¤¤¤¤
"Sarah, jangan Sarah! jangan lakukan itu," teriak seorang laki-laki kepada wanita yang dipanggil Sarah. Wanita yang sedang mengguyur tubuhnya dengan jerigen penuh dengan bensin.
Setelah tubuhnya basah dengan bensin Iapun berjalan ke lelaki yang berteriak tadi, tubuhnya diikat dengan tali tambang berukuran kecil pada sebuah kursi. Sarah menyiramkan bensin itu ke tubuh lelaki yang tanpa bisa melawan dan tidak bisa berbuat apa-apa.
"Jangan takut Gunawan, kau tidak akan mati sendirian. Karena aku juga akan mati bersamamu," kata Sarah lalu tertawa penuh kemenangan.
"Aku tidak mau mati bersamamu! aku masih mau hidup bersama anak dan istriku!!" ungkap Gunawan penuh harap.
"Hahaha. jangan munafik Gunawan! kau mencintaiku. jadi, kau harus mati bersamaku."
"Kau gila Sarah!! sepertinya kau telah salah paham dengan sikapku padamu."
"Aku tidak percaya perkataanmu, selama ini kau sangat peduli padaku, bahkan disaat orang jahat itu kejam padaku."
"Aku melakukan itu karena kau temanku, tidak lebih."
"Bohong, aku tidak percaya satupun dari perkataanmu." teriak Sarah dengan wajah yang dingin dan menakutkan.
"Ingat Sarah! kau punya anak yang masih sangat butuh perhatian dan kasih sayangmu," bujuk Gunawan berharap Sarah tidak melanjutkan aksi gilanya itu.
"Aku tidak punya anak Gunawan, mereka kejam seperti ayahnya, aku benci pada mereka."
"Sadar Sarah! ini salah."
"Tidak Gunawan, aku melakukan apa yang diinginkan hatiku, ini adalah jalan kita."
Sarah mengeluarkan korek api dari sakunya, lalu menghidupkan nya.
"Tidakkk Sarah!!!" teriak Gunawan.
Sarah acuh, ia tertawa lalu melempar korek api menyala itu ke tanah yang sudah disirami bensin, seketika api menyala dan menyebar dengan cepat.
"Tidaaaak!!!" teriak seorang gadis remaja di atas ranjangnya.
Seorang wanita paruh baya yang mendengar teriakan itu langsung berlari menuju arah teriakan yang dimana itu adalah teriakan anak gadisnya.
"Zara, bangun Zara!" kata ibunya yang berusaha membangunkan Zara dengan menggerakkan badannya.
Zara membuka matanya dan melihat ibunya sudah duduk disamping tubuhnya dengan wajah cemas, Zara langsung mengambil posisi duduk.
"Mimpi buruk itu lagi?" tebak ibunya.
Zara menjawab dengan anggukan kepala. keringat telah membasahi seluruh tubuhnya, ia segera mengelap keringatnya. Zara melihat jam dinding di kamarnya, jam menunjukan pukul 07.30.
Zara menepuk pundak ibunya lembut, " Ibu, aku tidak apa-apa, aku baik-baik aja. waktunya bekerja," jelas Zara sembari tersenyum seperti tak terjadi apa-apa agar ibunya tidak khawatir padanya mengenai mimpi buruknya itu.
"Baiklah, siap-siap gih. jangan lupa sarapan, ibu sudah membuat nasi goreng telor ceplok di meja makan."
"Oke bu," Zara mengambil handuk dan segera ke kamar mandi.
Zara sudah berada di pinggir jalan menunggu bis. Tidak lama yang ditunggunya datang, ia segera naik dan duduk di kursi samping jendela.
Perkenalkan namaku Firanda Azzara, aku berumur 21 tahun sekarang, dengan tinggi 167 cm, Memiliki mata yang bulat besar dan rambutku sedikit bergelombang dengan panjang sepinggang.
