NovelToon NovelToon

MY BODYGUARD

Menemukan sebuah botol

Beberapa murid sekolah SMA sedang berlibur ke pantai Parangtritis. Pantai yang terletak di kota Jogyakarta itu memang selalu menarik perhatian. Pemandangannya yang indah dan banyaknya wisata kuliner di sana membuat tempat itu digemari para wisatawan, dan sekolah kami pun mengadakan study tour ke sana.

Namaku Nessa Arsilla budiman, entah kenapa ayahku membubuhi namanya dibelakang namaku. Katanya supaya aku jadi wanita yang cantik, baik dan berbudiman. Tapi kadang aku benci saat anak-anak lain mengolok-olokku dengan nama itu. Jadi kalau kenalan aku hanya menyebutkan nama depan dan tengah saja.

Aku punya dua temen yang kocaknya nggak ketulungan, Priska Ramadhani dan Wiwik Anjelita merekalah yang selalu mengisi hari-hariku saat di sekolah.

Mereka berdua sedang bermain air dan saling menyirami satu sama lain. Aku males main air takut dingin. Aku hanya berjalan di pinggiran pasir sambil mengorek-ngorek pasir itu, kali aja aku dapat harta karun sekarung gitu.

Aku memang suka dengan hal-hal magic karena aku punya daya imajinasi yang tinggi makanya kadang aku menuangkan ide-ide khayalanku ini di aplikasi Mangga Toon yang bisa anda download sendiri di play store ya, wah jadi promosi deh! hehehe.

Aku menyampirkan tas selempang merah bergambar smile yang selalu aku bawa ke mana-mana. Berharap aku nemuin kerang atau koin emas, kan bisa ku bawa pulang. Tapi sudah 10 menit aku menggaruk-garuk jangankan emas, kulit kerang aja aku nggak dapat.

Aku menghela nafas. "Hahhh! masak sih pantai segede ini nggak ada harta karunnya," keluhku dan mencuci tangan di gelombang air yang datang.

Aku melihat dari kejauhan. Karena itu jam tiga sore jadi matahari sudah ingin tenggelam dan pergi ke tempat lain seperti di Teletubbies yang berpamitan. Lalu sebuah sinar yang sangat terang menyilaukan mataku.  Aku menutup mata sejenak karena silaunya. Aku begitu penasaran dan mendatangi sinar itu, dari balik bebatuan di sana aku melihat sebuah botol kaca bertutup kayu.

"Botol apa ini?" Aku mencuci botol itu yang sebagian berlumut karena mungkin sudah terlalu lama terdampar di sana. 

Senyumku langsung lebar. "Pasti isinya kapal Jack Sparrow." Aku terkekeh membayangkan isi botol itu adalah kapal Black pearl yang ada di film Pirates and the Carribean.

"Eh bukan, bukan, ngawur!" Aku berkata pada diriku sendiri. "Mungkin ini botolnya si Jun." Aku terkekeh lagi membayangkan botol itu berisi jin seperti di film jin dan jun di tahun 90 an. (Anak yang lahir di tahun 90-an pasti tau)

"Hah! banyak ngayal aku ini, tapi ngomong-ngomong ini kan tempat angker kalau isinya genderuwo gimana!" bulu kudukku langsung berdiri karena membayangkan sosok itu.

Lamunanku buyar karena teman-temanku memanggil. "Woi Sa! ngapain kamu di situ, ntar kalau kesambet sukur!" ucap Priska temanku yang berambut pendek itu, memang mulutnya selalu aja bicara yang tidak-tidak.

Aku segera menyembunyikan botol yang kutemukan tadi di belakang badan agar mereka tak melihatnya.

"Ayo renang, udah nyampai di sini nanggung lah." Wiwik ingin menarik tanganku, dan aku menolaknya.

"Iya, ntar aku nyusul, udah sana kalian lanjut lagi," Aku mengusir mereka. Kedua temanku pun kembali bermain air dan tak mempedulikanku.

Aku memasukkan botol itu ke dalam tas yang ku bawa, itung-itung buat souvenir dari pantai Parangtritis.

