Aku menatap mata seseorang yang kini berdiri di hadapan ku. Ia menatap ku dengan penuh amarah sambil menahan rasa sakit dari luka yang menganga di perut nya. Aku menggores wajah nya dengan ujung pisau ku.
Darah segar mulai memenuhi wajah nya. Ia berteriak meminta pengampunan. Suara nya mulai melemah karena kini pisau ku telah sampai di leher nya. Tiba - tiba kepala nya melayang lalu mengelinding di bawah meja karena sebuah pedang terbang menebas leher nya.
“Lemparan yang bagus Dante,”ucap ku sambil membersihkan pisau ku dengan ujung bajuku.
“Sebaik nya kita segera pergi Mint. Sebentar lagi polisi akan mengepung tempat ini."
Dante dan Lukas menarik tangan ku dan pergi dari gudang itu. Gudang yang penuh mayat tanpa kepala. Kami bertiga menghabisi mereka semua. Bukan tanpa alasan, mereka adalah anggota Black devil Yang sangat meresahkan kota. Meskipun perbuatan kami tetap salah di mata hukum , toh mereka memang penjahat yang harus segera dimusnahkan.
Lukas mengendarai mobil dan membawa kami menjauh dari gedung itu. Aku menatap kota Adra yang begitu menawan. Kota metropolitan yang tidak dapat ku nikmati karena pekerjaan ku yang begitu menyita waktu.
***
Nama ku Mint Sadistic. Aku adalah seorang pembunuh bayaran. Aku dan kedua teman ku tumbuh dan besar di sebuah panti asuhan. Ketika berumur 10 tahun, Kedua orang tua ku meninggal dunia. Mereka di siksa dan di bunuh oleh paman dan orang - orang suruhan paman ku.
Kedua orang tua adalah pengusaha sukses yang cukup terkenal di kota Adra. Namun seseorang yang Nampak nya iri dengan keberuntungan kedua orang tua ku, membunuh mereka berdua dan mengambil alih perusahaan kedua orang tua ku. Aku yang saat itu sembunyi di bawah kolong kasur menyaksikan semua nya.
Dari saat itu aku berjanji akan membalas dendam atas kematian kedua orang tua ku. Keluarga kedua orang tua ku yang tak ingin repot memasukan ku ke panti asuhan. Mereka meninggalkan ku. Menjadikan ku sebatang kara. Dari panti itulah aku bertemu dante dan Lukas.
Mereka mengalami nasib yang sama dengan ku. Saat berumur 15 tahun, aku, dante dan Lukas memutuskan kabur dari panti asuhan. Kami mulai bekerja dengan berbagai macam pekerjaan, namun kami selalu ditipu dan tak pernah di beri upah.
Saat itu aku, Dante dan Lukas membunuh orang yang telah mempekerjakan kami di sebuah bar. Ia hendak berbuat hal tak senonoh padaku. Aku menusuk leher nya dengan pisau dapur hingga hampir putus. Setelah itu dante dan Lukas membungkus mayat nya dan membakar nya. Dari peristiwa itu kami terus melakukan pembunuhan dan mulai menghasilkan uang.
****
Mobil dengan cepat melaju meninggalkan pusat kota Adra. Mobil di parkir di depan sebuah rumah minimalis yang berada di pinggir kota Adra. Rumah ini adalah rumah kami. Menjadi seorang pembunuh bayaran membuat kami menjadi sukses dengan cepat. Kita bisa membeli rumah mewah dan kendaraan. Kebanyakan kami di bayar oleh pengusaha untuk membunuh saingan bisnis mereka.
Kami melangkah masuk rumah. Aku merebahkan diriku di sofa lalu menyalakan TV. Dante dan Lukas menuju dapur menyiapkan makan malam. Aku menatap datar ke arah layar TV. Sebuah berita yang kini meliput pembunuhan yang baru saja kami lakukan. Tak ada rasa iba atau kasihan dalam diriku. Aku hanya merasa semua pantas mati.
