Suara teriakan terdengar dari balik pintu kamar yang bernuansa biru, di penuhi dengan stiker doraemon, pernak-pernik Doraemon jiga terlihat berjejer rapi dikamar tersebut.
"Viola Bangun....." Teriak suara cempreng seorang wanita parubaya dari luar kamar Viola.
Namun Viola tidak menghiraukannya, wanita 22 tahun itu masih dengan nyaman memejamkan matanya sambil memeluk boneka Doraemon kesayangan--nya.
"Viola, bangun cepet..." Suara teriakan kembali terdengar, dari luar kamar Viola, suara Bu Hanum membangunkan anaknya bahkan sampai terdengar keluar rumah, saking keras dan cemprengnya.
Karna tak mendengar sahutan dari anaknya, bu Hanum menggedor-gedor pintu yang terbuat dari triplek itu. Hingga menimbulkan suara yang keras.
"Aduh bu, sudah-sudah. Kebiasaan deh pagi-pagi gini sudah ribut," ucap pak Arga, suaminya. Yang melewati kamar Viola, dengan handuk yang sudah melilit di pundaknya. Pak Arga Mencoba menghentikan aksi brutal sang istri yang membangunkan anak bungsunya itu.
"Sudah deh pak diam! Ini anak kalau gak di bangunin kaya gini, gak akan bangun-bangun," pungkas Bu Hanum, dengan kesal menatap suaminya. Lalu kembali menggedor-gedor pintu kamar Viola.
"Viola bangun kamu..." Teriak bu Hanum lagi, dengan wajah yang sudah sangat kesal.
Pak Arga menutup telinganya, suara istrinya itu memang mengalahkan suara toa yang ada dimasjid. Lalu pak Arga menggeleng-gelengkan kepalanya, dan segara beranjak menuju kamar mandi.
Sudah biasa setiap pagi, dan setiap hari rumah tersebut di penuhi dengan teriak-teriakan sang istri.
Viola yang mendengar kehebohan sang ibu pun, akhirnya membuka matanya, lalu mengangkat setengah tubuhnya, bersandar dikepala ranjang, dengan santai Viola menggeliatkan tubuhnya.
Tak menghiraukan suara ibu--nya yang masih berkomandang di balik pintu sana.
"Selamat pagi hari-hari yang selalu menyebalkan," ucap Viola, lalu ia menurunkan kakinya, memijak lantai yang beralaskan karpet bulu respur yang ia beli di online shop, harganya murah namun lumayanlah bulu-bulanya agak lembut.
Dengan langkah yang menggontai Viola meraih handuk yang tergantung di dekat lemari, lalu ia berjalan menuju pintu. Viola memutar kunci pintu, lalu membuka pintu tersebut.
Bu Hanum yang masih berdiri di depan pintu Viola, terlihat menatap kesal anak bungsunya itu.
"Sampai kapan kamu akan seperti ini Viola, anak gadis itu tidak boleh malas-malasan ngerti gak kamu hah?" Pekik bu Hanum.
"Iya-iya Bu," jawab Viola simple, dengan santainya Viola berjalan melewati sang ibu yang masih terasa panas akibat ulahnya itu, Viola berjalan menuju kamar mandi.
Bu Hanum menatap punggung Viola yang berjalan meninggalkan-nya, entah bagaimana lagi mengatasi anak bungsunya itu.
Setiap di nasehati, selalu saja jawabannya 'Iya-iya' tapi besoknya ia kembali seperti itu.
"Ya tuhan berikan aku kesabaran yang lebih banyak untuk menghadapi anak itu" Ucap bu Hanum, sambil mengelus-ngelus dadanya. Lalu bu Hanum beranjak dari depan pintu kamar anaknya itu.
Viola adalah anak bungsu dari tiga bersaudara.
Kakak pertama Viola laki-laki yang bernama Adam, dan kakak keduanya perempuan bernama Anita.
