Suasana meriahnya pesta masih terasa bagi pasangan pengantin baru, Stella dan Zein. Para kerabat dekat telah mengantarkan mereka di depan pintu kamar pengantin yang telah dihias sedemikian rupa. Di hotel super mewah tentunya. Lambaian tangan, nasehat serta doa tak lupa mereka panjatkan untuk kelanggengan hubungan sang pengantin baru.
Senyum merekah indah kala mereka masuk ke dalam kamar yang dihiasi mawar merah. Harum semerbak bunga mawar yang masih segar, menambah kesan romantis. Tak henti-hentinya mereka tersenyum ... sungguh rasanya sangat indah.
Dari belakang, Zein memeluk tubuh ramping sang istri. Mencium pundak wanita yang kini telah sah menjadi istrinya. "Aku mencintaimu istriku," bisik Zein tepat di telinga Stella. Tentu saja, bisikan itu membawa angan Stella melayang. Bulu kuduknya merinding. Ditambah tangan Zein tak tinggal diam.
"Mas ...." Stella berusaha menghindar, namun menggoda.
"Jangan menghindar Sayang! Kamu tahu kan, aku udah lama nunggu saat ini." Stella tersenyum. Senyum kebahagiaan yang istimewa. Sungguh ini sangat istimewa. Stella ikhlas menyerahkan apa yang ia miliki pada Zein. Pria yang telah mengisi hatinya selama setahun ini.
"Aku tidak menghindar Sayang, aku hanya ingin mandi. Biar wangi," jawab Stella sambil memberikan kecupan sayang di dagu sang suami.
"Ikut!" rayu Zein. Stella mengelus mesra pipi Zein. Mata mereka saling menatap. Suasana romantis kembali terjalin di sini. Zein seakan tak mau melewatkan sedetikpun waktunya tanpa Stella. Mereka benar-benar tak ingin kehilangan momen berharga ini.
Tanpa rasa malu, akhirnya mereka mandi bersama. Menikmati guyuran air hangat yang keluar dari shower dan percintaan pun dimulai. Saling mengikhlaskan apa yang mereka miliki. Zein sangat bersemangat. Begitupun Stella. Peluh membanjiri tubuh pasangan yang kini telah selesai menunaikan tugas masing-masing. Senyuman kebahagiaan kembali mengembang. Tentu saja ini karena apa yang mereka lakukan adalah pengalaman pertama yang sangat berkesan bagi mereka.
Zein mengecup kening Stella sebagai tanda terima kasih atas apa yang telah sang istri persembahkan untuknya. "Terima kasih, Sayang," ucap Zein sambil menatap mesra pujaan hati. Kembali peia tampan ini menghadiahkan kecupan hangat di bibir wanita yang ia cintai .Stella tersenyum dan membalas kecupan yang Zein berikan. Namun, senyuman kebahagiaan itu seketika hilang ketika Zein mencari sesuatu dan sayang ia tak menemukannya. Kurang puas, pria ini menyalakan lampu. Menyibak selimut yang menutup tubuh sang istri, mencari di sekitar bunga yang ada di bawah tubuh sang istrinya dan memintanya untuk minggir.
"Mas nyari apa?" tanya Stella bingung.
"Itu darah kamu," jawab Zein sambil terus mencari.
"Darah apa sih?" Stella membungkus tubuhnya dan menggeser posisinya.
"Darah perawan kamu, kok nggak ada ya!" Zen masih mencari dan terus mencari. Namun bercak itu tidak ada. Di speri maupun di selimut yang membungkus tubuh sang istri. Padahal sprei serta selimut yang mereka pakai berwana putih. .
Stella bingung harus jawab apa karena dia sendiri juga bingung dengan ini.
"Tidak ada!" ucap Zein sambil berkacak pinggang dan menatap tajam ke arah Stella. Tentu saja tatapan menakutkan Zein sanggup membuat mental Stella menciut.
"Katakan siapa yang mendahuluiku?" tanya Zein tanpa basa-basi. Stella menggeleng-gelengkan kepalanya takut. Ia tak menyangka akan mendengar pertanyaan konyol ini dari sang suami.
"Mendahului apa, Mas?" tanya Stella gugup.