Kegiatan study tour hari itu selesai, kami semua naik ke bus dan pulang ke rumah masing-masing.

Segitu aja prolognya, 

pada penasaran nggak kelanjutannya gimana, terus ikutin ya, jangan lupa tinggalin jejak manteman.😍😍😍

 

Ingin sekali membukanya

Sesampainya di rumah aku langsung menaruh tas ransel hitamku di pinggir kasur. Aku tak menyalakan lampu kamarku karena suka sinar yang redup. Kan biar agak dramatis gitu. Terus aku keluarin botol yang kutemukan di pantai kemaren dan menaruhnya di atas meja.

Aku memandangi botol itu. "Enaknya di taruh di mana ya?" gumamku berfikir keras karena tahu adekku pembuat onar. "Kalau sampai si Mella tau botol ini, pasti langsung di isi sirup terus dibawa ke sekolahnya, duhh! taruh di mana ya?" 

Aku membuka lemari bajuku yang terbuat dari kayu, dan menaruh botol itu di bawah baju-bajuku. "Sementara kamu bobok di sini ya botol, nih aku selimutin biar anget badan kamu," gumamku terkekeh. Ya begitulah aku dengan sikap kocakku.

Aku merebahkan tubuh ini sejenak karena sehabis melakukan perjalanan jauh.

Siang harinya aku bangun dan tak mendapati semua orang. Mungkin ayahku lagi ke sawah, ibuku pasti lah ngumpul ama tetangga. Kalau adikku pasti kelayapan naik motor, kan mumpung hari minggu.

Aku bergegas mandi dengan air yang segar dan membasuh tubuhku. Kulihat kulitku yang menghitam karena kemarin bermain di pantai dan nggak pakai sunblok. Aku segera kembali ke kamar dan mengerjakan PR.

Tapi mataku nggak fokus sama sekali, sesekali melihat ke arah lemari bajuku. Tapi kucoba tak menghiraukannya.

"Achh!! aku nyerah, rasa penasaran ini membunuhku," teriakku dan bergegas membuka lemari baju dan mengambil botol itu.

"Nyenyak ya tidurnya?" ucapku menanyai botol kaca itu seraya nyengir sendiri.

Aku ingin sekali membuka tutup botol itu, tapi lagi-lagi imajinasiku berkeliaran.

"Iya kalau isinya jin, kalau isinya benda lain yang mengerikan gimana!" gumamku dan maju mundur untuk membuka botol itu. Aku melihat sekeliling dan sangat sepi, aku jadi takut. "Ah! kapan-kapan aja deh." Aku mengembalikan botol itu ke tempat semula dan melanjutkan mengerjakan PR.

***

Besoknya di sekolah. Aku duduk bersama teman-temanku di sekolah.

"Dah selesai belum PR kamu, Sa?" Priska bertanya dengan nada menyindir.

"Kayak nggak tau aku aja, ya pasti belum lah!" ucapku tak mau kalah darinya.

"Taraaa!! cepetan disalin, keburu Pak Guru datang ntar!" gadis berambut panjang itu mengeluarkan buku PR bahasa Inggrisnya.

"Hebat kamu Wik, kamu emang temenku yang paling baik," seraya mencubit pipi mungilnya. "Dapet dari mana nih?" tanyaku karena penasaran.

"Dari Tina dong, kan dia murid yang paling pintar di kelas ini, udah jangan banyak nanyak, cepetan disalin."

"Siap bos!" Aku dan Priska langsung mengambil pulpen dan menyalin PR itu.

Saat pulang sekolah, sebelum memasuki kamarku. "Mak!" Itu adalah panggilan kesayangan untuk seorang wanita yang sudah melahirkanku ke dunia ini. "Apa kamarku tadi udah diberesin?"

"Udah kok, Adikmu yang beresin tadi."

"Waduh!" Perasaanku jadi nggak enak. Aku langsung masuk ke kamar melihat lemari bajuku. "Tuh kan, bener!" Botol itu sudah hilang dari sana, aku segera berjalan memasuki kamar adikku. Dia sudah siap membuka tutup botol itu, dan aku langsung merampasnya.

