NovelToon NovelToon

This Is Our Love

Ingin Pulang

Di dalam sebuah ruangan, terdapat dua orang yang tengah berbicara dalam bahasa jerman.

"Abel kau sungguh-sungguh ingin pulang? Pikirkan lah lagi. Masa depanmu sangat cerah di sini. Kau bisa memperbarui kontrak dengan banyak tambahan keuntungan. Ku mohon pikirkan lagi."

Seorang pria meminta penuh harap pada seorang wanita berhijab yang sibuk memasukkan barang ke dalam kardus.

"Tuan Louis, keputusanku sudah bulat. Tidak peduli keuntungan atau apapun itu yang Anda janjikan kepada saya, saya tetap akan pulang. Tolong jangan ganggu gugat lagi keputusan saya."

Tanpa menatap lawan bicaranya, wanita itu tetap fokus pada pekerjaannya.

"Abel pikirkan lagi! Jika kau pulang, kau akan mencari kerja lagi, belum tentu mendapat posisi sebaik di sini. Juga belum pasti bisa bekerja di perusahaan yang besar seperti ini. Atau sebenarnya ada membuatku tidak nyaman di sini? Katakan padaku, biar aku mengurusnya untukmu."

 Tak lelah membujuk walau terus ditolak. Wanita itu menghentikan pekerjaannya, menatap pria itu, menghela nafas pelan.

"Tuan Louis, saya sangat senang bisa bekerja di sini. Bergabung dengan perusahaan ini adalah suatu kehormatan. Hanya saja, Anda tidak perlu khawatir saya resign dari sini. Atau Anda tidak yakin dengan kemampuan saya? Atau Anda merendahkan perusahaan di negara saya? Itu maksud Anda, Tuan?" 

Tatapan tajam. 

"Tidak. Bukan itu maksudku, Abel. Hanya saja aku dan perusahaan ini belum siap untuk kehilanganmu."

 Nada pelan, raut wajah sedih.

Hah.

Wanita itu menggerakkan tangannya menepuk pundak sang pria.

"Kakak, aku paham betul maksudmu. Tolong hargai keputusanku. Jika memang aku berjodoh lagi dengan perusahaan ini, cepat atau lambat aku juga akan kembali kemari. Ku mohon, jangan sedih. Jangan membuatku merasa bersalah."

"Abel, kau berjodoh dengan perusahaan ini. Kau hanya menolaknya," balas Louis lirik.

Nabilla Arunika Candra atau yang biasa disapa Bella atau Abel kembali menghela nafas pelan.

"Jodoh tak akan kemana. Hanya saja kita tidak akan pernah berjodoh. Aku hanya menganggapmu sebagai kakak angkatku. Maaf, Kakak!"

Bella memegang kardusnya, kemudian melangkah keluar.

"Tunggu, Abel!"

Bella menghentikan langkahnya, berbalik menatap Louis.

"Apa kau akan langsung pulang?"

"Keberangkatanku besok pagi, ada apa?"tanya balik Abel.

"Makan malam lah di rumah. Daddy dan Mommy merindukanmu. Key juga," ucap Louis, penuh harap. Bella berpikir sejenak, tak lama mengangguk.

"Baiklah. Aku akan ke rumah," jawab Bella.

*

*

*

"Abel!"

Seorang wanita dengan rambut anjut bergelombang, mengenakan dress berwarna hitam berlari ke arah Bella yang berdiri di dekat parkiran sepeda motor.

"Teresa? Ada apa?"

"Abel kau benar-benar tidak melanjutkan kontrak? Posisimu sudah sangat tinggi. Seorang GM! Kau melepas sebuah posisi penting, Abel!"

"Hahahaha."

"Kenapa kau tertawa?"

"Tahukah dirimu? Ini pertanyaan kesekian kalinya. Dengan kan aku baik-baik, Resa! Aku sudah final untuk pulang. Berkumpul bersama keluargaku. Kau tahu betul, bertahun-tahun aku di negeri orang, dari kuliah sampai sekarang. Lagipula pengalaman bekerja di perusahaan ini bisa menjadi nilai plusku bekerja di Indonesia."

"Jadi aku yang terakhir tahu? Keterlaluan!" Resa menggerutu, memukul pelan bahu Bella.

