DI Pagi Hari Rumah Permana.
Seorang gadis sangat gusar dalam duduknya, ia sedang mendengarkan keluarganya yang membicarakan tentang pernikahannya yang secara mendadak baginya. Ia hanya bisa diam menanggapi setiap ucapan orang tuanya yang secara sepihak bahkan sama sekali tidak memberinya waktu untuk protes apalagi menolaknya.
Rara Permana seorang gadis yang usianya baru menginjak 20 tahun, saat ini ia sedang duduk tidak menanggapi setiap ucapan keluarganya yang setuju tentang perjodohan Rara dengan pria yang sama sekali tidak ia kenali seperti apa wajah calon suaminya itu.
"Kenapa aku harus berada di situasi seperti ini sih,bukankah semua itu hanya ada di cerita saja ya tentang menikah karena perjodohan hanya ada di novel," batin Rara.
Ibu Rara melihat ke arah anaknya yang hanya diam saja dari tadi, mendengarkan percakapan keluarganya yang merencanakan acara kernikahannya. Ia mendekati Rara yang pandangannya tanpa arah menggeluti setiap pikirannya yang kesana kemari.
"Sayang ... apa kamu senang? Kamu tidak ada pemuda yang kamu sukaikan?" tanya ibu Rara.
Rara menoleh ke arah ibunya yang bertanya hal yang sama sekali tidak bisa ia jawab. Ia berpikir akan jauh lebih baik jika ada seorang pria yang ia sukai untuk menggagalkan rencana perjodohan ini.
Tapi kenyataannya ia bahkan enggan untuk berbincang dengan pemuda yang ada di desanya ini.
"Kamu harus tahu semua ini untuk kebaikanmu begitupun Ayah yang mengandalkan perjanjian ini. Ayahnmu pada sahabatnya itu Sayang, selain itu mau sampai kapan kamu tidak mau berdekatan dengan pria. Ayah dan ibu ini sudah mulai tua kami ingin kamu bahagia dan melihatmu menikah Nak," lirih ibu Rara.
Rara tertegun mendengar ucapan sendu ibunya yang teramat ia sayangi.
Ia memeluknya dan mengecup pucuk kepala ibunya.
"Ibu tenang saja Rara mau kok, menikah tapi Rara minta ijin dulu untuk keluar sebentar ya bu bolehkan, pernikahannya besok jadi Rara mau bertemu Dilla dulu sebentar ya," ucap Rara tersenyum.
Ibu Rara mengangguk dan membiarkan putri semata wayangnya pergi keluar untuk menenangkan dirinya. anak gadisnya itu berpamitan pada ayahnya keluar dari rumahnya. Gadis yang mengenakan pakaian stelan atasan dan jeans beserta penutup kepala yang berbalut rapih.
Setelah berpamitan untuk pergi mencari angin dan inspirasi Rara berjalan menelusuri perkebunan teh yang jaraknya tidak cukup hanya untuk berjalan kaki saja. Ia masih dalam pikirannya mengingat-ingat setiap ucapan kedua orang tuanya tadi.
"Sayang,kamu harus siap-siap untuk menikah besok pagi ya," ucap Ibunya.
Rara hanya mendengarkan ucapan kedua orang tuanya dalam diam.
Ia bahkan terpikirkan ucapan itu dari dua hari yang lalu.
Rara terdiam tidak menjawabnya.
Rara berlari menelusuri jalan perkebunan teh,dengan sangat tergesa-gesa.
Setelah ia memikirkan tentang perjodohannya.
Rara berpikir. Ia mencoba untuk mencari Sahabat sekaligus Saudarinya Dilla.
Ia berlari di sepanjang perjalanan kebun teh milik pamannya yang tak lain adalah ayah Dilla.
Setelah berlari sambil menghilangkan kegundahannya. Sampailah ia di pertengahan kebun teh, ada Saudari sekaligus sahabatnya Dilla.
Ia juga anak pemilik perkebunan teh sekaligus Paman Rara.
"Asalamualaikum ... La," ucap Rara.
"Waalaikumsalam Ra, kamu kenapa sih sampe berlari segala, keringatan tuh dahimu," ucap Dilla khawatir atas sahabatnya itu.
"Hmmm ... " helaan nafas Rara sambil menarik nafas berulang ulang.
"Ada apa?" tanya Dilla.
"Aku akan menikah besok," ucap Rara.
