. Dikeluarga berada, 2 saudara kembar yang sama persis, dan sama cantiknya. Bahkan sejak kecil, mereka sangat sulit dibedakan.
. Saat memasuki sekolah dasar, Raisa sang kakak diketahui mengidap penyakit serius. Sehingga perhatian ayah dan mama lebih terfokus pada Raisa dibanding dengan Arisa.
Tio sang kakak tertua, selalu menggantikan peran ayah untuk Arisa.
Semakin lama, usaha ayah dan mama tidak sia-sia. Raisa perlahan sembuh. Namun perhatiannya seperti sudah benar-benar terfokus pada Raisa.
Mama dan ayah tidak mengetahui, semakin dewasa, keadaan Arisa pun semakin melemah. Namun, karena Arisa di anggap lebih kuat dan bisa melewatinya, sekuat tenaganya, Arisa selalu menutupi rasa sakitnya dihadapan orang-orang di dekatnya, kecuali Tio.
Sejak kecil, Arisa tidak ingin disamakan dengan Raisa. Penampilannya selalu diubah bagaimanapun caranya. Rambutnya yang sama hitam pekat, kini Arisa mewarnainya dengan warna brown.
Arisa Fandhiya Putri, itulah nama lengkapnya.
Dan Raisa Daviana Putri, Gadis cantik nan lembut, yang siapa saja bisa langsung jatuh cinta dengannya. Rambutnya yang panjang dan selalu dibiarkan terurai. Berbeda dengan Arisa, gadis cantik namun sangat dingin. Sorot mata yang sayu namun tajam, membuat siapa saja berfikir dua kali untuk mengenalnya.
Kakak tertuanya, Tio Riyandi Putra. Seorang direktur muda di perusahaan ayahnya. Tio lebih menyayangi Arisa daripada Raisa. Dirinya sama-sama kesepian karena penyakitnya Raisa. Pria yang dahulu ramah dan hangat, kini menjadi seorang pemimpin yang tegas dan dingin namun bijaksana.
Pak Yugito, dan Ibu Rahma. Namun mama selalu dipanggil dengan nama ayah dibelakangnya.
. Meskipun sikapnya yang dingin, namun Arisa dan Tio sebenarnya adalah anak yang berbakti, dan tidak pernah membantah apa yang dikatakan ayah dan mama.
Arisa memiliki kesedihan yang amat mendalam tepat setelah kekasihnya pergi, bukan untuk satu atau dua bulan, bahkan tahun. Rama meninggalkan Arisa karena penyakit kanker hati yang dideritanya. Sejak saat itu, Arisa lebih sering menyendiri dari sebelumnya.
Rayyan Andryan Pratama, pria yang sebelumnya tidak pernah jatuh cinta. Pria dingin yang menganggap wanita merepotkan, saat pindah kampus, Rayyan bertemu dengan Arisa, merasakan cinta untuk pertama kalinya.
Awalnya Rayyan mengira bahwa Arisa adalah Raisa. Mahasiswi yang ada dikampus sebelumnya. Gadis cantik yang diidolakan semua mahasiswa dikampus itu, tapi tidak dengan Rayyan. Sedikitpun Rayyan tidak pernah meliriknya.
Namun setelah mengenal Arisa, Rayyan merasa bahwa dirinya jatuh cinta pada Arisa. Dan diketahui saingannya seorang dokter muda tampan yang selalu bersama Arisa. Dia Dimas, kakak dari Rama kekasih Arisa yang meninggal.
Namun kenyataan bahwa Raisalah yang akan di jodohkan dengannya, Rayyan tidak menerima keputusan itu. Hanya Arisalah yang Rayyan cintai.
Dan siapapun tidak ada yang tahu, bahwa Arisa sedang bersusah payah melawan penyakit serius yang disembunyikan dari siapapun. Hanya Dimas dan Arisa yang tahu kebenaran itu. Arisa terus menutupi rahasia itu, termasuk Tio.