Dari umur 8 tahun aku sudah hidup berdua dengan ibuku. Sedangkan ayahku, ibu bilang ayahku meninggal saat aku berumur 7 tahun, saat itu kami masih tinggal di Bandung, ayah meninggal karena kelalaian bekerja di pabriknya, aku tidak mengingat saat-saat aku bersama ayah, ibu bilang aku adalah anak kesayangan ayah, tapi aku bahkan tidak ingat sedikitpun moment indah saat bersama ayahku.
Yah, ibu bilang aku pernah mengalami kecelakaan dan mengalami lupa ingatan.
Sejak lulus SMA aku sudah bekerja membantu biaya hidup aku dan ibu, aku sering membantunya berjualan kue, tapi sekarang aku sudah mendapat pekerjaan disebuah mall besar di Jakarta sebagai penjaga toko mainan. Aku bersyukur tentang itu.
Zara melihat ke arah luar kaca mobil, cuaca Jakarta pagi ini begitu cerah membuat hatinya ikut senang.
"Ding ding, "suara nada sms di hpnya, Zara membuka isi SMS itu dan melihat pengirimnya, Rian.
"Pagi cantik, lagi di jalan ya?"
Zara tersenyum melihat isi sms itu.
Zara
"Pagi juga, iya lagi dijalan nih."
Rian
"Ntar aku ke tempat kerja kamu ya."
Zara
"Mau ngapain?"
Rian
"Ada deh,surprise dong."
Zara
"Ya udah ntar kalo udah sampe, kabarin aku yaa."
Rian
"Oke"
Zara pun memasukkan hpnya ke dalam tas, dan lanjut memandangi Jakarta. Melihat pemandangan luar di mana mobil-mobil berlalu lalang dan gedung-gedung tinggi menjulang di Jakarta.
Zara sampai di depan mall dengan nama Metropolitan Mall. Ia segera memasuki gedung mall dan berpapasan dengan teman kerja serta sahabat SMP-nya itu.
"Pagi Zara ku, makin cantik aja sih," goda Emilia.
"Pagi-pagi udah digodain, jadi panas nih," jawab Zara, lalu mengibaskan tangannya membalas candaan Emilia, Emilia tertawa dengan tingkah sahabatnya itu.
"Mau lanjut ke yang lebih panas ga?" goda Emilia lagi.
"Hahaha. sudahlah, yuk kita ke toko, sebelum dimarahin bos."
Zara menarik Emilia berjalan ke toko mainan, Emilia mengikutinya dengan pasrah.
Di tempat yang sama, seorang pria bersama anak laki-laki berumur 7 tahun memasuki mall, pria tampan dengan tubuh atletis dan lumayan berotot, tinggi 185 cm dengan penampilan rapi, stelan yang dipakainya berharga jutaan rupiah, tentu saja dengan merk pakaian terkenal dan sudah dapat ditebak keduanya berasal dari keluarga kaya raya. Anak laki-laki itu menarik pria itu, tapi bunyi dering telpon menghentikan langkah pria itu. Dan mengangkat telponnya.
Anak lelaki itu melihat sekelilingnya dan tidak jauh darinya ada seorang anak laki-laki juga yang sedang membawa bungkusan mainan robot bumblebee yang begitu besar, mainan yang diinginkannya.
"Paman Darren, ayo cepat! aku mau robotnya," kata anak laki-laki itu sambil menarik-narik celana pria yang disebut sebagai pamannya.
"Tunggu sebentar Bara, paman lagi terima telpon dari mamamu."
Nadine :" Darren udah dimana? Kakak sama papah udah sampe nih dirumah."
Darren : "Aku lagi di mall kak, Bara tiba-tiba minta mainan, jadi aku mampir sebentar."
Bara yang sudah tidak sabar langsung berlari meninggalkan pamannya, Darren terkejut dan langsung meminta kakaknya menutup telponnya.
