makasih Daniel, ujar seorang wanita tua yang menatap senja, sembari menutup diarinya, air mata tak henti menggenangi matanya, mengalir dipipinya yang kini tak lembut lagi.
beberapa menit kemudian, sang nenek terkejut dengan kehadiran cucu perempuannya yang merengek padanya.
"nek...nek," panggil ricuh sang cucu pada Renata (wanita tua yang menatap senja), "kenapa sayangq Dena," jawabnya pada cucu kesayangannya itu sembari membelai kepala snag cucu dengan lembut.
"nenek, aku pengen banget nenek bantuin aku bujukin ayah yah, biar aq bisa jalan-jalang bareng temen-temen aq, yah nenek." rengekannya Dena gadis 17 tahun, yang begitu cantik, kulit kuning langsatnya yang eksotis, dengan kaki jenjangnya, dan body yang hot, membuat gadis berambut panjang ikal dengan tinggi 165 cm ini, dikagumi banyak temannya, ditambah dengan paras menawannya, hidung yang mancung, mata bulat, bibir seksi dan alis yang tertata begitu indah, bak bidadari.
rengekan Dena tidak menghilangkan kecantikannya, hal ini membuat sang nenek makin gemes melihat cucu cantiknya, "baiklah, akan nenek bantu asal kamu temai nenek ngunjungi kuburan paman Daniel yah besok pagi," ujar dang Nenek.
"makasih nenek, Dena sayang banget ama nenek."
Keesokan harinya.
"nenek ayo kita berangkat, aku udah gak sabar pengen liat kubur paman Daniel," kata Dena sembari menata rambut ikalnya itu. "Ia, sabar sebentar ya nenek perlu menyiapkan hal yang paling disukai paman Daniel."
sembari terhuyung-huyung, wanita tua tersebut, mengeluarkan sekotak surat, "mungkin semuanya akan ku akhiri sampai disini Daniel. Sudah cukup lama aku menahan kepergianmu, sekarang waktu terbaik buat kita, apalagi saat ini Dena sudah mulai dewasa, sudah seharusnya dia mengetahui semuanya, tentang kita." batin nenek
wanita tua itu memasukan semua surat dan beberapa foto penting ke dalam sebuat kotak dan memasukannya ke dalam tasnya, sembari berjalan perlahan ia mengajak sang cucu tercintanya untuk pergi ke daerah yang sangat familiar dengan dirinya dan masa mudahnya, yang sudah lama tak ia kunjungi.
"wah, kenapa harus ke terminal sih nek, emang tempatnya sejauh apa, kalo naik motor bareng aku emang gak bisa, kan aku hebat nek, lagi pula aku tahan kok sejauh apapun," gerutu cucu cantiknya.
sang nenek tersenyum dan berkata:
" nenek hanya gak pengen kamu kelelahan, ditambah lagi usia nenek sudah tidak mudah lagi untuk duduk lama naik motor, takutnya nenek malah nyampe surga bukan sampe ke tempat yang kita tuju," candanya sembari menggenggam tangan mulus dan jemari yang indah milik cucunya itu, sembari menuju bus.
Semua mata yang ada disana terfokus dan terpaku memandang kedua wanita cantik, yang baru saja memarkirkan motornya.
ketika hendak menuju bus, mata yg tadi terfokus pada mereka semakin bertamba banyak, sebab wanita tua beusia 60 tahun itu memiliki paras yang cantik ketika mudahnya, sekalipun kini tubuhnya mulai dipenuhi banyak keriput, tetapi tidak dapat menutupi pancaran kecantikan sang wanita tua itu.
ditambah lagi kehadiran sang cucu yang cantik dan hot itu, gadis yang berjalan dengan dress hitam berbahan sifon yang sedikit terbuka itu, membuat kaki jenjang nan mulus dan pahannya sedikit terekspos keluar memancarkan eksostisme kulit wanita Indonesia yang menggugah hati setiap mata yang melihatnya.
senyuman manis yang mengisi wajah cantik gadis itu, menambah kagum setiap Pria yang melihatnya.
kecantikan kedua wanita itu tidak hanya membuat para pria terpincut tetapi juga membuat para wanita iri.
" kayanya nenek masih tetap gak kalah cantik ama kamu, buktinya semua mata melihat nenek," ujar sang nenek," celetup nenek yang mengusili sang cucu.
"ih, nenek aja yang kedepean, kali. Toh yang mereka lihat itu aku bukan nenek. hehehehe." sahut sang cucu.