"Resa kau sahabat terbaikku, biarpun aku sudah pulang, kau tetaplah sahabat sejatiku. Jauh di mata bukan berarti jauh di hati bukan?"

"Ahh ucapanmu meluluhkan hatiku." Langsung memeluk Bella.

"Ah hati-hati Resa! Barang-barangku bisa jatuh!"

"Astaga! Maaf-maaf. Aku tidak sengaja, Abel!"

"Ya-ya. Kau ceroboh dan aku paham."

"Lalu kapan kau akan pulang?"

"Besok pagi."

"Secepat itu?" Teriakan Resa sukses membuat keduanya menjadi pusat perhatian.

"Apa lihat-lihat?!" Nada galak Resa membuat sebuah perhatian pada mereka hilang. 

"Secepat itu?" Resa kembali menanyakan hal yang sama.

"Ya."

"Ah ini tidak adil. Mengapa kau buru-buru kembali ingin pulang?"

"Nenekku sakit."

Bella kehabisan tiket penerbangan tercepat ke Indonesia. Untungnya masih ada tiket pemberangkatan pagi. 

"Sakit? Nenek Marissa sakit? Kasihan sekali."

"Baiklah -baiklah. Aku Izin kan kau pulang. Ayo cemas berkemas!" Resa langsung naik ke sepeda motor.

"Err semua sudah finish."

"Finish? Ahhh Abel!"

"Shut! Berhentilah berteriak!" Bella menutup mulut Resa.

"Sebentar lagi jam makan siang. Bagaimana jika kita makan siang bersama?"tawar Bella.

"Okay."

*

*

*

"Abel mengapa tidak kau terima saja cinta Tuan Louis? Dia pria yang sempurna. Presdir muda dengan segala kesempurnaan. Bahkan anak-anak yang lain sudah menganggap kalian sebagai pasangan."

"Huh tentang itu lagi!"

Bella yang sedang menumis udang mendengus sebal.

"Apa kau benar-benar tidak suka pada Tuan Louis? Why?"

"Kau akan benar-benar hidup enak. Nenek dan saudarimu juga bisa tinggal di sini. Kalian tidak akan terpisah lagi. Kita juga tidak akan berpisah."

Lagi-lagi menyelipkan bujukan. 

Bella mematikan kompor, udang tumisnya sudah matang.

"Jikapun aku suka padanya, kami tidak akan pernah bersatu, Resa. Jarak kami terlalu jauh. Keyakinan yang berbeda terlalu mustahil untuk bersama. Akan ada banyak pertentangan."

"Apa kau takut?" Bella diam, keadaan hening hanya terdengar suara blender yang tengah menghaluskan buah apel.

 "Aku hanya tidak ingin menyalahi keyakinanku. Resa kau paham dengan karakterku. Tolong jangan bahas ini lagi. Aku lelah mendengarnya." Nada penuh harap, wajah penuh ketegasan.

Resa diam, menghela nafas pelan.

"Baiklah. Aku paham."

Senyum Bella terbit.

"Ya sudah, ayo bawa jus nya ke meja makan," ajak Bella. Resa mengangguk, melangkah di belakang Bella.

"Wah udang asam manis buatanmu memang yang terbaik, Abel!" Mata Resa terpejam menikmati perpaduan gurihnya nasi dan udang asam manis.

"Kalau begitu makanlah yang banyak. Setelah ini aku tidak tahu kapan lagi akan makan denganmu," tutur Bella, menambahkan nasi dan lauk pauk ke piring Resa.

Namun gerakan Resa berhenti, ia meletakkan sendok dan kembali menatap sendu Bella. 

"Aku ingin ikut denganmu tapi tanggung jawabku tidak mengizinkannya. Ah Abel jangan bahas hal menyedihkan lagi. Cepat atau lambat kita pasti akan berkumpul lagi! Kau bukan hanya sahabatku tapi juga saudariku!"

Mata berkaca-kaca. Bella diam sejenak. Lima tahun, lima tahun persahabatan mereka sudah terjalin. Banyak hal yang mereka lalui bersama. Resa adalah wanita yang tanpa ragu berteman dengannya. Di saat awal masuk perusahaan, semua tatapan aneh dan penuh selidik padanya. Wajar, ia berbeda sendiri. Biarpun hidup di negeri orang, Bella tetap mempertahankan keyakinannya, juga mematuhi setiap ketentuan. Hijab, awalnya ia ditolak di perusahaan ini karena berhijab. Tapi syukurlah ada keajaiban datang dan ia bisa bertahan sampai posisi seorang GM. 