Daffa, teman masa kecil Rayyan pun menyukai Arisa diam-diam tanpa diketahui oleh Rayyan sendiri. Namun, seiring berjalannya waktu, semua masalah satu per satu diketahui oleh semua orang.
Arisa pun perlahan mulai membuka hatinya untuk Rayyan, dan mulai melupakan nama Rama di hatinya.
Namun tak bisa dihindari, Arisa merasa bahwa kematiannya sudah didepan mata. Dan itu membuatnya merasa senang karena akan bertemu dengan Rama.
Namun siapa yang tahu...
. Terlihat seorang gadis yang berlari menuruni tangga dengan memeluk beberapa buku di tangannya,
"Aku berangkat!" Teriaknya, sambil tetap berlari keluar rumah melewati pintu utama yang terbuka lebar. Diluar masih terparkir mobil ayah di depan rumah. Tanda bahwa ayah belum berangkat kekantor.
"Pagi non!" Sapa mang Ujang dengan sopan, terlihat ditangannya masih memegang kanebo. "Pagi juga mang Ujang." Jawab Arisa semangat dengan tersenyum lebar. Arisa masuk ke mobil yang terparkir di sebelah mobil Tio.
"Non hati-hati ya nyetirnya. Jangan melamun, jangan ngebut, jangan..."
"Mang Ujang.... Aris sudah mendengar nasehat mamang setiap hari. Tenang saja, Aris hati-hati bawa mobilnya" ucap Arisa tersenyum. "aku berangkat ya mang!"
"Iya non hati-hati" jawab mang Ujang menatap kepergian Arisa.
. Arisa melajukan mobil dengan kecepatan sedang. Setiap pagi, mungkin yang Arisa rasakan hanya mang Ujang yang menghawatirkannya.
. Arisa Fandiya Putri, anak bungsu dari 3 bersaudara. Kakak yang pertama adalah Tio, lengkapnya Tio Riyandi Putra. Usianya berbeda 7 tahun.
Dan kakak yang kedua, dia Raisa Daviana Putri. Dia lebih tua 8 menit darinya.
. Sampai di kampus XXX, Arisa lalu berjalan santai menyusuri koridor kelas lain
. Temannya di kampus hanya satu, dia Wina. Tidak ada yang tahan dengan sikap dingin Arisa jika tidak benar-benar mengenalnya.
. Arisa yang selalu meyendiri, membaca novel dibangku taman, di bawah pohon bunga kertas, menurutnya itu adalah tempat efektif untuk membaca novel dengan tenang.
Tapi ketenangan itu hanya berakhir hari ini, pagi ini, semua terasa kacau setelah seorang mahasiswa pindahan menabraknya di koridor kelas, yang membuat buku-buku dipelukannya jatuh berantakan. Arisa yang mungkin terkejut langsung merapikan buku-buku miliknya.
"Apa kau tidak melihatku? Dan sengaja menabrakan diri padaku, lalu menjatuhkan barang-barangmu agar aku menolongmu? Hmph Perempuan memang banyak tingkah untuk menarik perhatianku. Ternyata disini sama saja." Ucapnya angkuh yang masih berdiri di depan Arisa.
Arisa berdiri setelah memungut satu-persatu buku-buku yang jatuh.
"Maaf tuan, jika anda tidak berniat untuk menolong saya, saya tidak keberatan. Buktinya saya bisa sendiri merapikan barang-barang saya. Tapi maaf jika anda berfikir bahwa saya hanya menarik perhatian anda, lebih baik simpan kata-kata anda. Karena saya tidak tertarik untuk dilirik oleh pria angkuh seperti anda." Ucap Arisa santai sambil tersenyum.
Pria itu menatap Arisa dalam dan tersenyum sinis.
"Bahkan kau tidak tahu malu mengikutiku sampai ikut pindah kampus. Hahah kau mengelak seakan kau tidak mengenalku Raisa." Rayyan terus tertawa mengejek.
