NovelToon NovelToon

Mengejar Mantan

Dibuang

Kelahirannya menyebabkan Nia dan ibunya harus pergi dari rumah papanya, karena perbedaan yang Nia miliki.

Papanya menganggap kalau istrinya selingkuh, sehingga Nia sangat tidak mirip dengan papanya terutama mata emerald yang dimiliki Nia yang entah diturunkan dari siapa.

Ghania Khansa Khaylee adalah nama yang di sematkan papanya ketika Nia lahir. Bayi yang sangat cantik, yang membuat siapa saja yang memandangnya akan jatuh hati. Mata coklat terang yang jarang di miliki oleh orang-orang dari ras Mongoloid Deutro Melayu. Tapi bagaimana mungkin Nia bisa memiliki warna mata coklat terang?.

Lily, mamanya Nia juga bingung, kenapa Nia bisa memiliki iris berwarna coklat terang bahkan berubah warna menjadi emerald yang terlihat sangat jelas ketika Nia berumur 6 bulan.

Lily yang tidak tahu asal usulnya merupakan anak yang tinggal dan besar di panti asuhan. Wajahnya yang cantik dan ayu, serta sikapnya yang ramah dan lemah lembut menarik Perhatian Bian, yang merupakan cowok populer di kampusnya jatuh cinta dengan Lily, hingga akhirnya mereka memutuskan untuk menikah.

Sudah lebih dari lima tahun mereka menikah, tapi tidak ada tanda-tanda kalau Lily hamil dan mereka akan memiliki keturunan.

Bian yang stress dan tertekan akibat desakan orang tuanya yang menanyakan perihal keturunan, akhirnya memutuskan untuk menikah secara siri dengan sekretarisnya tanpa sepengetahuan Lily.

Setelah menikah dengan sekretarisnya, Bian mendapatkan seorang anak perempuan yang cantik dari istri keduanya, bahkan tidak lama setelah kelahiran anak pertama dari istri keduanya, Lily dinyatakan hamil.

Bian dan Lily menyambut berita kehamilan Lily dengan suka cita, begitupula keluarga besar Bian, bahkan Bian mulai jarang mengunjungi istri kedua dan putrinya, yang membuat istri keduanya yang bernama Tamara membenci Lily.

Sewaktu Nia lahir, awalnya kelahirannya di sambut dengan suka cita, sampai ada saudara Bian yang memperhatikan warna iris Nia yang berbeda.

"Anak kamu cantik banget sih Bi, bule banget, apalagi warna matanya itu loh. kan nggak ada keluarga kita yang matanya coklat terang begini." Kata saudara Bian sewaktu menjenguk putrinya yang baru lahir.

Bayi mungil dengan warna mata coklat terang, kulit putih agak pink, rambut tebal, hidung mungil yang mancung, yang diwariskan dari Bian, tidak membuat Bian menyadari bahwa Nia benaran putrinya.

Tamara yang mengetahui hal itu, selalu memanas-manasi Bian, mengatakan bahwa Nia bukanlah putrinya. Bagaimana mungkin mereka yang berasal dari ras mongoloid memiliki iris mata berwarna coklat terang.

Bian sangat yakin kalau Lily selingkuh ketika Nia berumur 6 bulan, warna irish coklat terang mulai berubah menjadi warna emerald yang sangat indah.

Karena hasutan dan tekanan orang-orang sekitar yang mempertanyakan kenapa Nia bisa memiliki warna mata emerald sementara Bian memiliki warna iris hitam pekat dan Lily memiliki warna mata coklat gelap, memiliki anak yang memiliki warna mata emerald?, akhirnya bian mengusir Lily dan Nia dari rumahnya. Karena bagi Bian pengkhianatan adalah dosa yang tidak termaafkan.

Lily yang di usir oleh Bian, memutuskan untuk pergi dari kota tempat ia di besarkan. Berbekal tabungan yang ia miliki sedari muda yang rajin bekerja, membuat Lily yang memang perempuan cerdas dan mandiri, memutuskan untuk pergi ke kota yang jauh dari kota asalnya. Karena seperti apapun Lily menjelaskan Bian tetap tidak menerima penjelasan Lily.

Sudah 5 tahun sejak kejadian itu berlalu, Nia mungil dan cantik tumbuh menjadi gadis kecil yang menggemaskan. Yang membuat orang-orang sekitarnya cendrung menyakiti Nia karena gemas melihat Nia kecil yang begitu imut, menyebabkan Lily harus menyembunyikan Nia, bahkan beberapa kali pindah tempat tinggal dan tempat kerja.

Awalnya Lily bekerja di salah satu perusahaan sebagai sekretaris karena sewaktu kuliah Lily memang mengambil jurusan sekretaris. Namun karena wajah Lily yang cantik dan kecerdasannya, membuat laki-laki di sekitarnya berlomba-lomba untuk mendapatkan Lily. Bahkan Lily sering di labrak oleh istri-istri karyawan perusahaannya yang suka terang-terangan mengejar Lily. Hal itu menyebabkan Lily memutuskan untuk berhenti bekerja di kantor.

Lily merubah sedikit penampilannya agar tidak menarik perhatian, dan berencana untuk mencari kerja lagi, tapi Ia bingung bagaimana dia harus menjaga Nia. Akhirnya Lily memilih tawaran pekerjaan menjadi asisten rumah tangga di salah satu rumah orang kaya yang ada di kota itu. Bahkan mereka menerima lily dan Nia untuk tinggal di sana.

"Nia harus pakai softlense dan kacamata ini ya sayang. Nia nggak boleh terlihat berbeda dari yang lain. Karena ketika Nia berbeda dari yang lain, mereka akan membenci dan mengganggu Nia." Kata mamanya yang selalu di ingat Nia.

Keluarga majikan Lily adalah keluarga yang baik, mereka tidak pernah membeda-bedakan manusia berdasarkan pekerjaan atau kedudukan mereka.

"Itu siapa Mi?" tanya bocah laki-laki yang seumuran dengan Nia yang berbeda usia sekitar 1 tahun dari Nia.

"Oh, itu namanya Nia. Dia anak bik Lily." Terang seorang wanita yang terlihat sangat cantik, baik dan lembut.

"Oh. Sean boleh main dengan Nia?" tanya bocah itu lagi.

"Boleh, kalau Sean mau. Tapi jangan isengin Nia ya."Kata maminya Sean sambil tersenyum dan mencubit pipi Sean yang gembul karena gemes.

Sejak hari itu Sean berteman dan bersahabat dengan Nia, bahkan mereka tidak terpisahkan. Mereka sekolah di sekolah yang sama, walaupun Nia satu tahun lebih muda dari Sean, tapi karena Nia yang cerdas, membuat Nia masuk sekolah bersamaan dengan Sean.