Zein tertawa sinis. " Kalau tak ada yang mendahuluiku pasti ada bercak darah perawan milikmu. Yang artinya kamu masih suci. Katakan siapa yang mendahuluku!" bentak Zein. Emosi tengah menguasai Zein. Pria ini pun mendekati Stella dan mencengkeram kasar pipi Stella.
"Tak ada yang mendahuluimu Mas. Kamu yang pertama," ucap Stella sambil berusaha melepaskan pipinya dari cengkraman Zein.
"Dasar pembohong! Aku tak percaya denganmu. Kamu menipuku! Aku tanya sekali lagi, siapa pria yang mendahuluiku?" Zein menatap penuh kemarahan pada Stella. Pria egois tak berperasaan ini juga mendorong kasar kepala Stella. Seakan wanita ini tak memiliki harga diri.
Stella tertegun, tak percaya akan apa yang telah Zein lakukan padanya. Zein bisa berlaku sekasar ini. " Mas, ini yang pertama bagiku." suara Stella terdengar serak. Terlihat ia berusaha keras menahan air matanya.
"Jika ini adalah yang pertama bagimu, pasti ada bercak darah yang aku inginkan. Lalu ... mana? Tanda itu tak ada, yang artinya harga dirimu di mataku juga tak ada. Aku tak ingin hidup bersama wanita yang tak memiliki harga diri. Aku cukupkan hubungan kita sampai di sini. Jangan mendekatiku lagi. Aku jatuhkan talakku padamu. Kamu dengar Stella Gunawan. Aku menalakmu, hubungan kita selesai" ucap Zein sembari melangkah meninggalkan Stella yang masih berusaha mengumpukan keberanian untuk menjawab setiap kata yang dilontarkan sang suami. Namun, kata-kata yang Zein ucapkan sukses mencekil leher wanita ayu ini. Stella tak menyangka, Zein akan langsung menalaknya tanpa mempertimbangkan baik-buruknya nasibnya nanti.
Stella baru bisa mengembalikan kesadarannya ketika melihat Zein keluar dari kamar mandi dengan menggunakan pakaian lengkapnya. " Mas mau kemana? jangan tinggalkan aku sendiri!" ucap Stella sambil berlari mengejar Zein, tak peduli dengan *********** yang masih terasa perih dan ngilu. Meski tertatih, ia tetap berusaha meraih tangan sang suami. Yang ia pikirkan hanyalah, ini adalah salah. Apa yang di pikirkan sang suami adalah salah. Tidak semua wanita yang tak mengeluarkan bercak darah di malam pertama adalah wanita yang sudah tak suci lagi. Banyak wanita seperti dirinya, dan rumah tangga mereka baik-baik saja. Hanya itu yang ingin Stella jelaskan. Namun sayang, Zein tak peduli, ia malah menepis kasar tangan Stella. Bahkan pria ini juga mendorong tubuh Stella hingga jatuh tersungkur.
"Jangan sentuh aku ******! Kamu tak ada bedanya dengan wanita-wanita hina itu! Jangan menyentuhku dengan tangan kotormu itu. Dasar menjijikkan. Sudah tak ada hubungan apa-apa lagi di antara kita. Jadi jangan pernah tunjukkan wajahmu di hadapanku lagi, mengerti!" Zein membuka pintu kamar pengantin mereka dan membanting kasar pintu itu hingga membuat Stella terkejut.
Kini tinggalah wanita malang ini dengan segala sesal yang melanda. Tertegun! Tak sanggup menangis. Jangankan menangis mengeluarkan napas saja terasa berat. Stella tak tahu apa yang harus ia lakukan sekarang. Wanita ini hanya bisa tertawa. Tertawa gila, seolah ini hanya mimpi. Mimpi yang sangat menggerikan. Segera ia berdiri dan mencari sesuatu untuk menutupi tubuhnya.