Kakak pertama Viola Adam sudah tidak tinggal bersama mereka lagi, Adam sudah menikah dan ia tinggal dirumah mertuanya dengan istrinya, istri Adam memang berasal dari keluarga berada, Adam juga di percaya oleh mertuanya untuk menjalankan bisnis-bisnis keluarga mereka.
Setiap bulan Adam selalu mengirim uang untuk membantu meringankan beban orang tuanya, yang masih membiayai adik-adiknya.
Dan kakak kedua Viola, Anita, dia sudah berkerja di salah satu perusahan swasta di kota tersebut. Ya walau pun gajihnya tidak terlalu besar, namun Anita bangga dengan pekerjaanya, setidaknya ia bisa memenuhi kebutuhannya tanpa harus membebani keluarga, jika ada sisa gajih Anita pasti memberikan uang tersebut kepada orang tuanya.
Namun pak Arga dan bu Hanum tak pernah berharap pemberian dari anak-anaknya, melihat anaknya yang sudah bisa memenuhi kebutuhannya sendiri pun, itu sudah menjadi kebanggan bagi pasangan suami istri itu.
Pak Arga hanya pekerja PNS, dan ibu Hanum wanita itu tidak berkerja, hanya menjadi ibu rumah tangga.
Dan Viola, Viola baru lulus beberapa bulan lalu dari salah satu universitas ternama di kotanya, saat ini Viola tengah mencari pekerjaan, tidak tau sudah beberapa surat lamaran ia berikan kepada perusahan-perusahan yang ada kotanya itu. Bahkan Viola juga mengikuti lamaran kerja lewat online.
Namun sampai saat ini nihil, Viola masih belum mendapatkan panggilan dari perusahan-perusahan yang ia lamar.
Setiap hari Viola hanya menghabiskan waktunya di kamarnya, tidur, makan, nasib orang pengangguran ya rebahan. Tak lupa suara cempreng ibu Hanum juga selalu menemani hari-hari Viola.
Pak Arga yang baru saja selesai dengan ritual mandinya, dengan pakaian yang sudah ganti dengan pakaian dinas, pak Arga keluar dari kamar mandi.
"Astagfirullah..." Pak Arga terkejut, saat membuka pintu kamar mandi dan melihat Viola tengah bersandar di sela pintu kamar mandi, dengan mata terpejam.
Pak Arga, terlihat menggelengkan kepalanya. Mendapati sifat kebo anaknya itu.
"Vi kamu ngapain disini?" Pak Arga menggoyangkan lengan Viola pelan.
"Astagfirullah, bapak! Mengagetkan saja," Ucap Viola, membuka matanya serentak, dengan ekspresi wajah terkejut.
"Sudah sana kamu mandi cepat," titah pak Arga. Diangguki oleh Viola, Lalu Viola pun masuk kedalam kamar mandi tersebut.
Kamar mandi dirumah tersebut memeng hanya ada satu, jadi setiap akan mandi mereka selalu bergantian.
Viola sudah selesai dengan ritual mandinya, kini dia sudah berada dikamarnya, sudah berganti pakaian.
Lalu Viola keluar dari kamarnya, karna menghirup bau enak sakali dari arah luar, ibunya pasti sedang memasak dan menyiapkan sarapan untuk mereka.
Dengan langkah yang gesit, Viola berjalan menuju meja makan, dan benar disana ibu--nya tengah menatap nasi goreng, tak lupa ada telor mata sapi, dan kerupuk juga yang menemani--nya.
Ayah dan kak Anita juga sudah terlihat duduk disana, Menatap ibu yang sedang menata nasi goreng--nya.
Viola pun dengan cepat menarik kursi meja makan, dan duduk bersampingan dengan kak Anita.
"Giliran makan saja tidak di panggil-panggil juga datang!'' Ketus bu Hanum. Dengan sewot.
"Manusiawi bu..." Sahut Viola, sebelum ia memasukan suapan nasi goreng yang sudah ada di depan mulutnya.
