TAK!..
TAK!..
TAK!..
terdengar suara derap langkah kaki cepat berasal dari sepasang sepatu sniker warna biru, sosok gadis muda berpakaian tomboy, berparas manis dan berambut sebahu itulah pemiliknya.
gadis itu berjalan cepat menuju halaman depan kampus sambil membawa tas ransel yang dia sampirkan ke bahu mungilnya, sementara sebelah tangan kirinya memegang buku yang cukup tebal.
dia terus berlari kecil hingga di depan halaman depan kampus, barulah setelah itu langkahnya terhenti begitu tiba di ujung tangga semen.
Iris matanya yang mirip seperti anak anjing itu melihat seorang wanita cantik memakai dres warna putih dan panjangnya hanya sebatas atas lutut, wanita cantik tersebut sedang duduk di anak tangga sambil bermain ponsel. jaraknya tak terlalu jauh dari kolam mini berbentuk bundar, letak kolam itu sendiri berada di tengah-tengah halaman kampus.
“Jes!” serunya memanggil.
merasa familiar dengan suaranya, wanita cantik itu pun langsung mendongak. Ia tak bersuara, hanya saja sebelah tangannya sudah melambai ke atas sebagai responnya dan tak lupa dengan senyumannya yang menawan.
Bergegas Gadis berambut sebahu itu pun menghampiri temannya tersebut, dan langsung duduk di sampingnya.
“Jes!” panggilnya lagi, dengan ekspresi wajah yang sedikit tegang.
“hm..” sahut wanita cantik itu, seraya pandangannya tak lepas dari benda canggih yang ada di genggamannya.
“gue mau nanya sama Lo soal semalam!”
Akibat pertanyaan tersebut membuat gadis cantik yang di panggil Jes itu mengernyit, dia pun mengalihkan pandangannya dan melirik heran ke arah gadis yang duduk di sampingnya.
“Soal semalam? maksudnya?”
“omongan Lo yang semalam, Lo gak serius kan?” tanya gadis berambut sebahu itu, dengan mata sedikit melebar.
Gadis cantik itu diam Sejenak, seakan tengah mengingat-ingat percakapan keduanya semalam. Namun tak ada satupun yang dia ingat, dan dengan wajah polosnya dia malah balik nanya.
“omongan gue yang mana ya?”
Gadis berambut sebahu yang mendengarnya pun tak kuasa menahan kekesalannya, akibat kelemotan otak temannya tersebut.
“Aish.. omongan Lo yang semalam waktu kita vc, masa lupa sih!?”
Nada suara si gadis berambut pendek itu mulai meninggi, dia kesal dengan sifat sahabatnya yang mudah sekali lupa dengan hal-hal penting. Memang tak selalu, tapi kebanyakan sering.
Gadis cantik itu kembali diam sambil berpikir keras, matanya bahkan sampai menatap ke atas namun ia tak mengingat apapun.
“apa ya?” ucapnya sambil garuk-garuk kepala.
BUG!
Tak sanggup menahan kegeramannya, gadis berambut sebahu itu memukul kepala temannya dengan diktat tebalnya yang sangat keras sehingga membuat temannya meringis kesakitan.
Gadis cantik namun memiliki kapasitas daya ingat rendah itu mendelik sebal pada gadis di sebelahnya, sambil sebelah tangannya mengusap kepalanya yang berdenyut nyeri.
“Ya!! Sakit!” teriaknya.
“Biar tahu rasa, lagian Gue nanya serius juga!”
“ya tapi gak usah pake di pukul juga, sakit tahu! emang omongan Gue yang mana sih?” balasnya.
gadis berambut sebahu itu mendengus sambil memalingkan wajahnya sekilas, lalu kembali menatap wajah temannya.
“semalam kan Lo bahas tentang kepulangan Alya, masa Lo lupa sih?” ujarnya dengan kesal, bisa dilihat di wajah imutnya yang berubah merah. bahkan telinganya pun ikut merah.
“oh... soal Alya! Bilang dong dari tadi...”
“Ye.. dari tadi gue juga udah bilang maemunah, Lo nya aja yang telmi!” Ucap gadis berambut sebahu itu, sambil menatap wanita cantik di depannya dengan sebal.
“Beneran gak?” Tanyanya lagi.
gadis cantik itu pun mengangguk mantap.
“iya, bener kok.” jawabannya, lalu kembali menatap layar ponselnya.
mendengar itu seketika wajah gadis berambut pendek itu kembali serius, dia menggeser duduknya untuk lebih dekat dengan temannya tersebut.