"Resa jangan menangis, please."

"Huhuhu bagaimana bisa aku tidak menangis? Aku akan berpisah dengan saudariku."

"Aku tahu. Aku juga sedih tapi ini sudah jalannya."

"Huhuhu aku juga tahu. Tapi perasaan tidak bisa berbohong."

Bella meletakkan sendoknya, berdiri dan mendekati Resa. Keduanya berpelukan, erat dan saling mengeluarkan air mata.

*

*

*

"Kak Loius? Mengapa kau di sini?" Bella terkejut mendapati Loius berada di depan pintu apartemennya.

"Menjemputmu. Malam ini menginap di rumah. Permintaan Daddy dan Mommy ."

"Hah?"

Bella terkesiap saat Louis masuk tanpa izin, langsung menuju kamarnya di mana ada tiga koper sudah ready. 

"Hanya ini barangmu?"

"Ya."

"Sedikit sekali."

"Kau tahu aku sangat hemat."

Gaji yang Bella terima selalu Bella bagi-bagi. Setengah untuk dikirim pulang, sebagian untuk keperluan hidup dan sebagian lagi untuk simpanan. Memasak sendiri adalah cara efektif Bella untuk menghemat biaya hidup. 

"Ya sudah. Aku bawa dua, kau bawa satu. Kita pulang sekarang."

"Apa?"

"Kita pulang sekarang!"

"Jangan menolak atau Key yang akan menjemputmu langsung."

"Ah jangan! Baiklah. Sebentar aku siap-siap dulu!"tolak Bella langsung. 

"Aku menunggu di bawah." Louis tersenyum kemudian keluar dengan membawa dua koper Bella.

Bella melamun sejenak. Keluarga angkat, keluarga angkat yang sangat baik. Tidak pernah menyangka akan memilki keluarga angkat yang baik lagi terpandang. Sungguh keberuntungan yang manis.

Sadar dari lamunannya, Bella segera memakai jaket dan membawa koper serta helm nya keluar. Mengunci apartemen rapat-rapat. 

Sebelum pergi, Bella menitipkan kunci apartemen pada tetangganya. 

Di parkiran, Louis menunggu dengan bersandar pada body mobil. Sesaat Bella terpanah dengan Louis. Memang pria yang sempurna dan penuh pesona.

"Abel? Kau melamun?" Louis menyadarkan lamunan Bella.

"Kemarikan kopermu!"titah Louis.

"Ah ya."

Louis memasukkan koper yang dibawa oleh Bella ke dalam mobil. 

"Jalanlah duluan, aku mengikut di belakang."

"Yakin?" Bella tersenyum.

"Lekaslah hari semakin gelap!"ucap Louis, masuk ke dalam mobil. 

Bella menggeleng pelan, naik ke sepeda motornya. Tak lupa mengenakan helm, Bella melajukan kendaraannya keluar area basement.

"Ck! Wanita ini! Mengapa tak bisa pelan bawa motornya?"gerutu Louis, yang kini kesulitan untuk tetap memposisikan mobilnya di belakang Bella.

*

*

*

Motor sport Bella berhenti manis di depan sebuah kediaman. Rumah yang terlihat sederhana nan elegan. Dengan cat berwarna coklat, rumah terlihat bersinar di bawah pancaran lampu.

"Kak Abel!" Seorang bocah laki-laki berlari menghampiri Bella. Bella berjongkok.

Hap.

Anak itu kini dalam pelukan Bella.

"Key mengapa kau berlarian begini? Nanti jatuh loh." Bella mencubit pelan hidung Key.

"Key rindu Kakak. Kakak sudah lama tidak kemari. Sekali kemari, Kakak akan pergi jauh. Key tidak rela, Kak." Nada yang menggemaskan bercampur sedih.

Bella tersentuh dengan ucapan itu. 

"Key kecil, Kakak hanya pergi sementara. Pasti akan pulang kemari lagi," hibur Bella, menggendong Key dan melangkah masuk ke dalam rumah.