"Manusiawi apaan coba?" Kata bu Hanum. "Itu bukan manusiawi Viola tapi..."
"Sudah-sudah kalain ini selalu saja gak pernah akur, ini lagi makan, sudah jangan banyak bicara. Habiskan makanan kalian," titah pak Arga. Memotong ucapan istrinya.
Mendengar ucapan dari kepala keluarga mereka itu, seketika ibu Hanum dan Viola terdiam.
Sedangkan Anita, ia terkekeh sambil mengelengkan kepalanya, mendapati tingkah ibu dan adiknya.
Bagi Anita pemandangan setiap pagi seperti itu sudah terbiasa, dan terkadang Anita terkekeh sendiri melihat ibu dan adiknya itu selalu tidak sejalan. Ya itung-itung hiburan.
Lalu mereka mulai menikmati nasi goreng tersebut.
"Aku berangkat dulu ya," pamit Anita, usai menghabiskan nasi gorengnya, Anita berajak dari kursi meja makan tersebut, lalu menyalami kedua orang tuanya.
"Hati-hati ya kak kerjanya!" Ucap Ibu Hanum.
Anita tersenyum sambil menganggukan kepalanya.
Lalu Anita pun berangkat menuju tempat kerjanya.
Tak lama setalah Anita berangkat, kini pak Arga pun berpamitan untuk berangkat kerja.
Ibu hanun dan Viola menyalami pak arga, lalu pak Arga pun berangkat menuju tempat kerjanya.
Kini hanya ibu Hanum dan Viola saja yang ada di rumah itu.
"Viola juga pamit ya Bu.." ucap Viola berajak dari kursinya.
"Pamit kemana kamu?"
"Ke kamar, hahaha" Jawab Viola sambil berlari menuju kamarnya.
Bu Hanum hanya mengelus dadanya. Tingkah anak bungsunya itu benar-benar, membuatnya harus banyak istighfar.
Bersambung...
YUK BERI DUKUNGAN SAMA AUTHOR, KIRIM HADIAH SERTA LIKE, KOMEN, DAN VOTENYA.
TERIMA KASIH.
Viola mulai melakukan kegiatannya, membuka leptop kesayangannya. Viola membuka email, memeriksanya apakah ada email yang masuk. Viola terlihat mengerutkan bibirnya, usai memeriksa email tersebut, dan hasilnya nihil. Ya setiap hari Viola memeriksa email atau pesan berharap ada balasan dari salah satu perusahan yang ia kirimkan surat lamaran.
Sudah banyak surat lamaran yang ia kirim ke perusahan-perusahan. Surat lamaran tersebut Viola kirim ada yang secara online, dan offline juga, seperti lewat kantor pos, atau ia pergi sendiri ke perusahaan yang membuka lowongan pekerjaan tersebut.
Sebenarnya Viola itu gadis yang sangat berprestasi, nilai-nilai yang ia peroleh saat menginjak bangku sekolah dan kuliah pun sangat memuaskan. Tapi entah kenapa perusahan sepertinya sulit sekali gadis itu menerima gadis itu di perusahaan mereka. Ya mungkin di era jaman sekarang pintar itu tidak terlalu menjamin juga, harus goodloking juga mungkin. Apalah daya seorang Viola yang tidak pernah sama sekali kenal dengan yang namanya skincare. Jangankan skincere bedak pun ia tak pernah pakai, dan punya alat-alat make-up tidak pernah terpikirkan sama sekali oleh gadis itu.
Ya walau pun tanpa skincare atau make-up pun Viola sudah terbilang cantik, karna pada dasarnya gadis itu sudah mempunyai paras yang cantik, hanya saja di era jaman new Viola terbilang sebagai gadis yang masih kuno. Bahkan saat ia masih kuliah pun teman-temannya memanggilnya dengan sebutan gadis purba. Karena mereka pikir Viola tidak bisa mengikuti tren di area jaman new seperti jaman sekarang ini. Kalah dengan bocah yang masih terbilang belum cukup umur, namun mereka sudah mengikuti jaman.