“emang Lo udah pastikan anaknya bakal mau?” Bisiknya.
“gak tau, gue denger ini juga dari mama. Katanya kak Lena nelpon ke mama buat nyuruh orang beresin rumahnya, karena mereka mau pulang.”
gadis berambut sebahu itu pun menghela nafas berat, wajahnya lagi lagi berubah. Dan hal itu membuat perhatian gadis cantik kembali tercuri, dan kembali menoleh.
“kenapa? Lo gak seneng kalau dia balik?” tanyanya.
“Ya kali, udah jelaslah Gue senang!” sahutnya cepat.
“terus kenapa muka Lo begitu?”
gadis berambut sebahu itu kembali menghela nafas sambil kedua tangannya memangku dagunya, ingatannya kembali ke masa lalu. Dimana saat temannya yang bernama Alya itu berpamitan padanya untuk pergi meninggalkan jakarta 2 tahun lalu, pada saat itu juga Alya berpesan agar jangan kasih tahu pada siapapun tentang keberadaannya.
“gue cuma khawatir aja, Gue takut kalau dia ada disini, mereka bakal-”
belum sempat ucapannya selesai, temannya sudah memotongnya duluan. dia seakan sudah tahu apa yang akan sahabatnya itu katakan.
“Lo masih khawatir soal perundungan itu? Lo tenang aja, gue bisa jamin Mereka gak bakal berani berbuat semena-mena sama Alya lagi!” ucapnya menenangkan.
“bukan itu maksud gue!”
“terus apa?”
Gadis berambut sebahu itu diam sejenak, kemudian menggeleng. Ada satu hal yang belum temannya itu tahu, dan karena hal ini juga yang menjadi alasan utama temannya yang bernama alya itu memilih pergi.
Bukan bermaksud untuk menutupi, hanya saja ini sudah menjadi permintaan Alya sendiri. Ia tak ingin banyak orang yang tahu apa alasannya kenapa tiba-tiba memutuskan pergi dan kemana tujuannya, Lagipula ada baiknya juga dia merahasiakan itu semua, biar keadaan temannya juga tetap aman.
Gadis berambut sebahu itu mengerjai kaget begitu lengannya di senggol, dan pelakunya siapa lagi kalau bukan gadis cantik di sampingnya.
“malah bengong! Kenapa?”
“gak ada, lupakan aja. terus kapan mereka pulangnya?”
“kata mama sih lusa.”
gadis berambut sebahu itu mengangguk paham, dia tersenyum cerah. dia senang akhirnya salah satu sahabatnya yang sudah lama tinggal di luar negeri bisa kembali juga ke Jakarta dan mereka akan kembali berkumpul.
gadis berambut sebahu itu bernama Arina Utami, dia adalah sosok wanita tomboy, cerdas, pekerja keras dan jika berbicara suka ceplas-ceplos. arina adalah gadis biasa yang mendapat beasiswa di kampus tersebut.
sementara gadis di sampingnya bernama Jessica Anastasya, sosok gadis cantik, baik, polos dan selalu berpenampilan modis.
berbeda dengan arina yang berasal dari kalangan biasa, Jessica adalah putri bungsu dari keluarga abhyvandya yang terkenal bangsawan.
meskipun dia berasal dari kalangan berada, Jessica tak pernah pilih pilih, baik itu soal pertemanan maupun hal lainnya.
selain punya sifat baik dan polos, dia juga friendly pada semua orang sehingga siapapun akan langsung menyukainya, terlebih kaum laki-laki. tapi tak sedikit juga yang membencinya.
...💐💐💐...
waktu berjalan begitu cepat tanpa terasa pagi yang sejuk kini berubah siang yang panas, tak seperti biasanya suasana kantin kampus hari ini terlihat renggang.
di salah satu meja kantin itu terlihat ada tiga cowok tampan dan populer sedang duduk di kursi masing-masing, dan juga dengan kesibukan masing-masing.
Bisa dibilang mereka itu masih berstatus mahasiswa, namun nyatanya secara akademik mereka sudah lulus. Hanya saja mereka masih mau belajar, walaupun tak setiap hari.
sosok pria tampan berwajah lancip, berambut hitam tebal bergaya seperti cowok Korea, matanya sipit dan bibirnya yang tebal berwarna merah alami itu terlihat begitu lahap memakan makanannya.