'Deg' Terasa sesak saat mendengar nama Raisa dilontarkan dari mulutnya.
"Apa kau sudah puas tertawa tuan?" Tanya Arisa datar. "Kau bahkan salah menyebutkan namaku, kau berbicara seolah kau mengenalku" lanjut Arisa.
Rayyan kembali menatap Arisa, Kedua tatapan dingin yg saling menatap. Rayyan terdiam merasa dipermalukan. "Ayolah Raisa, permainan apa ini? Kau berpura-pura tidak mengenalku? Dan, apa ini? bahkan kau merubah penampilanmu. Bukankah itu jelas kau sedang bersandiwara untuk mendekatiku sebagai orang lain Raisa?"
. Arisa yang menahan amarahnya menghela nafas panjang dan pergi berlalu tanpa melihat kembali wajah Rayyan. Arisa merasa ini adalah hari terburuk untuknya.
. Arisa memasuki kelasnya dan duduk di bangkunya, barisan kedua di pinggir jendela, lebih cocok untuknya yg suka sendirian.
. Singkat cerita kelas sudah dimulai, hari ini jadwal Kak Seno. Dia teman Kak Tio dari SMP. Kak Seno memilih menjadi dosen daripada menjadi ahli waris perusahaan mendiang ayahnya.
. "Baiklah, sebelum saya memulai pelajaran, saya akan memperkenalkan mahasiswa baru, dia pindah dari kampus YYY. Mungkin kalian tak asing dengannya. Rayyan!" Panggil kak Seno pada Rayyan. Rayyan masuk, dan pandangannya langsung mengarah kepada Arisa yang tak menoleh sedikitpun padanya. Arisa menoleh keluar jendela seakan pemandangan diluar lebih indah daripada pelajaran kak Seno.
Yang paling mengejutkan, kak Seno menyuruh Rayyan duduk dibelakang Arisa. Punggungnya mungkin terasa panas karena Rayyan terus menatap Arisa.
*kampus Yyy
. Desas-desus Rayyan yang pindah kampus membuat heboh seisi kampus Yyy. Pasalnya Rayyan menjadi primadona gadis-gadis kampus Yyy. Siapa yang tidak kenal Rayyan Andryan Pratama. Putra sulung keluarga Pratama, dan ahli waris perusahaan Pratama.
. "Hei Raisa, bukankah kampus Xxx itu tempat kuliah adikmu?" Tanya Sofia.
"Iya benar" jawab Raisa.
"Apa kau tidak khawatir jika adikmu akan mencuri perhatian Rayyan?" Timpal Deby
"Arisa bukan perempuan seperti itu, dia tidak banyak memikirkan laki-laki." Jawab Raisa santai.
"Huuhhhh aku heran, apa adikmu itu tidak normal?" Cetus Sofia.
"Apa maksudmu?" Raisa menatap tajam Sofia.
"Dia tidak tertarik pada laki-laki, apa menurutmu itu wajar?" Sofia memalingkan pandangan.
"Maaf Sofia. Tapi Arisa tidak seperti apa yg kalian pikirkan. Tidak seorangpun yang tahu kebenarannya selain keluargaku." Tegas Raisa.
"Maaf Raisa aku tidak bermaksud menyinggung perasaanmu." Ucap Sofia memeluk lengan Raisa.
"Aku tidak suka ada orang yang berfikiran buruk tentang adikku. Sekalipun itu temanku sendiri." Ucap Raisa datar.
"Baiklah maafkan aku!" Sofia membujuk Raisa.
Raisa tidak menjawab. Mulutnya enggan berbicara. Tatapannya dingin. Persis seperti Arisa.
"Kau terlihat seperti saudara kembarmu Raisaaa" ucap Deby ngeri.
*kampus Xxx
-Istirahat
. Rayyan menarik tangan Arisa di tengah banyaknya mahasiswa lain.
"Hei Raisa, putri dari pemilik perusahaan Artaris dan adik dari Tio Riyandi Putra. Seorang gadis yang di idam-idamkan para pria." Ucap Rayyan datar, tidak mempedulikan sekitar.