"Ini anak! selalu aja ngambil barang punya orang tanpa ijin!" bentakku seraya melotot karena marah.

"Eh Mbak!" Itu panggilannya untukku. "Kui opo Mbak? Mbak dapat botol itu dari mana?" Ia melemparkan banyak pertanyaan yang tak bisa kujawab satu per satu.

"Nggak usah banyak tanya geh!" Aku mencengkeram botol itu tak ingin direbut lagi olehnya.

"Pasti Mbak dapat botol itu dari Parangtritis, kan?" Matanya menatap sinis padaku.

"Sok tau kamu!" Aku membuang muka tak ingin melihatnya.

"Mbak tau nggak, pantai Parangtritis itu kan masih nyambung sama pantai laut selatan, jadi Mbak nggak boleh bawa barang dari sana sembarangan," ujarnya mengguruiku.

"Sembarangan apa, ini loh cuman botol," bantahku yang masih acuh.

"Mbak! aku yakin!" Dia menghela nafas dan berkata lagi sambil menatapku." Pasti botol ini berisi Nyi Roro Kidul!" Ia berucap sambil bibirnya komat-kamit.

Aku langsung tertawa terbahak-bahak. "Sinting kamu ya, gimana bisa Nyi Roro Kidul ada di botol ini, orang dia udah punya istana yang megah, ngaco kamu ya."

"Serius nih Mbak!" ujarnya tetap kekeh.

Inilah adikku, Mella arsilla budiman. Yang masih duduk di kelas lima SD. Kami terpaut lima tahun, dia punya sifat yang jauh berbeda denganku, tapi tingkat imajinasinya lebih besar dari otakku. 

Kadang dia lebih suka menyendiri, berbicara dengan benda-benda mati atau dengan pepohonan di pinggir jalan. Ia sangat menyukai hal mistis, tapi ketika seseorang membuatnya takut ia bisa nangis sampai berhari-hari.

Walaupun banyak orang yang mengatakan adikku kurang waras atau mempunyai kelainan jiwa. Aku tak pernah menghiraukan perkataan mereka. Bagiku dia adalah adikku, saudaraku dan darah yang mengalir dalam tubuhnya sama denganku. Walau kami sering bertengkar dan nggak akur sama sekali, tapi aku sangat menyayanginya.

"Aku limarius," ucapku membalas perkataannya. "Kamu itu kalau masih berkhayal mending download aplikasi Mangga toon sana di hp-mu, terus nulis cerita yang banyak, kali aja bisa dicetak jadi buku gitu," ucapku nyengir.

"Ah, Mbak ma nggak ngerti, aku tu feeling, Mbak, ada sesuatu yang nggak beres sama botol itu," ucapnya dan masih menatap botol milikku.

"Ah berisik kamu, udah ah!" Aku pergi meninggalkan adik semata wayangku itu.

Aku berbaring di kasur dan menatap botol itu. "Masak sih isinya Nyi Roro Kidul, haduh! aku jadi ikutan parno deh, gara-gara Mella, nih!" gerutuku seraya menyembunyikan botol itu di tempat lain.

***

Hari itu aku pulang sekolah agak cepat. Di luar panas, pengen cepat pulang dan mandi untuk menyegarkan tubuhku.

"Sa, Mamak pergi ke rumah Mpoh Sulas dulu ya, mau nganterin makanan," ucap wanita yang suka berpakaian daster tanpa lengan itu.

Mpoh Sulas adalah kakak kandung ibuku. Wajahnya hampir sama karena hanya terpaut satu tahunan.

"Iya, Mak," ucapku seraya menarik handuk dan ingin segera mandi.

Selesai mandi aku duduk di kamar. Biasa mengerjakan PR dari sekolah walau aku nggak ngerti jawabannya. Aku merasa hari itu hari yang tepat untuk membuka botol yang kutemukan, biar rasa penasaran di hatiku berkurang.

