NovelToon NovelToon

Cinta Dalam Diam

Prolog

Kini hari kelulusan siswa SMA negeri salah satu yang ada di kota Medan. Semua siswa tentu saja menyambut kelulusan mereka dengan sukacita. Begitu juga dengan Marisa Miller dan Alex Fernando. Yang selalu disebut sebagai king dan queen di sekolah mereka. Mereka disebut king dan queen bukan karena mereka ganteng dan cantik saja, tapi karena mereka juga siswa yang berprestasi.

Mereka berdua selalu disebut sebagai pasangan yang sangat serasi, seluruh teman satu sekolahnya dan para guru beranggapan kalau mereka pacaran. Tapi kalau setiap ada yang bertanya pada Alex, Alex selalu mengatakan pada semuanya kalau mereka berdua hanya sebatas sahabat tidak lebih. Sedangkan Marissa yang diam saja kalau orang bertanya-tanya tentang hubungannya dengan Alex. Karena diam-diam Marissa memiliki rasa pada Alex.

Tapi lucunya kalau ada yang mendekati Marissa, maka Alex langsung menyuruh mereka untuk pergi. Marissa sangat bingung dengan apa yang dilakukan Alex, tapi ada rasa sedikit senang karena dia beranggapan bahwa Alex juga menyukainya tapi belum menyadari perasaannya.

Kedua anak muda itu memutuskan untuk langsung pulang, dan tidak mau bergabung dengan teman-teman mereka yang mau merayakan hari kelulusan dengan coretan baju. Karena bagi mereka itu hal yang tidak penting dan lebih baik mereka mempersiapkan diri untuk belajar mempersiapkan ujian masuk perguruan tinggi.

"Cha... Kamu mau kemana lanjut kuliah nya?" tanya Alex yang masih fokus dengan menyetir mobilnya.

Biasanya Alex selalu membawa kereta king nya kalau ke sekolah bersama Marissa. Tapi karena keretanya lagi di bengkel, Alex memutuskan untuk membawa mobil hadiah ulangtahun dari papanya yang ke tujuh belas tahun. Alex dan Marissa selalu berangkat bersama, kerena rumah mereka bersebelahan. Keluarga mereka juga sangat dekat.

Marissa hanya tinggal bersama mamanya saja, karena kedua orangtuanya sudah bercerai disaat umur Marissa 12 tahun. Papanya sudah menikah dan tinggal di ibukota Jakarta. Sedangkan Marissa tinggal bersama mamanya dan mamanya lah yang selama ini memenuhi kebutuhannya. Sedangkan papanya memang selalu mengirimkan duit untuknya tapi sama sekali tidak dia gunakan, karena bentuk ketidaksukaannya terhadap papanya. Papanya telah menghianati mamanya dan memilih selingkuh dengan wanita masa lalu papanya. Setelah bercerai papanya langsung menikah dengan wanita selingkuhannya.

Setelah mamanya dan papanya bercerai, mamanya memutuskan untuk membuka usaha boutique dari hasil uang warisan kakeknya dari mamanya. Karena mamanya anak satu-satunya, jadi rumah kakeknya yang ada disalah satu kota Medan diwariskan untuk mamanya. Mamanya langsung menjual rumah kakeknya setelah kakeknya meninggal karena mendengar perceraian mamanya. Dari uang jual rumah itulah mamanya bisa membuka usaha. Sedangkan rumah yang mereka tempati itu rumah yang diberikan kakeknya Marissa dari mamanya sebagai hadiah untuk kelahiran Marissa. Kakeknya langsung membuat nama rumah itu dengan nama Marissa. Maka karena itu papanya tidak bisa menuntut rumah itu.

Sedangkan Alex keluarga yang sangat cukup kaya, meskipun kaya tapi keluarga Alex tidak sombong sama sekali. Mereka lah yang selalu membantu Marissa dan mamanya kalau mengalami kesulitan semenjak papanya Marissa menceraikan mamanya.