💚💚💚💚💚💚💚💚💚💚💚💚💚💚💚💚💚💚💚💚💚

"Michin, Pr Fisika udah siap belum? Gue nggak sempat ngerjain. Nyontek punya Lo ya.. please." Kata Sean begitu sampai rumah dan melihat Nia yang sedang mencuci piring.

"Kebiasaan deh Lo. Ambil aja di atas meja belajar, udah siap gue kerjain. Lo sih main mulu." Omel Nia yang membuat Sean hanya menggaruk tengkuknya yang tidak gatal sambil nyengir.

"Thanks. Lo emang sahabat terbaik gue." Kata Sean yang langsung melesat menuju ruang belajar.

Nia yang melihat Sean yang sudah menghilang, hanya bisa tersenyum getir.

"Sahabat..."Gumam Nia Lirih, karena sebenarnya Nia memiliki perasaan lebih dari sahabat.

Karena seperti kata orang, perempuan dan laki-laki berteman baik atau bersahabat itu nggak munkin, salah satu atau keduanya pasti akan jatuh cinta, dan itulah yang terjadi dengan Nia.

Kebersamaannya dengan Sean membuat Nia merasa nyaman. Sean yang selalu membelanya ketika ada yang menjahatinya membuat perasaan terlindungi dan perasaan hangat di hati Nia.

Apalagi perlakuan keluarga Sean yang baik membuat Nia semakin merasa nyaman dengan keluarga itu, dan berharap berada dikeluarga itu selamanya ketika ia menikah dengan Sean. (masih sekolah non, jauh amat mikirnya.. "Nikah" 😁).

Nia sekolah di sekolah bahkan kelas yang sama dengan Sean. Kedekatan Nia dan Sean selalu membuat cewek-cewek di sekolahnya iri dengan Nia.

Nia yang cupu dan hanya anak seorang asisten rumah tangga Sean, membuat mereka semakin tidak rela. Tetapi mereka tidak bisa berbuat apa-apa karena Sean selalu menjaga Nia.

Sean yang tampan, bukanlah orang alim yang munafik. Sean adalah remaja yang menikmati hidupnya, memiliki banyak teman, bahkan beberapa orang pacar yang berada di sekolah yang berbeda. Ketika Sean ingin putus dengan pacarnya, selalu Nia yang menjadi tameng agar pacarnya mau putus dari Sean.

Walaupun Nia culun, tapi Nia adalah anak yang berani dan terkenal memiliki mulut yang tajam, apalagi kalau sudah Sean yang minta untuk membantunya memutuskan pacarnya, Nia akan berubah menjadi perempuan galak yang menyeramahi pacar Sean habis-habisan.

"Tq michin, Lo emang sahabat terbaik gue." Kata Sean yang ingin memeluk Nia, namun segera mendapat kepalan tangan di depan wajahnya, yang membuat Sean langsung mundur selangkah sambil nyengir.

"Sory lupa, kalau kita udah besar" kata Sean yang selalu merasa kalau mereka masih kecil.

"Lo nggak capek punya banyak pacar? nyakitin hati perempuan. Lo nggak takut karma? Dosa tau Sean." Kata Nia yang mulai ceramah yanng membuat Sean langsung ngacir meninggalkan Nia, yang hanya bisa menghembuskan nafas berat, melihat kelakuan orang yang dicintainya dalam hati.

"Kamu habis bantuin Sean mutusin pacarnya lagi?" Tanya Lily pada putri semata wayangnya yang sedang duduk di meja makan.

"Iya. Tuh anak nggak mau berubah. udah dibilangin juga, dosa kalau nyakitin hati perempuan terus menerus, mana Nia ikut-ikutan terlibat lagi." Dumel Nia yang membuat Lily hanya tersenyum sambil mengelus kepala Nia sayang.

"Kamu doain biar Sean tobat." Kata Lily lagi.

"Udah buk, tiap sholat Nia selalu berdoa semoga Sean insaf, tapi kelakuannya malah menjadi-jadi. Pacarnya sekarang ada 4 loh buk." terang Nia.

"Siapa yang pacarnya 4 Ni?" Tanya ibu Rozza maminya Sean.

"Kucing tetangga pacarnya 4 buk, tiap tikungan komplek ada pacarnya." bohong Nia karena tidak mau Ibu Rozza marah dengan Sean, karena Ibu Rozza adalah wanita muslimah yang baik, bahkan tidak membolehkan Sean pacaran.

Di depan maminya, Sean adalah anak baik nan sholeh, selalu patuh apa kata mamy dan dady nya. Tapi di luar rumah, kelakuan Sean sangat jauh berbeda. Sean masih selamat dari amarah maminya, karena Nia yang selalu menutupi kenakalan Sean.

"Kamu ini ada ada aja Ni. emang kamu sensus tuh kucing sampai tahu pacaranya ada 4?" Tanya bu Rozza sambil tersenyum.

"Nia lihat loh buk, kemaren waktu tuh kucing di perempatan jalan, kucingnya ada lima dan mereka berisik semua, kayak cowok lagi ke gap sama ceweknya yang jumlahnya 4."Kata Nia meyakinkan.

"Kamu ini Ni, kalau cerita selalu aja seru." Kata bu Rozza lagi masih sambil tersenyum melihat kelakuan Nia.

Begitulah hari-hari Nia di rumah Sean, sahabat yang mengisi relung hati Nia dengan perasaan yang berbeda, perasaan sayang dan ingin selalu melindungi Sean, merasa sakit ketika melihat Sean bersama perempuan lain, tapi selalu bersikap biasa saja di depan Sean.

"Michin lo jadi kuliah di mana dan ambil jurusan apa?" Tanya Sean sambil membawa formulir rencana pendaftaran kuliah yang dibagikan guru BK.

"Udah ngajuin beasiswa di salah satu univ yang ada di kota P." Jawab Nia.

"Kok jauh sih ke kota P. Mami pasti nggak ngizinin gue ke kota P. Kenapa nggak di sini aja sih Lo milihnya?" Keluh Sean.

"Kasian Ibuk, kalau harus kerja terus buat biayain gue kuliah. Biar ibuk istirahat aja. Giliran gue bahagiain ibuk." Jelas Nia.

"Kan mami bisa biayain Lo seperti biasanya." Kata Sean lagi.

"Hutang gue udah terlalu banyak sama mami Lo Sean. Nanti gue susah bayarnya." Terang Nia beralasan, padahal Nia ingin menjauh dari Sean, karena ia tidak ingin terus-terusan terluka karena cintanya bertepuk sebelah tangan.

"Mami nggak akan nuntut bayaran kok. Atau gue yang biayain Lo?" kata Sean dengan wajah berbinar merasa idenya cemerlang sambil menatap Nia dengan mendekatkan wajahnya, yang membuat Nia terpaku berhadapan sedekat ini dengan orang yang dicintainya.