Darren :" Kak udah dulu yaa, Bara udah lari, selesai beli mainan untuk Bara, aku langsung pulang."
"Tuut," Darren menutup telponnya dan ia melihat Bara sudah naik eskalator menuju lantai dua.
"Ah, anak ini!" ketus Darren karena khawatir melihat Bara yang sudah berlari jauh di depannya.
Ia segera berlari untuk menyusul Bara. Darren sampai di lantai dua,, tapi tidak melihat sosok Bara. ia mulai khawatir dan cemas, ia mengelilingi mall di lantai dua itu, tapi tidak juga melihat Bara, pikirannya jadi kacau dan khawatir.
Sudah setengah jam dia mencarinya, namun Darren masih belum menemukan Bara, tiba-tiba suara speaker mall dihidupkan.
"Selamat siang para pengunjung mall, kami dari ruang keamanan ingin menyampaikan kalau kami telah menemukan seorang anak laki-laki berumur 9 tahun bernama Bara Wildan Wijaya. Bagi pengunjung yang merasa kehilangan anak ini, silahkan temui kami di ruang keamanan, anak ini sudah menunggu."
Mendengar itu Darren langsung menuju ruang keamanan dan menanyakan keberadaan Bara.
Kepala keamanan langsung membawa Darren ke tempat bermain anak-anak dan menunjuk ke arah Bara yang sedang bersama seorang wanita.
"Pegawai kami menemukannya sedang menangis di depan toilet wanita dan sejak tadi anak ini tidak mau ditemani siapapun kecuali pegawai kami ini."
"Baiklah, terima kasih atas bantuannya."
Kepala keamanan meninggalkan Darren dan melanjutkan pekerjaan nya. Darren memperhatikan Bara bersama wanita itu, Bara terlihat sangat senang dan tertawa bahagia.
Darren terpesona melihat sikap pegawai itu pada anak-anak, terlihat sekali dia sangat menyukai anak-anak. Baru pertama kali Darren melihat Bara terlihat begitu dekat dengan orang asing padahal baru ditemuinya.
Darren tidak ingin cepat-cepat menghentikan moment itu, bibir itu spontan mengulas senyum melihat wanita yang sedang memperagakan gerak binatang demi membuat Bara tertawa. tapi, itu harus terhenti saat Bara melihat ke arah Darren yang sedang mengawasinya.
Darren melihat Bara berkata sesuatu pada wanita itu, dan menunjuk kearahnya. Bara menggandeng tangan wanita itu, menariknya menghampiri Darren, Darren dengan cepat langsung berdiri tegak dan memasang wajah tegas dan dingin.
"Om Darren, kenapa tinggalin aku?"
Tuk..
Darren menyentil jidat Bara karena kesal dengan perkataanya.
"Jelas-jelas kamu yang lari meninggalkan om, klo ga ada pengumuman tadi, om pasti udah tinggalin kamu pulang."
"Itukan salah om, om yang tadi ga mau cepet beli mainan buat aku,"kata Bara kesal melimpahkan semua kesalahan kepada paman nya.
"Dasar, anak ini. tidak bisa membantah."
Darren lalu mengangkat Bara menggendongnya,"Ya sudah, sekarang kita beli mainan buat kamu."kata Darren sembari tersenyum menyenangkan keponakan kesayangannya itu, Zara ikut tersenyum melihat sikap Darren yang begitu menyayangi keponakannya itu.
"Yee beli mainan, ayooo om. tapi, boleh ga ajak kaka Zara?"
Darren melihat ke arah Zara, Zara lalu mengelus rambut Bara.
"Bara mau beli mainan yaa, karena om kamu sudah datang. Ayo! kaka temani kamu. kebetulan kaka bekerja ditempat mainan,"
"Beneran ka'? ya udah yuk om, aku pengen cepet beli bumblebee."
"Iya, iyaa."