Stella menyadari bahwa ini nyata ketika ia melihat darah di siku tangannya. Terasa perih, meskipun tak seperih luka hati yang merengkuhnya. Barulah Stella bisa menangis. Menangis menjadi-jadi sambil memukul dadanya. Tak sanggup rasanya menerima kenyataan bahwa saat ini dirinya telah menjadi seorang janda. menjadi seorang janda di usia pernikahan yang belum ada sehari. Janda cerai hidup dengan masalah yang tak bisa ia mengerti dengan akal sehat. Yang tak sanggup ia jelaskan. Karena untuk membuktikan dirinya tak bersalah, ia juga bingung harus mencari bukti itu kemana. Talak sudah terlanjur Zein jatuhkan untuknya. Tak ada lagi sisa harga diri baginya di mata Zein. Tentu saja ini tak adil bagi Stella, karena ini juga pertama kali baginya. Namun, ia juga tak bisa mengerti kenapa miliknya tak mengeluarkan darah seperti yang diharapkan oleh sang suami.
Bersambung...
Gimana teman-teman, udah emosi belum di pembukaan awal. Hehehe, please please please... jangan silent readers ya, biasakan tinggalkan jejak kalian. Karena jejak itu sangat berguna bagi novel ini. thank u
Tangisan seorang wanita yang kini meringkuk sendiri di ranjang pengantin tanpa pasangan terdengar menyayat hati. Dialah Stella. Wanita yang baru saja melaksankan kewajibannya sebagai seorang istri, namun ketidakpercayaan sang suami menghancurkan hatinya. Bukan hanya hatinya, kini wanita ini juga merasa dirinya hina, sangat-sangat hina. Stella tak tahu di mana letak kesalahannya hingga dia dihakimi seperti seorang penjahat.
Stella sudah memohon, meminta pada sang suami agar memikirkan lagi keputusannya. Sayangnya permintaannya tersebut tak dihiraukan oleh Zein.
Sampai pagi menjelang, Zein masih belum kembali ke kamar pengantin mereka.
Dengan sisa tenaga yang ia milikki, Stella memutuskan merapikan barang-barangnya. Karena sebentar lagi mereka harus cek out. Seharusnya, hari ini ia dan Zein dijadwalkan berangkat ke Jepang untuk bulan madu. namun sayang, bulan madu impian yang Stella nanti tak bisa menjadi kenyataan dan wanita ayu ini tak bisa berbuat apa-apa.
Stella bukan wanita yang tak bertanggung jawab. Meskipun secara agama ia sudah bukan lagi istri Zein namun secara hukum masih. Ia pun merapikan semua barang-barang milik pria yang sangat ia cintai. Agar tak ada yang tertinggal ketika mereka keluar hotel.
Ketika ia melipat baju bekas pakai Zein, entah mengapa hatinya tergerak untuk mencium baju itu. Entah ini adalah salam perpisahan atau apa, Stella tak tahu. Yang jelas, wanita ini tahu bahwa ia pasti akan merindukan aroma ini. Terlepas dari sudah berakhirnya hubungan mereka. Karena sampai talak itu terucap, hati Stella masih utuh menjadi milik Zein.
Sayangnya masalah kembali muncul ketika tanpa mengentuk pintu Zein masuk ke dalam kamar. "Ngapain kamu menyentuh barang-barangku. Sudah kubilang kamu tak berhak lagi menyentuh barang-barangku!" ucap Zein dari belakang tubuh Stella. Tanpa menjawab sepatah kata pun Stella meletakkan baju Zein di atas koper yang terbuka.
"Rapikan barang-barangmu, aku akan mengantarmu pulang!" ucap Zein lagi. Stella sudah menduga ini, tetapi ia tak bisa berbuat apa-apa. JIka ini memang pilihan Zein, apa hendak dikata.
"Pengacaraku akan melaporkan pembatalan pernikahan kita, tidak akan ada sidang karena kita telah sepakat. Setelah aku mengembalikanmu pada orang tuamu, aku harap jangan pernah mengusik kehidupanku lagi. kamu mengerti Stella," ucap Zein.
Rasanya, otak Stella sudah penuh. Tak mampu lagi menerima ucapan atau apapun. Ia hanya bisa diam dan diam. Tak sanggup rasanya ia berpikir untuk menguraikan kata. Yang bisa ia lakukan saat ini hanyalah mengikuti keinginan Zein. Menuruti keinginan pria ini. Percuma ia melawan. Percuma ia berusaha membela diri. Yang ada hanya akan memperpanjang masalah. Yang terjadi biarlah terjadi. Jika ia dan Zein tak berjodoh, mau ia menangis sampai air matanya kering pun tak akan bisa bersama. Lagian, Stella juga tak bisa hidup dengan pria yang tak mempercayainya.