"Michin.." Kata Sean yang membuat Nia tersadar kalau wajah Sean masih di depan wajahnya.

"Sonoan Lo." Kata Nia sambil mendorong kening Sean dengan telunjuknya agar menjauh.

"Gue yang biayain Lo, Lo nggak perlu bayar. Gue kasih gratis. Anggap aja Lo kerja sama gue." Kata Sean lagi.

"Tetap aja, itu duit orang tua Lo. Bukan duit Lo. Nggak mau ah. Lagian gue udah kirim form pengajuannya. Kalau di batalkan nanti nama sekolah kita akan di black list untuk adek-adek kelas berikutnya." Kata Nia lagi .

"Ah Lo nggak asik bete gue." Kata Sean lalu berdiri dan hendak meninggalkan Nia, tapi balik lagi, bahkan memegang tangan Nia.

"Please, kuliah disini aja. Temanin gue. Gue nggak bisa jauh-jauh dari Lo. Lo segala-galanya buat gue. Lo wanita terpenting di hidup gue setelah mami" Terang Sean dengan wajah memelas dan serius yang membuat Nia terpana dan hampir goyah untuk memenuhi keinginan Sean, karena membuat hati Nia berbunga-bunga. Merasa jadi perempuan spesial yang penting di hidupnya Sean setelah maminya.

"Lo sahabat terbaik gue Michin. Lo akan selalu jadi sahabat yang baik, dan bisa ngertiin gue banget." Kata Sean yang membuat Nia tersadar, bahwa ke"spesialan"nya hanya karena Sean menganggap Nia sahabatnya.

"Lepasin. Bukan mukhrim" Kata Nia sambil menghempaskan tangan Sean lalu berdiri meninggalkan Sean, dan segera di susul Sean karena masih ingin membujuk Nia untuk tidak jadi kuliah di kota P.

Selesai ujian kelulusan, sekolah mereka mengadakan acara perpisahan, setelah mendapat pengumuman kelulusan. Sekolah tempat Sean dan Nia sekolah adalah sekolah terbaik yang ada di kota B, jumlah muridnya tidak terlalu banyak, karena biaya sekolah yang mahal.

Seperti biasa, Nia selalu menjadi juara pertama dan mendapatkan Nilai tertinggi seProvinsi, dan Sean menempati urutan kedua, karena pada dasarnya Sean adalah anak yang pintar, tapi malasnya nggak ketulungan.

Walaupun tugas-tugas selalu mencontek Nia, tetapi pada saat ujian, Sean selalu mengandalkan dirinya sendiri, ditambah Nia selalu memaksa Sean untuk duduk di ruang belajar ketika Nia belajar, sehingga Nia bisa membantu Sean belajar dengan membaca keras-keras apa yang dipelajarinya. Sean punya ingatan yang sangat bagus untuk apa yang dia dengar, karena Sean tipe auditori. Makanya, walau punya banyak pacar, Sean tidak pernah lupa atau salah menyebut nama.

Tempat Baru

Setelah acara kelulusan sekolah, Nia baru menyampaikan ke ibunya kalau ia akan melanjutkan kuliah ke kota P. Awalnya ibu Nia tidak setuju Nia kuliah ke kota P, Nia boleh kuliah ke mana saja, ke luar negeri sekalipun asal jangan ke kota P, karena Papanya Nia tinggal di kota P.

Lily tidak pernah menutupi tentang Bian kepada Nia. Nia kecil pernah bertanya pada ibunya mengenai ayahnya, tetapi Lily memberikan pengertian, bahwa suatu hari nanti kalau Nia sudah agak besar, Lily akan menceritakan semuanya kepada Nia. Nia yang memang pengertian, sejak itu tidak pernah bertanya tentang ayahnya, sampai akhirnya Lily menceritakan tentang ayahnya dan yang terjadi dengan mereka.

Lily juga mengatakan kalau dia mempunyai seorang kakak perempuan yang usianya sekitar 2 tahun di atas Nia. Lily tidak pernah tahu dan tidak ingin mencari tahu tentang kehidupan Bian dan keluarga barunya. Ketika Bian mengusirnya, Lily hanya tidak ingin mengusik keluarga Bian, tetapi Lily juga tidak pernah mengajarkan Nia untuk membenci ayahnya. Walaupun Bian tidak mengakui Nia sebagai anaknya, tapi bagaimanapun juga, Nia adalah darah daging Bian, hidung mancung, wajah bulat, alis tebal, bulu mata yang panjang dan lentik, serta dagu yang memiliki belahan di wariskan Bian kepada Nia. Hanya kulit putih halusnya saja yang ia warisi dari Lily dan tidak tahu dari siapa iris emerald yang dimiliki Nia.

Pengumuman penerimaan mahasiswa unggulan di salah satu kampus yang ada di kota P sudah keluar. Nia yang mendapatkan surat pemberitahuan dari wali kelasnya, menerima surat itu dengan penuh syukur.

"Buk, ibuk izinkan Nia ya..? Please.. Nia nggak bermaksud mencari ayah di kota P. Bahkan Nia tidak ingat kalau ayah ada di kota P. Tapi kalau Nia kuliah jadi mahasiswa undangan di universitas yang ada di kota P, Nia nggak perlu bayar uang kuliah, bahkan uang kos untuk tempat Nia tinggal buk." Jelas Nia kepada Ibu nya.

Lily menatap wajah memelas putri semata wayang yang sangat dicintainya. Menangkup wajah Nia dengan kedua tangannya, memandang iris emerald yang menenangkan, lalu menghembuskan nafasnya pasrah.

"Ya udah. Ibuk izinkan. Tapi kamu harus janji sama ibuk, jangan cari ayah atau datangi keluarga ayah. Kalaupun kamu tidak sengaja ketemu ayah atau keluarganya, tetap hormati mereka. Satu lagi, jadilah selalu seperti anak ibuk yang sekarang, jangan pernah tunjukkan mata emerald kamu ya sayang." Kata Lily sambil memeluk Nia dengan air mata yang meluncur membasahi wajahnya yang masih kelihatan cantik.

"InshAllah buk. Nia akan ingat semua pesan ibuk." Kata Nia yang juga menangis dalam pelukan ibunya.

Sebelum keberangkatan Nia ke kota P yang hanya tinggal beberapa hari lagi, membuat Sean semakin gusar. Sean terus saja membujuk Nia untuk tetap kuliah di kota B.

"Ayolah Cin.. Lo jangan tinggalin gue ya.. Please..." Kata Sean dengan wajah memelasnya.

"Sean gue udah nggak mungkin batalin. Suratnya sudah ada. Lo baik-baik di sini tanpa gue. Jangan banyak lagi pacar lo. Satu aja. Kak Aisyah itu baik. Dia tulus sayang sama lo. kalau yang lain modus semua. Nanti kalau liburan, gue akan main ke sini. Lo boleh telpon gue setiap hari, gue akan dengar semua cerita lo. Tapi nggak pas jam kuliah ya." Kata Vanila panjang lebar.