Viola menarik nafas dalam, dan membuangnya dengan kasar. "Arrrggg, susah sekali sih mau dapet pekerjaan. Masa aku akan terus menjadi kaum rebahan terus seperti ini?" Decak Viola, wajahnya terlihat penuh beban.
"Please, satu aja itu surat lamaran gw nyantol, gw sudah capek jadi beban keluarga. Capek juga denger omelan ibu tiap hari, ya tuhan tolong kasihanilah aku.." Lanjutnya, sambari menadahkan kedua tangannya berdoa.
"Viola...." Terdengar suara teriakan, dari luar sana. Siapa lagi kalau bukan Ibu-nya. Suara cempreng khas ibunya.
"Iya bu..." Jawab Viola, dengan suara memalas.
"Kamu sedang apa sih,dari tadi ngamar terus. Gak ada kerja apa kamu hah?" Tanya Ibu Hanum yang kini sudah berdecak pinggang sambil membuka pintu kamar anaknya itu.
"Ya emang gak ada kerjaan bu," jawab Viola sambil memutarkan bola matanya.
"Ya kamu cari kerjaan dong Vio, kamu ini sampai kapan kaya gini sih? Liat contoh kakak mu, walau pun otaknya pas-pasan bisa di terima kerja. Lah kamu nilai saja bagus, sampai saat ini kerjaan gak kamu dapat-dapat. Mau jadi apa kamu vio?"
"Ini juga lagi usaha bu, ibu kenapa bawel banget sih?"
"Ibu itu bukan bawel Vio, ibu itu sayang sama kamu. Ibu gak mau kamu terus kaya gini! Kamu itu masih muda. Lagian bagaimana kamu mau dapat kerjaan tiap hari kerjaan kamu cuman rebahan."
"Kamu sudah seperti ulat kasur saja." Lanjut bu Hanum.
"Iya-iya bu, nanti juga Vio pasti cari kerjaan kok,ini juga Vio udah kirim ratusan surat lamaran via online, tapi sampai saat ini belum ada yang nyantol." Ujar Viola, masih menatap malas ibunya yang berdiri di ambang pintu kamarnya.
"Lagian cari kerjaan itu jaman sekarang susah bu.." Lanjut Viola.
"Gak ada yang susah Vio, kamu saja yang kurang usahanya."
"Terus Vio harus gimana bu?"
"Ya usaha lebih giat lagi Vio. Satu lagi coba kamu perbaiki penampilanmu. Jaman sekarang itu cari kerjaan orang juga nilai dari penampilan Vio, gak dari skill saja." Jelas bu Hanum.
"Bu..."
"Sudah ibu tidak mau dengar alasan kamu lagi." Pungkas bu Hanum memotong ucapan Viola, lalu bu Irma menutup pintu kamar Viola dengan keras.
"Astagfiruallah, punya emak gini amat ya, lagian gw itukan anak bungsu. Harusnya disayang, ini malah di galakin terus tiap hari. Mana di banding-badingin terus sama kak Anita lagi. Ya jelas gw sama dia beda. Dia mah orangnya ganjen kemana-mana menor terus huh. Beda dong sama gw, gw kan anaknya alim." Gerutu Viola.
Itulah Viola, jika sang ibu menasehatinya bukannya ucapan ibunya itu di cerna. Viola selalu merasa dirinya selalu di beda-bedakan oleh sang ibu. Padahal kenyataannya ibu Hanum tidak pernah berpikir seperti itu. Ibu Hanum menyayanginya semua anaknya sama rata. Hanya saja kepada Viola penyampaian kasih sayangnya berbeda. Maksud bu Hanum selalu keras kepada anak bungsunya itu agar ia mikir, karna bu Hanum tidak mau jika Viola nantinya bergantung kepada kakak-kakaknya, ibu Hanum ingin Viola mandiri dan sukses. Jika suatu saat nanti dirinya dan sang suami sudah tidak ada di dunia lagi.
