Garden Cafe di hotel Laluna lantai 3 Jakarta. Tengah diadakan acara reunian sekolah menengah atas angkatan tahun 2018.
Acara itu di adakan oleh salah satu alumni yang pernah menjadi ketua osis. Amira, wanita cantik dan modis. Salah satu putri orang kaya no 4 di Asia.
Tidak lupa mereka mengundang salah satu teman mereka dari kalangan bawah, bisa masuk sekolah elit karena mendapatkan beasiswa. Selain sering mendapatkan buly, dia juga selalu berkelahi dan mengikuti taruhan apa saja demi mendapatkan uang.
Aleah namanya, semua teman lamanya menatap ke arahnya dengan tatapan cemooh, selain pakaiannya yang biasa saja. Mereka juga telah menyiapkan jebakan untuk mempermalukannya lagi di hadapan teman temannya.
"Hai Amira!" sapa Aleah tersenyum lebar.
"Al? kau datang juga." Kata Amira tersenyum sinis seraya melirik ke arah temannya yang ada di sampingnya.
"Siapa dia?" tanya Jihan memperhatikan penampilan Aleah.
'Kau lupa? dia, Aleah. Si gadis rusuh yang rela melakukan apa saja demi uang." Cibir Amira.
Aleah tersenyum samar, menundukkan kepalanya sesaat.
"Haha mana mungkin kau lupakan aku!"
"Berhenti tertawa," ucap Amira. "Aku mengundangmu karean aku ingin kau melakukan taruhan. Jika berhasil, aku akan memberikanmu uang Dua juta."
"Dua juta?" tanya Aleah mengulang, baginya satu juta cukup banyak, bisa untuk satu bulan jatah makannya.
"Kau mau?" tanya Amira.
"Ya, aku mau!" sahut Aleah senang.
"Al, jangan!" seru dua sahabatnya yang juga hadir di acara reuni itu.
"Farel? Nura" sapa Aleah.
"Jangan lakukan itu, Al." Cegah Nura.
"Tidak apa apa." Kata Aleah tersenyum.
"Ayolah, jangan banyak bicara. Mau atau tidak?" tanya Amira lagi.
"Iya aku mau!" jawab Aleah.
Kemudian Amira meminta teman temannya yang lain untuk berkumpul. Mereka semua berdiri mengelilingi meja, tertawa cemooh menatap Aleah.
"Kau minum dua botol anggur itu tanpa berhenti." Tantang Amira.
Sesaat Aleah terdiam menatap dua botol anggur yang ada di atas meja. Lalu ia ambil satu botol, tutupnya di buka lalu meminum anggur itu hingga tetesan terakhir. Setelah satu botol habis, diambil lagi satu botol yang tersisa. Ia mulai meminumnya walaupun perutnya sudah merasakan penuh, lidahnya pahit dan membuat kepalanya pusing.
"Ayo! ayo! ayo!
Teman temannya, memberikan semangat sembari mentertawakan gadis itu, sementara dua sahabatnya sudah tidak dapat melakukan apa apa lagi.
"Habis!" seru Aleah tersenyum lebar seraya meletakkan botol itu di atas meja.
"Selamat Al, ternyata kau berhasil." Kata Amira menatap sinis ke arah Aleah.
"Mana uangnya?" tanya Aleah mengulurkan tangannya.
"Oya, sebentar!" Amira membuka tasnya, lalu mengepalkan tangan, di letakkan di tangan Aleah. "Ini, uang dua jutanya."
Aleah menatap telapak tangannya, terdapat uang pecahan sepuluh ribu dua lembar.
"Dua puluh ribu?" ucap Aleah menatap ke arah Amira.
"Hahahahahaha!!" gelak tawa teman temannya serasa mengiris hati gadis itu.
"Tidak apa apa." Gumamnya pelan.
"Al, ayo kita pergi dari sini!" Nura dan Farel menarik tangan Aleah lalu membawanya keluar dari cafe tersebut.
"Sudah kubilang, jangan mau.." kata Farel.
"Kau selalu tergoda sama uang, bukankah kau tau sendiri. Kalau Amira itu licik juga sombong!" timpal Nura kesal.
"Aku tidak apa apa," kata Aleah, tersenyum menatap kedua sahabatnya.
"Aku antarkan kau pulang." Usul Nura, lalu ketiganya masuk ke dalam mobil milik Farel.
Tanpa mereka sadari, pemilik hotel bintang lima tersebut, tengah memperhatikan dari sejak Aleah melakukan tantangan tadi di cafe.
"Kau jangan main main terus, cari kerja apa kek. Bantuin ibu buat pengobatan ayahmu." Ucap Bu Mirah, Ibunya Aleah. Wanita berusia 50 tahun tiap hari berjualan keliling untuk membiayai hidup kedua anaknya dan suaminya yang sakit sakitan.