"Wah ... wah ... selamat ya sayang udah mau jadi pengantin," ucap Dilla.
"Aku serius La, aku harus bagaimana, aku tidak mau menikah dengan pria yang bahkan tidak tahu siapa namanya bagaimana wajahnya, aku bahkan belum bermimpi untuk menikah," ucap Rara.
Dilla terdiam mengangguk-anggukan kepalanya dan kini mereka terdiam bersama Rara yang juga sedang terdiam mengatur nafasnya setelah berlari.
Dilla dan Rara kini berjalan berdua ke tengah- tengah perkebunan teh yang sama sekali tidak ada orang yang dapat mendengarkan percakapan mereka.
"Hmmm ... bagaimana kalau kamu menikah dengan Agus dia kan mencintai kamu," ucap Dilla.
"Cetakk ..." Dilla mengaduh dengan tangan di kepalanya.
Rara memukul kepala Dilla dengan gemasnya pada Saudarinya.
"Itu namanya keluar dari singa masuk ke buaya gila," gerutu Rara.
"Hei ... aku bukan gila tapi Dilla tau," gerutu Dilla melipat tangannya di dadanya.
Seketika Rara tertawa melihat Dilla marah padanya. Dila melihat Rara dan ikut tertawa. Mereka menghabiskan hari dengan bercanda seperti biasanya.
Setelah di kira tidak ada hal apapun yang mesti di lakukan. Dilla bahkan tidak tahu solusinya bagaimana.
Rara berpamitan dan kembali untuk pulang.
Dalam perjalananya Rara masih tetap berpikir dengan pandangan yang tak menentu arahnya. Ia bahkan tidak tahu harus bahagia atau sedih.
Rara memikirkan berbagai cara agar bisa membatalkan perjodohan,yang di lakukan orang tuanya.
Tapi semua gagal karena tidak ada cara untuk menghindarinya. Rara terdiam lama, memikirkan kehidupannya yang akan datang jika masih harus mengikuti acara perjodohan ini.
"Andai saja ada seorang pangeran yang mau membawaku lari dari perjodohan ini, aku pasti akan ikut, tapi tidak untuk menikah dengannya, aku hanya ingin menghindari perjodohannya saja" batin Rara.
Rara terkekeh dengan pikirannya sendiri,juga bersedih dengan kenyataan yang saat ini benar-benar membuatnya bersedih dan gundah.
Ia berjalan menelusuri jalanan dengan langkah yang gontai tanpa ada semangat di dalam dirinya.
Assalamualaikum kakak selamat membaca dan bahagia ya kak.
Karya pertama yang sedang berlangsung ini kak. Semoga senang kakak.
Semoga readers meninggalkan jejak likes, koment, vote dan bintang juga favoritkan ya.
Salam kenal dari Author Herti Bilkis😊😊😊.
Di jalanan.
Rara masih berjalan dengan pikirannya sendiri. Memikirkan tentang perjodohan pernikahan. Wajah calon suaminya, kedua orang tuanya. Ia berpikir terlalu panjang hanya untuk sebuah perjodohan yang akan menentukan masa depannya.
Rara merasa kegundahan tapi tidak sedih. Rara merasakan ragu tapi tetap tenang.
"Sebenarnya ada apa denganku ini? Kenapa masih berasa biasa saja, antara sedih dan ingin menolakpun tidak bisa, aku harus bagaimana menanggapi kedua orang tuaku yang bahkan sudah menentukan pernikahannya besok," gumam Rara.
Saat Rara berjalan dengan gontainya terlalu banyak yang ia pikirkan. Saku tangan sebelah kanannya bergetar tanda ada sebuah telepon di handponenya.
"Assalamualaikum Bu," ucap Rara menerima teleponnya.
"Wa'alaikumsalam Sayang, ayo pulang keluarga pria ternyata datang hari ini ayo cepat kembali !" seru ibu Rara.
Rara tertegun mendengar ucapan ibunya, yang semakin mendadak dan membuatnya bingung.
"Hallo Sayang Ra," panggil ibu Rara di sebrang teleponnya.
Rara tersadar dan menjawab ucapan ibunya kembali.
"Iya Bu, sebentar Rara pulang Bu," ucap Rara.
Rara menutup teleponenya dan memasukan handponenya ke saku kanannya kembali. Pertama ia melangkah dengan perlahan semakin ia memikirkan tentang pernikahan ia semakin mempercepat jalannya.