Aku membuka pintu kamarku. Persiapan aja kalau yang keluar genderuwo, jadi aku bisa langsung kabur dan nggak perlu nubrukin pintu.

Aku menghela nafas.

Plugg!!

Aku melepaskan tutup botol itu dan membuangnya ke atas kasur. Aku menatap botol itu selama 10 menit tapi tak ada pergerakan sama sekali.

Aku tertawa. "Aseemm! kirain bakal muncul asep kayak di Aladin gitu, gak taunya." Aku mengambil botol itu lagi dan menutupnya kembali, lalu menaruhnya di bawah lemari baju.

"Achhhh, ternyata aku ketularan si Mella, untung aja aku nggak sempet percaya sama dia," ujarku seraya kembali ke meja belajar dan mencoba mengerjakan PR-ku lagi.

Beberapa jam berlalu, mataku mulai berkunang-kunang, kaki ini berjalan sempoyongan ingin segera menuju ke kasur yang seolah melambai-lambai.

"Oh, biarkan aku rebahan sejenak ya, Sur," kataku pada sang kasur sambil menarik selimut. Menutupi tubuh ini agar tidak kedinginan.

Di tengah malam yang sunyi, samar-samar pendengaranku menangkap suara. Kupaksa mata ini terbuka meskipun aslinya enggan. Melihat sekeliling tetapi tidak ada sesuatu, hanya beberapa buku terbuka dengan sendirinya kemudian menutup kembali.

"Ah, mungkin cuma angin," pikirku dan kembali merebahkan tubuh ini.

Hayo tebak apa yang ada di dalam botol itu?

Yang masih penasaran terus simak ya

Jangan lupa tinggalin jejak manteman😘😘😘

 

 

Kamu Siapa?

Aku bergegas menaiki motor vario hijau pemberian ayah saat ia bekerja menjadi sopir dulu. Aku memarkir motor itu di depan gedung sekolah.

Aku berlari tergesa-gesa masuk ke kelas. "Wik, Ka! PR matematika pliss!" ucapku yang langsung duduk dan menyampirkan tas di belakang kursi.

"Enak aja, di dunia ini mana ada yang gratis, kencing aja 2000 kok!" ucap Priska dengan mulut ketusnya.

"Yaelah, pelit banget sih, iya-iya ntar aku traktir nasi pecel deh," sambil menarik bukunya yang ada di meja.

"Ogah, murahan!" Ia menarik buku itu lagi.

"Nasi rendang deh," ucapku merayunya.

"Setuju!" Ia akhirnya memberikan buku itu padaku.

"Eh Sa, cepetan! keburu Bu Asih datang nih," ucap Wiwik teman sebangkunya itu.

Aku membuka buku PR-ku dan mataku terbelalak. "Apa ini!" Aku terkejut karena melihat buku PR matematika itu sudah terisi.

"Kenapa Sa?" Priska merampas bukuku. "Loh, ini kamu udah ngerjain, nyontek dari siapa kamu?" Gadis berambut ikal itu menatapku dengan tajam.

Wiwik ikut menatap, dan aku hanya menggeleng. "Sumpah aku nggak tau siapa yang ngerjain, seingatku semalam aku belum nulis sama sekali," bantahku seraya mengernyitkan dahi mencoba mengingat kejadian kemaren.

"Yakin kamu, Sa? Masak setan bantuin kamu bikin PR sih, setannya pintar dong," ejek Priska dan melirikku.

"Atau kamu punya temen rahasia nih! yang bisa bantuin kamu ngerjain PR, ayo ngaku?" Wiwik terus mendesakku.

Aku hanya diam dan tak menjawab pertanyaan mereka.

***

Sepulang sekolah rumahku tampak sepi seperti biasanya. Ayahku pasti masih di sawah. Ibuku seperti biasa ngobrol ama tetangga. Dan si biang kerok pasti belum pulang sekolah. Aku ingin membuka gagang pintu kamarku, tapi perasaan aneh menggelayuti pikiranku. Terngiang perkataan Priska tadi. "Masak setan yang ngerjain PR-mu!" Aku begitu takut untuk membuka pintu kamar itu.