"Aku tidak tahu, Lex. Tapi aku ingin kuliah di Medan saja, ya kau tau lah kalau belakangan ini kesehatan mama semakin menurun. Kalau aku kuliah di luar, maka siapa yang menjaga mama dan mengurus boutique nya?"

"Benar juga sih. Yang penting kau tetap kuliah. Aku sudah memutuskan untuk lanjut kuliah di Singapura. Aku mendapatkan beasiswa disana, kau tidak apa-apa kan tanpa ku disini?"

"Hahaha. Ya, tidak apa-apa lah. Memang aku anak kecil yang tidak bisa jaga diri"

Dalam perjalanan pulang kerumah mereka, mereka selalu bercerita dengan penuh canda tawa. Mereka juga tidak lupa membeli kue untuk merayakan kelulusan mereka dengan keluarga mereka.

Saat mereka sampai di rumah Marissa, mereka langsung disambut dengan orang tuanya Alex dan mamanya Marissa. Karena Alex meminta kedua orangtuanya untuk kerumah Marissa.

"Akhirnya kalian pulang juga..." ucap Jenar mama dari Alex.

"Tante, om, mama..."

"Mama, papa, Tante..."

Marissa dan Alex bersamaan menyapa orang tua mereka dan langsung mencium punggung tangan orangtuanya.

"Sekarang waktunya kita makan-makan..." ucap Alex dengan bahagia sambil mengangkat bungkusan yang mereka beli tadi.

"Jadi kalian berdua lulus?" tanya Firgo dengan serius, papanya Alex.

"Ya, iyalah pa. Kami tidak mungkin tidak lulus. Asalkan papa tahu kalau kami mendapatkan nilai yang tertinggi." ucap Alex.

"Selamat untuk kalian berdua, Tante senang kalian berdua bisa lulus" ucap Jessie dengan tersenyum bahagia.

Akhirnya kedua keluarga itu merayakan kelulusan mereka dengan bahagia. Mereka berdua juga menceritakan tentang kelanjutan studi mereka selanjutnya. Kedua orang tua mereka mendukung segala keputusan mereka yang penting mereka harus tetap mempertahankan prestasi mereka.

Saat mereka lagi menikmati makanan mereka, Jessie mendapatkan telepon dari mantan suaminya. Dengan terpaksa Jessie mengangkat teleponnya.

"Kenapa Chaca tidak mengangkat teleponku dari tadi? Dimana dia?" tanya papanya Marissa langsung dengan tutup poin.

"Cha, papa mu menghubungi mu dari tadi nak. Kenapa kamu tidak angkat? Ayo bicara dengan papa mu." ucap Jessie dengan lembut.

"Untuk apalagi sih dia nelpon terus! Chacha sudah kan bilang kalau Chaca tidak mau lagi bicara dengannya!" ucap Marissa dengan emosi sambil meninggalkan tempat duduknya.

Ya, begitulah Marissa sejak papanya memutuskan untuk pergi dan meninggalkan dirinya maka sejak itu Marissa tidak akan pernah lagi berbicara dengan papanya. Papanya juga menghubungi mereka setelah Marissa sudah masuk SMA. Setiap papanya menghubungi Marissa, Marissa tidak pernah mengangkat teleponnya. Kalau mamanya memaksa untuk mengangkatnya, dia membiarkan papanya bicara sendiri tanpa dia mengeluarkan satu suara saja.

Saat Marissa mengatakan hal itu, papanya mendengar ucapan Marissa. Dan papanya pun langsung mematikan sambungan teleponnya.

Mamanya hanya bisa diam melihat putrinya Seperti itu, dia sangat tahu kalau putrinya masih sangat kecewa pada mantan suaminya. Sedangkan Alex yang melihat Marissa pergi, langsung mengejar Marissa ke kamarnya.

Tanpa ijin dulu, Alex langsung masuk kedalam kamar Marissa karena Alex sudah biasa masuk kedalam kamar Marissa sejak dia masih kecil. Begitu juga Marissa juga sudah biasa masuk kamar Alex sejak dari kecil.