Stella mengambil tas tangannya dan juga koper miliknya. Sebelum melangkah keluar dari kamar, tak lupa Stella melepaskan cincin kawin dan juga buku nikah miliknya. Meletakkannya di nakas tanpa berani melihat ke arah pria yang tak mampu ia benci. Stella berusaha keras menjaga pandangannya. Ia tak ingin sekalipun menatap wajah Zein. Wajah pria yang tak mampu ia milikki. Perpisahan yang sangat menyakitkan. Sangat-sangat menyakitkan. Bagaimana tidak? hari ini harusnya menjadi hari bahagia buat mereka. Namun takdir berkata lain, hari ini malah menjadi hari duka baginya. Perpisahan yang tak pernah hadir dalam bayangannya, tapi malah hadir dalam kehidupan nyata. Kurang hancur bagaimana hati wanita malang ini.
"Aku tidak mengambil kembali barang yang sudah kuberikan," ucap Zein ketika tahu Stella melepaskan cincin kawin mereka. Zein tahu jika Stella mau mengembalikan barang tersebut.
Stella dilema. Sebab ia sendiri pun tak bisa menyimpan benda ini. Stella takut tak mampu melupakan Zein. Takut tak bisa mengubur kenangan bahagia bersama Zein. Stella takut tak mampu mengendalikan dirinya untuk tidak menemui Zein. Namun, ia juga tak ingin menyulut emosi pria yang pernah mengukir cinta di hatinya. Akhirnya Stella pun mengambil kembali cincin itu dan memasukkannya ke dalam tas tangannya. Setelahnya ia pun menarik kopernya keluar kamar. Disusul Zein.
Di dalam lift, Stella masih tak bisa mengeluarkan suara. Masih sama dengan keadaanya ketika ia mendengar talak yang Zein berikan padanya. Kosong, seperti tak bernyawa.
Bukan hanya Stella, Zein pun sama. ia hanya bicara seperlunya. Mereka sama-sama diam. Sebaba zein sangat muak dengan wanita yang kini ada di sampingnya. Baginya kebohongan Stella tak bisa di maafkan. Namun, Zein bukanlah pria yang tak bertanggung jawab. Ia meminta Stella baik-baik maka ia pun bermaksud mengembalikan wanita ini dengan baik-baik pula. Zein hanya berharap, setelah ini tak ada masalah lagi antara mereka termasuk keluarga.
Zein tak mengizinkan asistennya mengantarkan mereka. Kali ini ia ingin menyelesaikan masalahnya sendiri. Tak ingin ada seorang pun ikut campur.
Masih tak ada perbincangan di antara mereka. Diam hanya diam sampai mobil yang Zein kendarai masuk ke halaman rumah Stella. Zein memarkirkan mobilnya dengan sempurna kemudian ia pun membuka kasar pintu mobil dan membantingnya dengan kasar.
Waktu terburuk dalam hidup Stella telah datang. Dengan kasar Zein pun meraih tangan Stella. menari tangan wanita ini hingga ia hampir jatuh. Namun tetap tak ada suara keluar dari mulut wanita ini, ia pasrah meskipun ia mati hati ini.
Zein mengetuk pintu. Tak lama seseorang pun membukakan pintu untuknya dan Stella. Sang ibu yang menyambut mereka. Dengan senyum ramah ia pun membuka pintu rumahnya.
"Eee, pengantin baru. Loh, kok pulang? Ada yang ketinggalan?" tanya Bu Anti menyapa menantu dan putri kesayangannya.
Zein dan Stella tak menjawab. Namun Zein langsung masuk dan menarik tangan Stella, serta mendorong tubuh wanita ini hingga ia hampir terjatuh.
"Jawab pertanyaan ibumu, kenapa kita tak jadi berangkat!" suruh Zein kasar.
Melihat sang putri diperlakukan tak manusiawi, Bu Anti pun kembali bertanya," Ada apa Ste?" Bu Anti mendekati sang puti. Ditatapnya wajah sang putri yang pucat seakan tak bernyawa.