"Iya Bu, hari ini aku akan bekerja." Jawab Aleah sekenanya, ia sendiri tidak tahu harus bekerja apa. Jenjang pendidikannya saja hanya sampai sekolah menengah pertama.
Di kota Jakarta, tidak memiliki pendidikan dan keahlian jangan harap memiliki pekerjaan.
"Memangnya kau mau kerja apa?" tanya Mirah.
"Belum tahu Bu, aku usahain hari ini dapat pekerjaan!" sahut Aleah asal bicara yang penting ibunya tidak bicara lagi.
"Kau mau kemana?" tanya Mirah memperhatikan Aleah. "Besok Ayahmu harus cek up. Bantu carikan uang, Al."
"Iya bu, aku mau ke rumah Nura dulu, siapa tahu dia bisa membantuku mencari pekerjaan." Kata Aleah lalu beranjak pergi.
"Habiskan sarapanmu, cepat cepat berangkat sekolah nanti kesiangan." Ucap Mirah pada Adi, adiknya Mirah yang baru berusia 8 tahun.
***
"Bantu aku cari pekerjaan." Kata Aleah sudah putus asa.
Selama ini segala cara sudah dia lakukan. Tapi tetap saja hasilnya tidak seberapa, sampai Aleah harus merubah penampilan dan merayu om om hanya untuk mendapatkan uang. Namun itupun membuat Aleah kelelahan dan menyerah. Akhirnya ia pun meninggalkan pekerjaannya sebagai cewek matre.
"Aku punya pekerjaan, itu juga kalau kau mau." Jawab Nura.
"Pekerjaan apa?" tanya Aleah, seraya duduk di kursi.
"Pemilik hotel tempat aku bekerja, membutuhkan baby sitter untuk menemani dan merawat putranya yang sering sakit sakitan. Aku dengar, sudah tiga baby sitter yang bekerja tapi mereka tidak tahan dengan sikap putranya yang tidak cocok." Jelas Nura.
"Berapa tahun usia putranya?" tanya Aleah lagi.
"12 tahun, namanya Kei. Gaji perbulan Pak Sam memberikan uang lebih dari gaji pada umumnnya."
"Berapa?" tanya Aleah lagi mulai tertarik.
"Lima juta." Lanjut Nura
"Aku mau!" sahut Aleah antusias. "Sudah besar juga anaknya, bukan bayi. Kalau bayi, aku tidak mau." Aleah sudah membayangkan uang lima juta cukup untuk membantu Ibunya.
"Kalau kau mau, sekarang kita ke rumah Pak Sam!" Usul Nura.
"Ayo!" Aleah dan Nura beranjak dari kursi, lalu mereka berjalan bersama keluar dari rumah.
Nura bukan orang miskin seperti Aleah, hidupnya tenang dan berkecukupan. Nura satu satunya sahabat Aleah selain Farel.
Tak butuh waktu lama, mereka telah sampai di halaman rumah mewah milik Samudra Franklin. Nura menepikan sepeda motornya, lalu mereka berdua melangkah menuju teras. Perlahan Nura memencet bel, dan mereka menunggu beberapa menit.
Taka lama kemudian, seorang pria gendut membuka pintu lebar lebar. Tersenyum menatap ke arah mereka berdua.
"Cari siapa neng?" tanya pria gendut itu yang tak lain mang Udin. Sopir pribadi Samudra.
"Pak Sam, ada?" tanya Nura dengan sopan.
"Ada neng, tunggu sebentar. Silahkan duduk!" Udin mempersilahkan Nura dan Aleah duduk di kursi teras rumah.
"Rumahnya besar!" kata Aleah lalu duduk di kursi.
Baru saja mereka duduk, Samudra Franklin pemilik rumah menyapa Nura.
"Nura, kau mencariku?" tanya Samudra.
"Iya Pak, saya ada perlu sama bapak." Jawab Nura, lalu berdiri.
"Duduk!" Samudra mempersilahkan Nura untuk kembali duduk. "Ada apa?" tanyanya lagi.
Nura kemudian menjelaskan maksud kedatangannya. "Ini Aleah, sahabat saya pak."
Samudra memperhatikan Aleah sesaat, lalu ia menyetujui Aleah untuk bekerja. Samudra percaya pada Aleah, karena ia percaya kepada Nura.
"Mulai besok, kau boleh bekerja. Tapi kau tidak boleh pulang, karena kau harus menjaga putraku selama 24 jam." Jelas Samudra.
"Baik Pak!" sahut Aleah.
"Terima kasih banyak Pak, kalau begitu kami permisi." Kata Nura lalu berdiri, di ikuti Aleah dan Samudra.