"Benarkah? Tapi kata Grandfa , Kakak akan pulang kampung. Apa Kakak tidak betah di sini?" Mata sayu, menatap Bella memelas.

"Apa Grandfa bilang begitu? Ya benar sih. Kakak akan pulang kampung, tapi nggak berarti selamanya Kakak di kampung halaman kan? Key nggak perlu sedih. Nanti Kakak pasti akan sering-sering hubungi Key. Kalau pergi tiap hari," bujuk Bella.

"Benarkah? Kakak janji?" Langsung berbinar. Bella tersenyum lembut.

"Janji!"

Mereka saling menautkan jari kelingking.

"Abel sudah datang?" Sepasang suami istri paruh baya berdiri. Bella menurunkan Key. Bocah itu langsung lari dalam pelukan orang tuanya.

"Iya, Mom, Dad."

Bella berpelukan dengan sepasang suami istri itu.

"Beberapa hari tidak bertemu, kau semakin gemuk, Abel," lakar Mommy.

"Benarkah? Mungkin efek ingin pulang kampung, Mom."

"Ah Abel, mana Louis?" Daddy ke arah pintu masuk. 

"Mungkin ketinggalan, Dad."

Auh.

"Dad?!" Bella mengaduh sakit saat dahinya disentil oleh Daddy.

"Apa yang kau lakukan, Max?!" Mommy berseru tidak suka, langsung menarik Bella ke sisinya.

"Sudah Daddy katakan jangan bawa motor ngebut. Kamu kenapa ngeyel sekali?"gemas Daddy.

"Ngejar waktu magrib, Dad."

Daddy langsung melihat jam tangannya. Menghela nafas pelan kemudian tersenyum.

"Lain kali jangan diulangi. Bahaya!"

"Okay, Dad."

"Ya sudah sana ke kamar. Selesai ibadah kemari lagi," suruh Mommy. Bella mengangguk dan segera menuju kamarnya. 

"Kakak ikut!" Key melompat turun dari sofa dan langsung mengejar Bella.

"Hati-hati Key!"seru Ibunda Key.

*

*

*

"Loius mengapa kamu lama sekali?"tanya Mommy heran.

"Kejebak macet Mom," jawab Louis langsung mengambil tempat duduk.

"Pantas saja." Daddy menyahut setelah meminum kopinya.

"Wajahmu muram sekali, adik ipar. Apa semua bujukanmu gagal?" Ibunda Key bertanya dengan penasaran. Louis mengangguk pelan.

"Kapan keberangkatan Abel?"tanya Leo, anak tertua keluarga Kalendra. Keluarga Kalendra hanya memiliki dua orang anak, yakni Leo dan Louis.

"Besok pagi."

"Secepat itu?" Semua membulatkan mata.

"Neneknya sakit."

Semua menunjukkan wajah prihatin. Semua tahu bahwa Bella sangat menyayangi neneknya.

"Jika sudah begitu, tidak ada lagi yang bisa menahannya." Daddy menyadarkan punggungnya di sandaran sofa.

*

*

*

Harapan yang tak terwujud

Keesokan paginya, Bella sudah siap untuk berangkat ke bandara. Keluarga angkatnya ikut mengantar. Bella mengendarai sepeda motornya dengan kecepatan sedang karena membonceng Key.

Key berpegangan erat pada Bella. Selama perjalanan, mulutnya tak berhenti mengoceh. Dari hal yang penting sampai yang tidak penting, Bella mendengarkan dengan seksama.

"Kakak, nanti kalau Key sudah dewasa, Key bakalan jemput Kakak pulang. Key bakalan jadiin Kakak pengantin Key!"

Bella membelalakan matanya mendengar ucapan Key, spontan menarik rem tangan. 

"Ah Kakak!"  Key semakin mengeratkan pegangannya pada Bella. Untung saja jalanan tidak terlalu ramai dan Bella sigap menyeimbangkan sepeda motornya.

Huff hampir saja, batin Bella lega.

"Hei Key, apa kau sadar dengan apa yang kau ucapankan?"tanya Bella, kembali melaju dengan kecepatan pelan. Penerbangannya masih cukup lama, jadi Bella tidak perlu terburu-buru.

"Tentu."

"Siapa yang mengajarinya?"