"Pusing gw di rumah mulu, keluar ah cari angin!" Ujar Viola, ia beranjak dari kasur dan meraih sebuah jaket jeans yang sudah terlihat lusuh. Viola memakai jaket tersebut lalu ia menyambar kunci motor yang ada di atas nakas.
"Bu Viola pamit mau cari angin dulu." Teriak Viola, berpamitan bada ibunya itu.
"Mau kemana kamu?" Tanya bu Hanum yang terlihat berdiri di depan pintu rumah. Menatap Viola yang sudah bersiap melajukan motor metik miliknya.
"Keluar bentar bu."
"Iya keluar kemana?"
"Sudah ah ibu banyak tanya terus, asalamualaikum!" Ujar Viola sambil melajukan motor tersebut meninggalkan halaman rumahnya.
"Astagfirullah, Viola..." Teriak bu Hanum, terlihat benar-benar jengkel.
"Wallaikum'salam." Lanjut bu Hanum, sambil kembali masuk kedalam rumahnya.
Viola melajukan motor metiknya itu dengan kecepatan sedang, walau pun motor metik tersebut keluaran tahun jadul, naman motor tersebut masih enak untuk di gunakan, karena Viola selalu mengurus motor tersebut dengan baik dan apik, motor tersebut adalah kado kelulusan dari sang ayah. Saat sekolah SMA, waktu itu ayah Viola berjanji, jika ia mendapat nilai yang bagus maka sang ayah akan memberikan hadiah apa saja yang di minta oleh Viola. Dan pada saat kelulusan Viola mendapatkan nilai yang paling tinggi. Sesuai janji sang ayah yang akan memberikan apa saja untuknya, saat itu Viola meminta di belikan motor. Akhirnya ayah Viola membelikan motor tersebut walau pun harus bercekcok terlebih dahulu dengan sang istri sebelum membeli motor tersebut, karna bu Irma tidak setuju.
Viola terus melajukan motornya menelusuri jalan raya, dengan helm bogo bergambar doraemon, serta stiker yang bertuliskan. 'Harta,Tahta, Viola' tersebut, Viola terlihat mengambangkan senyuman-nya menikmati perjalanan tersebut, tak lupa lagu kesukaannya pun ia nyanyikan.
"Loh omongin gw, gw bodo amat"
"Loh ngehina gw, gw bodo amat"
"Loh munafikin gw, gw bodo amat"
"Bahkan loh mati pun, ya gw masa bodo"
"Gw mah bodo amat"
Teriak Viola, bernyanyi lagu tersebut, yang saat ini sedang viral. Lagu tersebut seakan mewakili dirinya.
Lirik lagu tersebut seakan mewakili perasaannya, pikir Viola.
Sepanjang perjalan Viola terus menyanyikan lagu tersebut, tak peduli orang-orang menganggapnya atau berpikir apa, bahkan berkata apa, sesuai dengan lagu yang ia nyanyikan ya 'Bodo Amat'.
Hingga Viola menghentikan laju motornya saat melihat lampu merah menyala, namun bibirnya masih tak berhenti menyanyikan lagu kesukaannya itu.
Hingga orang yang berada di dalam mobil membuka kaca mobilnya, kebetulan mobil tersebut berdampingan dengan motor Viola. Sepertinya ia merasa terganggu oleh suara cempreng Viola tersebut, terlihat juga laki-laki itu tengah menempelkan ponsel miliknya di telinganya, sepertinya laki-laki itu tengah menelpon.
"Hay kau, bisakah kau hentikan suara jelek mu itu.." Ucap laki-laki tersebut, sambil menatap Viola kesal.