"Lo tega sama gue. Lo nggak sayang gue." Rajuk Sean.

"Gue sayang, cinta malah sama lo." Kata Nia dalam hati, dan hanya memperlihatkan senyumnya kepada Sean.

"Jadi kapan lo berangkat?" tanya Sean yang mencoba mengalah menerima keadaan.

"Lusa." jawab Nia.

"What?! cepat banget. Bukannya perkuliahan masih sekitar 2 bulan lagi?" tanya Sean terkejut.

"Itu tempat dan kota baru Sean, gue perlu waktu buat adaptasi." terang Nia menjadikan adaptasi sebagai alasan, padahal Nia sudah tidak sanggup berlama-lama ada di dekat Sean. Perasaan cintanya yang terpendam membuat hati Nia sakit, apalagi melihat Sean dekat dengan perempuan lain.

"Kalau gitu, lo hari ini harus nemanin gue jalan-jalan. Tidak ada penolakan." Kata Sean lagi, yang hanya di jawab anggukan dan senyuman oleh Nia.

Akhirnya seharian itu mereka habiskan untuk berjalan-jalan, mengunjungi beberapa tempat wisata yang indah. Sean bahkan diam-diam sempat mengabadikan beberapa foto Nia yang sedang memandang pemandangan. Mengeditnya sedikit agar tidak kelihatan wajah Nia, karena Nia tidak pernah mau wajahnya kelihatan, dan hanya memperlihatkan siluet hitam, tetapi foto itu terlihat sangat cantik walau hanya menampakkan siluet hitam.

Sean memposting foto itu di medsosnya dengan caption yang cukup sedih, sehingga segera di banjiri like dan coment para folower nya.

Hari ini Nia berangkat meninggalkan kota B, kota tempat ia di besarkan, kota yang memberikan rasa bahagia sekaligus rasa sakit karena cintanya yang bertepuk sebelah tangan.

Setelah menempuh penerbangan kurang lebih selama 2 jam, akhirnya Nia sampai di bandara kota P. Nia menunggu untuk mengambil travel bagnya yang memang tidak terlalu besar, karena Nia tidak membawa banyak barang. Setelah menunggu sekitar 10 menit, akhirnya Nia melihat travel bagnya yang ada di konveyor ujung, tapi Nia terkejut ketika tasnya di ambil oleh seorang laki-laki yang tampan, menggunakan kaca mata hitam bertengger di hidung mancungnya, bibirnya yang kissable dan berwarna cerah, namun tidak ada senyuman dan bahkan kelihatan judes, tapi wajah judesnya tidak membuat ketampanannya berkurang.

"Tuan maaf. Itu punya saya." kata Nia ragu-ragu sambil menunjuk tasnya. tapi laki-laki itu hanya menaikkan alisnya sambi memandang Nia dari atas sampai bawah.

"Kenapa sayang?" Tanya seorang wanita yang langsung menggandeng lengan laki-laki itu dengan manja. Wanita dengan penampilan modis dan terlihat sangat cantik. Mereka berdua pasangan serasi sekali di mata Nia dan orang-orang sekitarnya.

"Ini tas kamu bukan?" tanya laki-laki itu ramah sambil tersenyum.

"iya." jawab wanita itu sambil melihat tas yang di perlihatkan oleh laki-laki itu.

"Ini tas tunangan saya." kata pria itu jutek.

"Maaf nona, coba dilihat lagi. ini tas saya, karena ada sticker kecil nama saya dekat handle pegangannya. kalau tidak percaya silahkan anda lihat." terang Nia sopan.

Lalu laki-laki dan perempuan itu segera memeriksanya dan benar ada tulisan "Ghania Khansa K" di tas itu.

Laki-laki itu segera menyerahkan tas Nia tanpa mengucapkan sepatah katapun dan kembali melihat konveyor dan mengambil tas yang benar.

"Maaf" kata Nia lalu pergi meninggalkan laki-laki yang menurut Nia nggak sopan karena sudah salah ambil tas tapi tidak minta maaf.

Laki-laki itu hanya memandang Nia yang sedang ngomel-ngomel nggak jelas karena laki-laki tadi.

"Ayo sayang" Kata perempuan cantik itu sambil menggandeng tangan laki-laki itu, pergi meninggalkan bandara.

Nia menuju asrama kampusnya dengan menggunakan transportasi online. Sesampainya di asrama kampus, Nia segera melapor agar ia bisa segera mengistirahatkan tubuhnya.

Penjaga asrama menyambut Nia dengan ramah dan mengantarkan Nia ke kamarnya. Kampus itu merupakan kampus terbaik di kota P dengan fasilitas yang lengkap. Kebanyakan yang kuliah di sana adalah anak-anak pintar atau anak orang-orang berduit yang kuliah karena donasi orang tuanya.

Walaupun memiliki asrama, tapi jumlah kamarnya tidak begitu banyak. Asrama itu hanya untuk mahasiswa undangan seperti Nia, dan mereka memang tidak menerima banyak mahasiswa undangan.

"Terimakasih bu" Ucap Nia ramah ketika Ibu penjaga asrama mengantarnya.

"Sama-sama. Semoga kamu betah di sini. Oh iya kalau mau ke mesjid, mesjidnya ada di sebelah kanan asrama. Kalau sekarang belum terlalu ramai, soalnya masih banyak yang libur." terang ibu asrama yang bernama bu Yuni ramah, lalu pamit meninggalkan Nia.

Baru saja Nia ingin merebahkan tubuhnya sebentar, merasakan tempat yang akan menjadi peraduannya selama kuliah, tiba-tiba telponnya bergetar.

"Michiiiiinnn. Lo udah sampai? Kok nggak bilang gue kalau lo berangkat pagi-pagi?!" protes Sean karena Nia memang tidak pamit dengan Sean sewaktu dia berangkat.

"Wa'alaikumussalam Wa Rahmatullahi Wa Barakatuh Sean." sindir Nia karena Sean tidak ucapkan salam.

"Oh iya Assalamualaikum Wa Rohmatullahi Wa Barakatuh." Katanya ketus.

"Alhamdulillah gue udah sampai dengan selamat tanpa kurang suatu apapun. Gue nggak mau ntar lo nangis-nangis di bandara. malu-maluin gue." Kata Nia sambil tertawa.

"Lo kira gue cowok apaan, bakal nangis di bandara?" Protes Sean.

"Udah ah. Nggak bisa di ulang ini juga. Lo baik-baik nggak ada gue. Jangan sampai mami lo kena serangan jantung tau tingkah anak sholehnya di luar tidak sama dengan di rumah." Kata Nia sambil tertawa.

