang saat ini terlihat sedang padat-padanya, ketika jam berangkat kerja seperti saat ini. Wanita itu tampak mengusap wajahnya berulang kali untuk menenangkan kegelisahan yang terus mengganggu pikirannya.

"Ya Allah, semoga segala kecurigaan dan pikiran burukku tentang perubahan Mas Rendy dan jam tangan itu salah, aku sangat berharap perubahan Mas Rendy memang karena dirinya sedang sibuk dengan pekerjaannya," ucap Maharani setelah menghela napas yang terasa berat, membuat dadanya begitu sesak.

Selama di perjalanan menuju perusahaan milik Rendy, Maharani terlihat beberapa kali menitikkan air mata kerinduan saat ingatan di dalam pikirannya mulai memutar cuplikan-cuplikan kenangan indahnya bersama Rendy, sejak mereka pertama kali sah menjadi suami istri.

"Mas Rendy, ternyata rasa rindu ini malah melemahkan aku, menyiksa batinku yang semula terbiasa dengan sikapmu yang hangat dan penuh perhatian. Aku kangen kamu, Mas..." ucap Maharani dengan begitu lirihnya.

Wanita itu kembali mengusap bulir-bulir bening yang menetes di wajahnya, ia mulai mempercepat laju kendaraannya saat jalanan mulai renggang untuk mempersingkat waktu, agar wanita itu segera sampai di perusahaan suaminya.

Setelah menempuh perjalanan selama empat puluh lima menit lamanya, mobil yang dikendarai Maharani mulai memasuki area parkiran Wijaya Corporate.

"Itu mobil Mas Rendy, ternyata dia benar-benar pergi ke kantor, tidak seperti pikiranku yang semula sempat curiga suamiku pergi ke tempat lain karena dia berangkat terlalu pagi dari rumah." Akhirnya Maharani dapat menghela napas lega setelah melihat mobil suaminya sudah terparkir di tempat khusus yang disediakan untuk Rendy sebagai CEO di Wijaya Corporate.

Maharani langsung mematikan mesin kendaraannya, lalu ia bergegas keluar dari mobil dan mulai melangkah menuju lobi perusahaan. Langkahnya begitu anggun, dan setiap kali ia berpapasan dengan karyawan suaminya saat masih berada di area parkiran yang luas, Maharani tak lupa menyapa mereka dengan senyumannya yang ramah dan sangat manis itu.

"Selamat pagi, Bu." Sapaan itu terdengar berulang kali dari mulut karyawan yang bekerja di Wijaya Corporate saat Maharani mulai memasuki lobi, hampir semua orang yang menjadi bagian perusahaan itu mengenal baik sosok Maharani yang merupakan istri dari pimpinan mereka. Bagaimana tidak, dalam lima tahun pernikahan Rendy memang rutin selalu mengajak istrinya untuk ikut serta di setiap acara yang diadakan oleh perusahaannya. Namun, hal itu berubah saat pernikahan mereka mulai memasuki tahun ke lima. Sekarang-sekarang ini Rendy hampir tak pernah mengajak ataupun menawarkan kepada Maharani untuk ikut dalam acara perusahaannya lagi.

Setibanya di depan pintu lift, Maharani menunggu dengan sabar sampai pintu itu terbuka. Tak butuh waktu lama pintu lift pun mulai terbuka, beberapa karyawan ada yang keluar dan juga ada yang masuk, termasuk Maharani yang ikut menaiki lift tersebut untuk menuju lantai tujuh, letak dimana ruangan suaminya berada.

Beberapa saat kemudian, lift yang Maharani naiki sudah tiba di lantai tujuh. Ia pun mulai melangkahkan kakinya untuk keluar dari lift yang hanya menyisakan dirinya seorang karena memang di lantai tersebut hanya terdapat ruang pribadi suaminya dan juga ruangan asistennya yang bernama Angga Pratama. Adapun ruang sekretaris juga berada di antara ruangan keduanya.

"Aku jadi enggak sabar untuk masuk ke dalam ruangan Mas Rendy, dia pasti akan sangat terkejut melihat kedatanganku ke perusahaannya. Lebih baik mulai hari ini aku menemaninya bekerja, sekaligus membantunya untuk meringankan pekerjaan yang membuatnya lelah. Siapa tahu dengan begitu hubunganku dengan Mas Rendy bisa harmonis seperti dulu lagi," batin Maharani yang penuh dengan harap.

Maharani melangkah panjang. Namun, sesaat kemudian langkahnya terhenti setibanya di depan pintu ruangan yang bertuliskan nama Rendy Wijaya. Wanita itu tampak begitu gugup saat hendak menarik handle pintu untuk membukanya.