"ayo nek, pelan-pelan aja (sembari membantu sang nenek naik ke bus)."
ketika bus mulai berjalan, hati wanita tua itu makin gak karuan, mengingat apa yang harus dia ceritakan pada cucunya, ketika mereka sampai nanti
"Daniel, jika kau masih dapat mendengarkan aku, tolong mampukan aku mengatakan kebenarannya. " batin nenek Renata.
seppppppssss."
suara henti bus membangunkan Dina.
"nenek kita udah di pemberhentian terakhir (dia mengingat pesan nenek bahwa mereka akan turun dipemberhentian terakhir)."
"Ia Din, ayo kita turun," sembari berjalan perlahan dengan mata yang mulai berkaca-kaca, tetapi coba menahannya, ketika melihat lautan biru nan indah di depan matanya, seakan memanggilnya pulang dalam kerinduan yang kian menyiksanya, sejuknya angin yang memenuhi sekujur tubuhnya. ditambah deru ombak yang menggetarkan jiwa. begitu menggugah hasrat wanita tua dikala mudanya.
"Renata, ren, ren. Jangan tinggalin aku ren, aq gak mampu tanpamu." sosok pria tampan, dengan tinggi badan 175 cm, dengan hidung yang sangat mancung, mata tajam yang membela jiwa, dan senyum manis dengan lesung pipinya, berdiri di jalan tepat dimana saat ini ia berada, tebing yang tersapu ombak menjadi saksi bisu kisah cinta mereka.
"nek. nek. ayo, buruan. nenek kok matung disitu." gerutu cucunya, ia sayang.
" maafkan nenek, nenek hanya tidak menyangka nenek bakal ke tempat ini lagi setelah 15 tahun berlalu."
tiba-tiba mereka dikejutkan dengan sosok Pria yang terlihat tak mudah lagi.
"eh ibu, apa kabar ? udah lama banget kita gak pernah ketemu. udah 20 tahunan yah bu sejak terakhir kali ibu kesini."ujar Pria setengah baya di depan mereka.
"ah bapak yang salah ingat yah. saya 16 tahun yang lalu masih sempat ke sini kok."
"kapan yah bu". tanyanya dengan wajah yg sangat penasaran.
"ketika pak Daniel meninggal."
sahut renata dengan wajah yang tersenyum lembut. seakan menggambarkan luka lamanya yang terbalut dengan kain yg mulai koyak.
"oh maaf ya bu. saya sudah lupa. dan jika ibu masih ingat saya adalah teman main Daniel ketika kami kecil dulu."
"ayah...ayah."
terdengar suara berat yang memanggil ayahnya. terlihat sosok pria yang begitu tinggi, dengan kulit sawo matang khas cowo pantai yang begitu menawan, wajah tegas yang begitu tampan, dengan telanjang dada, dan celana pantai, pria tersebut datang memanggil sang ayah.
paparan sunset yang membuat pancaran mata berkilauan dari sang pria.
"sini nak." ajak pria tua sembari menarik anaknya ke sisinya.
"perkenalkan bu. anak saya namanya Ray. dia baru berusia 20 tahun. soalnya saya menikah lebih cepat ketimbang Daniel, oh. ia nama saya Refli."
"oh... Refli aku ingat. kita kan pernah bertemu 30 tahun yang lalu. ujar Renata sembari tersenyum mengingat pertemuan mereka kala itu.
"ini perkenalkan cucu saya Dina." tak ada suara apapun yang keluar dari mulut gadis cantik itu, membuat nenek bingung.
ketika sang nenek melihat Dina, ia terkejut melihat keterpakuan sang cucu. seraya berkata:
"Din. ini kenalan ama om Refli, jangan bengong terus."
Dina yang dari tadi terdiam kaku karena terpesona dengan sosok Ray yang memiliki pesona yang jauh berbeda dari cowok-cowok kota yang selama ini dilihatnya, membuat gadis tersebut salah tingkah ketika berkenalan.
"Dina, namaku Dina om."
sembari memberikan tangannya kepada om Refli, dan setelah itu dengan mata yang berbinar Dina menatap Ray, sembari berkata:
"aq Dina, salam kenal."
Rey yang sedari jauh terpesonah dengan kecantikan gadis didepan matanya tersebut menyambut hangan tangan sang gadis, dan langsung mencium jemari indah milik Dina.
*duk. dak. duk. dak* hati Dina berdeguk dengan begitu kencang, dengan irama yang berantakan seakan mengikuti deruk ombak yang menghantam jiwa.