"Aku terkesan karena kau mengenal kakak dan ayahku. Tapi maaf aku bukan orang yang kau maksud" Arisa dingin menarik tangannya mencoba melepaskan dari genggaman Rayyan. Namun genggamannya semakin kuat membuat Arisa merintih kesakitan.
Terdengar mahasiswa lain berbisik pelan tapi masih terdengar oleh Rayyan dan Arisa.
"Dia Raisa? Bukankah Raisa kuliah di kampus Yyy?"
"Iya benar. Yang ku tahu seperti itu?"
"Apa mahasiswa baru ini tidak tahu siapa yang ada di depannya?"
Dari jauh terlihat seorang dosen menghampiri Arisa dan Rayyan.
"Hentikan Rayyan.! Apa yang kau lakukan? Apa kau tidak sadar disini bayak mahasiswa lain yang melihat mu." Ucap kak Seno tenang. "Lebih baik kalian berdua ikut ke ruanganku" lanjut kak Seno.
Arisa dan Rayyan mengikuti dari belakang. Rayyan melirik lalu menatap Arisa, Rayyan merasa bahwa dia bukanlah Raisa yang Rayyan kenal. Rayyan penasaran, jika bukan Raisa, lalu siapa sebenarnya dia? Seseorang yang memiliki wajah yang sama dengan Raisa.
. Tiba di ruangan Kak Seno, kak Seno langsung mengintrogasi Rayyan.
"Sebenarnya apa yang kau lakukan Rayyan?" Tanya Seno.
"Tidak ada" jawab Rayyan.
"Dan kau, apa kau punya masalah dengan Rayyan?" Tanya Seno pada Arisa.
"Tidak." Jawab Arisa. Rayyan langsung menoleh heran ke arah Arisa.
"Apa kau mengenalnya?" Tanya Seno pada Arisa
"Tidak." Jawab Arisa lagi. Rayyan semakin heran.
"Apa kau benar-benar tidak tahu siapa dia?" Tanya Seno pada Arisa dengan menunjuk Rayyan.
"Tidak." Lagi
"Fyuuhhhh baiklah biar aku jelaskan siapa dia. Dia adalah Rayyan Andryan Pratama. Dia putra dari pemilik perusahaan Pratama." Jelas Seno.
"Lalu?" Tanya Arisa datar.
"Haihh.... seharusnya kau tau Arisaaaaa." Ucap seno geram.
"Arisa?" Rayyan terkejut.
"Dan kau Rayyan, dia bukanlah Raisa, tapi Arisa. A.R.I.S.A. kau mengerti?" "Dan satu lagi,jika kau penasaran siapa Arisa ini, dia adalah..."
"Apa kau akan memberitaunya siapa aku?" potong Arisa sebelum Seno melanjutkan bicara nya
"Baiklah. Aku berhenti bicara." Ucap Seno mengangkat tangannya.
"Apa aku boleh pergi sekarang?" Tanya Arisa.
"Tentu saja." Jawab Seno tersenyum.
. Arisa langsung beranjak pergi tanpa menoleh ke belakang.
Rayyan yang penasaran pada Arisa ini, masih terduduk didepan Seno. Sikapnya benar-benar berbeda dengan Raisa.
"Apa yang kau lakukan Rayyan?" Tanya Seno heran. "Harusnya kau langsung tahu siapa dia." Lanjut Seno. "Ku kira kau orang yang tau banyak hal Rayyan, tapi pada Arisa saja kau tidak tahu." Ejek Seno.
"Apa maksudmu? Kau berbicara seakan aku bodoh dan tak tahu apa-apa." Rayyan mendecih.
"Lalu? Jika kau tidak bodoh, kau bisa membedakan Raisa dan Arisa. Mereka berbeda."
"Pantas" ucap Rayyan
"Apa yang pantas?" Tanya Seno.