Sedangkan kedua orangtuanya Alex menghibur Jessie. Mereka juga mengatakan kalau apa yang dilakukan Marissa itu adalah hal yang biasa, karena Marissa masih sangat kecewa pada mantan suaminya.

"Sudah mbak, jangan banyak pikiran dulu. Chaca hanya saja masih sangat kecewa dengan papanya." ucap Jenar sambil merangkul mamanya Marissa.

"Aku takut mbak, kalau aku sudah tidak ada siapa yang akan urus Chaca. Hanya papanya saja yang masih ada, nantinya" ucap Jessie dengan sendu.

"Mbak jangan takut, kami yang akan menjaga Chaca. Kita sudah seperti keluarga, lagian dari bayi Chaca sudah sering saya gendong dan kami sudah menganggap Chaca sebagai putri kami. Ya, mbak kan sudah tahu sejak putri saya menikah saya jadi sering kesepian, untung saja ada Chaca sering main kerumah jadi rumah tetap ramai" ucap Jenar dengan tulus.

"Benar kata istri saya, Jes. Saya sangat senang kalau ChaCha bersama kami nantinya" sambung Firgo.

Sedangkan Alex menghibur Marissa di kamar. Alex membuat cerita lucu supaya melihat Marissa kembali ceria lagi. Tentu saja usahanya berhasil, Marissa langsung ketawa karena cerita lucu dari Alex.

*******

Berharap

Tidak terasa sudah hampir dua bulan mereka dinyatakan lulus. Mereka sudah pada sibuk untuk mempersiapkan diri untuk ujian perguruan tinggi negeri. Kini ChaCha dan Alex menghabiskan waktu mereka dengan jalan-jalan mengelilingi kota Medan, untuk menghilangkan rasa jenuh Chaca yang sangat lelah belajar. Mereka juga banyak mencicipi makanan yang ada dipinggir jalan.

"Lex, kita beli martabak Bangka itu dulu ya" ucap Chacha saat melihat ada penjualan martabak Bangka dipinggir jalan.

"Astaga Cha, kau belum kenyang juga?" tanya Alex tidak habis pikir, karena dari tadi siang sampai malam mereka sudah banyak menjelajah makanan kota Medan.

"Yaelah, Lex! Ini untuk orang tua kita kali! Kau pikir aku rakus"

"Hahahaha. Ya, sorry, aku kira untuk mu. Kalau gitu kau saja yang turun ya, aku didalam mobil aja. Capek!"

"Oke..."

ChaCha pun langsung keluar dari dalam mobil saat mobilnya Alex menepi dipinggir jalan. Alex hanya diam memperhatikan ChaCha dari dalam mobil.

Tring....tring...

Alex yang mendengar suara hp ChaCha berbunyi langsung melihat siapa yang menghubungi ChaCha.

"Halo Tante..." ternyata yang menghubungi ChaCha, mamanya ChaCha.

"...."

"Ia, Tante kami dalam perjalanan pulang"

"...."

"Siap, Tan..." ucap Alex dengan tersenyum.

Setelah selesai berbicara dengan mamanya ChaCha, Alex memperhatikan ChaCha lagi. Mimik wajah Alex yang tadinya tersenyum, kini langsung berubah terlihat orang yang lagi kesal. Dia kesal karena melihat Chacha yang lagi ngobrol dengan seorang pria. Alex memutuskan untuk langsung keluar untuk menghampiri ChaCha.

"Cha... Belum siap? Lama amat!" ucap Alex dengan kesal yang sudah berdiri di belakang ChaCha.

ChaCha dan pria yang tadi mengobrol dengan ChaCha langsung menoleh ke belakang mereka.

"Wah, Lex kamu keluar juga!" sapa pria itu dengan tersenyum.

"Dedi..." gumam Alex dengan tidak suka melihat kehadiran Dedi.