“Mint, saat nya makan malam,” panggil Dante.
“Baiklah."ucap ku yang langsung mematikan TV.
Kami makan dengan tenang sembari membaca berita di layar telpon genggam kami. Kami bertiga Saling menatap dengan senyum yang sulit di artikan. Aku makan dengan lahap. Setiap kali selesai membunuh, aku merasa lapar luar biasa.
“Terima kasih,” ucap ku datar. Tak ada ekspresi yang dapat ku keluarkan.
“Ada apa Mint? Kenapa kau berterima kasih?" tanya Lukas.
“Terima kasih karena menemani ku selama ini. Aku sangat bahagia karena ada nya kalian.”
“Hahaha, Mint apa kau betul – betul bahagia? Ekspresi wajah mu tidak menunjukan itu, “ ucap Dante sambil tertawa.
“Aku tidak tahu harus berekspresi bagaimana."
Mereka berdua menatap ku dengan tatapan yang tak bisa ku artikan. Selama 10 tahun ini, mereka selalu ada bersamaku. Aku yang menjadikan mereka pembunuh. Sekalipun tak bisa menunjukan betapa bersyukur nya aku tapi aku tetap bahagia karena ada nya mereka. Aku telah berjanji pada diriku sendiri, aku akan mengubah jalan hidup mereka.
Aku ingin mereka berhenti menjadi pembunuh lalu menemukan jalan hidup yang baik.
“Terima kasih makanan nya. “
Setelah mengucapkan itu, aku langsung ke kamar dan mengunci kamarku. Aku membuka pakaian ku dan hanya memakai dalaman saja. Aku duduk di tepi tempat tidur ku sembari membayangkan wajah ibu dan ayah ku. Tak ada air mata yang keluar dari mata ku.
Aku bahkan lupa kapan terakhir aku tertawa. Perasaan ku telah betul – betul di hancurkan saat malam di mana kedua orang tua ku di bunuh. Aku berpikir untuk mengakhiri semua nya. Aku akan membalaskan dendam atas kematian orang tua ku.
Akan ku hancurkan mereka semua. Dan setelah itu aku akan menyusul kedua orang tua ku. Aku bertahan hingga hari ini hanya untuk menghancurkan mereka semua.
***
Dante sedang duduk santai di sofa sementara Lukas terlihat sibuk dengan game nya. Saat berita pembunuhan hari ini di beritakan, mata mereka fokus melihat berita itu.
“Sampai kapan kita akan melakukan ini?" tanya Dante
“Bukan kah ini memang jalan hidup kita. Tapi jika di Tanya seperti itu, aku juga lelah. Aku juga ingin hidup normal, memiliki pasangan, Menikah dan memiliki keluarga,” ucap Lukas disertai tawa kecil nya.
Dante dan Lukas mula berpikir untuk mengubah jalan hidup mereka. Mereka berdua ingin memberitahukan niat mereka pada Mint. Menurut mereka uang yang kini mereka punya cukup untuk membuat usaha sendiri.
“Aku ingin sekali melihat Mint tersenyum,” ucap Dante.
“Aku juga berharap kita bisa membuat Mint bahagia,” ucap Lukas.
“Seperti nya hidup nya betul – betul di hancurkan. Kasihan Mint, “ ucap Dante.
Mereka berdua terdiam sejenak. Mengingat Mint yang tidak dapat menunjukan ekspresi apapun selain ekspresi datar nya, membuat mereka memikirkan apa yang membuat Mint sampai sedingin itu. Meskipun mereka berdua seorang pembunuh, tapi di bandingkan Mint mereka masih mempunyai iba dan rasa penyesalan setelah melakukan pembunuhan.
Bagaimana pun mereka juga manusia. Tapi Mint tidak merasakan apapun ketika membunuh.
Dante dan Lukas yang selalu menyaksikan Mint saat membunuh terkadang merasa merinding.