"Ah.. tidak. Lupakan" ucap Rayyan tersenyum. "Kalau begitu aku permisi." Rayyan pamit. Diikuti senyuman Seno yang seperti mengatakan 'silahkan'.
Rayyan berlalu pergi, Seno masih terdiam di kursinya. Sementara fikiran nya berkecamuk memikirkan Arisa.
"Apa aku harus memberitahu Tio soal kejadian ini? Hmmmm sebaiknya jangan. Tapi jika tidak, Tio akan lebih marah kepadaku. Ahhhh sial kau Tio." Gumam Seno
. "Hasyiiiii." Tio bersin di tengah meeting. "Maaf aku tidak sengaja." Dalam hati Tio berkata "sepertinya ada yang sedang membicarakanku".
. Waktu begitu cepat, saat kelas selesai, Arisa berjalan menyusuri koridor dengan sedikit terburu-buru. Saat hendak belok ke arah parkiran, Rayyan menghalangi jalannya.
"Aku ingin bicara" ucap Rayyan lalu menarik tangan Arisa. Kali ini tidak keras, Arisa merasa heran pada perubahan sikap Rayyan.
"Kau mau bawa aku kemana tuan? Aku harus pulang sekarang" Ucap Arisa yang masih ditarik oleh Rayyan.
Arisa berhenti dan melepas lembut tangannya setelah tahu dia dibawa ke taman belakang. "Maaf tuan, jika tuan ingin bicara, bicaralah! . Saya tidak punya banyak waktu." Lanjut Arisa dengan wajah datar.
'Dia memang berbeda. Sangat dingin. Bahkan lebih dingin dari kakaknya Tio' gumam Rayyan dalam hati.
"Jadi, apa yang ingin anda bicarakan dengan saya, sampai anda membawa saya menjauh dari keramaian." Tanya Arisa penasaran namun tertutup dengan wajah datarnya seakan tidak peduli apapun yang akan Rayyan bicarakan.
"Sebelumnya aku minta maaf karena sudah bersikap tidak baik terhadapmu, mengira bahwa kau Raisa. Maaf." Ucap Rayyan sedikit menunduk.
"Ternyata anda tahu kata maaf." Arisa berjalan melewati Rayyan.
"Jika tidak ada yang penting, lebih baik saya pergi" lanjut Arisa yang terus melangkah menjauhi Rayyan.
Rayyan menoleh, menatap rambut panjang Arisa yang terikat. "Kau berbeda." Lirihnya.
Bersambung-
. Malam hari, setelah semua kejadian di kampus yang memusingkan, Arisa lebih memilih duduk menatap langit malam dari balkon kamarnya. Bi Ina mengetuk pintu kamar lalu membukanya. "Non! Waktunya makan malam." Teriak bi Ina.
"Aku tidak lapar bi." Jawab Arisa dengan teriakan.
"Apa non mau dibuatkan sesuatu?"
"Tidak bi terimakasih" jawab Arisa.
"Setidaknya makanlah sedikit non, kasian badan non. Jangan ngeyel. Bibi masakin masakan kesukaan non ya." Bujuk bi Ina yang tiba-tiba berada di belakang Arisa.
"Tidak bi. Tak usah repot-repot. Aku tidak lapar" ucap Arisa yang masih menatap kedepan tanpa menoleh sedikitpun.
"Apa ada masalah? Non bisa cerita ke bibi."
"Tidak bi. Aku baik-baik saja."
"Tapi sudah lama non tidak makan bersama lagi, sarapan dirumahpun tidak pernah." Ucap bi Ina yang terlihat menghawatirkan Arisa. Arisa menoleh tersenyum padanya menunjukan bahwa semua baik-baik saja.
"Baiklah kalau begitu non. Bibi kembali ke dapur ya. Kalo non mau dibuatkan sesuatu panggil bibi saja!" Ucap bi Ina yang kemudian berlalu meninggalkan Arisa.
. Didapur.