Sesekali dia melirik ke dua temannya yang juga sedang sibuk, namun bukan karena makanan tapi karena hal lain.
dia adalah Rangga Hendrick Kusuma, putra kedua dari Nicholas Hendrick Kusuma.
Rangga menatap wajah kedua sahabatnya bergantian, dan dengan mulut penuh makanan dia pun bertanya.
“gak pada Lo makan pada?” tanyanya, namun hanya keheningan yang dia dapat.
karena tak mendapat jawaban, Rangga kembali menatap kedua sahabatnya yang tak bergeming kemudian menghela nafas.
sebenarnya ini sudah hal biasa baginya, setiap dia bertanya selalu tak langsung menjawab tapi entah kenapa dia selalu saja merasa kesal.
‘inilah akibatnya punya dua sahabat yang memiliki sifat seperti kutub Utara, dingin!’
“Woy, Lo berdua! dengerin Gue ngomong gak sih?” serunya.
masih tak ada jawaban.
“Dimas! Kevin!”
SREET!
bagaikan ada sebuah pisau tertancap saat dua pasang mata itu meliriknya.
“bisa diam gak lu?” jawab pria bermata bulat bening itu menjawab dengan nada dingin sedingin es batu, pria itu bernama Kevin.
Kevin Zayn dirgantara, sosok pria tampan berusia 24 tahun, kaya dan populer, namun memiliki mulut tajam. setiap kata yang keluar dari mulutnya selalu membuat siapa saja tak berkutik, tapi meskipun begitu banyak kaum hawa yang menyukainya dan berusaha menarik perhatiannya.
Kevin sendiri adalah putra bungsu dari Setyo Aji dirgantara dan Tamara Zein.
“tahu lu berisik banget, makan tinggal makan aja!” kali ini Dimas yang menjawab, pria tampan berkulit eksotis itu menatap Rangga dengan sebal.
Nama aslinya adalah Adimas argadinata, tapi biasa di panggil Dimas. Sosok pria tampan asli keturunan Indonesia ini juga sifatnya tak jauh dari Kevin, hanya bedanya Dimas masih bisa bersikap santai dan tak tegaan.
Dimas sendiri adalah putra sulung dari Alexander argadinata dan Sekar Arum.
“gue kan cuma nanya, kalian gak pada lapar apa?”
“GAK!!” ujar serempak Dimas dan Kevin.
Rangga memutar bola matanya malas kala mendengar ucapan mereka.
“Kompak bener dah kalian, kayak lagi paduan suara.” Gerutunya.
“ikutan makan dong biar gue ada temannya, gak enak tau makan sendiri itu.”
hening~~
Kevin dan Dimas kembali bungkam dan kembali sibuk dengan dunianya, sedangkan Rangga hanya bisa menghela nafas dan lebih memilih kembali melanjutkan makannya.
Drrrttt.. Drrrttt..
tak lama berselang terdengar suara getaran ponsel yang ternyata berasal dari saku jaket milik Kevin, dengan gerakan malas pria itu merogoh saku jaketnya dan meraih benda pipih tersebut. raut wajahnya langsung berubah, begitu melihat nama kontak yang ada di layar ponselnya.
“Ck!”
BRUK!
Kevin berdecak kesal, ia meletakkan ponselnya ke atas meja sedikit keras sehingga menyimbulkan bunyi. dan hal itu membuat perhatian kedua sahabatnya beralih ke benda tersebut.
“siapa Vin, kok gak di angkat?” tanya Rangga.
“pengganggu!” balas Kevin ketus, sambil sebelah tangannya membuka kasar lembaran buku yang ia baca.
Rangga yang melihat reaksi kevin mengernyit, dia begitu penasaran siapa yang menelpon Kevin sehingga membuat pria itu terlihat kesal.
Diam-diam rangga pun memajukan wajahnya sedikit dan melirik ke benda pipih milik sahabatnya itu yang masih menyala, bibirnya langsung terkatup rapat begitu sudah tahu penyebabnya.
“angkat aja dulu, siapa tahu penting.” katanya, memberi saran.
“Malas! Palingan juga mau bahas soal perjodohan konyol itu!”
“terserah sih.”
Rangga pasrah, dan memilih melanjutkan acara makannya.
Dimas juga terlihat tak perduli dengan apa yang kedua sahabatnya bahas, dan kembali sibuk dengan gamenya.