"Papa." Anak kecil tetaplah anak kecil.

"Hm?"

"Kata Papa, Key harus melindungi Kakak, karena Kakak sudah nyelamati hidup Key."

"Oh Kakak paham. Tapi Key, banyak cara melindungi seseorang tanpa harus menikahinya. Lagipula, Kakak sudah jadi wanita tua menunggu Key dewasa. Memangnya Key nggak malu nanti punya Istri yang umurnya hampir kepala 4 bahkan lebih??"

Usia Key masihlah 6 tahun sedangkan usianya sudah 27 tahun. 

"Nggak." Key menjawab mantap.

Bella tersenyum tipis di balik helmnya. Sekarang masalahnya tetap sama, bukan karena perbedaan umur, status sosial atau apa melainkan keyakinan. Selain kematian, berbeda keyakinan adalah LDR yang paling jauh dan sangat-sangat sulit untuk bersatu. 

*

*

*

"Mom, Dad, Kak Leo, Kak Helen, Kak Louis, Key … Abel pamit pulang ya." Memeluk Daddy dan Mommy, juga Key dan Helen.

"Semoga perjalananmu menyenangkan, Abel. Titip salam untuk keluargamu. Jangan lupa hubungi kami jika kau sudah mendarat," ujar Mommy.

"Tentu, Mom."

"Abel, jika ada kesempatan, cepat atau lambat aku akan mengunjungimu di Indonesia," ujar Louis.

"Aku akan menunggunya," sahut Bella.

Louis tersenyum lebar.

"Kak Abel, Kakak sehat-sehat ya di sana. Jangan lupakan kami terutama Key," pinta Key, memeluk kaki Bella.

Bella berjongkok.

"Anak manis, jangan menangis. Kakak tidak akan pernah melupakan kalian, terutama bola gendutku ini. Kamu juga jaga kesehatan, jangan sakit-sakit," balas Bella. Key mengangguk mantap, menghapus air matanya.

Tak berselang lama, pengumuman akan keberangkatan ke Indonesia diumumkan. Bella dengan menggendong ranselnya melambaikan tangannya mengucapkan perpisahan lalu menghilang di tengah keramaian. 

"Louis, are you okay?"

"I'm okay, Dad." 

Mulut bisa berbohong tapi tidak dengan hati. Louis kemudian melangkah pergi dengan setetes air mata keluar dari matanya. Sebelum itu mengalir lebih jauh dan jatuh, Louis segera menghapuskan.

"Abel benar-benar sangat berpendirian. Aku kagum dengannya," ujar Leo.

"Sayang sekali jarak di antara mereka sangat jauh. Andai saja Abel satu keyakinan dengan kita, aku pasti sangat senang Abel jadi adik iparku," ucap Helen, menggendong Key yang kini tertidur karena kelelahan menangis.

"Jangan berharap pada yang tidak pasti," tegur Daddy, melangkah pergi diikuti oleh Mommy. Pasangan muda itu saling pandang heran.

"Max apakah selamanya ini akan menjadi rahasia?"tanya Mommy lirik.

"Begini juga bagus. Jika harus terbongkar biarkan waktu yang menjawabnya," jawab Daddy, datar.

*

*

*

Setelah penerbangan kurang lebih selama 16 jam 45 menit, dan transit di Singapura, akhirnya pesawat yang Bella tumpangi  mendarat di Bandara Internasional Soekarno-Hatta.

Bella keluar dari bandara dengan membawa tiga koper besarnya. 

"Bella!"

"Anjani!"

Seorang wanita dengan hijab abu-abu melambaikan tangan pada Bella. Bella membalas lambaian tangan itu. Keduanya lantas berpelukan erat.

"Assalamualaikum Anjaniku, Sayang!"

"Waalaikumsalam Sahabatku Sayang!"

Keduanya kembali berpelukan.

"Bella, kau terlihat lebih gendut dari terakhir kita video call!"

Anjani mengitari Bella. Ia berdecak kagum dan kembali melayangkan pelukan.

"Akhirnya kamu pulang juga. Ah Bella aku hampir pangling melihatmu. Kau lebih cantik daripada yang di foto dan video. Beruntungnya aku punya sahab at yang baik, cantik, sholeha, cerdas pula."