Mint bahkan tanpa ampun membunuh satu keluarga termaksud seorang ibu hamil. Mint menusuk perut perempuan itu lalu merobek janin nya. Dante hanya menelan saliva nya saat melihat Mint membunuh wanita malang itu.
Hi readers.
Ini tulisan pertama ku. Masih banyak kekurangan Mohon dimaklumi. Saran yang membangun sangat penulis butuhkan. Terima kasih
Happy Reading.
Sinar matahari merayap di sela – sela jendelaku. Aku membuka mata dan langsung bangun. Jam menunjukan pukul 08:00. Aku berjalan ke kamar mandi dan mandi.
Setelah itu aku berpakaian. Aku membuka pintu kamar dan menuju dapur. Aku berencana membuat sarapan pagi untuk dante dan Lukas. Aku menggoreng telur mata sapi lalu menyusun nya bersama roti.
Setelah itu aku membuat jus jeruk dan susu. Aku mengetuk pintu kamar dante dan Lukas. Membangunkan mereka cukup memakan waktu. Aku duduk sambil melihat telpon genggam ku.
Setelah 20 menit menunggu, akhir nya Dante dan Lukas datang dengan model rambut acak – acakan.
“Maafkan kami Mint membuat mu menunggu lama. Ini semua karena Lukas,” ucap Dante sambil menatap tajam ke arah Lukas.
“Ehh, bukan kah ini karena kau mengajak ku duel,” ucap Lukas.
“Apa kalian berkelahi semalam?" tanya ku menatap mereka datar.
Dante dan Lukas tiba – tiba tertawa mendengar pertanyaan bodoh ku itu.
“Ada apa?" tanya ku lagi.
“Mint, aku dan Lukas semalam main game. Aku menantang Lukas tapi akhir nya kalah. Aku memang belum bisa menandingi Lukas,” ucap Dante sambil menggaruk kepala nya yang tidak gatal.
Setelah menjelaskan itu, dante dan Lukas melanjutkan perseteruan nya. Aku hanya memakan roti ku sembari mengirim pesan pada seseorang. Aku menghabiskan sarapan ku dengan cepat.
“Teman – teman, hari ini kalian istirahat saja. Aku akan keluar bertemu seseorang."
“Siapa Mint?" tanya Dante.
“Teman." jawab ku singkat dan langsung meninggalkan mereka.
Aku keluar dan menuju garasi. Aku melaju kan mobil ku dengan cepat. Aku melihat matahari yang semakin tinggi. Hari ini cuaca nya sangat cerah. Aku terus melajukan mobil ku.
30 menit kemudian aku telah sampai di pusat kota Adra. Hari ini adalah hari selasa. Suasana sibuk bahkan sangat terasa di kota ini. Orang lalu lalang menuju ke tempat kerja mereka.
Ku parkir mobil di depan sebuah rumah yang cukup besar dengan pekarangan yang sangat luas. Aku memencet bel dan seorang wanita paruh baya keluar dari balik pagar.
“Cari siapa nona?"
“Aku mencari paman Astof. Apa beliau ada di rumah?"
“Kebetulan beliau sedang sarapan bersama istri dan anak – anak nya."
“Apa aku boleh masuk. Aku Adalah keponakan paman Astof."
Tanpa basa basi wanita itu langsung menyuruhku masuk. Ia menuntunku sampai di ruang makan keluarga. Saat sampai di sana terlihat paman Astof sedang memuji putra pertama nya.
Ada istri yang tidak lain saudara ayah ku dan kedua putra nya serta putri nya. Saat melihat ku, Paman Astof sangat terkejut.
“Sedang apa kau di sini?" tanya paman astof yang langsung membuat semua mata memadang ku.
“Mint, apa itu kamu?" tanya Bibi anne yang tidak lain istri paman Astof.
“Iya ini aku bibi."