Dedi teman mereka satu sekolah, Alex sangat tidak menyukai kehadiran Dedi. Karena Dedi sangat terkenal selalu mencari perhatian dengan Chacha di sekolah. Entah kenapa Alex tidak menyukai kehadiran Dedi, karena cemburu atau karena takut ChaCha ikut pergaulan yang buruk dari Dedi. Dedi memang sangat tampan beda tipis ketampanan mereka berdua, ya walaupun Alex lebih tampan dari Dedi. Tapi karena Dedi sangat terkenal sering gonta-ganti pasangan dan suka bolos membuat dirinya kalau saing dengan Alex.

"Ngapain, kau disini?" tanya Alex tidak suka, ChaCha menyadari hal itu karena dia sangat tahu kalau Alex memang tidak suka dengan Dedi.

"CK... Untuk beli martabak Bangka lah, Lex. Tapi aku beruntung bertemu dengan Chacha ku yang cantik" ucap Dedi sambil mengedipkan matanya pada Chacha.

Dengan kesal Alex langsung menyelonong berdiri di tengah-tengah mereka. Chacha hanya tersenyum saja melihat tingkah sahabatnya itu, dan dia juga merasa sangat senang melihat Alex yang kesal karena dia dekat dengan Dedi.

ChaCha selalu berharap kalau perhatian dan jealous dengan Dedi kalau Alex memiliki rasa terhadap dirinya seperti dia. Chacha tidak pernah berani untuk mengungkapkan perasaannya pada Alex karena takut kalau rasanya itu hanya sebelah pihak saja.

"Kak, ini pesanannya" salah satu pegawai martabak Bangka itu datang menghampiri mereka.

"Oh iya, terimakasih ya pak!"ucap ChaCha dengan sopan.

"Sudah selesai kan! Ya, sudah kita pulang. Tadi Tante minta kita pulang cepat" ucap Alex.

"Iya... Ded, kami duluan ya" Chacha berpamitan pada Dedi.

"Oke, cantik" ucap Dedi sambil mengedipkan matanya.

Melihat hal itu membuat Alex bertambah kesal. Alex langsung menarik tangan ChaCha masuk kedalam mobilnya.

Selama dalam perjalanan pulang ke rumah, Alex terus saja diam membuat ChaCha jadi bingung.

"Lex kamu kenapa diam saja, sih. Apa aku ada melakukan yang salah?" tanya ChaCha masih bingung dengan sikap diamnya Alex.

Alex tetap diam saja, melihat Alex terus diam membuat ChaCha jadi kesal. Akhirnya ChaCha juga ikut diam. Setelah setengah jam lebih mereka sampai di depan rumah ChaCha. Tanpa permisi ChaCha langsung keluar dan membawa kue Bangka yang dibelinya tadi tapi dia menyisakan satu kotak untuk orang tua Alex.

Alex langsung melajukan mobilnya untuk memasukkan mobilnya kedalam rumah. Saat dia mempakirkan mobilnya, saat dia ingin keluar dia melihat kotak kue martabak Bangka yang dibeli ChaCha tadi. Alex langsung menghela nafasnya, karena merasa bersalah tidak seharusnya dia cuek dengan ChaCha begitu saja.

***

Sesampainya dalam kamarnya, Alex yang lagi rebahan langsung ditemui papanya. Papanya masuk kedalam kamarnya tanpa mengetok pintu kamarnya lebih dulu.

"Lex, apa kamu sudah memberitahu ChaCha kalau kamu pergi besok?" tanya papanya.

"Belum, pa.." jawab Alex dengan lesu.

"Kenapa? Kalian lagi bertengkar?"

"Biasalah, pa! Pertengkaran kecil saja!"

"Ya, sudah! Bagaimana barang-barang mu sudah kau susun? Ingat jam 10 pagi kita sudah berangkat" Alex hanya mengangguk kepalanya saja menjawab papanya.