"eh. ehm. kayanya udah bisa dilepas deh. udah mau sejam. hehehe."
canda sang ayah ke pada Ray yang masih terpaku melihat gadis cantik di depannya.
"ih. eh. maaf Din, lupa. maaf yah tante. udah kelamaan megang tangan anaknya."
"ih Ray, ini tuh nenek aku tau, emang muka aku udah kelihatan tua banget gitu." gerutu Dina yang kesal karena mendengar ucapan Rey, yang seakan-akan melihat neneknya sebagai ibunya.
"ups. bukan muka kamu sih yang tua, tapi muka nenek yang terlalu muda."
ujar Ray, sembari melempar senyuman manis ke arah Dena.
"ah kamu bisa saja, Ray." seru Renata.
"anak ini sangat mirip Daniel".
batinnya.
pip.pip.pip.
suara klaksan yang terdengar begitu keras mengagetkan mereka.
"bu, maaf aden telat jemput, soalnya tadi masih bersih-bersih vila." suara pria paru baya yang terdengar dari dalam mobil, seraya perlahan memberhentikan mobilnya di depan Renata CS.
"ia gak apa-apa kok aden. lagi pulah saya dan cucu baru tiba. dan kami juga ditemani Refli kok." jawaban Renata lembut, sembari menunjuk Refli didepannya.
"eh, ternyata ada Refli, lama banget kita gak ketemu. sejak Dani meninggal kok loe gak pernah main ke vila lagi ?" tanya Refli dengan Nada yg sedikit cetus.
"bukan aku gak pengen main, tapi loe liatlah. siapa disampingku, ini Ray anak sulungku. bertepatan dengan kematian Daniel Istriku juga melahirkan anak kedua kami. peristiwa itu juga merenggut nyawa istriku. itu kenapa aku gak bisa hadir dipemakaman Daniel. karena kehadiran buah hatiku, dan juga duka yg harus kami hadapi." sahut Refli dengan mata merah yang berusaha menahan perasaan di hati yang seakan ingin meledak keluar dalam air matanya.
"Maafkan aku yah Ref, aku gak tau kalo kamu ngalami hal yang begitu berat", ujar joni sembari keluar dan memeluk Refli.
"gak apa-apa kok Jon. mungkin gak delamanya segala hal dapat diceritakan atau perlu dijelaskan, karena terkadang waktu yang akan menjawab semuanya". dengan penuh sentum ia mempererat pelukannya pada Refli.
moment haru itu membuat Renata terpaku. mengingat kembali kehadiran Daniel, ketika ia melihat dua sahabat baik Daniel yang sedang berpelukan di depannya itu. tak disadarinya bahwa butiran-butiran bening mengalir dipipihnya. sonatak hal tersebut membuat sang cucu bingung dan khawatir.
"Nek.nenek. apa yang terjadi dengan nenek?
apakah nenek merasa sakit?" ungkap Dena dengan raut muka yang terlihat sangat bingung yang bercampur khawatir.
"gak apa-apa kok. nenek baik-baik saja. nenek hanya terharu melihat persahabatan Refli dan Joni. andai saja paman Daniel tidak berpulang ke pangkuan sang pencipta, pastinya ia akan bersa-sama dengan para sahabatnya saat ini". jawab Renata sembari menghapus butiran air bening yang berlinang menggenangi pipinya.
"bu Renata, maafkan kami. kami tak dapat menahan perasaan kami. sehingga apa yang tidak seharusnya ibu lihat saat ini tidak akan terjadi, maafkan Joni bu". celetup Joni sembari berusaha untuk mengabil koper dan barang-barang yang dibawah oleh Renata dan Dena. "mari bu, akan saya bawakan kopernya".
"tidak perlu terburu-buru Joni. jika kamu dan Refli masih memerlukan waktu bersama-sama, saya dan Dena akan kembali lebih dahulu. lagi pula saya masih semahir dulu kok menyetirnya." ujar renata sembari melwparkan senyuman kepada kedua pria di depannya, dan mengulurkan tangan meminta kunci mobil ke arah joni.
"makasi bu untuk pengertiannya, saya sangat senang bisa mendapat kesempat untuk berbincang dengan sahabat saya". ungkap Daniel sembari memberikan kunci mobil kepada Renata.
"Oh ia refli malam ini jika kosong, ayo main ke vila yah. saya tunggu, ajak Ray sekalian, biar Dena ada temannya." ucap renata sembari berjalan masuk ke arah mobil.