"Kampret lo. Makanya lo jangan ninggalin gue." Kata Sean lagi.

"Udah ya Sean, gue mau istirahat dulu. Ntar gue telpon lagi.... kalau sempat" Kata Nia sambil tertawa karena membayangkan muka antusias Sean kemudian kecewa, dan segera mematikan sambungan telpon setelah mengucapkan salam, tanpa menunggu jawaban salam dari Sean.

Setelah beristirahat sekitar satu jam dan menyusun pakainnya di lemari, Nia memutuskan untuk berjalan-jalan di sekitar asrama dan melihat-lihat kampus yang ternyata sangat luas.

Nia bertemu beberapa orang yang berada di kampus. Walaupun libur kuliah ternyata di kampus masih cukup banyak orang dengan berbagai keperluan.

Nia mendatangi perpustakaan dan membaca beberapa buku di sana. Perpustakaan yang nyaman seperti berada di cafe buku, membuat Nia betah berlama-lama di sana.

Setelah selesai membaca beberapa buku, Nia segera pergi ke mesjid yang berada di samping asrama untuk melaksanakan ibadah sholat Zuhur, lalu segera kembali ke kamarnya.

Asrama tempat tinggal Nia juga menyediakan fasilitas makan siang bagi yang tinggal di asrama, sehingga Nia tidak perlu repot-repot untuk makan di luar.

Asrama itu memiliki ruang makan yang besar dengan meja dan kursi panjang seperti berada di Hogwarts-nya Harry Potter. Walaupun asrama cowok dan cewek terpisah di sisi kiri dan kanan ruang makan, tapi ruang makan berada di tengah asrama dan tidak memisahkan penghuni asrama cewek atau cowok untuk makan.

"Boleh Nia bantu bu?" Tanya Nia pada bu Yuni yang terlihat sedang repot menata makanan di meja makanan.

"Jangan ah. Kamu kan baru sampai, pasti masih capek." Tolak buk Yuni ramah.

"Nggak apa-apa. Nia biasa kok bantu Ibunya Nia di rumah majikannya." Jawab Nia yang tidak ingin menyembunyikan kehidupannya, dimana ibunya bekerja sebagai asisten rumah tangga.

"Nggak usah. Ibu bisa kok." Kata buk Yuni lagi.

"Nia bantu angkatin piring kotor aja ya?" Kata Nia lalu segera mengambil piring-piring dan gelas kotor yang ada di meja, karena beberapa penghuni asrama yang tidak libur selesai makan siang.

Bu Yuni hanya tersenyum sambil geleng-geleng kepala melihat Nia yang begitu bersemangat membereskan meja makan yang kotor.

"Kamu sudah makan?" Tanya bu Yuni ketika melihat Nia meletakkan piring dan gelas terakhir di wastafel.

"Belum. Ini Nia mau makan. Ibu sudah makan?" Tanya Nia balik.

"Ibu Yuni mah kalau soal makan nomor satu neng." Celetuk salah satu pegawai asrama yang sedang cuci piring.

"Alhamdulillah. Kalau gitu, Nia makan dulu ya bu." Kata Nia lalu segera menuju meja tempat makanan dihidangkan. Nia mengambil makanan sesuai porsinya.

Selesai makan, Nia segera membereskan gelas dan piringnya serta mencuci sendiri tempat makannya.

"Itu makanannya masih banyak. Untuk makan malam ya bu?" Tanya Nia pada bu Yuni.

"Nggak. Menu sarapan, makan siang dan makan malam berbeda. Makanan yang tersisa akan di bungkus dan dibawa pulang karyawan yang kerja disini. Sisanya lagi nanti dibuatkan nasi kotak dan akan dibagikan untuk anak-anak jalanan yang ada di rumah singgah, dekat jembatan layang yang nggak jauh dari sini." Terang bu Yuni.

"Boleh Nia bantu packing dan antar?" Tanya Nia antusias.

"Boleh. Kebetulan Tio yang biasa ngantar ke sana sedang KKN. Minggu depan dia baru balik." Terang bu Yuni.

Selama di asrama dan belum mulai kuliah, Nia selalu membantu bu Yuni dan membaca buku-buku yang ada di perpustakaan. Nia juga sudah akrab dengan beberapa pengurus mesjid yang perempuan, karena Nia suka merapikan mukenah yang sudah selesai di pakai, tapi tidak di susun kembali.

Sudah dua bulan Nia berada di asrama, Sean setiap hari menelpon Nia, meminta Nia untuk kembali ke kota B, dan juga bercerita tentang pacar-pacarnya dengan berbagai macam tingkah.

"Terus, gimana lo mutusin kak Cintya?" Tanya Nia.

"Nah itu dia gue bingung. Nggak ada lo buat omel-omelin Cintya, jadi gue belum putus. Dia penuntut banget. Apa-apa maunya cepat, gue kan nggak bisa di paksa-paksa. Mau gue putusin tapi nggak tega, karena kan biasanya lo si super tega yang mutusin pacar-pacar gue. Lo balik sini aja deh Cin." Rengek Sean lagi tetap usaha agar Nia kembali.

"Nggak bisa Sean. Lagian hari senin gue udah aktif di kegiatan MaBa. Lo belajar dong hidup tanpa gue. Kan nggak mungkin selamanya kita sama-sama. Kita nanti akan punya kehidupan dengan keluarga masing-masing." Terang Nia.

"Ih. Lo mikirnya jauh bener. Baru tamat sekolah ini. Komitmen mah, masih lama. Mau puas-puasin main dulu sambil berusaha cari yang terbaik." Terang Sean sambil nyengir.

"Serah Lo deh. Yang jelas gue nggak mau ya, terlibat lagi dengan dosa-dosa lo yang hobi nyakitin cewek." kata Nia lagi.

"Tapi Cin, bantuin gue putusin Cintya sama Dena, gue janji ini yang terakhir." Kata Sean sambil memperlihatkan wajah memelasnya karena mereka sedang VC-an.

"Ya udah. Janji ini yang terakhir ya?" Kata Nia sambil menghela napas pasrah, karena akhirnya ia bersedia membantu cinta bertepuk sebelah tangannya.

"Janji" kata Sean sambil memperlihatkan jari kelingkingnya.

Penyesalan

Hari ini, Nia dan murid baru mengikuti kegiatan mahasiswa baru. Semua murid baru di suruh berdandan ala mahasiswa jaman dulu.

Nia mengepang dua rambutnya, mengenakan kaca mata bulat yang lumayan besar dengan warna yang agak sedikit gelap.

Kegiatan orientasi mahasiswa baru diisi dengan hal-hal yang bermanfaat, seperti pengenalan kampus, organisasi kampus, bakti sosial dan di tutup dengan kegiatan hiburan.