Bella tertawa menanggapinya. 

"Anjaniku juga semakin cantik. Tapi sayang jari jempolku telah berubah jadi jari kelingking. Anjani mengapa kamu kurus sekali? Apa kau tidak diberi makan oleh suamimu?"lakar Bella.

Sesaat wajah Anjani berubah muram, tapi lekas berganti dengan ekspresi sebal.

"Sembarangan! Aku ini diet tahu. Memangnya siapa yang mau terus-terusan mendapat hinaan?"

"Ah maaf Anjani." 

Bella merasa bersalah karena mengingatkan Anjani dengan masa lalu sewaktu SMA. Karena fisiknya yang gendut dan pendek, membuatnya jadi bahan bully-an. Untung ada Anjani yang selalu berada di garis terdepan membela Anjani.

Karena mereka berpisah saat lulus SMA, Anjani sadar bahwa ia tidak bisa terus bergantung pada Bella. Sejak saat itu, Anjani bertekad untuk menjadi lebih baik dan lebih kuat.

"Ah lupakan saja. Mana kopermu?" Anjani mengalihkan pembicaraan. 

"Ini apa?" Bella menatap tiga koper di sampingnya.

"Ah sepertinya aku harus periksa mata." Anjani tertawa malu. 

Bella mendengus senyum. 

"Sebentar aku ambil mobil dulu," ujar Anjani berlari menjauh mengambil mobil. 

Bella menyipitkan matanya, firasatnya mengatakan ada yang aneh tapi Bella memendamnya. Ia juga tahu situasi. 

Tak lama kemudian Anjani datang dengan mobil toyota agya berwarna putih. Bella bergegas memasukkan semua koper ke dalam mobil dibantu oleh Anjani. 

“Tunggulah aku di depan, aku akan mengambil motorku dulu,” ujar Bella. Anjani terbelalak kaget. 

“Kau membawa motormu?!"

"Benar. Tunggulah sebentar." Bella langsung melangkah pergi dengan tergesa. Anjani yang masih terbengong, mengerjap pelan.

"Bella tidak pernah berubah," gumamnya pelan, masuk ke dalam mobil dan langsung melaju pergi.

*

*

*

Brum!

Brum!

Brum!

Anjani membuka jendela mobil saat motor sport yang dikendarai Bella berhenti di sampingnya.

"Let's go!"

Anjani mengangguk, jalan lebih dulu memimpin jalan. Bella sekilas mengamati sepanjang jalan. Bangunan megah dengan jalanan yang padat dengan kendaraan. Suara bising kendaraan sudah menjadi ciri khas perkotaan. Jakarta yang sekarang sudah jauh lebih maju dan berkembang daripada saat ia tinggalkan dulu. 

Setelah menempuh perjalanan yang cukup jauh, tibalah mereka di pinggiran kota. Sebuah gang kecil, tidak bisa masuk mobil. Anjani keluar dari mobil, mengunci rapat mobilnya kemudian naik ke motor Bella. Masuk sekitar 500 meter, berhentilah Bella di depan sebuah rumah. Hanya saja ada yang aneh, Bella langsung membuka helmnya. Anjani masih mengamati sekitar. 

Bella membulatkan mata melihat bendera kuning di depan rumah. Ada teratak dan pintu terbuka lebar. Ada seseorang terbaring dengan tubuh ditutupi kain. Terdengar lantunan yasin. Angin yang kencang, menerbangkan penutup wajah itu.

"Nenek!"

Nada bergetar, Bella langsung berlari masuk ke dalam rumah. Anjani baru paham, lekas mengejar Bella.

"Nenek!"

"Nenek!"

"Nenek!"

Bella meraung memeluk tubuh yang terbaring kaku itu. Harapan hidup bahagia bersama dengan neneknya pupus sudah. Hanya tinggal harap.

Amarah Bella 1

Rintik hujan mewarnai pemakaman nenek Marissa. Bella bersandar pada Anjani dengan mata sembab. Ia diam, hanya air mata yang menetes tanpa suara saat tubuh berbalut kain kafan nenek Marissa dimasukkan ke dalam liang lahat.

Anjani terus mengusap punggung Bella, seraya memanyungi dan membisikkan dukungan agar Bella tabah dan ikhlas. 