Namun tak lama setelahnya Rangga dan Dimas kembali mengalihkan perhatiannya, ketika Kevin beranjak dari duduknya. Pria itu lekas memasukkan bukunya ke dalam tas, kemudian meraih ponselnya yang sudah mati dan beranjak Pergi.
“mau kemana Lo?!” teriak Rangga bertanya.
“Perpustakaan! Disini berisik.” jawabnya sambil terus berjalan.
Rangga hanya terdiam sambil memandangnya, begitu pula dengan Dimas yang kini sudah berhenti bermain game.
“berisik apaan, orang disini sepi.” lirih Rangga seraya melirik kanan kiri.
Keadaan kantin kampus hari ini memang benar-benar sepi, hanya ada mereka bertiga dan dua pelayan kantin.
Itu di karenakan mereka memilih jam makan siang di waktu bagian akhir, jelas saja sebagian mahasiswa lain yang mendapat kelas pagi sudah pada pulang. sedangkan jadwal kelas siang baru saja berjalan.
Sebenarnya di hari biasanya juga di jam-jam segitu masih ramai, ada beberapa mahasiswa memilih diam di dalam kantin sembari menunggu kelas di mulai. Namun entah kenapa hari ini terlihat sepi.
BRAK!
"EH AYAM MELAHIRKAN!" latah Rangga dengan suara nyaring dan kedua tangannya spontan terangkat, setelah Dimas tiba-tiba menggebrak meja.
Begitu sadar, Rangga langsung menatap jengkel wajah Dimas yang datar tanpa dosa.
“ck! Lo apa-apaan sih dim, main gebrak-gebrak meja segala, bikin gue kaget aja! Kalau gue mati karena serangan jantung gimana coba?” protesnya, sambil mengelus dada.
Dimas mengangkat bahunya. “kalau mati ya tinggal di kubur, gitu aja kok repot!”
“enak aja kalau ngomong! Gue belum mau mati sebelum nikah, Lo aja sana!” cetus Rangga tak terima.
“ck! banyak omong Lo, gara-gara bacot Lo jadinya Kevin pergi kan!” Balas dimas menuduh Rangga.
“lah kok Gue? Udah jelas-jelas tadi dia pergi setelah dapat telpon!” sahut Rangga, seraya menatap kesal pada Dimas.
Dimas mendengus. “udahlah cepetan makannya, lelet banget kayak siput. Kalah Lo sama itik!”
Rangga tak langsung menjawab, pria itu masih menatap wajah Dimas dengan perasaan jengkel.
‘tadi nyalahin, sekarang ngatain. kalau bukan sahabat sendiri, udah gue suruh mba Kunti peliharaan buat perkosa Lo dim. biar tahu rasa!’
...💐💐💐...
sementara itu di negara yang berbeda, terlihat dua manusia berbeda kelamin sedang duduk di sebuah cafe yang berada di pusat kota yang terkenal dengan tempatnya para oppa dan idol.
“apa kamu yakin?” tanya sang pria pada seorang gadis cantik memakai masker dan syal warna biru yang kini duduk depannya, mata sipitnya menatap wanita itu serius.
“iya, aku udah gak bisa nahan diri lagi.” jawab wanita itu dengan suara pelan.
“terus dianya mau gak?” tanyanya lagi, dengan ekspresi wajah yang sama.
wanita itu menghela nafas. “sebenarnya, aku belum bilang ke dia dan kamu juga pasti tahu kan apa alasannya?”
pria itu mengangguk. “iya aku tahu, terus kenapa kamu tetap mau melakukannya?”
“aku gak mungkin meninggalkannya sendirian disini, meskipun ada kamu, paman dan bibi tapi itu tak menjamin dia akan aman. Para media pasti akan menemukannya.”
“tapi tinggal disana juga kurang baik, kamu tidak lupa kan dengan pesan papamu dulu?”
Sang wanita pun langsung terdiam setelah mendengar ucapan terakhir pria yang ada di hadapannya, dan seketika itu pula bayangan kelam bersama ayahnya kembali terbayang.
Namun di detik itu pula dia menggeleng, berusaha berpikir positif dan menganggap jika apa yang dia khawatirkan tak akan pernah terjadi.
“itu kan kejadiannya udah lama berlalu, mereka pasti sudah lupa dengan wajah kami. rasanya tak mungkin jika mereka mengenali kami.” ujarnya beralasan.
Kini gantian pria itu yang diam, mencerna setiap ucapan wanita yang ada di depannya.