Viola melirik, kearah laki-laki tersebut. Mulut Viola
yang sedari berteriak-teriak menyanyikan lagu yang berjudul 'Bodo Amat' itu pun, seketika Viola bungkam saat melihat laki-laki yang tersebut.
"Buset cakep amat." Batin Viola, sambil terus menatap laki-laki tersebut.
Entah apa yang di katakan laki-laki itu kepada Viola, entah itu makian atau pujian, yang pasti saat itu telinga Viola mendadak budeg. Viola tersenyum-senyum dengan pandangan yang terus menatap laki-laki yang terlihat kesal itu.
"Dasar cewek gila." Ucap laki-laki itu, lalu melajukan mobilnya. Karena lampu sudah berganti menjadi warna hijau.
Viola masih tertegun sambil menatap mobil milik laki-laki tersebut, yang kini sudah mulai melaju. Hingga tiba-tiba suara klakson terdengar berbunyi di sekitar jalan tersebut.
"Woy cepat jalankan motormu, menghalangi jalan orang lain saja." Teriak seorang pengemudi motor, yang melaju melewati Viola.
Viola tersadar, lalu ia melihat kearah lampu lalu lintas, yang kini sudah berubah warna menjadi warna hijau.
Dengan segera Viola kembali melajukan motornya. Sambil berteriak kesalah satu mobil yang menyalipnya sambil membunyikan klakson mobilnya dengan keras kepada Viola.
"Dasar gak sabaran." Teriak Viola, sambil memaki-maki pengemudi mobil tersebut.
"NOTE\= NOVEL INI HANYA SEKEDAR HIBURAN, JADI JANGAN NYARI PEMBELAJARAN DI SINI, INI NOVEL HANYA UNTUK MENEMANI KE GABUTAN KAUM REBAHAN, TAPI YA SEMOGA ADA PEMBELAJARAN JUGA DISINI."
DAN JANGAN LUPA DUKUNGAN UNTUK AUTHOR, LIKE COMEN DAN VOTE. TERIMA KASIH.
Mobil sports berhenti tepat di depan sebuah gedung pencakar langit. Seorang laki-laki keluar dari mobil tersebut, dengan balutan jas berwarna hitam, serta kacamata yang terpasang menutupi mata tajamnya.
Krisna Yudistira. Laki-laki tampan dengan perawakan atletis, dia adalah seorang Presdir di kantor yang terkenal di kotanya. Perusahan tersebut adalah YS Grup. Pemilik perusahan tersebut adalah orang tua Kris, yang bernama Yudistira. Karna usia Yudistira sudah tak muda lagi, jadi ia menyerahkan semuanya kepada anak tunggalnya itu. Tapi tetap saja Yudistira selalu memantau Kris, karna Yudistira belum sepenuhnya mempercayai putranya itu.
Semua orang terlihat memberi hormat saat Kris masuk dan melewati mereka. Tidak ada sahutan apa pun dari seorang Krisna Yudistira. Laki-laki itu terus saja berjalan tanpa menghiraukan semua karyawannya, apa lagi membalas sapaan mereka! Mustahil untuk seorang Krisna Yudistira.
Kris terkenal sebagai atasan yang dingin, serta Angkuh. Jika mereka membuat kesalahan secuil kuku pun, Kris tak segan-segan untuk memecat mereka.
Tidak ada kesempatan kedua dalam kamus seorang Krisna Yudistira.
Kris memasuki *lif*t khusus, menuju ruangannya. Tak lama kemudian lift terbuka. Kris keluar dan langsung menuju ruangannya.
Di ruangan Kris terlihat sudah ada yang menunggu kedatangannya. Kris membuka kacamatanya.
"Ngapain lo disini?" Tanya Kris, kepada laki-laki itu. Berbicara tanpa melihatnya, dengan wajah yang datar Kris berjalan menuju kursi kebesarannya dan duduk disana.
"Ngapain-ngapain, ya gw nungguin lo lah." Ketus Diki. "Ayo kita berangkat sekarang!" Ajaknya.