"Pa, dibawah ada martabak Bangka kesukaan papa, mama dari ChaCha" ucap Alex saat papanya ingin keluar dari dalam kamarnya.

"Wah, Chacha anak yang baik dan pengertian banget..." ledek papanya dengan tersenyum.

Setelah papanya keluar dari dalam kamarnya, Alex kembali lagi menatap langit-langit kamarnya. Kemudian dia menatap bungkusan paper bag yang ada di atas meja belajarnya. Setelah itu dia kembali melamun dengan menatap langit kamarnya.

***

Sedangkan ChaCha saat masuk kedalam rumahnya dia langsung menatap tajam pria yang paling dibencinya dan wanita yang disamping pria itu. Dengan kesal Chacha langsung mencium tangan mamanya dan memberikan kotak martabak Bangka yang dibelinya.

"Aku ke kamar ya, ma!" ucap ChaCha dengan sopan.

"Cha, tunggu dulu nak! Papa kamu dan mami Tessa ingin bicara pada mu!" ucap mamanya dengan lembut.

Ternyata yang datang adalah Papanya dan istri muda papanya. Chacha yang masih menghargai mamanya, langsung duduk di samping mamanya.

"Sekarang katakan apa yang ingin kalian bicarakan!" ucap Chacha sambil menatap dingin papanya.

"Cha, papa tahu kalau kamu masih belum terima keputusan papa. Papa datang hanya ingin bertemu dengan mu saja, dan melihat keadaan mu. Karena kamu tidak pernah sekalipun mau bicara dengan papa." jelas papanya.

"Cha, papa mau bertanya apa rencana mu selanjutnya? Kamu kan sudah tamat SMA, papa rencananya mau mengajak kamu kuliah di Jakarta dan tinggal bersama papa dan mami Tessa"

"Maaf saya tidak akan pernah mau mengikuti anda sampai kapanpun. Saya hanya akan tinggal bersama mama saya dan kalau urusan tentang kuliah saya, itu urusan saya dan mama saya" jelas Chacha dengan dingin.

"Saya permisi dulu. Saya capek, saya mau istirahat!" tanpa menunggu jawaban dari Papanya, ChaCha langsung bangkit berdiri.

Mamanya hanya bisa diam saja, dia tidak mau ikut campur urusan putrinya dan mantan suaminya. Dia hanya ingin yang terbaik untuk putrinya.

"Tunggu, Cha. Papa belum siap bicara. Apa kamu yakin kalau mama kamu sanggup membiayai uang kuliah mu yang mahal itu? Apalagi mama mu saat ini membutuhkan biaya untuk pengobatannya" tentu saja mendengar itu membuat ChaCha langsung bangkit berdiri dan menatap tajam kearah papanya.

"Ah.... lebih baik kalian keluar! Aku akan menunjukkan kepada Anda, kalau aku bisa kuliah tanpa bantuan anda!" teriak ChaCha dengan emosi.

***

Kepergian Alex

Brak...

Dengan kasar pintu rumah Chaca terbuka, tentu saja membuat mereka sangat terkejut.

"Alex..." gumam Chaca dan Jessie mamanya Chaca bersama ketika melihat kehadiran Alex.

Alex berjalan kearah Chacha, Alex sangat kaget ternyata papanya Chaca datang dan ada wanita yang duduk di samping papanya Chaca.

"Lebih kalian keluar dari rumah ini. Yang perlu anda ingat, kalau saya tidak akan pernah memakai uang dari anda!" ucap Chaca dengan dingin.

"Papa kira kamu sudah berubah dan semakin dewasa, tapi ternyata tidak! Apa tidak bisa kamu menerima ini semuanya, nak?" tanya sang papa dengan sendu.