“benar juga sih, mereka juga sepertinya sudah lupa dengan umma dan appa. Buktinya, sampai sekarang gak ada kabar apapun soal mereka.”
“aku sangat berharap mereka bisa melupakan kami, dan menganggap kami sudah mati. meski itu mustahil, karena mereka pasti akan Langsung mengenali Alya yang wajahnya mirip banget sama mama. Aku sangat takut jika itu terjadi, mereka pasti akan menjauhkanku darinya.”
“kamu jangan bilang begitu, aku yakin banget keluarga paman ferdi sudah melupakan kalian. Bukankah itu yang mereka inginkan?”
Wanita tersebut mengangguk, wajahnya pun nampak merona.
“aku pun sangat berharap seperti itu, tapi ikatan darah tak pernah bisa terputus. Aku hanya takut jika Alya mengetahui rahasia ini, dia akan membenciku.”
Mendengar kata-kata terakhir sang wanita, membuat kening pria itu mengernyit. Ia tak suka dengan pola pikir wanita yang ada di depannya itu, menurutnya itu tidak mungkin.
“kamu itu ngomong apa sih, gak mungkinlah Alya begitu. Aku bisa menilai Alya sangat menyayangimu, sama seperti kami.”
“tapi dia kan belum--”
“sudah, sudah jangan di bahas lagi, intinya kamu percaya saja sama ucapanku. Alya tak akan mungkin membencimu, sekalipun nanti dia tahu keadaan yang sebenarnya.” potong cepat sang pria.
jadi kamu tetap mau pergi ke Jakarta nih?” tanyanya kemudian.
“iya.”
“kalau adikmu gak mau gimana?” tanyanya lagi.
“aku akan berusaha membujuknya!”
Jeda sejenak.
“saat ini situasinya sangat berbahaya jika dia tetap ada disini, aku takutnya mereka mencari informasiku lebih dalam lagi dan otomatis identitas Alya akan terbongkar. Kamu tahu kan, jejak digital itu lebih menyeramkan ketimbang manusia?”
Sang pria pun mengangguk setuju.
“itu memang benar. tapi kan ini gak ada hubungannya sama masalahmu? sekalipun dia ketahuan, pasti hanya akan di minta di interogasi sama media. Kalau kamu nekad membawanya pergi, itu artinya kamu harus siap menjawab semua pertanyaannya.”
“itulah masalahnya, jika media sudah tahu siapa alya ada kemungkinan besar wajahnya akan terpampang di tv. karena dia di ketahui sebagai adikku, yang selama ini identitasnya di sembunyikan. Selain karena itu permintaan dia sendiri, aku juga gak mau hidupnya terganggu hanya karena masalahku. jadi sebelum mereka benar-benar tahu, aku harus segera menyembunyikannya. Dan aku juga sudah siap jika nanti dia bertanya.”
Mendengar hal itu, sang pria menghela nafas panjang.
“Oke aku paham dan aku juga gak menjamin bisa menjaga Alya dengan baik, lalu karirmu disini bagaimana?”
“aku sudah mengajukan cuti untuk beberapa bulan ke depan sama bu hani, dan untungnya beliau menyetujuinya tanpa curiga.”
pria itu tersenyum tipis, sehingga memperlihatkan lesung pipinya di kedua pipinya.
“baiklah, kalian hati-hatilah disana. Kabari aku langsung jika terjadi sesuatu.”
Wanita itu meresponnya dengan anggukan, sambil tersenyum tipis.
...💐💐💐...
waktu sudah menunjukkan pukul jam 5 sore, suasana kampus juga sudah mulai sepi. namun Kevin masih saja berada di perpustakaan, menyibukkan diri dengan buku-buku.
suara ponselnya pun tak henti-hentinya berdering, namun pria itu tak pernah meresponnya. dia hanya meliriknya sekilas, lalu kembali fokus pada bukunya. untungnya disana dia hanya sendirian, sehingga tak membuat orang lain merasa terganggu.
‘kenapa sih pada ganggu gue Mulu!’
Pada akhirnya kevin merasa kesal juga, karena ponselnya tak kunjung redam juga. Dan kini bukan hanya ada suara panggilan, tapi notifikasi pesan juga.
Sejenak ia menghela nafas panjang sambil matanya terpejam, begitu ponselnya kembali berdering. dengan terpaksa dia pun menerima panggilan itu, agar si pemilik id berhenti mengganggunya.
“apaan sih Lo ganggu Gue mulu! gak tau apa kalau Gue lagi sibuk!” ucapnya dengan penuh emosi.