Samudra menganggukkan kepala, menatap mereka berdua lalu masuk lagi ke dalam rumahnya
Keesokan paginya Aleah mengemasi pakaian seadanya ke dalam tas ransel.
"Bu, mungkin aku bisa pulang sebulan sekali." Kata Aleah, melirik ke arah Ibunya.
"Yang penting kau bisa jaga diri, dan jangan lupa kirimkan uang buat bantu bantu prngobatan ayah dan adikmu." Timpal Mirah.
"Iya Bu, tenang saja. Aku kerja juga buat siapa." Jawab Aleah lalu menggantung tas ranselnya di punggung gadis itu.
"Tiitttt!!"
Terdengar suara klakson motor milik Nura, yang sudah datang hendak mengantarkan Aleah ke rumah Samudra.
"Bu, aku berangkat dulu. Kalau ada apa apa, hubungi aku." Kata Aleah mengulurkan tangan lalu mencium tangan Mirah.
"Hati hati Nak!" pesan Mirah.
Aleah menganggukkan kepalanya, mengucap Bismillah lalu melangkahkan kakinya keluar dari kamar, menemui Nura di halaman.
"Aleah cepatlah, nanti aku terlambat!" seru Nura.
"Iya sabar!" sahut Aleah berjalan mendekati Nura. "Bu, aku berangkat!"
Mirah menganggukkan kepalanya, ada perasaan sedih melihat putrinya harus menjadi tulang punggung keluarga. Tapi Mirah tidak punya pilihan.
"Ya Rabb, mudahkanlah urusan putriku. Lindungi dia dari segala macam marabahaya, amiin." Ucap Mirah lalu mengusap wajahnya pelan.
***
Sesampainya di halaman rumah Samudra. Mereka berdua turun dari atas motor, berjalan bersama menuju teras rumah. Nampak Samudra telah menunggu Aleah.
"Selamat pagi Pak!" sapa Nura.
Samudra hanya menganggukkan kepala, apa kau sudah siap bekerja?" tanya Samudra menatap Aleah.
"Sudah Pak!" sahut Aleah.
"Bagus!" kata Samudra.
"Kalau begitu, saya pamit pulang Pak." Sela Nura.
"Silahkan." Samudra menjawab, lalu mengajak Aleah masuk ke dalam rumah.
Aleah terdiam menatap tiga pria di hadapannya, mereka memiliki wajah yang serupa dengan Samudra.
"Aleah, perkenalkan mereka adik adikku." Kata Samudra.
"Aleah." Gadis itu mengulurkan tangan, menatap ke arah pria yang berambut gondrong.
"Barra!" Barra mengulurkan tangan, menjabat tangan pria itu.
"Dia adikku nomer empat." Kata Samudra.
"Aleah." Aleah kembali mengulurkan tangan menatap pria yang menggunakan pakaian seorang Dokter.
"Raka." Raka mengulurkan tangan menjabat tangan Aleah dan tersenyum ramah seperti Barra.
"Dia adikku nomer dua." Jelas Samudra.
"Aleah." Aleah mengulurkan tangannya lagi menatap pria yang terlihat cuek dan masam.
"Radit!" ucapnya menperkenalkan dirinya.
"Dia adikku nomer tiga." Samudra memperkenalkan seluruh anggota keluarga di rumahnya. Lalu ia mengajak Aleah menemui putranya yang berada di kamar.
Sesampainya di dalam kamar putranya, Aleah memperhatikan seorang anak laki laki berkulit putih, rambutnya gondrong tengah cemberut. Rupanya dia baru saja membuat kamarnya menjadi berantakan.
"Dia putraku, Ansel." Kata Samudra.
"Halo!" sapa Aleah tersenyun manis ke arah Ansel.
Namun Ansel hanya diam menatap tajam Aleah. "Siapa dia Dad?" tanya Ansel tidak suka.
"Aleah yang akan menjaga dan merawatmu, jadi kau menurut. Dan ingat, jangan membuat ulah lagi." Pesan Samudra.
Setelah memperkenalkan seluruh anggota keluarganya. Samudra mengajak Aleah keruang kerjanya, dan mempersilahkan Aleah untuk duduk. Sebelum Aleah membuat surat perjanjian kontrak kerja dengan Samudra. Ia menceritakan tentang putranya. Apa kesukaannya, makanan apa saja yang boleh di makan dan yang tidak boleh di makan. Samudra juga menceritakan riwayat penyakit yang di derita Ansel dalam satu tahun ini.
"Kau paham?" tanya Samudra menatap Aleah.
"Paham Pak!" sahut Aleah.
"Nanti kau juga di bantu asisten rumah tangga dan adikku Raka yang akan memberitahumu kapan Ansel harus makan, minum obat dan tidur." Jelas Samudra.
Aleah menganggukkan kepalanya, lalu Samudra mulai membuat surat perjanjian kontrak.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!