Bibi anne berlari memeluk ku sambil menangis. Ia bertanya dari mana saja aku selama ini. Ia sangat mengkhawatirkan ku. Aku memeluk bibi ku dengan erat, ada kehangatan yang sudah lama ku rindukan. Paman Astof hanya diam mematung.
Ia tak bisa berkata apa – apa. Bibi anne mempersilahkan ku duduk bersama mereka.
“Ibu, kakak itu siapa?" tanya putri paman Astof.
“Dia adalah saudara sepupumu, Mint. Ia adalah anak yang selalu ibu ceritakan."
“Lalu ada urusan apa kau ke sini?" tanya Putra pertama paman Astof dengan nada sinis nya.
“Di mana sopan santun mu Asyuar? Apa Ibu pernah mengajarkan mu untuk berkata tidak sopan,” geram bibi Anne.
Hanya Bibi anne yang menyambut ku baik di sini. Bahkan Asghar menatap ku dengan sinis. Mereka pasti berpikir jika aku ke sini ingin meminta uang pada mereka.
Aku menatap datar paman Astof yang sedari tadi diam tak bergeming. Ia hanya menunduk.
“Paman, kenapa paman tidak menjemput ku di panti?" tanya ku seraya menatap paman Astof yang sedari tadi menghindari berpandangan dengan ku.
“Apa panti? Mint selama ini kamu dipanti? Tapi kenapa?"
“Kenapa bibi tidak bertanya pada paman?"
“Jelaskan pada ku Astof apa yang sudah kau lakukan pada keponakan ku?" geram bibi Anne.
Asmi, Asyuar dan Asghar begitu terkejut saat mendengar ibu mereka marah. Ini pertama kali nya mereka melihat ibu mereka marah besar. Bibi anne yang dikenal sebagai wanita lemah lembut, hari ini berubah begitu geram karena keponakan nya.
“Bagaimana kau bisa melakukan ini Astof. Kau tahu aku mencari Mint selama 15 tahun ini dan kau tak memberitahu apapun tentang mint. Kau bahkan tega membawa mint ke panti asuhan. Apa benar kau ini manusia?" ucap bibi anne dengan tangisan nya.
“Aku bisa menjelaskan semua nya sayang. Aku hanya bingung. Aku hanya berpikir Mint lebih baik di panti asuhan,” ucap paman Astof.
"Aku tidak percaya kata - kata itu keluar dari mulutmu. Apa kau lupa siapa yang selalu membantu kita selama ini? Apa kau lupa kekayaan yang kita nikmati bukanlah milik kita ? Ini semua milik Mint," jelas bibi Anne.
"Apa? Aku sudah berusaha melakukan segalanya. Ini semua usaha ku. Kakak laki - laki mu tidak ada apa - apa nya dengan ku. Semua kekayaan ini adalah milik ku,"ucap Paman Astof tanpa merasa bersalah.
"Hebat sekali kau perempuan sialan. Kau mengacaukan sarapan pagi kami,"ucap Asghar.
Mendengar itu,Bibi Anne hanya menutup mulut nya sembari menahan tangisan nya. dada nya terasa sesak. Ia menghapus air mata nya dan menatap suami nya.
“Aku ingin kita berpisah. Aku tidak bisa hidup dengan laki – laki yang sudah menelantarkan keponakan ku satu – satu nya."
Ucapan bibi anne bagaikan mimpi buruk di pagi hari. Suasana sarapan pagi yang begitu khidmat berubah menjadi tangisan. Tangisan Asmi yang mendengar perpisahan kedua orang tua nya.
Asghar dan Asyuar begitu marah. Mereka berdua menatap ku sinis. Aku hanya menatap mereka datar.
“Jadi kau meninggalkan ku karena keponakan sialan mu ini. Jika kau ingin berpisah silahkan tapi jangan harap kau dapat apa – apa dari ku."
“Aku tidak butuh apa – apa dari laki – laki iblis seperti mu, anak – anak apa kalian ikut ibu?"