(heh! sopan dikit kalau ngomong sama yang lebih tua!)
terdengar suara di seberang sana yang juga sama-sama emosi.
“Lo ganggu Gue mulu!”
(benar-benar Lo ya gak ada lembut-lembutnya ngomong sama kakak sendiri, di ajarin sama siapa sih hah!)
“CK, udahlah gak usah basa-basi, to the poin aja.”
Terdengar helaan nafas di seberang sana, sebelum akhirnya kembali berbicara.
(oke Gue bakal ngomong ke intinya, Gue telpon Lo karena ada hal penting dan Gue harap bisa melakukannya.)
“apaan!”
(Gue minta Lo balik dulu ke Busan, ada yang harus gue omongin dan ini.. PENTING!)
“ngapain sih? Gue gak mau!”
(ini perintah vin!)
Kevin memutar bola matanya malas. “bodo amat!”
(Ayolah Vin, ini demi kesembuhan kakek juga.)
Seketika itu pula Kevin membisu, jika sudah menyangkut soal kakeknya dia tak akan bisa menolak.
“kenapa lagi.” kini nada suaranya terdengar lembut.
(Gue mau Lo lanjutin perjodohan ini.)
‘udah gue duga sebelumnya, si tua Bangka itu pasti tak akan berhenti sebelum keinginannya tercapai. brengsek!’
“keputusan Gue tetap sama, gue menolaknya!”
(Lo gak bisa ngubah seenaknya, semuanya sudah di atur! kalau Lo gak mau, kenapa saat mau lamaran Lo bilang setuju?)
Mendengar itu Kevin tertawa sinis, sumpah demi apapun dia sudah muak dengan drama yang sedang keluarganya mainkan. Hanya demi keuntungan, mereka sampai tega mengorbankan kehidupan dirinya dan sang kakek.
“Lo tahu kan alasan terbesar gue nerima perjodohan ini karena siapa? Hah, karena siapa?” Sarkas Kevin.
“Asal Lo tahu aja kenapa gue tiba-tiba mundur dari perjodohan sialan ini, ya karena si tua Bangka itu! dan gue juga tahu Lo udah tahu semuanya, Iya kan?” lanjutnya.
(iya, tapi-)
“memang bangsat kalian semua! udah pokoknya Gak ada tapi-tapian, selama dia masih menolak bantuan dari om haris maka keputusan Gue pun tetap sama! Dan sepertinya kakek juga bakal setuju sama keputusan gue ini, jadi apapun yang terjadi ke depannya tanggung sendiri!”
BIP!
panggilan pun berakhir, Kevin langsung memutuskannya secara sepihak.
'Arrght.. sialan! bangsat!'
Jika mengingat soal rencana perjodohan itu Kevin memang selalu emosi, terlebih kakeknya dijadikan tumbal agar dirinya bisa setuju.
Hidupnya semakin runyam saat kondisi perusahaan kakeknya sedang dalam masalah keuangan, dan karena itu rencana pernikahannya dengan wanita pilihan papanya yang harusnya di laksanakan sebulan lagi, langsung di majukan seminggu.
Sebenarnya masalah itu sangat mudah di atasi, pamannya yang berada di Inggris dan kakak keduanya siap membantu. Namun dengan sombongnya papanya itu menolak, dengan alasan calon besannya sudah membantunya.
Entahlah itu benar atau tidak, tapi yang jelas kevin tak akan menuruti apapun keinginan papa-nya itu.
di sebuah ruang tamu yang terlihat luas dan megah, terlihat sosok pria tampan tengah duduk di sofa empuk panjang sambil sebelah tangannya memijat pelipisnya. sementara sebelahnya lagi berada di atas pahanya, dan masih menggenggam ponselnya.
dia baru saja selesai menelpon adik bungsunya, Kevin.
benar sekali, pria yang tadi menelpon Kevin adalah kakak sulungnya yang bernama Rafael.
Rafael Prasetyo Dirgantara, Biasa di panggil dengan sebutan Rafa. Sosok pria tampan berusia 28 tahun, tingginya sekitar 185 cm dan memiliki tubuh atletis.
Rafael sendiri adalah anak tertua di keluarga dirgantara dan seorang direktur utama di perusahaan milik Kakeknya, ZEOUS GRUP.
‘kenapa dia keras kepala sekali..’
Rafael menghela nafas, seraya meletakkan ponselnya ke meja kaca warna hitam yang ada di hadapannya.