Dengan segala keberanian daripada terus penasaran. Aku masuk ke kamar yang emang redup itu, tangan ini langsung menyalakan lampu kamar itu agar terlihat terang. Mendadak sebuah suara mengagetkanku. "Ndok, siang-siang kok nyalain lampu."

"Ya Allah, Mak, kaget aku!" ucapku seraya mengatur nafas yang terengah-engah karena melihat seorang wanita berdiri di belakang badanku.

"Kamu kenapa, Sa?" tanya wanita berumur 50 tahunan itu

"Nggak papa, kok. Mamak mau ke mana? Kok, bawa rantang segala?" Aku melihatnya menenteng rantang bertingkat empat di tangan.

"Mamak tadi masaknya kebanyakan, ini ada lebihnya mau tak kasihkan Mpoh Sulas," ucapnya seraya tersenyum. Senyumanya mencerahkan hatiku, begitulah sifat ibuku yang sangat baik terhadap semua orang.

"Oh gitu."

"Kamar kamu belum sempat di beresin ya, tadi Mella berangkat pagi-pagi sekali, kamu beresin sendiri ya," pinta ibuku.

"Iya, Mak."

"Kamu jangan lupa makan ya, Mamak pergi dulu." Wanita itu keluar dari pintu depan dan membuat suasana rumah kembali hening.

Aku membuka pintu kamar itu dan duduk di ranjang. Aku ingat betul selimutku tadi pagi belum kulipat. Dan buku-buku juga berserakan. Tapi kenapa kamarku jadi bersih dan rapi gini. Aku menelan air ludah sendiri dan keringat dingin mulai bercucuran dari keningku. "Kok tiba-tiba panas ya?" ucapku seraya mengambil kipas dan mengibas-kibaskanya ke wajah.

Kamar yang biasa kutempati itu kini mulai terlihat menyeramkan. Aku memberanikan diri berkata. "Kalau memang kamu adalah sesuatu yang keluar dari dalam botol itu, coba tunjukkan wajahmu," ucapku seraya menggulirkan bola mata dan melihat sekeliling.

"Eh, tunggu-tunggu! jangan muncul dulu!" Aku mengambil sebuah kertas dan pulpen lalu menaruhnya di atas meja.

"Kurasa ini lebih bagus, dari pada aku pingsan karena kaget, iya kalau dia nggak menyeramkan, kalau bentuknya kayak genderuwo bisa mampus aku," gerutuku dan kembali duduk di kasur seraya mengapit bantal.

"Kamu siapa? Coba tulis di kertas itu?" pintaku pada entah benda apa yang sedang berada di kamarku itu.

Tiba-tiba pulpen itu terbang dengan sendirinya. Aku menutup mulutku menahan histeris. Pulpen itu menuliskan sesuatu di kertas lalu kembali diam. Aku yang penasaran segera mengambil kertas itu dan membacanya.

"Raditya Kusuma Ningrat," ucapku membaca tulisan itu. Aku berfikir sejenak. "Kayaknya ini bukan nama genderuwo deh," ucapku terkekeh.

"Apa kamu bisa menunjukkan wajahmu?" pintaku yang tak puas hanya mengetahui nama itu.

Cling!! 

Seorang pria berpakaian adat Jawa berdiri tepat di hadapanku. Kulitnya putih, badannya tinggi kayak pemain basket. Alisnya tebal dan hidungnya mancung.

Aku berkhayal ke mana-mana sambil berkata. "Ada ya genderuwo seganteng ini," ucapku terkekeh.

"Apa!" Pria itu mengeluarkan suaranya yang merdu bak desiran ombak di pantai, aku hanya nyengir.

Pria itu tersenyum manis melihat tingkahku.

"Sini duduk!" Aku menyuruhnya duduk di samping ranjangku, karena sudah tidak takut lagi. "Kamu hantu, jin atau malaikat?" tanyaku penasaran.

Radit duduk dan berkata. "Aku ini manusia kok, tapi mempunyai kemampuan khusus, bisa disebut manusia sakti," ucap pria berkulit putih itu.