"oke mba Ren, malam ini saya dan Ray akan main kesana bersama Joni. makasi buat undangannya." ucapnya sembari tersenyum lebar menatap wanita paru baya di depannya.
ketika Renata membalas senyum Refli barulah ia tersadar bahwa sang cucu masih terdiam memandangi Ray dan belum beranjak masuk ke mobil.
melihat tingkah sang cucu Renata dengan iseng menekan klakson mobil untuk mengagetkan sang cucu..
"Pip. pip.pip."
suara klason yang begitu kuat itu sontak membuat Dena tersontak kaget.
gerutunya " sabar atu Nek. nyebelin ngagetin aku aja." sembari ia berjalan meninggalkan kumpulan Pria -pria iti dan bernajak menaiki mobil. tidak lupa ia berkata kepa para pria tersebut. " om, Ray Dena duluan yah, samapi jumpa nanti malam." ujarnya sembari tersenyum ke arah Ray, dengan tatapan penuh harap untuk berjumpa dengan pria tersebut.
senyum manis Dena, tidaklah sia-sia, sebab Ray membalasnya dengan bergegas menahan langkah Dena, dengan menahan tangannya dan berlutut mencium pundak tangan sang gadis. "makasi undangamnya, saya sangat senang nona cantik."
hal itu membuat Dena terdia kaku, ketika Ray beranjak meninggalkannya dan melakukan hal yang sama kepada neneknya Renata.
hal itu membuat Dena yang tadinya terkesima dengan Ray, menajdi kesal dan buru-buru masuk ke mobil.
"Plak"
suara pintu mobil yang tertutup begitu kuat.
"Dina, kenapa nak. nanti rusak loh mobilnya. dan kenapa muka kamu mendadak cemberut. bukannya tadi kmau tak dapat berhenti memandangi Ray. atau kamu marah, karena kita harus cepat meninggalkan mereka". tanya renata dengan penuh senyum menggoda kepada cucunya.
"ih Siapa juga yang natap terus cowo play boy kaya gitu. nenek-nenek aja diembat. hanya tampangnya doan yang bagus tapi sikapnya jelek banget. ih bikin ilfeel." gerutunya kepada neneknya.
sang nenek bingung, apa yang membuat cucunya berubah 180 derajat dalam waktu yang begitu cepat. namun ia berusaha tetap fokus dan hanya membalas gerutu cucunya dengan senyum dan wajah yang terkesan meledek sang cucu.
senyu ejekan nenek membuat Dena semakin marah, gumangnya dalam hatinya "apa sih nenek ini ngeselin, apa jangan-jangan nenek juga suka ama Ray, apalagi nenek yadi tidak menolak perlakuan Ray yang menciun pundak tangannya. padahal kan selama ini nenek tidak pernah mengijinkan ada pria yang menyentuh dirinya, kecuali papa."
rasa penasaran yang kian menguasai hatinya membuat Dena tak dapat menahan mulutnya. dengan penuh kekesalan ia berkata.
" jangan-jangan nenek suka yab sama Ray. kok nenek gak marah dia cium tangan nenek?"
"ya nenek suka, ia sangat sopan dan begitu tampan." (sangat mirip Daniel, batinya) jawabnya kepada cucu kesayangannya.
"ih apa yang sopan, orang tua aja diembat itu sopan gitu namanya nek?" muka Dena yang memerah padam menunjukan betapa jelausnya dia kepada sang nenek.
hahahha.ha.ha.ha.ha.ha.ha.
tawa sang nenek pecah ketika melihat wajah sang cucu.
"apa sih ne, jangan buat Dena tambah kesal". gerutunya kepada sang nenek.
"abisanya kamu lucu banget sayang. kamu cemburu ama nenek, berarti nenek gak kalah cantik darimu kan.ha.ha.ha.ha. (ia kembali tertawa terbahak)."
" ih... apaan sih. siapa yang cemburu, Dena cuma kesal ngeliat Ray yang tidak tau sopan itu yang nyium tangan akh sembarang, dan nyium tangan nenk juga."ujar renata dengan wajah merahnya yang menggemaskan.
"astaga sayangku, cium tangan itu budaya orang sini sayangku, jika seoranv pria ingin menunjukan rasa hormat pada wanita, entah itu wanita yg lebih tua, yang sepantaran, bahkan yang lebih mudah dari dirinya, ia akan tetap mencium telapak tangan wanita terdebut, ketika mereka pertama kali bertemu." jawab sang nenek untuk menenangkan amara sang cucu yang salah kapra dengan tindakan Ray.