"Aduh, kok aku jadi gugup gini ya? Apa karena aku sudah sangat lama tidak datang ke perusahaan ini, Mas Rendy 'kan tidak pernah mengajakku lagi untuk menemaninya bekerja." Maharani tampak tersenyum semringah saat mengingat dulu dirinya sering diminta untuk menemani Rendy bekerja di kantor, dengan alasan yang sering terucap karena pria itu tak bisa lama-lama jauh darinya.

Maharani mengumpulkan kepercayaan dirinya sebelum memutuskan untuk masuk ke dalam ruangan suaminya. Setelah keyakinannya mulai terkumpul dalam dirinya, kini sebelah tangan wanita itu mulai menggenggam handle pada pintu ruangan dan mulai membukanya dengan perlahan. Ketika pintu itu terbuka, Maharani mulai melangkah masuk dan tak lupa dirinya mengucapkan salam.

"Assalamualaikum, Mas Ren..." Perkataan Maharani terhenti tiba-tiba saat kedua matanya menyaksikan suaminya tengah menikmati sarapan pagi bersama sekretarisnya.

Rendy yang terkejut mendapati kedatangan Maharani secara tiba-tiba, hingga membuat pria itu langsung bangkit dari posisi duduknya. "Wa'alaikumsalam Rani, kamu kok datang tidak bilang-bilang dulu?" tanya pria itu yang berusaha menutupi keterkejutannya di hadapan wanita yang sudah satu bulan ini ia acuhkan.

Maharani menelan salivanya dengan kasar, hatinya terasa begitu sakit ketika melihat suaminya lebih memilih makan di kantor bersama wanita lain, daripada memakan masakan yang telah dibuatnya dengan penuh cinta untuk menyenangkan hati sang suami.

"Ya Allah, cobaan apa ini? Apa aku harus tetap berpikir baik terhadap suamiku setelah aku melihat semua ini?" batin Maharani sambil menarik napasnya yang tercekat dan coba mengembuskannya dengan perlahan untuk meredakan sesak yang tiba-tiba terasa seperti mengikat erat dadanya.

...🌺🌺🌺...

Bersambung✍️

Berikan komentar positif kalian.

Like di setiap episodenya.

Baca sampai ending episode.

Berikan hadiah sebanyak-banyaknya.

Terima kasih sahabat semua.

Follow Instagram Author juga : ekapradita_87

Sandiwara

Selamat membaca!

Merasa menjadi pengganggu di antara Rendy dan Maharani, Celine pun segera menutup box makanannya dan berlalu pergi setelah sempat mengucapkan kata permisi pada istri atasannya agar terkesan sopan.

Maharani segera tersadar dari lamunannya yang sedari tadi terus bergelut dengan rasa sakitnya saat ini.

"Kamu yakin bertanya kenapa aku datang ke sini tanpa memberitahumu, Mas? Bukankah dulu kamu pernah mengatakan, aku boleh sesering mungkin main ke kantor ini untuk menemanimu di ruang kerja dan membawa makan siang untukmu. Kenapa sekarang kamu terlihat tidak senang melihat kedatanganku, Mas?" tanya Maharani dengan suaranya yang terdengar bergetar.

Rendy menghela napasnya yang berat, ia sangat takut bila Maharani akan berpikir yang tidak-tidak tentang dirinya bersama Celine. Terlebih saat ini sang istri telah melihat mereka tertangkap basah berada di satu ruangan yang sama. Pria berwajah tampan itu tampak mengusap dahinya dengan kasar untuk mengusap keringat dingin yang mulai membasahi dahinya.

"Ran, kamu jangan salah paham dulu ya. Aku bertanya seperti tadi karena aku kaget aja kamu datang tiba-tiba. Bukankah kamu bilang akan ke rumah Mama hari ini?" tanya Rendy dengan suaranya yang lembut, ia segera melangkah untuk mendekati istrinya yang saat ini masih berdiri diambang pintu.

"Aku tidak jadi ke rumah Mama karena aku ingin melihat sesibuk apa suamiku bekerja di kantornya, hingga sikapnya berubah dingin selama satu bulan ini dengan alasan penat karena pekerjaannya yang padat. Bahkan aku sendiri hampir tidak mengenali suamiku yang biasanya hangat dan penuh perhatian!" Maharani langsung mengungkapkan isi hatinya yang selama ini membuatnya gelisah dan tak dapat tidur dengan nyenyak di setiap malamnya.