"Katakan putriku, jangan takut!" desak Ibu Anti. Ia sangat paham dengan sikap Stella yang selalu diam di kala ia tertekan.
"Aahhh lama!" bentak Zein. Pria ini kembali tak bisa mengendalikan amarahnya.
Suara Zein terdengar sampai kamar di mana ayah Stella berada. Dengan cepat pria paruh baya ini pun menghampiri mereka.
"Ada apa ini?" tanya Pak Jovan, ayah Stella.
"Maaf Om, saya ingin membatalkan pernikahan saya dengan putri anda. Karena putri anda adalah seorang pembohong. Dia sudah tak suci lagi, entah dengan siapa ia melakukannya. Yang jelas bukan dengan saya dan itu sebabnya saya kembalikan dia pada anda. Saya tak sudi punya seorang istri yang tak bisa menjaga martabatnya. Maafkan saya Om" ucap Zein tanpa ragu.
Mendengar ucapan Zein. Kedua orang tua Stella shock. Terutama Pak Jovan, tentu saja ia merasa Stella memberikan kotoran ke wajahnya. Pria paruh baya ini langsung naik pitam. Ia langsung mendekati Stella dan mencengkeram lengan wanita rapuh ini. "Katakan! Siapa yang melakukannya?" tanya Pak Jovan
Stella tak bisa berucap, hanya air mata yang tiba-tiba mengalir tanpa sanggup ia cegah lagi.
"Katakan pada Ayah, Ste. Siapa yang melakukannya?!" teriak Pak Jovan
Stella masih tak bisa menjawab. Darah Pak Jovan semakin mendidih, ia pun menarik tangan sang putri dan membawanya ke sebuah ruangan.
Zein tersenyum dalam hati. Namun tidak dengan Bu Anti, sebab wanita ini tahu apa yang bakalan terjadi pada Stella. Putrinya ini pasti akan mendapatkan siksaan yang teramat sangat pedih. Bu Anti tahu betul bagaimana kejamnya sang suami. Ia tak akan mengampuni siapapun yang berani menginjak harga dirinya. Termasuk dirinya.
Bersambung ...
"Ampun Ayah!" teriak Stella ketika sang ayah mendorongnya masuk ke dalam ruangan. Tanpa ampun, Pak Jovan langsung melepaskan ikat pinggangnya dan mulai meluapkan emosinya pada Stella.
Jovan seakan tuli, ia terus memukul, menampar bahkan menendang sang putri tanpa ampun.
"Katakan dengan siapa kamu tidur?"
Berapa banyak pria yang menidurimu?" Jovan mencengkeram pipi Stella.
Bagaimana menjawab, Stella tak sekalipun diberi kesempatan untuk mengeluarkan suaranya. Jovan terus saja menamparnya. Melampiaskan kekesalannya. Menuangkan amarahnya. Tanpa peduli apakah sang putri bersalah atau tidak. Jovan sungguh egois.
Jeritan kesakitan Stella seakan tak sampai di telinga pria ini. Ia terus saja memukul, menampar bahkan tak segan menendang Stella. Kini wanita malang ini terkapar. Sabetan ikat pinggang seakan sudah tak berasa. Yang ia rasakan saat ini hanya sakit hati. Sakit hati pada orang-orang yang mengintimidasinya tanpa mau mendengar penjelasannya.
Bayangan ia pernah diperlakukan seperti ini di masa lalu tiba-tiba melintas. Pengalaman masa kecil, ketika ia pernah menggores mobil sang ayah terulang. Disiksa tanpa belas kasih. Kedua tangannya dihajar menggunakan rotan tanpa ampun. Kejadian sebelas tahun yang lalu kini terulang, tetapi lebih parah. Sangat-sangat parah. Tanpa seorang pun menolongnya.
Stella tak mampu lagi menggerakkan tubuhnya. Yang ia rasakan saat ini hanya sakit dan sakit. Namun tak bisa bergerak. Stella lemas tak berdaya.