Hingga kini Rara berlari agar segera sampai dan ingin melihat sosok pria yang akan menikah dengannya.
"Haha ... aku bukannya ingin tahu tentang calon suamiku tapi aku penasaran aja apa dia sejelek itu sampai mau aja di jodohka," tawa Rara ia berlari kembali.
" Brukkk ...."
Baru beberapa langkah ia berlari. Rara tiba-tiba menabrak tubuh seseorang yang sedang berdiri di hadapannya. Ia terpental terjatuh sampai meringis kesakitan terkena bebatuan kerikil di jalanan.
"Aww .... "
Ringis Rara menyentuh bokongnya yang panas dan sakit terkena batu kerikil. Ia mencoba berdiri dan menggosok-gosok bokongnya. Juga menyentuh hidungnya yang terasa sakit setelah menabrak seseorang yang berdiri di hadapannya.
Saat Rara menoleh ke arah yang ia tabrak.
Ia mendongakan kepalanya untuk melihat seseorang yang berdiri di hadapannya. Ia bahkan masih berdiri tegak saat Rara menabrakny tadi.
Rara memandang dengan jelas memandangi wajah pria yang ada di hadapannya. Rara terdiam sambil mengusap -usap hidungnya yang masih terasa sakit.
"Hah pangeran dari man ini kok ganteng banget,apakah dia di kirim untukku," batin Rara tersenyum.
Rara tersenyum memandangi seorang pria yang kini berada di hadapannya dengan pakaian stelan warna hitam kemeja putih rambut yang sedikit acak-acakan, kulit yang putih mulus.
Pria yang tubuhnya sampai sempoyongan saat di tabrak Rara. Ia berbalik melihat siapa yang menabraknya,dengan keadaan hatiknya yang sedang memuncaknya dalam ke adaan kacau. Ia melihat seorang gadis dengan mengusap- usap hidungnya menatapnya. Ia mengerutkan dahinya.
"Hei ... apa yang kau lakukan? Tidak lihatkah tubuhku sebesar ini kamu tabrak,hah?" ucapnya geram.
Pria yang saat ini berdiri di hadapan Rara adalah seorang pria yang bernama Rendi Anggara. Pria yang berusia 26 tahun. Pengusaha terbesar di Asia.
Pria itu terheran- heran bahwa yang menabraknya adalah seorang gadis berkerudung,dengan kemeja putih, celana jeans,yang sudah menabraknya.
Tapi gadis itu hanya berdiri dan menatapnya tanpa menjawab pertanyaan pria itu.
Rara menggosok bokongnya kembali yang masih twrasa sakit setelah terjatuh tadi.
Ia juga menyentuh hidungnya yang terbentur tubuh pria itu.
Rara melihat ke arah pria itu dengan mendongakan pandangannya pada pria yang saat ini sedang berdiri di hadapannya.
Tapi Rara malah terdiam,Dia memasang wajah terkejut heran melihat pria itu.
Rara bahkan tersenyum-senyum pada pria yang ia tabrak tadi. Yang sepertinya tambah membuat Rendi geram dengan tingkah gadis yang di anggapnya gila.
"Huh,benar-benar yah ... tidak ada hal baik yang terjadi hari ini," decak Rendi prustasi.
"Hei ... jawab aku? Sudah Ban bocor, aku di buru-buru dan sekarang ketemu gadis gila yang di tanya malah bengong sambil senyum-senyum lagi," tambah Rendi semakin geram.
Rara masih hanya melihat-lihat wajah Rendi lekat menelusuri setiap lekuk tubuh atletis Rendi.
Gadis itu malah asik dengan pikirannya sendiri.
Rara bahkan tersenyum tanpa henti tanpa terlepas pandangannya pada Rendi.
"Kalau Dilla tahu aku sampai ngiler seperti ini melihat seorang pria tampan mungkin dia akan mengatakan aku gila," batin Rara tersenyum.
Rendi menyentuh wajahnya takutnya ada sesuatu di wajahnya yang membuatnya meledeknya.
"Hei ... Nona kau gila yah?" tanya Rendi.
Sampai Rendi teriak Rara baru menjawabnya.
"Astagfirullooh ... aa puntennya Abi teu sengaja nuju enggal -enggal hapunten.(Astagfirullooh maaf kak saya tidak sengaja saya sedang terburu-buru). Ucap Rara memohon.
Rendi melongo tidak mengerti bahasa gadis itu.