Nia yang penampilannya biasa saja, memang tidak banyak menarik perhatian, tetapi timnya selalu menjadi pusat perhatian karena selalu memenangkan perlombaan yang di adakan, itu dikarenakan di tim mereka Nia yang pintar menganalisa dan menemukan solusi, serta ada Dara yang cantik dan pintar sekali berbicara, karena memang mengambil jurusan Public Relation.

"Nia, kita nampilin apa buat hiburan besok?" Tanya Dara.

"Teater lingkungan aja. Kan lumayan ada edukasi dan hiburan juga. Ntar aku kasih konsepnya sejam lagi." Kata Nia yang sedang mengetik di laptopnya, yang merupakan hadiah dari Sean waktu Nia ulang tahun yang ke 17.

"Ok. Aku tunggu ya. Ntar kirim aja ke WA group." Kata Dara lalu meninggalkan Nia yang sedang sibuk membuat konsep untuk penampilan groupnya.

Setelah selesai membuat konsep pertunjukan yang akan mereka tampilkan, Nia segera mengirim ke group WA kelompoknya, dan semua anggota kelompok serta mentor langsung menyetujui konsep yang dibuat Nia, karena sudah lengkap dengan pembagian tugasnya, sehingga mereka semua tau apa yang dilakukan.

Penampilan yang sempurna dari kelompok Nia, membuat mereka kembali memenangkan perlombaan yang diadakan sehingga kelompok mereka menjadi juara umum untuk event mahasiswa baru.

Pembawa acara memanggil semua anggota kelompok Nia untuk menyerahkan hadiah, dan Nia terkejut, melihat seorang pria yang didampingi oleh dekannya. Pria yang masih terlihat gagah dan tampan walaupun sudah berumur.

Nia menundukkan wajahnya ketika pria itu berdiri tepat dihadapannya sambil mengulurkan tangannya. Dengan ragu-ragu, Nia menerima uluran tangan pria itu.

"Selamat ya nak." Kata pria itu sambil tersenyum ramah. Nia yang masih menunduk, membuat dekan yang berdiri di sebelah pria itu berdehem, sehingga Nia mengangkat wajahnya.

"Terimakasih" Ucap Nia pelan sambil berusaha menahan air matanya.

Pria itu agak terkejut melihat mata bulat Nia dengan alis mata dan bulu mata yang panjang dan lentik, serta dagu yang memiliki belahan, mirip sepertinya.

Pria itu terus memandang dan menggenggam tangan Nia, seolah-olah tidak ingin melepaskan tangan Nia, bahkan ingin memeluk Nia.

"Siapa nama kamu nak?" Tanya pria itu masih menatap Nia.

"Nia pak." Jawab Nia pelan

"Oh.." Kata Pria itu lalu melepaskan jabatan tangannya dan segera memberikan ucapan selamat kepada anggota yang lain.

Begitu turun dari panggung, pria itu terus saja memperhatikan gerak gerik Nia. Tidak tahu kenapa, ia merasa kenal dengan Nia.

"Pak Bian masih mau menunggu acara selesai?" Tanya dekan itu ramah.

"Tidak pak. Saya harus balik ke kantor. Siang nanti saya harus ketemu klien. Saya permisi dulu" Kata Bian, lalu segera pergi meninggalkan dekan yang masih duduk di bangku khusus VIP menikmati acara penyambutan mahasiswa baru.

Ya.. pria yang tadi mengucapkan selamat adalah Bian, papa kandung Nia. Pria yang sudah mengusir Nia dan ibunya. Tapi seperti janji Nia pada Ibunya, dia tidak akan mencari atau mengganggu keluarga papanya.

Bian terus saja memikirkan Nia. Entah kenapa Bian merasakan perasaan nyaman ketika menggenggam tangan Nia, dan perasaan rindu ketika mengingat wajah Nia.

"Erik, tolong cari tahu tentang anak perempuan kedua yang saya salami tadi. Kamu merasa dia mirip saya nggak sih?" Tanya Bian pada asisten pribadinya.

"Maaf pak, tadi saya tidak perhatikan, tapi saya akan mendapatkan informasinya secepatnya." Kata Erik.

"Saya tunggu." Kata Bian lagi.

Tidak perlu menunggu waktu lama, Bian yang baru selesai menemui klien segera mendapatkan informasi yang diinginkannya. Dan betapa terkejutnya Bian ketika membaca profile yang baru diserahkan Erik, membuat Erik heran ketika melihat ekspresi terkejut atasannya, kemudian menampakkan wajah sedih.

"Ada apa pak? Apa ada yang salah?" Tanya Erik panik.

"Apakah kamu bisa membantu saya lagi?" Tanya Bian yang masih memandang profile Nia.

"Tentu saja pak." Jawab Erik karena Ia memang asisten pribadi yang dapat diandalkan Bian dalam kebersamaan mereka 5 tahun ini.

"Tolong kamu dapatkan rambut anak perempuan itu, dan lakukan tes DNA dengan rambut saya." Kata Bian sambil menyerahkan selembar rambutnya kepada Erik.

"Maksud bapak?" Tanya Erik bingung.

"Bukankah putri bapak mbak Elsa? Apakah bapak curiga kalau mbak Elsa tertukar?" Tanya Erik bingung, karena Erik memang tidak mengetahui kehidupan Bian sebelumnya.

"Kamu perhatikan foto ini baik-baik." Perintah Bian sambil menyerahkan profile Nia.

"Dia memiliki banyak kemiripan dengan saya kan? alis mata, mata, termasuk dagunya." Kata Bian lagi yang membuat Erik langsung memastikan kemiripan Bian dengan Nia.

"Bapak benar. Tapi mbak Elsa juga mirip dengan bapak. Nggak mungkin tertukar kayaknya pak." Kata Erik lagi.

"Tidak tertukar. Tapi saya rasa dia adalah putri saya dari istri pertama saya. Kebodohan yang saya sesali selama bertahun-tahun." Terang Bian dengan wajah sedih yang membuat Erik terkejut, ternyata Bian punya dua istri.

Bian sangat percaya dengan Erik, lalu menceritakan masa lalunya kepada Erik, yang membuat Erik paham.

"Baik pak, saya akan segera melakukan tes DNA, dan mendapatkan hasilnya secepatnya." Kata Erik.

"Tapi jangan sampai Elsa atau istri saya tahu. Kamu tahu kan bagaimana watak mereka." Kata Bian lagi.

"Baik pak. Saya akan melakukannya dengan rapi dan tidak akan ada yang tahu, kecuali saya dan bapak." Kata Erik yakin, lalu permisi meninggalkan ruangan Bian.

Bian memandangi photo Nia dengan wajah yang penuh kerinduan. Bian menyesali perbuatannya yang dulu mengusir Lily dan putrinya, karena Bian termakan hasutan istri keduanya, kalau anak Lily bukanlah anaknya, tapi anak dari selingkuhan Lily.