Tak menyangka, saat pertama kali pulang setelah sekian tahun, peristiwa dukalah yang menyambut kepulangan Bella.

Nenek Marissa memang punya penyakit bawaan dan itu semakin parah belakangan ini. Tadi malam, tetangga sebelah rumah menemukan nenek Marissa terbaring di depan pintu yang sedikit terbuka. 

Para tetangga curiga karena sudah malam tapi lampu rumah nenek Marissa tidak menyala. Pak RT yang ikut di dalamnya langsung membawa nenek Marissa ke klinik didepan gang. Sayangnya nyawanya sudah melayang jauh sebelum ditemukan.

*

*

*

Pandangan Bella masih kosong saat acara tahlilan. Anjani sudah pulang, wanita itu sudah menikah dan punya tanggung jawab lain.

Tetangganya yang tadi siang belum sempat memberi ucapan bela sungkawa menyalami dan memeluk Bella memberi semangat. 

"Bella kamu jangan terlalu sedih. Nenek kamu memang sering sakit. Allah lebih sayang padanya, penderitaannya sudah diangkat. Yang penting kamu doakan selalu nenekmu agar diberikan tempat yang terbaik di sisi Allah," tutur Bik Susi, tetangga yang paling dekat dengan nenek Marissa. 

Hanya saja selama dua hari belakangan ia berada di tempat mertuanya, baru kembali sore ini.

Bella mengangguk pelan, hanya mengangguk dengan memeluk erat bingkai foto nenek Marissa.

"Susi, Bella belum makan dari tadi siang loh. Dibujuk makan juga nggak mau. Geleng terus," beritahu seorang ibu-ibu.

"Bella Bibi tahu kamu sangat sedih. Tapi pikirkan kesehatanmu juga. Nenekmu pasti akan sangat sedih jika kamu begini. Jangan lupa, kamu masih punya adikmu, Nesya."

Bella mengangkat pandangannya.

"Nesya?"gumam Bella menyebutkan nama adiknya.

"Di mana Nesya?!" Bella berteriak, menghentikan acara tahlilan. Semua saling tatap dengan wajah kasihan. Bisik-bisik yang terdengar membuat hati Bella semakin tak karuan.

Bella mencengkeram erat bahu Bik Susi.

"Apa Nesya tidak ada di sini?" Bik Susi mengedarkan pandangannya ke seluruh ruangan. Menggeleng. 

"Di mana Nesya! Di mana adikku!" Emosi Bella semakin tidak terkontrol. Melihat Bella yang emosi, salah seorang ibu mengangkat tangannya. Bella menatap ibu tersebut.

"Kemarin Ibu lihat Nesya pergi sama kawan-kawannya. Kalau nggak salah bawa tas besar kayak anak-anak gunung itu loh."

"Nesya pergi mendaki gunung saat nenek sakit?"

Bella bertanya dengan nada tidak percaya. Tatapannya ragu, menyelidik mencari kebenaran di ucapan itu. Setahu Bella, Nesya sangat menyayangi nenek. 

Setiap video call selalu berkata lembut dan membuat nenek tertawa. Apa Nesya setega itu?

Apa semua hanya sandiwara? Sebenarnya apa yang selama ini terjadi di rumah ini? Sebenarnya bagaimana hubungan adik dan neneknya? 

Jika itu benar? Bella benar-benar terluka!

Kepala Bella terasa sangat pusing. Kesadarannya mulai hilang dan matanya menggelap. Bella tak sadarkan diri.

"Bella!"

"Bella!"

"Bella kamu kenapa? Bangun Sayang!"

*

*

*

Bella membuka matanya, mengerjap mengusir pusing juga kantuknya. Matanya masih terlihat sembab, kantung matanya juga menghitam. 

Bella duduk, sebuah handuk kecil yang dilipat jatuh ke pangkuannya. Bella mengabaikan hal itu.

Ini kamarnya, ia ingat saat sebelum pingsan. Bella menaikkan pandangannya, tatapan dingin dengan tangan mengepal.

Adik kurang ajar!

Mata Bella berkilat marah. 

Ceklek.

Bik Susi masuk, tersenyum lembut melihat Bella yang sudah sadar.

"Bagaimana keadaanmu? Masih pusing? Atau ada yang sakit?" Bertanya khawatir seraya menempelkan punggung tangan pada dahi Bella.