"Hmm ... apa yang Dia katakan?" gumam Rendi heran dan jelas saja ia semakin prustasi.
Saat Rendi mengingat kejadian akhir-akhir ini.
Ibunya yang malah mempercepat pernikahannya, yang belum sempat Rendi berencana menggagalkannya.
Dan hari ini bertemu gadis gila,yang bahkan sangat gila karena hanya memandangi wajahnya tanpa berbicara.
"Gila ya ... sampai saat ini masih ada hal yang lebih menyebalkan setelah perjodohan dan kini seorang gadis yang gila lagi tambah membuatku kesal," ucap Rendi dengan sangat prustasi.
Yang paling membuatnya terkejut dengan gadis di hadapannys ini.
Tiba-tiba saja ucapan gadis itu mengagetkan Rendi .
"Maaf... Ka saya tidak sengaja,Anda tidak apa-apakan? Saya terburu-buru tadi, maaf," ucap Rara.
Gadis itu menundukan kepalanya dan memohon pada Rendi.
Kini Rara pergi sebelum Rendi menjawabnya Rara malah berlalu meninggalkannya seorang .
Tanpa menunggu ucapan dan jawaban Rendi, bahkan Rara berlari sangat kencang sampai jauh tak terlihat oleh pandangan Rendi.
Gadis yang mengembangkan senyumannya di hadapan Rendi
Dia berlari dengan pandangan yang enak di lihat.
"Husss ... ada apa denganku ini? Gadis cantik sexsi saja tidak pernah mau aku lihat.
Apa lagi gadis gila ini, kenapa juga kamu melihatnya dengan senyum di wajahmu hah," gumam Rendi.
"Dia ... mengerti ucapanku? Lalu kenapa dia tidak marah saat kumaki? Dia dengan sebutan gadis gila tadi?" gumam Rendi heran.
Ken yang datang dengan kendaraanya menghampiriku, dengan membawa dua orang anak muda yang sepertinya orang bengkel.
"Tuan ... maaf menunggu lama, saya membawa montir di daerah ini," ucap Ken.
"Hmm," jawab Rendi.
Rendi mengangguk dan masuk ke dalam mobil Ken. Rendi melanjutkan perjalanannya dengan kendaraannya.
Ia bahkan meninggalkan Ken dengan kedua montir-montir itu.
Ken hanya melihatnya yang meninggalkannya.
Ada raut tersenyum di wajah Rendi mengingat Ken yang tak pernah mengeluh dengan kelakuanku.
Untuk itu hanya dia yang bisa Rendi andalkan untuk saat ini.
Rendi melajukan kendaraan dengan jalanan yang membuat tubuhnya remuk.
Tidak berapa lama Rendi sampailah di sebuah Rumah besar.
Rumah yang ternyata sudah banyak orang di rumah itu dan tentu saja sudah ada kedua orang tuaku. Mereka menghampirinya dengan empat orang yang belum ia kenal. Setelah berkenalan Rendi memasuki sebuah kamar yang mereka sediakan untuknya karena nanti pagi akan ada akad nikah di rumah itu yaitu pernikahannya.
Rendi merebahkan tubuhnya di kasur.
"Sebaiknya aku istirahat dulu," gumam Rendi.
Rendi memejamkan matanya tertidur.
Walau hati gundah resah dengan apa yang terjadi ia mencoba menerimanya.
Sekelebat. Ia mengingat wajah seorang gadis yang tadi menabraknya.
Ia tampak enak di pandang apa lagi dengan cara gadis itu memandang Rendi dengan senyum manisnya.
Rendi mengusap wajahnya.
Rendi terbangun,ia tersenyum mengingat senyum gadis itu.
"Haha ... aku sampai ingat senyum gadis gila tadi," gumam Rendi.
Rendi memejamkan kembali matanya dan tertidur.
NTR.
Hai ... kakak readers terimakasih ya sudah mau singgah dengan karya saya. Semoga senang membacanya jangan lupa likes dan coment sesuka hati kakak.
Tinggalkan jejaknya ya Kak,karena setiap pendapat dan juga suport akan saya terima dengan senang hati.
Ini karya pertama yang saya tidak sangka.
Berawal dari gemar membaca hingga sampai gemar menulis juga kak.
Yaa walau gak sebagus dan serapih Author-author yang lain.
Tapi saya tetap berusaha.😊😊
Semangat lanjutkan membacanya ya kak.