Chaca hanya diam saja dengan tatapan dingin menatap papanya. Tessa, Jessie dan Alex hanya diam saja mendengar ucapan mereka. Entah kenapa sampai saat ini Chaca tidak pernah menerima perceraian kedua orangtuanya. Disaat dia masih membutuhkan kasih sayang dan perhatian dari papanya, papanya pergi begitu saja dengan wanita lain. Disaat dia duduk di bangku SMA barulah papanya menghubunginya kembali, tentu saja membuat Chaca menutup hatinya untuk papanya. Tanpa menjawab ucapan papanya, Chaca langsung masuk kedalam kamarnya.

Alex mengikuti Chaca dari belakang, dia sangat tahu kalau saat ini hatinya Chaca terluka melihat kedatangan papanya sambil membawa wanita yang telah menghancurkan rumah tangga orang tuanya.

-

-

"Maaf, jika kalian tidak berkeberatan apa kalian bisa pergi dari rumah saya sekarang? Ini sudah malam, kami butuh istirahat sekarang. Kalian bisa datang kembali besok kalau kamu ingin mencoba berbicara dengan Chaca" ucap Jessie dengan lembut.

"Jess, apa kamu tidak bisa membujuk Chaca ikut dengan ku? Dia sudah mengikuti mu selama enam tahun lebih, sekarang aku ingin dia mengikuti ku dan tinggal bersama ku. Aku juga ingin memberikan perhatianku padanya!" ucap Robson Miller, mantan suaminya Jessie.

Mendengar ucapan mantan suaminya itu membuat Jessie kesal dan menatap tajam kearah tuan Robson.

"Aku tidak akan pernah memaksakan putri ku untuk hal yang tidak dia inginkan. Apa aku pernah melarang mu untuk memberikan perhatian mu kepada putri kita sejak kita bercerai? Aku hanya ingin mendukung segala keputusannya, karena aku sebagai mamanya tidak ingin melihat wajah sedih putriku. Permisi, aku akan kembali ke kamar ku. Aku yakin kalau aku tidak perlu mengantarkan kalian ke depan" ucap Jessie, lalu meninggalkan Bryan dan Tessa yang masih duduk di kursi.

"Mas, lebih baik kita pulang dulu. Lebih baik kita datang lagi besok, kita berdoa saja kalau Chaca mau ikut bersama kita. Dan maafkan aku ya, mas karena kehadiran ku putrimu sangat membenci mu". ucap Tessa dengan sendu.

"Tidak apa-apa, sayang. Aku yakin Chaca akan menerima ini semuanya kalau dia mengerti yang namanya Cinta" ucap Bryan sambil merangkul istrinya.

Tanpa mereka sadari bahwa Chaha dan Alex mendengar percakapan mereka, disaat Chaca ingin membuka pintu kamarnya untuk Alex. Chaca langsung mengurungkan niatnya supaya dia bisa mendengar apa saja percakapan mereka.

-

-

"Pulang lah. Aku ingin sendiri disini!" ucap Chaca dengan kesal saat dia ingin merebahkan tubuhnya, Alex masuk kedalam kamarnya.

"Tidak! Aku ingin mengatakan sesuatu pada mu"

"Besok saja. Aku saat ini butuh waktu sendiri!" Chaca menarik tangan Alex untuk keluar.

Saat pintu kamarnya masih terbuka kecil, dia mendengar percakapan orang tuanya. Chaca langsung mengurungkan niatnya untuk keluar. Chaca hanya diam saja mendengar ucapan mamanya, dalam hatinya dia sangat senang karena mamanya tidak akan pernah memaksakan dirinya untuk tinggal bersama papanya dan akan mendukung segala keputusannya.

Hal yang paling membuat dia sedih adalah karena ucapan papanya. Chaca ingin sekali bertanya pada papanya, apakah dia ada di dunia ini bukankah karena cinta papanya pada mamanya?

Tapi diurungkannya karena dia yakin kalau Papanya tidak akan menjawabnya. Setelah mendengar ucapan papanya, Chaca kembali ke tempat tidurnya dan duduk di pinggir tempat tidurnya. Alex mengikuti Chaca dari belakang dan tetap berdiri di depan Chaca.

"Pergilah!" ucap Chaca lagi pada Alex.