***
Di depan pintu tempat Stella diintimidasi oleh sang ayah, ada sang ibu yang terus saja menangis. memohon agar sang suami menghentikan siksaannya. Membiarkan Stella memulihkan mentalnya. Bu Anti yakin, jika Stella sudah bisa menerima dan memahami keadaannya, ia pasti bisa menjelaskan semuanya sendiri. Tampa perlu disiksa. Percuma, mau disiksa sampai matipun kalau dia belum bisa menguasai diri, pasti akan tetap diam.
"Sudah, Yah jangan pukul lagi!" teriak Ibu Anti sambil menggedor pintu ruangan itu.
Tak lama berselang, Pak Jovan membuka pintu ruangan itu dan menarik paksa tangan Stella. Keadaan Stella sungguh memprihatinkan. Wajahnya penuh dengan luka, lengan dan kakinya merah semua. Bu Anti yakin jika sang suami pasti memukuli Stella menggunakan ikat pinggang.
"Brengsek! kamu apakan putriku!" teriak Bu Anti ketika tahu tubuh Stella digeret tanpa belas kasih.
Pak Jovan tak peduli, ia terus saja menarik tangan Stella tanpa ampun. Sedangkan Stella terlihat setengah sadar. Antara ingin melawan namun tak mampu. Seperti mati rasa,melayang seperti tak memiliki raga. Tak lama berselang Stella pun pingsan.
"Kamu bukan manusia, Jovan!" teriak Ibu Anti.
"Putri jalangmu ini memang pantas mati, kau tahu," jawab Pak Jovan tanpa dosa.
"Dia ini putri kandungmu, Jovan. Kamu keterlaluan. Harusnya kita cari tahu kebenarannya, bukan menghakiminya tanpa bukti. Kamu jahat Jovan! Jahat! Dasar iblis!" teriak Bu Anti sembari memangku Stella dan berusaha membuat wanita malang ini sadar.
"Heh, bukti apa lagi. Kami pria tahu mana yang masih orisinil dan bekas pakai. Aku tak akan peduli pada siapapun yang berani menginjak harga diriku termasuk putri jalangmu ini. Awas minggir!" Pak Jovan mendorong tubuh sang istri dan membopong tubuh kurus Stella. Membawanya keluar dan memasukkannya ke dalam mobil. Bu Anti segera bangkit, dan berlari mrncrgah sang suami membawa putrinya. Sebab, ia tahu pria tak berperasaan itu pasti akan menghabisi Stella.
"Jovan! Jovan! Kamu mau membawanya kemana brengsek!" teriak Bu Anti sambil menggedor kaca mobil di mana sang putri berada. Namu sayang, Jovan tak mendengarkannya. Tanpa berpikir lagi, pria paruh baya ini langsung melajukan kendaraannya ke tempat yang ia inginkan.
Di sisi lain, Bu Anti langsung mencari kunci mobilnya dan berniat mengejar pria itu, tentu saja ia tak ingin kehilangan sang putri. Baginya cukup sampai disini batas kesabarannya menghadapi sikap semena-mena Jovan. Ia hanya ingin putrinya. Hanya putrinya.
Setelah mendapatkan mobil, Anti langsung berusaha mengejar sang suami. namun sayang ia kehilangan jejak.
***
Apa yang dipikirkan Anti benar, bahwa Jovan memang membuang Stella. Pria tak punya hati ini meninggalkan Stella di pinggir jalanan yang jarang dilewati orang. Baginya hukuman ini memang pantas untuk wanita yang tak bisa menjaga harga dirinya.
Stella membuka matanya ketika mendengar mobil sang ayah melaju. Air mata kehancurannya keluar begitu saja tanpa ia minta. Stella ingin bangun, namun seluruh tubuhnya terasa lemas. Tulang-tulangnya serasa tak berfungsi.
Wanita malang ini tersenyum dalam tangisnya. Akhirnya ia bebas dari orang-orang bodoh yang mengingkarinya. Stella berjanji dalam hati, tak akan pernah lagi menginjakkan kakinya pulang ke rumah orang tuanya. Meskipun mereka memohon. Hati Stella telah hancur. Ia tak menyangka, orang tuanya sendiri tak mempercayainya. Malah memeprlakukan dirinya lebih parah dari Zein. Pria yang membakar nasibnya hingga menjadi abu.
Bersambung ....
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!