Bara minta diturunkan dan langsung menggandeng tangan Darren dan juga tangan Zara, Bara berada diantara keduanya, Zara terkejut karena Bara yang tiba-tiba menggenggam tanyanya, ia ingin melepaskan tapi melihat Bara begitu senang Zara tidak jadi melepaskan genggaman Bara padanya . Berbeda dengan Darren ia sangat gugup, jantungnya berdebar cepat.
Emilia melihat Zara dan ia benar-benar dibuat bingung dengan suasana itu.
"Pemandangan keluarga bahagia"ucapnya.
Zara memukul pundak Emilia,"Huss, jangan bicara sembarangan. mereka ini pengunjung!''
"Hemss, iya iya, tau."
Zara menemani Bara memilih mainan bumblebee yang bagus dan Darren memperhatikan dari pintu toko, ia kembali dibuat kagum dengan sikap Zara yang bisa membuat Bara melupakan paman kesayangan nya ini. Selesai memilih mainan Darren langsung membayar mainan nya.
"Kakak Zara, kapan-kapan kita main lagi yaa." kata Bara dengan polosnya.
"Iya, kapan-kapan kita main lagi,"jawab Zara sekenanya, untuk menyenangkan Bara.
"Aku pulang dulu ya kaka Zara."
Zara mengelus rambut Bara dengan lembut" Hati-hati dijalan ya,"
Bara dan Darren meninggalkan toko mainan itu. Rian melihat semua kejadian saat Zara mengelus rambut Bara dan juga tatapan Darren pada Zara yang tidak biasa. Iapun langsung menghampiri Zara dan merangkulnya, Darren melihatnya dan tidak menyukainya. Suasana hatinya tiba-tiba jadi buruk.
"Kakak Zara baik. kalo aku punya bibi kayak kakak Zara aku pasti seneng banget, pasti bisa main terus."
"Kamu ini! darimana tau orang itu baik atau tidak?,"
"Dari om Darren, om Darren pernah bilang ke Bara. katanya, orang baik itu bisa buat orang di sekelilingnya ketawa dengan tulus, kakak Zara kayak om Darren. Om Darren sering buat bahagia Bara."jelas Bara dengan sikap polosnya.
Darren tersenyum kecil, "Bagaimana kau bisa langsung menilai orang itu baik. Jangan percaya perkataan om karena om tidak sebaik itu, om ini seperti kakekmu yang kau anggap sebagai orang jahat om tidak jauh berbeda dengannya,"ucap Darren dalam hati.
"Siapa laki-laki yang bersamamu tadi?"tanya Rian dengan cemburu.
"Owh, itu. Dia paman dari anak yang aku temuin di depan toilet wanita,"jelas Zara tanpa mengurangi kenyataan.
"Bener, ga ada hubungan apa-apakan sama kamu. Melihat tatapannya sepertinya dia sudah jatuh cinta padamu?"kata Rian dengan nada kesal.
"Tidak ada. sudahlah, aku sedang tidak ingin bertengkar denganmu! Kamu mau apa datang kesini?"
"Aku ingin mengajak kamu menemui orang tuaku!"
"Apa?"Zara terkejut dengan perkataan Rian,"Kamu ga salah ngomong kan?"
"Tidak! Aku benar-benar ingin mengajakmu menemui keluargaku. Aku pengen hubungan kita lebih dari sekedar pacar."
"Maksudnya? "
"Iya, apa pun yang kamu pikirkan, itulah yang aku inginkan. jadi, aku tunggu kamu di luar mall saat pulang nanti."
"Tapi?"
Belum selesai bicara Rian sudah melangkah pergi dari toko.
Zara tidak fokus bekerja, ia memikirkan tentang ajakan Rian tadi. Emilia menepuk pundak Zara menyadarkan Zara dari lamunan nya.
"Woy!! lagi mikirin apa sih, ngelamun aja?"