Bertahun-tahun Bian mencari Lily, tapi seolah-olah Lily ditelan bumi. Sekeras apapun Bian berusaha mencari jejak Lily, tapi tetap tidak pernah menemukannya. Sekarang Tuhan sedang berbaik hati, Bian tidak sengaja bertemu dengan anak Lily, anak yang dicurigai bukan darah dagingnya, tapi memiliki begitu banyak kemiripan dengan Bian, kecuali kulit putihnya. Karena Bian memiliki warna kulit yang gelap.

Setelah menunggu selama dua hari, akhirnya Erik mendapatkan hasil tes DNA Nia dan Bian. Erik melakukan berbagai macam cara untuk mendapatkan rambut Nia, tanpa diketahui oleh Nia.

"Ini hasil tesnya pak." Kata Erik sambil menyerahkan amplop berlogo salah satu rumah sakit ternama di kota P.

Bian mengambil amplop tersebut, dan segera memeriksa hasilnya. Setelah membaca dengan seksama hasil tes DNA tersebut, Bian tidak bisa menahan air matanya, karena kebodohannya, dia telah menelantarkan orang yang dicintai dan juga menelantarkan anak kandungnya.

"Bapak baik-baik saja?" Tanya Erik agak panik, karena baru sekali ini Erik melihat Bian menangis.

"Saya suami yang bodoh Rik, papa yang jahat, sudah menelantarkan darah daging saya sendiri." Kata Bian sedih.

"Antar saya ke kampus Rik, saya harus minta maaf, dan membawa istri pertama saya kembali." Kata Bian sambil menyeka air matanya.

"Apakah nona Ghania nanti tidak terkejut pak?" Tanya Erik yang membuat Bian terduduk lemas dikursinya, membenarkan perkataan Erik. Anaknya pasti membencinya karena sudah menelantarkan ia dan ibunya.

"Apa yang harus saya lakukan?" Tanya Bian kepada Erik.

"Bapak dekati pelan-pelan. Jangan langsung menemui nona Ghania, saya takut kalau nona Ghania membenci bapak, dia akan pergi lagi meninggalkan bapak." Kata Erik.

"Kamu atur, bagaimana caranya agar Ghania mau menerima saya." Kata Bian pasrah.

Erik segera mencari informasi tentang Nia. Nia yang tertutup dan tidak memiliki banyak teman, membuat Erik agak kesulitan mendapatkan informasi.

Kemudian Erik mengetahui kalau Nia dekat dengan ibu pengurus asrama, dan Erik dulunya juga adalah penghuni asrama yang juga akrab dengan bu Yuni.

Erik meminta bantuan bu Yuni, untuk mencari informasi tentang hubungan Nia dan papanya.

"Maaf ya Ni, ibuk sering lihat kamu telponan dengan ibu kamu, tapi tidak dengan ayah kamu. Maaf kalau ibu lancang." Kata bu Yuni ramah.

"Nggak bu. Nggak apa-apa. Nia memang dari bayi tinggal sama Ibuk, karena ayah sudah punya keluarga baru." Kata Nia sambil tersenyum getir.

"Oh. Maaf." Kata bu Yuni merasa bersalah.

"Kamu benci ayah kamu dong kalau begitu?" Tanya bu Yuni lagi.

"Nggak. Nia nggak benci Ayah. Ibuk nggak pernah ngajarin Nia untuk benci Ayah. Ibuk bilang kalau suatu hari nanti Nia ketemu ayah, Nia harus tetap hormatin ayah dan keluarga baru Ayah." Terang Nia yang mengingat betul nasehat ibu nya.

"Wah. ibu kamu orang baik banget. Kalau ibu, nggak sanggup seperti itu." Kata bu Yuni lagi.

"Makanya Nia kagum banget dengan Ibuk. Ibuk nggak pernah cerita hal jelek tentang Ayah. Ibuk bilang, sudah takdir kami harus terpisah dari ayah. Kalau kami ikhlas, kami bisa menjalani hidup dengan bahagia." Kata Nia sambil tersenyum, yang membuat bu Yuni kagum dengan Nia dan ibunya.

"Kamu pernah ketemu ayah kamu?" Tanya bu Yuni lagi.

"Pernah. Sekali." Jawab Nia yang kembali tersenyum getir mengingat pertemuannya dengan Bian sewaktu di panggung, karena Nia tahu kalau pria yang memberikannya ucapan selamat adalah Bian, papa yang sudah membuangnya.

"Waktu kamu kecil?" Tanya bu Yuni lagi, jadi kepo.

"Belum lama, waktu acara kampus." Jawab Nia.

"Trus reaksi kamu gimana?" Tanya bu Yuni lagi semakin penasaran.

"Sedih sih. Tapi Nia ingat pesan Ibuk, jangan ganggu ayah dan keluarganya. Jadinya Nia diam aja." Jawab Nia polos.

"Aduh.. kok masih ada sih orang-orang berhati malaikat seperti kamu dan ibuk mu. Kalau Ibuk jadi ibuk kamu, ibuk suruh anak ibu benci ayahnya, trus ibuk suruh juga ganggu keluarga barunya, bagaimanapun kan mereka yang merebut keluarga kamu." Kata bu Yuni berapi-api.

"Amarah, dendam, dan perasaan benci hanya membuat kita tidak bahagia. Nia sama ibuk ingin tetap bahagia walaupun tanpa ayah. Makanya Nia dan Ibuk berusaha ikhlas. Dan ternyata kalau ikhlas, hidup Nia dan Ibuk bahagia walau tanpa ayah." Terang Nia lagi, yang membuat buk Yuni tidak bisa berkata apa-apa, malah memeluk Nia sambil mengusap rambut panjang Nia sepunggung.

Nia tidak tahu, kalau percakapannya dengan buk Yuni sedang di rekam bu Yuni karena permintaan Erik.

Bu Yuni segera mengirim hasil rekaman percakapan nya dengan Nia ke Erik.

Erik dan Bian yang kebetulan sedang lembur bersama beberapa karyawan untuk mempersiapkan proyek pembangunan mall terbesar di distrik R, segera memberitahukan Bian, rekaman percakapan bu Yuni dan Nia.

Bian mendengarkan rekaman itu dengan seksama yang membuat dirinya semakin merasa bersalah. Orang-orang yang ditelantarkan, tidak sedikitpun membencinya, bahkan tidak ingin mengusik kehidupannya dengan keluarga barunya.

"Tolong aturkan pertemuan saya dengan Nia secepatnya Rik. Saya ingin memeluk anak saya dan meminta maaf. Saya papa yang zalim." ucap Bian dengan suara bergetar menahan tangis dan penyesalan.