. "Apa Arisa sudah tidur bi?" Tanya mama penasaran.
"Belum bu. Non Arisa masih diam diluar." Jawab bi Ina sopan.
"Apa dia tidak ingin makan?" Tanya Tio. Bi Ina hanya mengangguk .
"Adik bodoh!" Ucap Tio kesal dan beranjak dari tempat duduknya.
"Habiskan makananmu Tio!" Ucap Ayah sedikit menekan.
"Aku akan segera kembali ayah." Jawab Tio yang terus berjalan menjauh dari ruang makan.
. Dikamar Arisa, Tio masuk tiba-tiba.
"Bisakah kau mengetuk pintu dulu sebelum kau masuk ke kamar orang?" Ucap Arisa menegaskan.
"Adik bodoh kau. Mau sampai kapan kau akan menahan dirimu di sini?" Kesal Tio.
"Apa maksudmu? Ini kamarku. Wajar saja jika aku berdiam diri disini." Jawab Arisa santai.
"Apa kau tidak lapar?" Tanya Tio
"Tidak" jawab Arisa.
"Apa kau sudah gila?"
"Tidak juga"
"Apa kau tidak menganggapku sebagai kakakmu?"
"Tid.... apa maksudmu?" Ucap Arisa langsung menatap Tio.
"Sekarang makan! Aku temani kau sampai kau kenyang." Tio menarik tangan Arisa.
"Aku tidak mau" kekeuh Arisa. Tapi Tio tidak ingin kalah dengan adiknya itu. Dia menarik-narik tangan Arisa, sampai Arisa terjatuh dari sofanya. Arisa merintih kesakitan.
"Kau sudah gila Tio" teriak Arisa.
"Apa? Tio? Wahhh ternyata kau sudah berani sekarang. Adik bodoh!" Ucap Tio mengejek.
"Upsss maafkan aku kakakku yang gila, ha ha ha!" Ucap Arisa dengan wajah dingin.
"Ayo makan! Kasihan lambungmu terus menangis karena kosong." Ejek Tio.
"Aku tidak lapar kak! Sudahlah jangan memaksaku.!" Teriak Arisa.
"Lalu? Suara apa itu yang dari tadi berbunyi seperti alarm yang tidak kau matikan.?" Ucap Tio semakin kesal.
Arisa hanya mendelik.
"Jika aku makan, perutku akan semakin sakit." Lirih Arisa memalingkan wajahnya.
"Tapi jika tidak diisi, perutmu akan lebih sakit dari ini."
Tio terus menarik Arisa ke ruang makan. Terlihat begitu canggung dengan semua anggota keluarga.
"Ayah pikir kau sudah tidur." Ucap ayah menoleh sejenak dan langsung melanjutkan makannya. Arisa tidak langsung menjawab ayahnya. "Bi aku mau mie instan" teriak Arisa.
"Tapi non" ucap bi Ina ragu.
"Katanya tadi kalo aku mau apa-apa, tinggal panggil bibi." Gerutu Arisa kesal.
"Ya sudah, bibi buatkan buat non Arisa. Mau kuah atau goreng non?"
"Kuah aja bi" jawab Arisa semangat.
. Bi Ina langsung membuatkan apa yang Arisa mau, sementara di meja makan Arisa sibuk dengan ponselnya.
"Bagaimana kuliahmu?" Tanya ayah memecah keheningan. Arisa tidak menjawab dan tetap fokus pada ponselnya.
"Arisa. Simpan ponselmu" ucap Tio berbisik.
"Hah? Memangnya kenapa?" Tanya Arisa heran.
"Aku bertanya padamu Arisa?" Ucap Ayah sedikit kesal. "Apa sikapmu menjadi tidak sopan setelah sekian lama tidak bertemu denganku?"
"Sudah ayah. Aku lelah membujuknya, dan sekarang ayah malah menceramahinya. Masih bagus dia ikut bergabung malam ini." Ucap Tio membujuk.