Zara segera menyadarkan diri lamunannya,"Aku bingung apa yang harus aku lakukan, Rian ngajak aku ketemu sama keluarganya?"
"Iya bagus dong, tandanya dia serius dengan hubungan kalian."
"Tapi aku belum siap Em, apalagi kamu tau kan aku dan dia statusnya beda jauh. Dia anak dari pemilik perusahaan iklan terkenal di Jakarta, sedang aku? apa kata orang tuanya nanti?"
"Sudahlah Zara, percaya sama Rian. Selama ini kalian baik-baik aja kan, kalo ibunya Rian menentang hubungan kalian pasti udah lama kalian putus. Tapi, buktinya kalian masih langgeng aja."
"Iya sih, mungkin pikiran aku yang salah."
Mendengar perkataan Emilia membuat zara jadi sedikit tenang, walau sebenarnya pesimisnya lebih besar dari optimisnya.
Dikediaman rian...
Zara dan Rian sudah berdiri didepan pintu rumah Rian.
"Assalamu'alaikum.."
Kreeek....Rian membuka pintu.
Diruang tamu kedua orang tuanya sedang mengobrol. Ada seorang wanita muda yang duduk bersama mereka, melihat kedatangan anak lelakinya, ibunya segera bergegas bangun dan menghampiri anaknya.
"Eh, Rian. tumben baru pulang?"kata ibunya dan matanya tertuju pada Zara, ia melihat Zara menatapnya dari bawah ke atas dan langsung menunjukan wajah tidak senang.
"Yuk, kita ngobrol-ngobrol dulu,"kata ibunya lagi.
Mereka duduk di sofa ruang tamu, wanita yang berada disitu langsung duduk disamping Rian dan merangkulnya. Melihat itu Zara hanya bisa diam apalagi melihat tatapan orang tua Rian padanya yang sangat tidak senang membuat Zara jadi takut dan canggung. Ia hanya bisa menundukkan wajahnya dan merasa rendah diri, Rian juga tidak marah atau menangkis rangkulan wanita itu.
"Kak Rian, aku kangen sama kaka. Aku baru pulang dari amerika loh, kakak ga kangen sama aku?"kata wanita itu dengan manja kepada Rian.
"Rian, siapa perempuan ini?"tanya ayahnya yang dari tadi sudah memperhatikan Zara.
"Ah iya. Kenalin mah,pah, ini pacar aku, Zara.''jelasnya dengan senang memperkenalkan Zara.
Mendengar itu orang tua Rian terkejut begitu juga dengan wanita itu,ibunya langsung menarik Rian menjauh dari sofa.
"Kamu sudah gila ya! Bawa gadis miskin kesini. apalagi, sampai menjadikanya pacar. Dimana muka kita akan ditaruh jika keluarga Santoso mengetahui ini . Kau tau kan kau itu sudah dijodohkan dengan Alice?''
"Mah, aku tidak menerima perjodohan itu. Alice sudah aku anggap seperti adik aku sendiri mana mungkin aku menikahinya."
"Tidak Rian, mamah tidak setuju. Mamah mau pulang dari sini kau putuskan dia dan mamah tidak mau melihat kamu berhubungan dengan wanita miskin itu."
Zara mendengar perseteruan Rian dan ibunya, hatinya menjadi sangat sakit walaupun ia berpacaran dengan Rian hanya untuk menghargai perasaan Rian yang telah berkali-kali menembak Zara sejak SMP. tapi, mendengar perkataan ibunya yang tidak menyetujui hungan mereka, hatinya menjadi sakit.
Ibunya Rian menghampiri Zara,"kau mau berapa dari anakku? Akan aku berikan! Asalkan, putuskan hubungan kalian?"kata ibu Rian dengan kasar dan secara langsung tanpa basa-basi.
"Mah, jangan berbicara seperti itu pada Zara! Aku tidak akan memutuskannya, mamah tidak tau perjuangan aku selama 9 tahun ini untuk mendapatkan nya."