"oh gitu, jadi itu bukan karena Ray suka nenek kan?, atau Ray pria play boy yang tebar pesona kan nek." tanya Dena dengan penuh antusias.
"ia sayangku, Ray itu.."
Brukkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkk.
omongan Renata terhenti karena tabrakan yang terjadi.
“Wah, nenek tidak apa-apa! Seru Dena dengan panik, “gpp sayang, sepertinya kita menabrak sesuatu, tolong diliatin yah sayang.” pinta sang nenek kepada cucunya.
“Krek” (suara pintu mobil terbuka), kaki jenjang Dena perlahan turun dari arah samping mobil dan berjalan kedepan mobi. “Nek, ternyata ada induk anjing yang tertabrak, sepertinya dia ingin berlari ke arah anaknya.” seru Dena, sembari mengambil anak anjing yang terluka disisi induknya yang sudah tewas.
“Dena masuk ke mobil dulu aja sayang, gpp nanti bangkai anjing nya akan ditangani oleh paman John, nanti akan coba nenek hubungi untuk minta bantuannya.” Krek, suara pintu mobil kembali terdengar. Akhirnya Renata dan Dena pun kembali meninggalkan jalanan tersebut.
“Pip, pip, pip.” Suara klakson mobil membangunkan istri John, Sinta, sinta, tolong bukakan pintunya, seru Renata dari dalam mobil. Sinta pun berlari dengan terhuyung-huyung karena kaget dengan kedatangan Renata. Ketika pintu gerbang terbuka, dan mobil terparkir, Sinta terkejut melihat sosok Renata yang tak mudah lagi namun masih sangat mempesona.
“Hallo bu”, sapa Sinta dengan wajah bahagia, Renata membalas senyumannya dengan hangat, “Sinta lama kita berjumpa, kamu sekarang sudah menjadi sosok istri dan wanita yang luar biasa.” Cetus Renata. “Terimakasih bu buat pujiannya, oh ia wanita disebelah ibu ini siapa?” Tanya Sinta, oh iya perkenalkan ini cucu saya Dena.
“Hallo tante”, sapa Dena dengan lembut. Mari masuk bu Renata dan nak Dena sembari melontarkan senyuman hangat dan membawa barang-barang Renata dan Dena, pinta Sinta.
Malam hari pun tiba, John dan Refly beserta Ray anaknya pun datang ke Vila milik renata, dalam perjalanan ketiga pria ini asyik ngobrol membahas masa lalu dua orang tua tersebut. “Ayah Ray ingin bertanya, apa hubungan Nenek cantik tadi dengan om Daniel”. Cetus Ray dengan wajah yang begitu penasaran kepada ayahnya. Sontak pertanyaan dari Ray membuat kedua pria paruh baya tersebut pun tak bisa berkata-kata.
“Ayah, Om jawab donk,” tegas Ray. “Anakku ada hal yang tidak seharusnya kamu ketahui Ray, biarlah itu menjadi urusan orang tua, yang pasti harus kamu tahu bahwa ibu renata, adalah sosok wanita yang baik dan sangat disegani di desa ini, jadi nanti ketika kita sampai disana, tolong jaga sikapmu nak,” pinta Refli .
“Baik ayah.” Walaupun kekesalan masih Nampak dalam wajah Ray, tetapi ia berusa tetap terlihat tenang dan menerima nasehat baik sang ayah.
Pip,pip, pip, suara klakson berbunyi menandakan kedatangan tamu yang diundang datang juga.
“Dena, udah siap sayang, tamu kita sudah datang, ayo buruan turun”, teriak Renata pada cucu kesayangan yang memilih tidur di rumah pohon yang terdapat di vila tersebut. Tentu saja ini bukanlah rumah pohon sembarangan, sebab rumah pohon ini dilengkapi fasilitas mewah, tempat tidur, interior, dan betap yang didesain khusus dengan nuansa khas kayu cendana.
Ia Nek, Dena bakal turun, sahut Dena.
Renata pun akhirnya mengajak Refli dan Ray untuk ke halaman belakang tempat dimana mereka akan melakukan barbeque, tempat tersebut memiliki pemandangan yang sangat menarik, dimana halaman belakang rumah langsung terkoneksi dengan rumah pohon tempat dimana Dena memilih untuk tidur, tempat tersebut juga langsung berhadapan dengan pantai nan eksotis yang menyuguhkan penampakan teluk banyu secara langsung, pantai yang dilengkapi dengan dermaga dan spitbord pribadi milik Renata begitu memanjakan mata. Sementara john dan istrinya mempersiapkan segala yang diperlukan untuk menghabiskan malam bersama.