Sesaat yang lalu dia memang menelpon Kevin untuk memintanya agar pertunangannya dengan anak dari rekan bisnis papanya kembali di lanjutkan, namun Kevin tetap menolaknya.
Rafael tentunya paham kenapa Kevin tetap bersikukuh pada keputusannya, meski di awal Kevin itu sempat menolaknya karena ia tidak menyukai gadis itu. Tapi pada akhirnya Kevin memilih setuju, dengan jaminan perusahaan kakeknya kembali berjaya.
Namun saat mendengar kabar jika rencana pernikahan itu di majukan dari tanggal yang sudah ditentukan, ditambah dengan syarat yang di ajukan oleh keluarga calon istrinya membuat Kevin murka. dan tak perlu berpikir ulang lagi, ia langsung undur diri dari pernikahan tersebut.
Sekarang Rafael sedang berusaha membujuknya agar kembali setuju, bahkan ia sampai membawa-bawa nama kakeknya. Berharap sang adik mau nurut, namun sayangnya tak berhasil.
Mengenai perusahaan, Zeous Group adalah sebuah perusahaan besar yang memproduksi barang elektronik modern. seperti tv, komputer, dan elektronik canggih lainnya.
Perusahaan itu sudah berkembang baik sejak berpuluh-puluh tahun, namun kini sedang di ambang kebangkrutan setelah beberapa bulan lalu mendapat kerugian besar akibat ada karyawan senior yang korupsi dan pencurian barang.
Seminggu yang lalu perusahaan itu baru saja meluncurkan barang baru, sebuah jam tangan mewah yang di lengkapi dengan alat pelacak dan pendeteksi detak nadi untuk pengguna.
Bukan hanya soal fitur, tapi desainnya juga terlihat sangat mewah karena semua sisi kaca arlojinya dan sabuk perekatnya di lapisi emas asli.
Namun bukanya mendapat untung, perusahaan itu mendapat masalah soal keuangan. Ada beberapa karyawan seniornya yang korupsi, brangkas penyimpanan uang dan emas batangan raib di curi oleh mereka semua. Termasuk soal barang yang baru saja mereka luncurkan, barang itu baru saja di pasarkan hanya 5 buah dan itu sudah sold out.
Banyak konsumen yang meminta pihak perusahaan untuk mengeluarkan lebih banyak lagi, dan pihak perusahaan belum bisa memenuhi itu.
Bagaimana mau di penuhi, sisa barangnya saja sudah di curi. Otomatis mereka perlu memproduksinya lagi dari awal, dan perlu biaya yang sangat banyak.
Meski sekarang pelakunya sudah di tangkap polisi, dan sedang menjalani proses persidangan. namun barang yang mereka ambil tak bisa di kembalikan, karena sudah terlanjur di jual ke perusahaan asing. dan karena masalah ini pula membuat para investor pergi, dan tak mau berkerjasama lagi dengan Zeous Group.
Sebenarnya ada satu investor yang masih bertahan dan siap membantu, namun ia memberi syarat pada Rafael. Investor itu adalah Ryan Herlambang, seorang CEO dari perusahaan Herlambang Corp.
Ryan sendiri adalah ayah dari wanita yang akan Kevin nikahi, yang dengan kata lain calon mertuanya.
Ryan siap membantu Rafael jika rencana pernikahan anaknya dengan Kevin di percepat, dan dia juga meminta saham perusahaan sebesar 50% untuk di berikan pada putrinya.
Rafael yang mendengar itu tentunya saja kaget, dia tak percaya jika pak Ryan berani meminta itu.
Meskipun begitu Rafael tak bisa berbuat apa-apa karena keadaannya sangat darurat, dia pun lebih memilih untuk menurut. Setelahnya ia memberitahukan hal ini pada Kevin, dan adiknya itu pun marah besar.
Tanpa berpikir panjang lagi Kevin langsung mengambil keputusan untuk membatalkan pernikahan ini, Dia tidak Sudi jika sebagian saham perusahaan kakeknya di miliki oleh keluarga Ryan.
Drrrttt.. Drrrttt...
suara getaran terdengar, Rafael yang kala itu sedang menunduk langsung melirik ke layar ponselnya Dan melihat Nama temannya disana. dengan gerakan malas dia pun kembali meraih benda itu dan jari jempolnya menggeser tombol hijau, kemudian menempelkan benda pipih itu ke telinganya.
“halo.”