"Apa? kamu sudah gila yaa!! mengejar wanita seperti ini. bahkan langkah kakinya tidak berhak untuk menapak dilantai rumah ini, beraninya wanita miskin ini sombong dan jual mahal."
Air mata Zara mulai menetes mendengar penghinaan ini sungguh menyakiti hatinya.
"Cukup mah!!"bentak Rian
"Rian!! beraninya kamu membentak ibumu?!"kata ayah Rian dengan emosi.
Zara sudah tidak tahan dengan pertengkaran ini, Ia bangkit dari tempat duduknya,"Sudah om, tante, saat ini juga aku dan Rian sudah tidak ada hubungan, Meskipun aku miskin. Aku bahagia, karena tidak pernah memandang orang dari derajatnya."ucap Zara dengan kesal, ia langsung berlari keluar dari rumah Rian. Rian mengejarnya dan menangkap tangan Zara, dengan sigap Zara menangkis tangan Rian.
"Sudah cukup Rian! Dari awal memang seharusnya kita tidak pacaran. Aku menyadari statusku jadi, jangan temui aku lagi"
"Zara, apa kamu akan menyerah begitu saja?''
"Iya. Aku bahkan tidak pernah mencintaimu. Selama ini aku hanya menghargai perasaanmu, jadi jangan berharap pada hubungan yang lebih." ungkap Zara lalu berlari meninggalkan Rian.
"Zara!! aku tidak akan pernah menyerah."teriak Rian tapi Zara mengacuhkannya.
''Hubungan yang di bangun tanpa rasa cinta akankah bisa berjalan indah? Awalnya, aku berpikir kalau aku akan bisa membalas perasaanmu. Tapi, sampai saat ini perasaan itu tidak tumbuh padahal aku sudah berusaha. Maaf Rian aku tak bisa menyakitimu lagi.''
Setelah kejadian dirumah Rian. Zara tidak pernah bertemu lagi dengan Rian. Entah karena Rian begitu marah padanya atau Rian sudah mempunyai wanita lain. Sudah seminggu setelah kejadian itu Zara mulai membaik perasaanya dan ia tidak ingin berlarut-larut tenggelam dalam kesedihan itu.
****
Darren dipanggil ayahnya Keruangan rahasia dirumahnya, dan ruangan itu tidak banyak yang tahu. Ruangan rahasia itu hanya diketahui oleh Darren, ayahnya dan orang-orang kepercayaan ayahnya. Ayah Darren adalah ketua mafia Darah Iblis. Mafia terbesar Di indonesia.
Semua orang-orang besar mengetahui siapa ayah Darren, dan mereka semua tunduk pada ayah Darren dan tidak ada yang berani melawan nya. Kecuali hanya beberapa bagian saja yang masih berusaha melawan genk mafianya.
Darren sebagai penerusnya sudah dilatihnya dari kecil bagaimana cara menghadapi orang-orang yang menindasnya dan cara membuat mereka tunduk dan untuk Nadine, anak perempuan pertamanya tidak mengetahui apa-apa tentang identitas ayahnya. Darren dan ayahnya sengaja menyembunyikan semua itu karena tidak ingin Nadine terlibat dalam mafia ini. Jadi, ayahnya hanya ingin Nadine menjalani kehidupan yang normal bahkan ayahnya menyetujui pilihan hatinya yang bukan dari keluarga kaya karena tidak ingin menyakiti anak perempuannya itu ia sangat menyayanginya.
Ayah Darren bukan hanya sebagai Bos mafia tapi juga sebagai pemilik perusahaan besar di bidang teknologi terbesar Di indonesia dan ada beberapa perusahaan yang ada diluar negri dengan nama Biosock Teknologi.
Darren duduk berhadapan dengan ayahnya diruangan itu.
"Ada apa ayah memanggilku?"