“Aku ingin ikut ibu,” ucap Asmi seraya memeluk ibunya
“Jika kalian ikut ibu kalian, kalian hanya akan jadi gembel di luar sana," ucap paman astof dengan angkuh nya.
Asyuar dan asghar memutuskan untuk tetap tinggal. Mereka tidak ingin jadi gembel jika ikut ibu nya. Bibi anne hanya mengemas beberapa pakaian nya dan asmi. Paman Astof menghampiriku dan langsung menamparku. Aku hanya diam tak bergeming.
“Puas kau menghancurkan keluargaku gadis j*l*ng? Harus nya dulu ku bunuh saja kau."
“Belum. Aku ingin melihat paman hancur sehancurnya hancur nya,“ucap ku dengan tatapan dingin.
Paman Astof mundur menjauhiku. Bibi anne dan Asmi telah siap dengan koper di tangan mereka. Aku menggenggam tangan bibi anne. Ia menatap ku sedih.
“Ku harap kau tidak menyesal melepasku dan anak – anak mu demi gadis sialan itu."
Tanpa menghiraukan ucapan itu, bibi anne segera menarik ku dan Asmi keluar dari rumah, air mata bibi Anne masih mengalir. Ia menatap pagi itu dengan wajah seakan lepas dari segala beban. Ia menatap ku dengan senyuman manisnya.
Aku membantu memasukkan barang – barang nya di mobil ku. Sepanjang perjalanan bibi Anne bertanya tentang ku selama ini. Aku menceritakan tentang bagaimana aku kabur dan panti asuhan dan berusaha mencari kerja.
Aku berhenti di sebuah rumah minimalis yang terletak di tengah kota Adra. Rumah ini adalah rumah yang memang aku siapkan untuk bibi Anne. Aku membantu nya mengangkat koper ke dalam rumah.
“Ibu, rumah ini bagus sekali,” ucap asmi yang langsung berlari masuk kedalam.
“Mint, ini rumah siapa?" tanya Bibi Anne
“Ini rumah untuk Bibi."
Bibi Anne hanya terdiam dan menggenggam tangan ku masuk ke dalam rumah. Aku duduk di hadapan bibi Anne. Entah mengapa bibi Anne tiba – tiba menangis di hadapan ku. Ia mengelus pipi ku dan memeluk ku.
“Maafkan bibi mint. Bibi tak bisa melindungi mu. Selama 15 tahun ini bibi terus mencari mu tapi tak ada petunjuk tentang mu. Bibi hampir putus asa sayang. Bibi pikir kamu kenapa – kenapa. Bibi tak bisa memaafkan diri sendiri jika kau terluka."
“Aku baik – baik saja bibi."
“Lihat mata mu nak, besar sekali luka hidup mu Mint. Maafkan bibi nak."
Bibi anne masih menangis. Aku hanya diam dan biarkan bibi anne menangis. Aku merasakan sebuah kehangatan yang telah lama hilang dari hidup ku.
Happy Reading 🥰
Setelah mengantar bibi anne, aku pun pamit untuk kembali ke tempat kerja. Aku akan berjanji akan datang mengunjungi bibi anne lagi. Ia memeluk ku lagi.
“Hati – hati sayang. Bibi selalu menunggu mu."
Aku melihat bibi anne datar. Asmi melambaikan tangan padaku,aku juga melakukan hal yang sama.
Aku masuk ke dalam mobil dan dengan cepat melaju meninggalkan pekarangan rumah bibi anne. Aku memang mempersiapkan rumah itu untuk bibi anne dan anak – anak nya.
Aku berpikir untuk menuntaskan dendam ku. Aku berpikir dengan rumah itu bibi Anne tidak akan kesulitan hidup tanpa paman Astof. Aku juga menyiapkan tabungan untuk bibi Anne yang telah diurus oleh orang kepercayaan ku.