"Kemana?" Tanya Kris masih dengan wajah datarnya.
"Ke kawinan kera sakti sama Dora." Ketus Diki lagi, sambil memutar bola matanya memalas.
Kris tersenyum tipis. "Gw gak dapet undangannya. Lo aja yang pergi.''
"Ayo cepat Krisna Yudistira. Apa lo lupa hari ini ada pertemuan penting dengan perusahan Alexander grup?" Ucap Diki, mulai kesal. Dan memanggil Kris dengan lama lengkapnya.
"Sialan kenapa lo baru ngomong sekarang! Ayo cepet kita berangkat," Gerutu Kris, beranjak dari kursi kebesarannya itu.
"Kenapa lo baru ngomong sekarang!" Diki mengulang kembali ucapan Kris, sambil mencibirkan bibirnya. "Gw lagi-kan yang salah." Lanjutnya.
"Ayo cepat Diki." Pekik Kris.
"Iya ya.." Jawab Diki, pasrah. Lalu Diki mengikuti langkah Kris.
'Sialan ini gara-gara cewek gila tadi, jadi gw telat!' Gerutu Kris dalam hatinya, mengingat tadi kejadian saat ia tengah diperjalanan menuju kantornya, bertemu dengan gadis gila, yang bernyanyi-nyanyi gak jelas.
"Ayo cepat Diki, kita nanti telat!" Tegas Kris.
"Iya tuan muda, gak sabaran banget sih!" Gerutu Diki, sambil melajukan mobil milik Kris menuju salah satu resto tempat dimana mereka akan bertemu dengan perusahan Alexander grup.
30 menit kemudian mereka sampai di resto tersebut.
Kris dan Diki keluar dari mobil, dan langsung masuk kedalam resto tersebut.
Pemilik perusahan Alexander grup terlihat sudah berada di sana, bersama seorang wanita cantik. Mereka tengah menunggu kedatangan Kris dan Diki.
"Salamat siang pak Kris." Ucap Alex sambil menyodorkan tangannya.
"Selamat siang!" Jawab Kris dan Diki. Mereka berjabat tangan.
Kris dan Diki pun duduk bergabung dengan Alex dan wanita cantik tersebut. Wanita yang bersama Alex terlihat mengulas senyumannya. Menatap kearah Kris, sepertinya wanita itu terkesima, melihat ke tampan Kris yang jauh dari kata rata-rata ke tampan seorang pria.
Eaaa...
Namun seperti biasa, Kris hanya memasang wajah datarnya, dengan tatapan yang tajam menghiasi wajah tampannya. Kris menghiraukan wanita tersebut yang tersenyum kepadanya. Membalas senyuman wanita itu? Tentu tidak akan, senyuman Kris limited edition.
Hanya orang-orang tertentu saja yang bisa mendapatkan senyuman dari seorang Krisna Yudistira.
"Mau membicarakan soal apa pak Alex?" Tanya Kris Thu the poin. Seorang Kris tidak pernah mau membuang-buang waktunya.
Time is money Brooo...
"Oh iya pak Kris perkenalkan ini Maria Alexander, putri saya!" Ujar Alex, mengenalkan wanita yang duduk di sampingnya itu, yang ternyata ia adalah putrinya.
Maria terlihat mengulurkan tangannya kearah Kris.
Kris hanya menatap datar tangan Maria, mengabaikan uluran tangan tersebut.
"Saya kesini, untuk membicarakan masalah bisnis dengan Anda tuan Alex yang terhormat. Kenapa anda malah mengenalkan putri anda?" Tegas Kris.
"Diki ayo kita pulang!" Lanjut Kris, sambil berajak dari kursi tersebut.
"Kami permisi dulu pak!" Pamit Diki, ia merasa tidak enak.
Alex mengaggukan kepalanya pasrah. Sambil menatap Kris dan Diki yang berjalan keluar dari resto tersebut.