"Semalam kamu demam, tapi syukurlah sudah turun. Kamu kembalilah istirahat, Bibi akan membawa sarapan untukmu."

Bik Susi mengambil handuk dan baskom, bersiap untuk keluar.

"Tunggu Bik!"

Memanggil datar.

"Apa Nesya sudah pulang?" Bik Susi menggeleng.

"Aku ingin tahu hubungan nenek dan Nesya yang sebenarnya. Apa semua yang dilakukan saat video call itu benar atau palsu! Bibi adalah orang terdekat nenek setelah aku dan Nesya. Tolong beritahu aku dengan jelas tanpa ditutup-tutupi!" Bella menatap harap Bik Susi.

Tatapan Bella, Bik Susi tercengang sesaat. Bella, masih tetap sama dengan Bella yang ia kenal dulu sebelum Bella pergi keluar negeri. Anak yang tegas dan tidak plin-plan. 

"Jika Bibi tidak ingin memberitahuku, tidak masalah. Aku bisa mencari tahunya sendiri!"ucap Bella yang melihat Bik Susi masih diam.

Hah.

Menghela nafas kasar.

"Tunggulah sebentar. Bibi akan ambil sarapan untukmu dulu." Bik Susi melangkah keluar.

 Bella tersenyum dingin, menyiapkan hati agar tidak emosi jika ia mendengar sesuatu yang sangat ia tidak inginkan. Sebagai lulusan universitas ternama dan mantan GM perusahaan besar, Bella sudah bisa menerka apa yang terjadi, juga telah menyiapkan asumsi lain.

Ia lantas turun dari tempat tidur dan mengambil handuk serta pakaian ganti. Bella keluar dari kamar untuk membersihkan tubuh.

"Loh Bella kamu kok sudah keluar? Kalau mau mandi, tunggu sebentar biar Bibi rebuskan air dulu."

"Tidak perlu, Bik. Bella sudah baikkan. Maaf merepotkan Bibi." Bella menjawab dengan senyuman.

Tinggal seorang diri di luar negeri tanpa sanak saudara membuat Bella benar-benar menjadi wanita mandiri dan pekerja keras. Kesehatan adalah hal yang paling ia utamakan. Selama ini Bella sangat jarang sakit, jikapun sakit sebentar saja pasti sudah sembuh.

***

Selesai mandi dan sarapan Bik Susi menceritakan semua hal yang Bella ingin ketahui, selama masih dalam pengetahuannya.

"Jadi selama ini …."

Bella memejamkan matanya, mengepal menetralkan emosi yang membumbung tinggi.

"Sialan! Adik sialan! Tidak tahu malu! Kurang ajar!" 

Amarah tetap tidak bisa ditahan. Gelas di tangan pun menjadi korban. 

Pyar.

Bik Susi terperanjat kaget dengan gelas di genggaman Bella yang pecah. Bik Susi yang menutup mata, mengintip dari sela darinya.

Bella, mengapa rasanya ia sangat berbeda walau masih terasa sama? batin Bik Susi takut. 

"Hahaha! Aku tertipu! Aku tertipu oleh adikku sendiri! Kurang ajar! Beraninya dia! Nesya mengapa kamu jadi seperti ini?!"

Bella tertawa, tertawa pedih tak mempedulikan tangannya yang berdarah dan sisa pecahan gelas di telapak tangan. Melihat darah yang menetas, Bik Susi segera mencari obat untuk luka Bella.

Bella masih tertawa, tak bisa menutupi kesedihan di dalam hati. Bertahun-tahun, ia pikir hubungan nenek dan Nesya sangatlah baik. Ia pikir semua persis seperti yang ia bayangkan, nyatanya itu hanyalah harapan yang sia-sia.

Melawan, sering keluar hingga larut malam kadang tidak pulang, tak segan memaki ataupun memukul nenek jika keinginannya tidak terwujud. Adiknya tumbuh menjadi wanita liar yang sering melanggar norma dan aturan. Dan Bella baru tahu kalau Nesya di DO dari kampus. Kepala Bella serasa ingin meledak.

Lihat! Lihat caraku menghukummu, Nesya! Kau berhasil! Berhasil membuatku marah!

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!