"Maaf ayah. Aku tidak tahu kalau ayah ternyata bertanya padaku. Kukira ayah bertanya pada Kak Raisa. Maaf jika aku mengganggu makan malam ayah." Arisa berdiri dari duduknya.
"Arisa, duduklah. Kau jangan berfikir seperti itu. Mama senang kamu ikut makan malam." Ucap mama menahan Arisa agar tidak pergi.
"Tidak ma. Sebenarnya aku tidak lapar. Aku hanya menghargai usaha Kak Tio karena dia memelas agar aku ikut." Ucap Arisa dan berlalu kembali ke kamarnya.
"Arisa..." teriak Raisa dan langsung mengejar Arisa.
"Arisa tunggu!" Brak tepat didepan Raisa pintu kamar dibanting keras.
"Arisa.. jangan marah." Bujuk Raisa dari luar. Tidak ada jawaban. Hening.... suara pintu terkunci dan suara musik samar2 terdengar oleh Raisa. Raisa kembali masuk ke kamarnya, yang berada disamping kamar Arisa.
. Di meja makan.
"Aku heran, apa mau anak itu? Susah sekali diatur." Kesal Ayah.
"Dia bukan susah di atur, ayah! Dia hanya merindukan perhatian ayah dan mama secara langsung. Ayah selama ini menghawatirkan Arisa, tapi seakan ayah membencinya. Justru aku yang bertanya, apa yang ayah inginkan? Jika ayah khawatir padanya, tunjukan sikap yang seharusnya bukan malah sebaliknya." Jelas Tio yang langsung meninggalkan meja makan.
Bi Ina terlihat bingung dengan mie di tangannya yang sudah matang, tapi tidak ada Arisa di meja makan.
"Antar itu ke kamarnya bi. Dan bujuk Arisa untuk makan." Suruh mama pada bi Ina.
"Baik bu."
Bi Ina mengantarkan mie ke kamar Arisa. Beberapa kali mengetuk pintu, tidak ada jawaban sama sekali.
Bi Ina melihat Tio dari atas yang hendak masuk ke kamarnya. Kamar Tio berada di bawah, bersebelahan dengan ruang kerja milik ayah.
"Mas Tio!" Panggil bi Ina.
Tio mendongak "kenapa bi? Arisanya sudah tidur?" Tanya Tio. Lalu berjalan menaiki tangga.
. Tio mencoba membuka pintu, namun terkunci.
"Apa kau marah? Arisa? Buka pintunya! Ini kakak. Aku tahu kau belum tidur." Ucap Tio sedikit berteriak. Suasana hening beberapa saat. Dan 'ceklak' tanda bahwa pintu sudah tidak terkunci lagi. Tio masuk dan tidak menemukan adiknya itu. Karena panik, Tio berlari menuju pintu balkon yang masih terbuka.
"Mau kemana kau Tio?" Suara Arisa terdengar dari belakang.
Tio menoleh. "Sedang apa kau di balik pintu?" Tanya Tio heran.
"Kau pikir aku disini karena siapa? Kau membuka pintu tiba-tiba setelah aku membuka kunci. Kau memang sudah gila." Gerutu Arisa karena kesal.
Bi Ina yang sedari tadi masih memegang mangkuk mie, masuk dan menyimpannya di meja belajar.
"Makan ya non. Bibi sudah buatkan untuk non." Bujuk bi Ina.
"Baiklah. Karena bibi sudah baik, dari membuatkan sampai mengantarkan ke kamarku, aku akan makan. Tapi aku mohon bi. Usir orang ini dari kamarku" pinta Arisa dengan nada memelas. "Aku tidak akan makan jika didalam kamarku masih ada makhluk yang menyeramkan" lanjutnya.
"Ohhh kau kira aku hantu?" Seringai terlihat di sudut bibir Tio. "Kalau begitu aku akan memakanmu haammmm" menghampiri Arisa dan mengacak-acak rambutnya.