"Ayah ingin memberi tugas padamu Sebelum kamu menjadi penerus ayah. jika kamu lulus pada tugas ini, ayah akan langsung menunjuk kamu sebagai penerus ayah."
"Dengan hormat aku akan menerima tugas ini dan tidak akan mengecewakan ayah"
Ayah Darren berdiri dan menghampiri sebuah mading besar diruangan itu. Mading yang ditutupi oleh kain putih. Ayah Darren menarik kain itu sampai jatuh kelantai dan terlihatlah sebuah potongan koran juga foto-foto ibunya dengan seorang pria, Darren mengamati gambar dan tulisan dilayar itu, matanya tertarik pada satu foto. yaitu, foto Zara.
"Apa ini ayah?"tanyanya penasaran.
"Kau ingat dengan lelaki ini, lelaki yang membunuh serta merebut ibumu dari keluarga kita."
Mendengarnya saja sudah membuat hati Darren panas. Kebencian besar menyala dihatinya, ia langsung teringat pada kejadian 14 tahun lalu saat ia melihat tubuh ibunya dengan luka berat akibat perbuatan dari laki-laki itu.
"Aku tidak akan pernah lupa dengan kejadian itu, bahkan sedetikpun!!"kata Darren penuh kebencian.
"Inilah tugasmu, dan sudah saatnya untuk kita balas dendam."
Darren menatap dingin pada foto lelaki yang bersama ibunya dengan tatapan kemarahan.
"Bagaimana kita akan balas dendam ayah?"
Ayahnya menunjuk pada foto Zara,"dengan ini!!''
"Baik ayah, aku siap menjalani misi itu."
Darren pulang ke rumahnya, ia tidak tinggal dirumah ayahnya karena dirumah ayahnya ia tidak pernah merasa nyaman. Setiap hari ia selalu teringat dengan kejadian masa lalu yang menyakitkan itu. Sejak masuk SMA Darren meminta ayahnya untuk membelikan rumah yang akan dia tinggali sendirian, ayahnya menyetujui itu, dan sejak itu dia jarang pulang kerumahnya kecuali saat-saat tertentu saja. Di rumah ini ia tinggal sendiri tidak ada pembantu atau pelayan. Pekerja di rumahnya hanya datang untuk bersih-bersih rumah dan menyiram tanaman. Mereka bekerja dari pukul 07.00 sampai 12.00 saja.
Darren merasa lebih nyaman untuk tinggal sendiri. tinggal bersama orang lain itu tidak nyaman baginya, sangat merepotkan juga berisik. Darren membaringkan tubuhnya di ranjang kamarnya, ia memandangi foto Zara yang ia dapatkan dari ayahnya. Sebelum pulang, ayahnya memberikan foto dan berkas mengenai kehidupan Zara.
"Jadi inilah takdir kita, aku tidak menyangka kamu adalah anak dari laki-laki yang telah menghancurkan keluargaku. Aku tidak akan pernah bersikap baik padamu, Zara."
Hari ini adalah hari minggu. Zara libur bekerja dan ia sedang sibuk membuat makanan bersama ibunya didapur, Zara mengurusi pembuatan lapis dan ibunya sibuk membuat bolu kukus yang lezat.
"Katanya Emilia mau datang, mana nih belum muncul-muncul?"
"Sebentar lagi kali bu, ye!! kue lapisnya sudah matang,"ucap Zara senang dengan buatan kue lapis nya yang telah matang.
Ding..Ding..
Nada dering sms di hp Zara, Zara melihat isi pesannya.
Emilia
"woy gue udah di depan nih, bukain pintu dong!''
"Nih, yang dibilangin udah nongol.''kata Zara menunjukan isi SMS kepada ibunya.
"Ya sudah, cepat bukain pintunya!"