Erik yang memang selalu ingin menjadi asisten pribadi yang dapat diandalkan, segera mengatur pertemuan Nia dan Bian. Dengan alasan kegiatan organisasi kampus yang kebetulan Nia menjadi anggota tim pencari dana, karena organisasi mereka akan mengadakan event tahunan.

"Bisakah kamu datang sendiri saja Nia? langsung bawa proposalnya dan nanti akan langsung ditandatangani oleh pihak perusahaan." Kata Erik melalui sambungan telpon.

"Eh, kenapa harus sendiri kak? berdua tidak boleh?" Tanya Nia curiga kalau pihak perusahaan yang akan menjadi sponsor memiliki niat jahat.

"Kakak tidak bermaksud jahat. Hanya saja orang yang nantinya akan menandatangani proposal kamu tidak suka keramaian" Terang Erik lagi.

"Ok. Di restoran KS jam 11, InshAllah saya sudah sampai sana. Terimakasih kak Erik." Kata Nia ramah, karena Nia yakin Erik orang baik, karena bu Yuni bilang Erik orang yang baik.

Keesokan harinya, sesuai dengan waktu yang telah dijanjikan, tepat jam 11, Nia sudah sampai di restoran KS.

"Ada yang bisa saya bantu nona?" Tanya salah satu pelayan restoran ramah.

"Saya mau ke meja atas nama bapak Erik." Kata Nia yang juga ramah.

"Oh, pak Erik. Baik nona, akan saya antarkan." Kata pelayan itu lalu berjalan mendahului Vanila.

Vanila mengikuti pelayan itu ke lantai dua restoran yang memang dengan konsep terbuka. Walaupun privat, tapi orang yang berada di bawah tetap bisa melihat ke atas, sehingga Nia tidak takut, kalau nanti ternyata orang yang ditemuinya, akan berbuat jahat.

"Silahkan nona. Tuan Erik sepertinya belum datang, apakah ada yang nona inginkan?"Tanya pelayan itu lagi masih dengan etika kesopanan pelayan, sesuai SOP (Standar Operasional Prosedur) perusahaan.

"Saya mau pesan Matcha iced milk satu, less sugar. Terimakasih." Kata Nia, karena Nia sudah beberapa kali ke restoran itu di ajak seniornya yang ada di asrama.

"Baik nona. mohon di tunggu sebentar. Saya permisi dulu." Kata pelayan itu ramah.

Tidak lama kemudian pelayan itu datang membawa pesanan Nia bersama seorang pria yang cukup tampan, dengan dandanan rapi, yang sudah Nia kenal.

"Kamu sudah lama Nia?" Tanya Erik ramah, karena sebelumnya mereka pernah bertemu, sewaktu bu Yuni memperkenalkan erik.

"Baru aja kok kak, sekitar 10 menitan. Kakak yang tanda tangan proposalnya?" Tanya Nia karena ia hanya melihat Erik saja.

"Ini nona, tuan, minumannya. Saya permisi dulu." Kata pelayan itu lalu pergi setelah meletakkan tiga gelas minuman yang berbeda. Matcha iced milk untuk Nia, lemon tea milik Erik, serta secangkir hot matcha yang nggak tahu punya siapa.

"Nggak. Sebentar lagi bos kakak datang. Kamu bagaimana kuliahnya?" Tanya Erik basa basi.

"Kakak basa basi banget, masih baru beberapa hari ini kuliah, ya masih biasa aja sih kak, kakak pernah kuliah di sana juga kan?" Tanya Nia sambil sedikit tertawa, yang membuat Erik jadi sedikit salah tingkah karena ketahuan basa basi.

"Iya sih. Hehehe. Oh iya, kamu udah ketemu pak Oscar?" Tanya Erik lagi, ketika mengingat salah satu dosen kiler yang mengajar mata kuliah dasar.

"Pak Oscar yang katanya galak?" tanya Nia memastikan.

"Iya, yang kumisnya tebal, badan bapaknya bulat." Kata Erik lagi menjelaskan ciri-ciri fisik pak Oscar.

"Ih kakak body shaming, ntar aku aduin pak Oscar ah." Kata Nia sambil tertawa.

"Eh, jangan dong Nia, kakak kan cuma menyampaikan ciri-cirinya saja biar kita nggak salah orang." Kata Erik.

"Udah. Tapi beliau baik kok. Nggak galak." Kata Nia lagi yang membuat Erik heran, karena setahu Erik pak Oscar adalah salah satu dosen killer di tempat Nia kuliah.

"Masa sih?" Tanya Erik heran.

"Aku tuh udah ketemu pak Oscar sebelum masuk kuliah. Kan aku datang lebih awal tuh sebelum jadwal kuliah, jadi aku sering ke perpustakaan, kebetulan waktu itu pak Oscar datang ke perpus cari buku untuk referensi penelitiannya, kebetulan buku yang pak Oscar mau sudah selesai aku baca, jadi aku serahkan ke pak Oscar. Aku juga bantuin pak Oscar untuk membuat resume buku itu. Makanya pak Oscar nggak galak sama aku." Cerita Nia panjang lebar, yang membuat Erik memperhatikan Nia ketika berbicara, dan tidak tahu kenapa, walaupun penampilan Nia terbilang biasa saja karena dandanannya yang memang tidak modis, membuat Erik tertarik dan suka ngobrol lama-lama dengan Nia. Nia selalu nyambung untuk ngobrolin apa saja, padahal Nia anak sekolah yang baru tamat dan menginjak bangku kuliah, tapi wawasan dan pengetahuannya sangat banyak terutama untuk bidang bisnis.

"Emang buah nggak jauh jatuh dari pohonnya." gumam Erik karena cara Nia bercerita, persis ketika Bian menceritakan sesuatu yang disukainya.

"Kenapa kak?" Tanya Nia yang tidak begitu jelas mendengar gumaman Erik.

"Nggak ada. Tadi kakak cuma bilang kamu hebat, bisa naklukin pak Oscar." Kata Erik sambil tersenyum.

Lalu Erik berdiri karena melihat Bian yang sudah datang, dan Nia juga ikutan berdiri lalu memutar tubuhnya, karena Nia duduk membelakangi jalan masuk.

Nia melihat Bian, lalu panik, dan bermaksud pergi meninggalkan kursi yang tadi ia duduki, namun Erik segera mencegah Nia pergi dengan memegang tangannya.

"Jangan lari Nia. Kamu tahu siapa beliau kan?" tanya Erik agar Nia tenang.

Bian yang sudah tidak sabar lagi, langsung memeluk Nia yang hanya diam saja seperti patung, tidak tahu harus bereaksi seperti apa.

"Maafin papa Nia. Maafin papa." Kata Bian dengan suara terisak sambil memeluk Nia erat dan membenamkan wajah Nia ke dada bidang Bian, karena memang tinggi Nia hanya sebahu Bian.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!