Mobil ku melaju dengan cepat menuju rumah paman Astof lagi. Aku memarkir mobil ku agak jauh dari rumah paman astof.
Saat sedang memarkir mobil, aku melihat paman Astof dan kedua putra nya keluar dari rumah dan naik mobil entah kemana. Yang pasti sekarang rumah itu kosong. Mungkin tinggal pembantu nya saja.
Aku masuk ke rumah paman Astof dengan meloncat pagar samping rumah. Aku masuk ke ruang tamu dan bertemu dengan wanita paruh baya tadi. Ia menatap ku bingung.
Aku hanya memberi nya sekantong uang dan menyuruh nya pergi meninggalkan rumah ini. Ia tak mengatakan apapun. Wanita itu hanya mengambil uang yang aku berikan dan langsung ke belakang.
20 menit kemudian wanita paruh baya itu keluar dengan tas besar di tangan nya. Selama menunggu wanita itu, aku memasang boom di beberapa tempat yang cukup tersembunyi. Wanita itu hanya menunduk dan langsung keluar meninggalkan rumah.
Aku hanya menatap nya datar. Ia bahkan sama datar nya dengan ku. Aku melihat nya pergi bersama taksi.
Aku keluar dan kembali ke mobil. Aku memandangi rumah megah itu untuk terakhir kali. Aku mengeluarkan sebuah remote control jarak jauh. Tepat sebelum paman Astof dan kedua anak nya kembali dan keluar dari mobil, aku menekan tombol merah dan
Duarrrr....
Rumah itu meledak. Paman Astof dan kedua anak nya terpental. Mereka bertiga tidak sadarkan diri. Aku segera keluar setelah ledakan itu. Orang – orang mulai berkumpul.
Aku langsung bergabung dengan orang – orang. Aku menghampiri paman astof dan kedua anak nya yang masih tidak sadarkan diri.
“Tolong paman saya,” ucapku
“Apa ia paman mu nak? Mari kita bantu anak ini membawa paman nya ke rumah sakit."
“Aku akan telpon ambulance."
“Paman, tidak usah menelpon ambulance, aku ada mobil biar aku yang membawa mereka kerumah sakit,“ucap ku dengan wajah panik yang dengan susah payah ku perlihatkan.
“Baiklah."
Akhir nya mereka membantu ku membawa paman Astof dan kedua anak nya ke mobil ku. Sebagian warga sedang sibuk menelpon pemadam kebakaran. Karena api mulai membesar dan dengan cepat melahap rumah itu.
Aku berterima kasih dan dengan cepat membawa mereka pergi. Aku menginjak gas dan dengan cepat melaju meninggalkan rumah paman Astof yang kini dilalap api.
Aku berhenti di sebuah toko peralatan. Aku membeli 3 buah lakban besar dan pemukul bassball. Mereka bertiga masih belum sadarkan diri. Aku meninggalkan toko itu dan melaju dengan cepat. Aku berhenti lagi di jalan yang agak sunyi.
Dengan susah payah aku mengikat tangan mereka dengan lakban dan menutup mulut mereka. Waktu menunjukkan pukul 15:45. Aku kembali melanjutkan perjalanan.
Aku kini berhenti di sebuah gudang kosong yang berada di pinggiran kota Adra. Aku menyeret mereka satu persatu dan memasukan mereka ke dalam gudang.
Gudang ini adalah gudang yang tempat ku membantai anggota genk sialan itu. Masih ada garis polisi. Aku merobek dan membuang nya ke sembarang tempat. Aku mendudukan mereka dan menyiram tubuh mereka.
Dengan susah payah mereka membuka mata. Saat paman Astof melihat ku, matanya membelalak. Tak ada kata yang dapat ia keluarkan.
Mereka memberontak mencoba melepaskan diri tapi sayang ikatan yang ku buat terlalu kuat.Mereka berteriak sekuat tenaga. Aku menendang kepala mereka satu persatu.