Kedua tangan Rendy menyentuh bahu Maharani, lalu jemarinya mengusap wajah istrinya dengan penuh kelembutan. "Sayang, maafkan aku jika perubahan sikapku telah membuat kamu sedih dan kecewa, tapi sungguh, aku benar-benar lelah karena begitu banyak pekerjaan sebelum memasuki bulan Ramadan ini."

"Lalu kenapa kamu tidak menyempatkan waktu untuk sarapan di rumah sebelum pergi ke kantor, Mas? Kenapa kamu harus sarapan bersama wanita lain?"

"Sayang, tenang dulu ya. Aku tadi sarapan bersama Celine karena kebetulan dia memang membawa bekal untuk sarapan di kantor, Celine bawa dua box makanan jadi yang satunya untuk aku dan satunya lagi untuk dia. Kita sarapan satu ruangan karena sambil membahas soal pekerjaan dan beberapa meeting yang akan di adakan pada hari ini. Kamu percaya 'kan sama aku, sayang?"

"Benarkah seperti itu, Mas?" tanya Maharani untuk memastikan rasa curiga yang hampir meluluhlantakkan hatinya.

"Itu memang kenyataannya, sayang. Memangnya kamu berpikir apa sih tentang aku. Apa jangan-jangan kamu menuduh aku selingkuh, hanya karena aku makan satu ruangan bersama sekretarisku?" tanya Rendy seraya mengulas senyum yang menghiasi wajah tampannya.

Maharani merasa lega setelah mendengar penjelasan suaminya. "Maafin aku ya, Mas. Tadi aku berpikir bahwa kamu memiliki wanita lain sampai kamu berubah terhadapku dan aku pikir wanita itu adalah Celine."

"Astaghfirullah, kenapa kamu bisa berpikir seperti itu, sayang? Mana mungkin aku berani berpaling darimu, apalagi sampai tega mengkhianati istriku yang cantik ini. Sayang, dengarkan aku ya. Di dunia ini aku hanya mencintai kamu satu-satunya dan tidak ada wanita lain yang bisa menggantikan posisi itu, jadi tolong percayalah pada suamimu ini!" jawab Rendy dengan tegas, lalu setelahnya ia merengkuh tubuh molek sang istri dan mendekapnya begitu erat.

Maharani merasakan hatinya yang sempat terluka kini berangsur pulih seperti sedia kala, setelah mendapatkan pelukan hangat dari suaminya.

"Maafin aku ya, Mas. Sekali lagi aku minta maaf karena sempat tidak percaya padamu dan mencurigai kamu yang tidak-tidak. Aku bersikap seperti itu karena aku sangat takut kehilanganmu, Mas. Aku juga mencari tahu alasan kenapa kamu berubah karena aku sangat merindukan kamu yang dulu, kamu yang selalu memberikan pelukan hangat ini untukku setiap hari."

Jawaban Maharani membuat Rendy dapat bernapas dengan lega. "Aku juga sangat merindukan kamu, sayang. Sekarang aku mulai merasa bila aku terus mengikuti hasratku yang gila dalam bekerja, bisa-bisa aku semakin tidak punya waktu untuk kamu. Bagaimana kalau besok kita pergi liburan ke London selama satu Minggu?"

Maharani begitu bahagia saat mendengar sang suami mengajaknya pergi berlibur ke luar negeri. Ia segera melepaskan diri dari pelukan Rendy dan menangkup kedua sisi wajah pria itu dengan erat. "Sungguh kamu akan mengajak aku liburan ke London, Mas?" tanya wanita berusia 25 tahun itu dengan begitu antusiasnya.

Dengan cepat Rendy pun menganggukkan kepalanya untuk memberikan jawaban atas pertanyaan Maharani.

"Makasih banyak, Mas. Aku enggak nyangka banget kamu akan mengajakku liburan ke kota impianku yang selama bertahun-tahun ini aku idam-idamkan untuk dapat pergi ke sana bersamamu, Mas."

Rendy tertawa kecil melihat sikap bahagia Maharani saat ini. "Iya sama-sama, sayang. Aku memang sudah menyiapkan liburan kita berdua ke London sejak jauh-jauh hari. Ini adalah kejutan dari aku untuk anniversary pernikahan kita yang ke lima tahun. Tadinya tuh sebenarnya aku tidak ingin memberitahu soal liburan kita, tapi berhubungan hari ini kamu marah jadi terpaksa aku harus beritahu kamu sekarang juga agar kamu tidak marah lagi sama aku."