"Hentikan kakak. Rambutku indahku jadi berantakan." Arisa kesal memalingkan wajahnya. Tio hanya tersenyum lalu menarik nafas dalam.
"Sudahlah jangan cemberut, nanti adiku ini tidak cantik lagi." Tio tertawa sambil mencubit hidung Arisa.
"Ihhh kakak. Sakit. Lagipula aku tak secantik kak Raisa" Geram Arisa.
Tio menghela nafas panjang. "Adikku dua-duanya sama cantik." Arisa kembali memalingkan wajahnya ke sisi lain.
"Baiklah aku pergi. Dan kau habiskan makananmu! kalau tidak, aku yang akan memakanmu." Ucap Tio sembari menutup kembali pintu kamar Arisa.
Bi Ina terlihat tersenyum tipis. Arisa duduk dan mulai menyeruput kuah mie terlebih dahulu.
"Bibi mau? Sepertinya ini tidak akan habis kalau hanya aku yang memakan." Ucap Arisa menoleh pada Bi Ina lalu menatap mangkuk didepannya.
"Tidak non. Bibi sudah makan. Non saja yang makan." Ucap bi Ina sambil tersenyum.
"Non. Bibi heran, kenapa non Arisa bisa bercanda tetapi tidak sedikitpun tertawa bahkan tersenyum?" Mendengar itu, arisa langsung terdiam.
"Aku sudah terbiasa bi" jawab Arisa datar.
Bi Ina mengerti bagaimana perasaan Arisa selama ini. Karena sudah memahami, bi Ina memilih pamit kembali ke bawah. Dan Arisa melanjutkan makannya walau tak habis.
. Pagi hari, seperti biasa Arisa berangkat pagi. Walaupun kelasnya dimulai siang. Karena sepertinya diluar rumah lebih menyenangkan.
"Aku berangkat!" Ucap Arisa sambil berlari nenuruni tangga. Tak peduli ada yang mendengar atau tidak. Arisa berhenti tepat di depan foto keluarga di ruang tamu, menoleh dan menatap dalam foto itu. Terlihat Begitu rukun, bahagia. Arisa tersenyum sinis sejenak. Dan berlalu pergi memasuki mobil.
. Diwaktu yang sama, Tio keluar kamar hendak mengambil air minum ke dapur. Saat menutup pintu, Tio menoleh ke ruang tamu. Terlihat Arisa sedang berdiri mematung menatap foto keluarga. Saat itu pula terlihat senyum sinis di sudut bibir Arisa, dan tak lama Arisa langsung berlari keluar. Tio heran dengan perilaku adik bungsunya itu.
"Apa aku sedang mengigau? Tapi dia benar-benar adikku." Gumam Tio pelan dan langsung pergi ke dapur.
. Saat memasuki mobil, Arisa terkejut karena dia tidak menyadari ada Raisa di dalam mobil.
"Apa yang kau lakukan?" Tanya Arisa heran.
"Hari ini aku ingin di antar olehmu. Kau masuk kelas siang kan?" Raisa berbalik bertanya.
"Iya! Bagaimana kau tau?"
"Aku tidak sengaja melihat jadwal kuliahmu saat aku mengembalikan novel ke kamarmu." Jawab Raisa tersenyum.
"Lalu?" Tanya Arisa datar.
"Pertanyaan apa itu? Tentu saja aku heran kenapa kau berangkat sepagi ini, tapi ternyata kelasmu masih lama?" Ucap Raisa menatap Arisa.
Suasana hening beberapa saat dan kemudian Arisa menjawab.
"Aku ada urusan. Kau puas?"
Raisa hanya mengangguk-ngangguk tidak percaya. Arisa menyalakan mobilnya dan melajukan dengan kecepatan sedang. Setengah perjalanan tidak ada yang bicara sampai Raisa memulai pembicaraannya.
"Hei! Apa kau tau ada mahasiswa baru yang pindah ke kampusmu?"
Dan saat itu pula ingatan Arisa tertuju pada Rayyan.
Bersambung-
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!