Nenek, jangan lupa janji nenek yah, aku udah ditagih ama teman aku, pokonya bulan depan aku harus bisa jalan bareng mereka, soalnya aku udah batalin yang buat bulan ini, teriak Renata sambil menuruni tangga rumah pohon.
Sosok pemilik suara lembut tersebut, perlahan mulai Nampak, kaki Dena yang jenjang begitu memukau, ditambah sosok Dena malam ini hanya dibalut mini dress berwarna merah, yang semakin membuat pesonanya nyata, membuat Ray menelan air salivanya.
“Eh, ternyata tamunya sudah datang.” Ucap Dena dengan malu-malu karena tingkahnya yang seperti anak kecil ketika merengek pada neneknya. Sini sayang jangan malu-malu, nenek pasti akan menepati janji nenek. Ayo kita mulai bakar-bakarnya, ucap renata sembari merangkul sang cucu.
Acara malam itu berlangsung dengan begitu hangat, setiap orang yang berkumpul dengan penuh semangat membagikan cerita tentang kehidupan mereka masing-masing. Kehangatan itu terhenti ketika Dena tiba-tiba nyeletuk, “nenek yang di depan kita itu apa yah, sepertinya tempatnya begitu indah, malam pun terlihat begitu indah seperti hamparan pasir putih dan begitu berkilau, itu apa yah nek?” sang nenek terdiam seribu bahasa, mulutnya seakan terkunci oleh rasa yang tak terungkapkan.
“Oh itu mah namanya teluk bayu, itu tempat yang begitu romantis dan menjadi salah satu ikon dari desa cikala ini, tempat itu bukan sekedar tempat wisata, tetapi tempat itu adalah tempat sakral dimana dipercaya bahwa siapapun pasangan yang datang kesana dan mengukir nama mereka pada salah satu terumbu karang atau batu di sana akan menjadi pasangan terbaik.” Cetus Ray dengan penuh rasa bangga ketika menjelaskan ikon desa tersebut.
Oh gitu yah, nenek besok kita kesana boleh? Tanya dena kepada neneknya yang masih duduk diam termenung. “Kalo neng Dena mau kesana nanti akan diantarkan oleh om John dan bibi aja yah, ungkap John sembari mengalihkan focus Dena kepada neneknya.”
“Boleh aja sih om, tapi kok nenek diam, dari tadi Dena naya loh nek.” “wah seru yah, sepertinya kalau besok mau kesana, om Reli dan Ray bisa ikutan juga” ucap Refli, sembari menyela pertanyaan Dena kepada Renata.
“Setuju om, nenek kok tetap Diam?” “Susi tolong antar saya mau istirahat, sepertinya saya kelelahan karena perjalanan tadi, Dena maaf yah, besok baru kita obrolin, Tolong kamu temani om John, Ray dan Om Refli yah”. Sahut Renata dengan suara yang bergetar.
Aduh nenek kelelahan yah, maafin Dena yah nek, sini Dena bantu nenek ke kamar yah, gak usah sayang pinta renata sembari melepaskan genggaman sang cucu secara perlahan. Kamu disini temani tamu kita aja, sekaligus membahas apa yang ingin kalian lakukan besok.
Jam dinding berdetak begitu cepat tak terasa larut malam telah menghampiri, dinging nya malam, yang diiringi gemuruh angin akhirnya mengantarkan kepergian Ray dan ayahnya meninggalkan vila kediaman Renata. “bay om, bay Ray, sampai ketemu besok jam 10 yah” ungkap Dena sambil mengantarkan kepergian dua pria tersebut.
Jam gantung kuno di vila pun berdentang, kini waktu menunjukan pukul 13.00 dini hari, namun baik Renata maupun Dena sama-sama belum tertidur. Renata meringkih dalam tangis ketika harus kembali mengingat teluk bayu, tempat terindah di dunia baginya. Sedangkan Dena tak tertidur membayangkan bagaimana ia menghabiskan waktu bersama dengan Ray, bagaimana Ray membelai rambutnya, dan perhatian yang diberikan Ray padanya ketika sosok pria idamannya tersebut menatap dan tersenyum padanya, bahkan pantai pun menjadi saksinya.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!