Maharani sangat bahagia mendengar penuturan yang diucapkan oleh suaminya, ia pun jadi sangat menyesal karena sempat berpikiran buruk tentang pria yang telah menemaninya selama lima tahun ini.

"Tapi Mas, anniversary pernikahan kita yang ke lima tahun itu 'kan masih bulan depan. Kok jadi secepat ini kamu mengajak aku liburan?" tanya Maharani dengan mengerutkan kedua alisnya.

"Ya, enggak apa-apa dong kita percepat, sayang. Bulan depan itu 'kan sudah masuk bulan puasa. Kalau kita pergi sekarang 'kan kita bisa fokus puasa selama satu bulan penuh. Kamu setuju 'kan, sayang?" tanya Rendy sambil menaikkan sebelah alisnya.

"Setuju banget dong, Mas. Oh, ternyata ini adalah bagian dari rencana kamu buat kasih aku kejutan. Makasih ya, Mas, kamu masih tetap menjadi suami yang penuh dengan kejutan untuk membuat aku bahagia. Aku sangat mencintaimu, selamanya."

"Sama-sama, sayang. Aku juga sangat-sangat mencintaimu melebihi apapun yang ada di dunia ini." Rendy pun kembali memeluk tubuh Maharani untuk melampiaskan rasa rindunya yang selama satu bulan ini terpendam karena sesuatu yang belum bisa ia katakan dengan sejujurnya kepada Maharani.

Beberapa detik kemudian, Maharani mulai mengurai pelukan hangat itu dengan perlahan, hingga keduanya kembali berdiri saling berhadapan. "Mas, hari ini aku boleh 'kan temani kamu kerja di sini? Aku bosan di rumah terus."

"Boleh dong, sayang, tapi sekarang Mas harus ke ruangan Celine sebentar ya untuk meminta dia mengatur ulang schedule meeting aku mulai hari ini sampai satu Minggu ke depan. Kamu aman 'kan aku tinggal sebentar saja di sini?" tanya Rendy seraya mengusap lembut surai hitam milik Maharani yang dibiarkan tergerai bebas.

"Aman kok, tapi kamu jangan lama-lama ya." Maharani pun mulai menghempaskan tubuhnya untuk duduk di atas sofa.

Sedangkan Rendy segera melangkah keluar dari ruangannya, meninggalkan Maharani seorang diri di dalam sana. Langkahnya begitu tergesa menuju ruangan Celine yang masih berada di satu lantai yang sama.

Pria itu masuk begitu saja ke dalam ruangan tempat Celine bekerja tanpa mengetuknya lebih dulu. Napasnya terdengar terengah akibat melangkah dengan begitu terburu-buru.

"Mas, kamu kenapa?" tanya Celine yang segera bangkit dari posisi duduknya, ia merasa bingung dengan raut wajah cemas yang ditampilkan oleh pria itu.

Rendy segera menutup pintu itu rapat-rapat dan tidak lupa menguncinya untuk berjaga-jaga, agar tidak ada seorang pun yang masuk ke dalam ruangan itu.

"Cel, meeting hari ini kamu bantu Angga untuk menghandle semuanya ya!" titah Rendy dengan dadanya yang naik turun begitu cepat.

"Lho, memangnya kamu mau kemana, Mas? Kenapa bukan kamu saja yang memimpin meeting seperti biasanya, kenapa harus Angga sih?" tanya Celine sambil melangkah mendekat ke arah pria yang datang ke ruangannya.

"Kamu lihat sendiri 'kan, tadi Maharani datang ke kantor bahkan saat ini dia sedang menunggu di ruangan kerjaku dan mulai besok sampai satu Minggu ke depan aku tidak akan datang ke kantor, urusan perusahaan sementara waktu akan dihandle oleh Angga selama aku pergi liburan bersama Maharani ke London, kalau kamu ada perlu apa-apa langsung bicarakan saja pada Angga ya!"

"Apa! Kamu mau liburan sama Maharani ke London selama satu Minggu? Kamu serius bicara seperti ini sama aku, Mas? Apa kamu tidak mengerti perasaan aku yang sedang mengandung anak kamu! Aku lebih membutuhkan kamu daripada Maharani yang sampai saat ini belum memberikan kamu keturunan, Mas!" tanya Celine dengan suaranya yang lantang karena merasa kesal atas pengakuan pria, yang sudah berstatus sebagai suami sirihnya sejak satu bulan yang lalu.

...🌺🌺🌺...

Bersambung✍️

Berikan komentar positif kalian ya dan jangan lupa jika berkenan berikan hadiah juga untuk novel ini.

Follow Instagram saya : ekapradita_87

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!