Dan saya akan tetap bersemangat melanjutkan berkarya saya.
Jangan lupa jaga kesehatan ya readers yang baik.
Kalau bukan diri sendiri yang menjaga mau suruh siapa yang jaga.😊😊
Like, vote, bintang 5 ya kak.
Favoritkan.
Pernikahan Rara.
Bandung adalah kota tempat tinggal Rara saat ini. Ia harus fasih berbahasa daerah untuk beradaptasi dengan warga sekitar daerah Rara. Sebenarnya Rara lahir dari Jakarta tapi karena sebuah alasan, kedua orang tua Rara berpindah tempat tinggalnya.
Rara bergegas berlari meninggalkan pria yang di tabraknya setelah meminta maaf padanya. Walau berat hati meninggalkan pria tampan sendirian. Rara meninggalkannya dengan terus berlari.
Hanya butuh waktu beberapa menit Akhirnya Rara sampai di Rumah kedua orang tuanya.
Ternyata seperti dugaannya kedua keluarga sudah berkumpul.
Rara memelankan langkahnya menuju Ruang utama. Sambil menarik nafas yang dalam Rara hembuskan, bersiap menerima semuanya saat Rara menghampiri orang-orang di dalam semua melihat ke arahnya.
"Deg ...."
Hatinya tertegun menduga-duga siapa kah gerangan yang akan menjadi suaminya. Dimana yang Rara lihat ada dua orang pria memakai jas hitam. Mereka tampak asing baginya karena tidak mengenalinya. Mereka terlihat masih muda karena yang lainya pasti orang tuanya dan keluarga.
Semua menatapnya saat Rara terdiam, ibu menghampirinya dan mempersilahkannya untuk duduk di samping keluarganya.
"Maaf besan, ini adalah Rara putri kami satu-satunya," ucap Ayah pada semua.
"Wah ... ternyata Rara cantik sekali yah," ucap Seorang tamu yang sepertinya yang ibu kata besan.
"Kalo begitu besok langsung saja kita laksanakan pernikahanya ya," ucap Paman Budiman.
"Baiklah, kita akan persiapkan secepatnya. Lebih cepat akan lebih baik," jawab Ayah Rara.
"Deg .... "
Jantung Rara sepertinya benar-benar akan terjatuh sekarang, rasanya Rara takut sekali tubuh ini juga sangat lemas tak bertenaga.
"Ya Allaah ... apa ini jawaban yang kau berikan di setiap Do'aku?" batin Rara
"Nak, ini adalah putra paman yang akan menikah denganmu, namanya Raditya," ucap Paman Budi kepadanya.
Sambil menunjukan seorang anaknya pada RaraPria yang berjas rapih serba hitam mencuri-curi pandangan menatap Rara.
Sepertinya ia seorang yang pemalu.
Rara berulang kali membuang nafasku gusar, walau sebenarnya aku ingin sekali menolak perjodohan ini. Tapi Rara tidak mau mengecewakan kedua orang tuaku yang sudah berusaha mencoba yang terbaik untunya.
Entah apa yang harus Rara katakan, rasanya ia tidak mau mengeluarkan sepatah katapun. Rasanya Rara tak bertenaga mungkin semua ini harus Rara terima.
Di sela malam, Rara sempatkan bersembahyang di sepertiga malam, dengan segala kegundahan hatinya hanya ini satu-satunya cara agar ia mempunyai hati yang tenang.
Rara selalu berdo'a dalam menghadapi apapun itu. Setelah berdoa ia kembali ke ranjang tidurnya sampai menjelang subuh Rara bahkan tidak bisa tidur lagi, sampai menjelang pagi sudah datang para perias pengantin menghampirinya.
"Nenk Geulis atos siap?(non cantik Anda sudah siap)" Ucap Perias.
Rara mengangguk atas pertanyaan mereka. Rara duduk di meja rias. Dalam waktu dua jam mereka mendandaninya sampai mereka mengakhiri riasannya.
Mereka juga memakaikan kebaya putih, berhijab putih, sanggul bunga di kepalanya.
Mereka tempelkan dengan gusar Rara tidak bisa diam dalam duduknya.
Rara masih gelisah saja padahal ia sudah sembahyang.
"Hari ini, ada dua pernikahan bersama ya,nanti sore hari dan sekarang paginya, desa yang penuh berkah ya," ucap Perias.