Zara membuka pintunya dan melihat Emilia yang sudah menunggunya di depan pintu, begitu pintu terbuka Emilia langsung berlari masuk dan memeluk ibu Zara,. Zara hanya menggelengkan kepala melihat tingkah Emilia.
"Ibu makasih loh, udah buatin kue buat aku."
Ibu Zara mengelus rambut Emilia dengan lembut.
"Dasar kamu ini terlalu PD,"canda ibu Zara.
Emilia dan Zara tertawa dengan pengucapan ibu Zara yang mengikuti logat anak-anak muda jaman sekarang.
Emilia sudah sangat dekat dengan keluarga Zara dan ibu Zara sudah menganggap Emilia sebagai anak nya sendiri.
Selesai membuat makanan dan minuman mereka bertiga menggelar tikar didepan rumah Zara. Menaruh makanan kue 2 macam itu beserta teh hangat, mereka duduk dan berbincang-bincang disitu.
"Inilah kehidupan para jomblo dihari minggu."ucap Emilia memulai perbincangan.
"Cepat punya pacar dong biar hari minggu ada yang ngajak jalan,"saran Zara.
"Hem, kayaknya ada yang lagi ngejek nih. Eh jomblo, jangan ceramahin jomblo karena lo juga jomblo dasar jomblo!!"balas Emilia.
Ibu Zara tersenyum melihat tingkah 2 gadis remaja di depannya.
Saat sedang berbincang-bincang, datang 2 mobil mewah masuk ke halaman rumah Zara dan terparkir disitu. mereka menatap kearah 2 mobil itu dan yang ada didalam mobil mulai keluar dari mobil.
Dari mobil pertama yang masuk ke halaman rumah Zara keluar 2 orang pria, dan dari mobil dibelakangnya keluar 4 orang pria dengan badan yang tak biasa, 4 orang itu berpakaian rapih dengan kaos hitam badanya kekar berotot. Mereka langsung memasang badan siaga untuk berjaga, dengan mudah bisa ditebak kalau 4 pria itu adalah seorang Pengawal dari 2 pria yang keluar dari mobil pertama.
Zara melihat 2 lelaki itu berjalan ke arah mereka bertiga. Dan wajah itu,Zara masih mengingatnya. Tentu saja, wajah tampan dengan badan bagus itu tidak mudah dilupakan oleh seorang wanita yang normal, dan sejak 2 orang tadi keluar dari mobil terlihat ekspresi wajah cemas dan takut pada ibu Zara.
"Zara,Emilia, masuk ke dalam!!"kata ibunya dengan nada khawatir.
"Kenapa bu?"tanya Zara kebingungan dengan sikap ibunya.
"Sudah cepat!!" ibu Zara mendorong-dorong tubuhnya memintanya untuk masuk kedalam rumah.
Emilia tanpa pikir panjang langsung menarik tangan Zara dan membawanya masuk lalu menutup pintunya. Darren dan ayahnya berhadapan dengan ibu Zara, ayah Darren tersenyum sinis melihat sikap ibu Zara yang begitu mengkhawatirkan anaknya. Sepertinya ibu Zara sudah tau apa tujuannya mendatangi rumahnya.
"Hallo Riana, sudah 13 tahun berlalu. Kau tidak rindu padaku?"sapa Wijaya dengan nada menggoda Riana, ibu Zara.
"Cih, orang kejam seperti kamu kenapa datang kesini? apa lagi yang ingin kamu lakukan?"ucap ibu Zara dengan emosi.
Darren hanya diam dengan ekspresi dingin sambil memperhatikan ayahnya. Zara dan Emilia melihat dari dalam rumah melalui jendela, keduanya khawatir karena ini bukan hal baik.
"Kau lupa Riana pada janjimu? sekarang putrimu sudah 20 tahun. Bukankah ini waktunya memberikan dia padaku?"ucap Wijaya lagi sambil memainkan kuku jari tengahnya dengan dijentikkan, dan ekspresi wajah yang dingin.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!