"Oh gitu, terus kenapa kamu bisa di dalam botol," tanyaku padanya.

"Aku dikutuk dan di masukkan ke dalam botol," sahut pria itu.

"Siapa yang melakukan itu?"

Ia tampak tak ingin menjawab pertanyaanku dan aku memakluminya. Secara, kita kan baru kenal.

"Ehmm, sudah berapa lama kamu dikurung di botol itu?" Aku mengganti pertanyaanku.

"Hampir 80 tahun," sahutnya.

"Apaaa!!" Aku tak percaya dengan ucapannya. "Mustahil kalau kamu di situ 80 tahun, terus umur kamu sekarang berapa?"

"Umurku sekarang 120 tahun," ucapnya datar.

"Haaaahhhh!" Aku melongo memperlihatkan mulutku yang lebar.

Radit tersenyum melihatku.

"Terus sekarangkan kamu udah bebas, kenapa nggak balik ke dunia kamu?" tanyaku.

"Saat aku hidup di botol itu, aku berjanji kepada siapa pun orang yang telah menolongku, aku akan menjaga dan menjadi pelindungnya." 

"Kamu mau jadi pelindungku?" ucapku seraya mengernyitkan dahi. "Tapi ngomong-ngomong yang ngerjain PR-ku kemaren kamu ya?"

"Iya."

(Hehehe lumayan nih biar aku nggak nyontek terus ke temen-temen) ucapku dalam hati.

"Aku juga bisa baca pikiran orang lo, lain kali aku nggak akan bantu kamu ngerjain PR," ucap pria beralis tebal itu membuang muka dariku.

"Hadehhh, aku laper ah mau makan dulu." Aku pergi keluar kamar dan langsung masuk ke dapur. Membuka tutup rice cooker berwarna putih di sana. Aroma nasi kuning sudah mampir ke hidungku dan membuatku semakin lapar. Ada lauk bihun goreng, ayam crispy, kering tempe dan telur dadar, tak lupa sambel terasi kesukaanku. Ibuku memang pandai memasak. Semua masakannya selalu lezat di lidahku.

"Duh enaknya, makan yang banyak ah mumpung si Mella belum pulang," gumamku seraya mengambil nasi dan lauk yang banyak di piring. Aku melihat Radit yang sedari tadi menelan air liurnya sendiri. "Eh Dit, emangnya kamu bisa makan ini?" tanyaku padanya.

"Aku kan juga manusia, pasti bisa makanlah, tapi aku bisanya makan kalau kamu yang ngasih aku."

"Oh gitu ya, terus orang lain bisa lihat nggak pas kamu makan?"

"Enggak, mereka cuman bisa lihat sisanya doang."

"Ya udah, nih ambil, makan aja dulu." Aku memberikan piring berisikan nasi kuning itu kepadanya.

"Beneran, ini buat aku, makasih ya," ujarnya seraya mengambil piring itu dengan matanya yang berkaca-kaca.

Di meja makan, aku dan Radit sedang menyantap makanan. Ia makan lahap sekali, seperti bertahun-tahun tidak makan. "Eh Dit, pelan-pelan makannya, keselek ntar!" ucapku memperingati.

"Aku belum pernah makan makanan seenak ini, jadi ingat masakan biyungku." Ia diam sejenak.

"Ya udah lanjut lagi makannya." Aku pun diam sejenak. "Oh ya Dit, apa hanya aku yang bisa melihatmu?"  

Pria itu mengangguk dan masih memasukkan nasi ke dalam mulutnya.

"Kalau orang lain pengen ngeliat kamu, apa kamu bisa muncul di hadapan mereka?" tanyaku.

"Tentu duooongggg," ucapnya seraya menyemburkan nasi ke wajahku.

"Haesttt!" Aku mengambil tisu dan mengelap wajahku yang disembur olehnya.

Gimana, gimana, seru nggak, mau lanjut nggak?

Jangan lupa tinggalin jejak ya manteman 😘😘😘😘

 

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!