"Liat Maria. Sudah ayah bilang pak Kris itu berbeda. Kamu tetap saja memaksa ingin kenal dengannya!" Ucap Alex kepada sang putri.
"Maaf ayah. Tapi aku menyukainya ayah." Lirih Maria.
"Lupakan rasa sukamu itu, masih banyak laki-laki lain di luar sana. Awas saja kalau nanti perusahan kita kena masalah gara-gara kamu. Ayah tidak akan memaafkan mu!" Pekik Alex, sambil beranjak meninggalkan Maria.
Maria menghelai nafas berat. Beberapa detik kemudian wanita itu menarik ujung bibirnya tersenyum tipis.
"Lihat saja Krisna Yudistira, apa kamu bisa terlepas dari pesona seorang Maria Alexsander. Aku akan pastikan kau akan jatuh ke peluk-kan ku." Ucap Maria.
***
"Diki putuskan semua kerja sama dengan perusahan Alexander grup!" Titah Kris.
Mereka kini sedang di perjalan menuju kantor kembali.
"What? Apa lo becanda?" Diki terkejut, dan meng-Rem mobil yang tengah di lajukan-nya.
"Astaga Diki..." Teriak Kris, menatap tajam Diki, yang meng-rem mobil secara mendadak membuat Kris terkejut dan keningnya terbentur.
"Come on men, ini hanya masalah sepele. Masa lo langsung mutusin kerja sama dengan pak Alex." Ucap Diki.
"Kerjakan saja apa yang gw suruh. Atau gw lo pecat!" Ucap Kris. Tampa Ampun. "Gw gak suka dengan dengan sikap pak Alex, buang-buang waktu gw saja. Lagian perusahan seperti pak Alex itu masih bisa gw dapetin 10 kali lipat." Lanjut Kris, dengan Angkuh.
Diki membuang nafas berat. "Oke-oke nanti gw urus," ucap Diki pasrah. Dari pada ia di pecat, ingat Diki cicilan mobil sama apartemen belum lunas.
Diki mulai melajukan kembali mobilnya, sedangkan Kris terlihat mengelus-elus kepalanya yang terlihat benjol.
"Sorry ya tuan muda tadi gw gak sengaja." Ujar Diki, merasa tidak enak, karna ia sudah membuat kepala bosnya itu benjol. Namun dalam hati Kris ingin tertawa.
Kris tidak menanggapi Diki, ia masih memasang wajah datarnya, walau pun sebenarnya kepalanya terasa sakit. Namun Kris tetap stay cool.
'Azab bos angkuh.' Batin Diki, sambil menahan tawanya.
"Kenapa lo?" Tanya Kris.
"Gak.." Jawab Diki datar.
"Ck! Lo ngetawain gw-kan?" Kata Kris. "Gw potong gajih lo bulan ini 50 persen!" Lanjutnya.
"Please jangan potong gajih gw dong Kris, cicilan gw banyak. Oke gw minta maaf deh!" Ujar Diki, memohon.
"Tidak ada ampun." Ketus Kris.
"Dasar bos Angkuh." Lirih Diki pelan.
"Ngomong apa lo barusan? Oke-oke gw tambahin potongannya jadi 70 persen.
"Terserah lo, gak usah digajih aja sekalian."
"Oke."
Diki adalah sahabat Kris dari kecil, jadi Diki sudah terbiasa dengan sikap Kris yang angkuh dan dingin. Bagi Diki sikap Kris itu hiburan tersendiri untuknya.
Bersambung...
JANGAN LUPA LIKE, KOMEN DAN VOTENYA YA GUYS.
TERIMA KASIH GUY.
MAU LEBARAN IDUL ADHA TAU INI, BERASA GAK SERU YA GUYS. MUNGKIN EFEK DARI PANDEMI.
STAY HEALTHY YA READERS TERCINTAKU.
I LOVE YOU SO MUCH.
BYE BYE.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!