Aku membangunkan mereka lagi setelah itu aku memukul bagian kepala mereka lagi hingga darah segar mulai mengalir dari pelipis mereka.
“Kenapa kau melakukan nya paman?"
“Kenapa paman?"
“Kenapa kau tega membunuh kedua orang tua ku."
“JAWAB!!
Saat mendengar pertanyaan ku, paman Astof terkejut. Ia tak menyangka jika aku tahu peristiwa malam itu. Peristiwa dimana ia dengan tega membunuh kedua orang tua ku. Membunuh kakak ipar nya sendiri.
Aku merasa sesak napas, jantung ku berpacu dengan cepat. Mereka mulai memohon – mohon. Mereka bertiga menangis di hadapan ku. Bayangan tentang kematian kedua orang tua ku tiba - tiba terlintas di hadapan ku.
Penyiksaan yang mereka lakukan tepat di depan mata ku. Aku mengambil bensin yang telah aku siapkan. Aku menyiram mereka yang kelihatan lebih panik dari pada sebelum nya.
Paman Astof berlutut dan memohon padaku dengan tangisan nya. Aku juga ingat saat ibu ku memohon pada paman Astof tapi ibuku malah di pukul dengan pemukul bassball tepat di wajah nya.
Aku mengambil pemukul bassball dan memukul wajah paman Astof berulang kali. Wajah paman astof di penuhi darah, hidung mancung nya buat penyok.
Aku melihat wajah asghar dan asyuar. Mereka hanya menangis tanpa suara. Melihat ayah mereka hampir mati.
“Ini untuk kedua orang tua ku, paman. Ini pembalasan ku atas perbuatan paman yang takkan pernah ku maafkan. Bila aku di pertemukan lagi dengan paman di masa depan, Aku akan membunuh paman lagi. Aku akan terus membunuh paman sampai dewa lelah dan berhenti mereinkarnasi paman. Kematian kedua orang tua ku adalah luka yang tidak akan pernah sembuh bahkan dewa pun takkan mampu menyembuhkan luka yang masih terus menganga. Untuk kalian berdua ini adalah pembalasan atas ketidaksopanan kalian pada bibi Anne. Jadilah anak yang baik di hidup kalian selanjutnya."
Setelah mengucapkan itu, aku melemparkan korek kearah mereka. Tubuh mereka langsung terbakar. Aku keluar dan meninggalkan mereka yang kini di lalap api.
Aku menyiram gudang ini dengan bensin dan membakar nya. Aku segera menjauh dari gudang itu. Aku melajukan mobil ku sebelum akhir nya gudang itu meledak.
Sepanjang perjalanan air mata ku mengalir. Air mata yang ku tahan selama 15 tahun tumpah. Tanpa suara air mata itu terus mengalir, aku berhenti di dekat jembatan Hour, menikmati senja terakhirku di kota Adra.
Aku menelpon Dante.
“Halo Mint, kamu dimana?" tanya Dante.
“Mint kamu kemana saja, kenapa tidak mengajak ku?" teriak Lukas.
“Maafkan aku teman – teman. Aku akan merindukan kalian, terima kasih untuk 15 tahun kebersamaan kita. Aku harap kalian bisa menemukan jalan hidup yang baik sesuai keinginan kalian. Aku akan menebus dosa yang telah kita lakukan, berjanjilah padaku untuk hidup sebaik – baik nya."
“Min-t, kau kenapa? Kau tidak berpikir melakukan hal anehkan?" tanya Dante.
“Kamu dimana mint? Aku akan menjemput mu. jangan berpikir macam-
Aku mematikan telepon sebelum Lukas menyelesaikan kata – kata nya. Aku keluar dari mobil dan berdiri di pinggir jembatan hour. Aku menutup mata dan merentangkan tangan ku. Mencoba mengingat masa - masa bahagia bersama kedua orang tua ku.
“Ayah
“Ibu
“Aku datang.
Dan yah aku terjun bebas ke sungai.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!