"Baiklah aku akan pergi. Aku hanya ingin bilang kalau besok jam 10 pagi aku akan berangkat ke Singapura untuk mengurus segala keperluan kuliah ku disana." ucap Alex sambil menatap Chaca hanya diam saja sambil menutup wajahnya dengan kedua tangannya. Alex langsung pergi setelah mengatakan tentang keberangkatannya.

"Dan aku minta maaf kejadian tadi!" ucap Alex lagi sebelum dia keluar dari dalam kamar itu.

Chaca tetap diam saja diam, saat ini pikirannya sangat kacau semenjak kedatangan papanya. Apalagi papanya membawa Tessa, wanita yang merebut papanya darinya.

-

-

Kini keesokan paginya, Chaca sudah kembali ceria. Chaca wanita yang sangat ceria dan maka karena itu dia lebih suka untuk melupakan semua masalah yang dibelakang, karena baginya dia harus bisa menyambut hari kedepannya dengan tersenyum.

Kini Chaca sudah membantu mamanya untuk masak sarapan pagi. Tapi kali ini sarapannya sangat banyak, karena pagi ini mereka mengundang keluarga Alex untuk sarapan bersama sebelum Alex pergi ke Singapura.

"Ma, aku panggil mereka dulu ya..." ucap Chaca dengan semangat.

Tok...tok...

Cklek...

Chaca langsung berlari dari dapur untuk melihat yang datang. Belum sampai ke ruang depannya, pintu rumahnya terbuka.

"Om, Tante baru saja Chaca mau panggil untuk sarapan bareng" ucap Chaca dengan tersenyum.

"Hahaha. Biasa Alex bilang kalau dia sudah lapar sekali dan sudah ada aroma makanan enak dari sini katanya!" ucap Firgo dengan tersenyum.

"CK... Kalau dia mah, hidung Alex kan tajam om kalau sudah namanya makanan yang lezat" ledek Chaca.

"Ye, kau pikir aku doggy..." ucap Alex sambil mengepit leher di ketiaknya.

"Mbak, sudah datang. Yuk, kita sarapan dulu" ucap Jessie.

Mereka semuanya langsung menuju ruangan makan. Alex terus menjahili Chaca, masalah mereka semalam sudah hilang seperti begitu saja. Ya, begitulah mereka berdua, jika semalam mereka bertengkar maka masalah itu sudah menghilang begitu saja di keesokan harinya tanpa ada salah satu dari mereka meminta maaf. Tapi kadang kala kalau pertengkaran mereka sangat besar, maka keduanya saling mengkoreksi diri sendiri dan setelah itu sama-sama meminta maaf.

Dalam acara tersebut sarapan pagi ini penuh dengan canda tawa karena tingkah Alex dan Chaca.

-

-

"Ini untuk mu. Ingat jaga baik-baik, awas kalau kau pulang ke Indonesia kado dari ku hilang, aku akan membuang mu ke Danau Toba!" ancam Chaca saat memberikan bingkisan untuk Alex yang sudah lama dia persiapkan.

"Hahaha. Baiklah, princess ku yang cantik!" ucap Alex sambil mengacak rambut Chaca dengan gemas. Alex memang sering memanggil Chaca princess nya yang cantik.

"Ini juga untuk mu. Jaga baik-baik!" Alex langsung memberikan paper bag yang dibawanya.

Mereka berdua pun saling berpelukan, setelah itu mereka mengabadikan momen itu dengan berfoto-foto. Chaca merasakan kalau separuh hatinya akan pergi jauh, tidak tahu kapan akan kembali. Ini pertama kalinya Chaca ditinggalkan oleh Alex untuk waktu yang cukup lama. Hari-hari yang akan dilaluinya mulai besok akan sangat berbeda. Begitu juga dengan Alex, dia juga mengalami hari-hari yang sangat berbeda. Yang biasanya dilakukan bersama Chaca maka mulai besok semuanya akan berubah.

******

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!