"Iya, kita beruntung sekali yang punya hajatnya orang ternama di desa semua," jawab Perias satunya.
Rara hanya terdiam mendengarkan pembicaraan mereka, padahal ia tidak perduli dengan pernikahan orang lain.
Rara hanya prustasi pada dirinya yang tak berdaya menghadapi nasib ini menolakpun tidak bisa.
Meminta ketenangan apakah ini jawaban terbaik Rara tidak tahu .
Waktu menunjukan sekitar pukul delapan pagi acara akad nikahpun tiba.
Saat pembawa acara mempersilahkan pengantin wanita menghadap.
Rara berjalan menuju meja akad di mana sudah ada Ayah dan yang lainnya. Rara merasa seperti mau di permalukan oleh teman-temannya di sekolah saat SMA saja.
Rara berjalan menghampiri sumber suara, ia berjalan dan kini ia merasa semua mata tertuju padanya.
Menatap seolah-olah ada sesuatu di wajahnya rasanya ingin sekali sembunyi saja. Di depannya Rara mendapati Dilla.
Ia tersenyum padanya dan Rara menelusuri pandangannya ternyata Paman, tante juga kedua orang tuanya semua keluarganya tersenyum menatapnya. Senyuman mereka yang memperkuat langkah Rara.
"Duh, nenk Rara mni geulis pisannya"(Duh non Rara cantik sekali)" ucap kerumunan sekitarnya.
Perkataan mereka justru yang semakin membuatnya memelankan langkahnya. Sampai pada akhirnya ibu menghampirinya dan menuntun putrinya ke hadapan calon suami dan ada Ayah juga beberapa orang di sana.
Hanya membutuhkan waktu sekitar setengah jam dari ritual akad pernikahan, Rara terhanyut saat mendengar ucapan semua orang.
"Saah ..." sorak semua orang di sekelilingnya.
"Deg .... "
Jantung Rara sepertinya benar-benar berhenti mendengar sorakan bahagia mereka.
"Apakah ini mimpi," gumam Rara.
Ternyata Rara sudah sah jadi istri orang lain.Tak terasa air mataku menetes deras membuatnya sampai sesegukan, ternyata benar Rara belum menangis dari kemarin sepertinya ia memang harus menangis, untuk menghadapi semua yang terjadi.
Saat Rara menghampiri keluarganya terutama kedua orang tuanya pun menangis menyaksikan pernikahannya
Rara di tuntun untuk menghampiri orang tua mereka. Saat Rara melihat Ayah dan ibunya.
Rasa sedih karena untuk kali ini ia menangis takut jauh dari kedua orang tuanya. Rara memeluk ayah juga ibunya.
Ia menangis sejadi jadinya berharap ini hanya mimpi saja.
Orang tuanya memeluk Rara dengan tangisan haru dari mereka menyaksikan pernikaha putri satu-satunya.
Rara bahkan sangat takut saat melihat ke arah samping seorang pria yang sekarang berada di sampingku adalah suaminya.
Rara takut dia memisahkan dirinya dengan kedua orang tua Rara.
Rara menikah dengan Raditya.
*********
**Pernikahan Rendi.
Di sore hari Bandung**
Rendi kini sudah siap dengan pakaian pengantinnya kemeja putih jas hitam dengan sepucuk bunga putih di saku kirinya.
Rendi tampak datar walau orang-orang sekitarnya memandanginya dengan terkagum-kagum akan ketampanannya yang melebihi para pemuda biasanya.
Rendi kini berjalan di temani kedua orang tuanya juga Ken yang berjalan di belakangnya menghampiri meja pernikahan yang sudah tersedia di depan penghulu.
Ia tampak datar bahkan tidak melirik pada pengantin wanita yang sedang tersenyum padanya. Ia duduk di depan penghulu dan merapalkan akad nikahnya dengan hanya dua kali hentakan kini ia sudah sah menjadi seorang suami dari istrinya yang bernama Nia Permasih.
Setelah acara pernikahan selesai Rendi tidak bercengkrama menyapa para tamu. Ia bergegas masuk ke kamar pengantin yang kini sudah berubah menjadi tertata rias bahkan terdapat banyak bunga mawar merah bertaburan di atas kasurnnya.
"Cih ... bahkan sudah seperti ini," decak Rendi kesal.
Ia menelpon Ken dan memerintahkannya untuk bersiap kembali ke Jakarta hari ini juga.
Rendi menikah dengan Nia Permasih.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!