(suara Lu kok lemes banget, lagi dimana nih?)
“dirumah, kenapa?”
terdengar gumaman di seberang sana.
(Temenin gue makan siang bareng yuk? Gak enak banget makan sendirian, Kebetulan gue ada di restoran dekat rumah Lo nih.)
Rafael Diam Sejenak, sebenarnya dia sedang malas keluar rumah ditambah suasana hatinya yang sedang tak baik setelah pembicaraannya dengan adik bungsunya itu.
Tapi tak lama setelah itu dia menerima ajakannya, siapa tau suasana hatinya bisa berubah menjadi lebih baik setelah bertemu dengan temannya itu.
“oke.”
...💐💐💐...
Sebuah mobil mewah warna silver terlihat memasuki area parkir di depan halaman restoran, begitu mobil itu sudah terparkir dengan cantik barulah si pemilik mobil tersebut keluar yang tak lain adalah Rafael.
Hal pertama saat pria itu keluar adalah, dia langsung mendapat berbagai tatapan yang berasal dari kaum wanita. Ada yang menatapnya kagum, terkejut bahkan ada beberapa pelanggan wanita yang teriak. Mereka seakan tak menyangka bisa bertemu langsung dengan Rafael.
Rafael memang bukan aktor maupun idol Korea, namun karena dikenal sebagai direktur muda yang sukses dan parasnya yang tampan. dia juga dikenal sebagai anak pemilik dari agensi terbesar di Seoul, GOLDEN ENTERTAINMENT.
Mereka berpikiran, jika bisa dekat dengan Rafael maka itu artinya jalan menuju kesuksesan yang memiliki cita cita menjadi artis akan terasa mudah.
Yah, dijaman sekarang tak ada orang yang benar-benar tulus menjadi teman. Jangankan orang lain, hubungan yang masih ada ikatan darah pun bisa menjadi musuh jika tidak bisa dimanfaatkan.
Sama halnya dengan Rafael, semua orang yang kenal atau dekat dengannya tidak ada yang benar-benar tulus. Baik itu laki-laki ataupun perempuan.
Tapi ada satu orang yang benar-benar memiliki niat tulus ingin berteman dengannya, dia adalah Rendy.
Nama lengkapnya adalah Rendy Saputra, pria asal Indonesia yang merantau ke Korea. Usianya saat ini 27 tahun, setahun lebih muda dari Rafael.
Sosok Rendy ini hanyalah pria biasa, bukan dari kalangan artis maupun bangsawan. Mereka dipertemukan dalam sebuah acara event Perusahaan Rafael, yang kebetulan kala itu Rendy datang untuk menggantikan sang papa yang berhalangan hadir tiga tahun lalu.
Rafael memasuki ke sebuah cafe yang sudah Rendy janjikan, kedua mata sipitnya mengedar ke seluruh isi tempat itu untuk mencari sosok dicarinya. sampai pada akhirnya dia menemukannya, ternyata pria itu duduk di sudut ruangan yang sedikit gelap dekat jendela.
Dengan langkah pasti Rafael pun jalan mendekat, namun sesaat kemudian langkahnya melambat saat tak sengaja matanya melirik ke meja yang Rendy tempati, keningnya berkerut. Pasalnya di meja itu terdapat ada satu gelas berisi cairan merah yang sudah hampir habis dan sepiring Pasta yang tinggal setengah, dalam pikirannya mungkinkah ia habis bertemu dengan seseorang?
“Bro.” seru Rafael.
Rendy yang kala itu sedang menyantap makanannya langsung mendongak dan dia tersenyum sambil tangannya terangkat ke udara, hingga memperlihatkan kedua lesung pipinya.
“oi datang juga akhirnya, kirain gak jadi. Makananku hampir habis, karena kelamaan nunggu.” balasnya.
Setelahnya ia berdiri, kemudian mereka saling berjabat tangan layaknya seorang pria pada umumnya. setelah itu Rendy dan Rafael duduk berhadapan.
“Sorry lah, tadi ngurus beberapa kerjaan dulu.”
Rendy mengangguk paham, sementara mata Rafael melirik ke meja.
“habis ketemuan ya?” tanyanya kemudian.
“iya, kok tahu?”
“Ini..” jari Rafael mengarah ke meja.
Rendy pun mengikuti arah yang ditunjuk Rafael, kemudian tertawa pelan.
“oh iya, tadi habis ketemu sama sepupuku.” jelas Rendy.
“mau pesan apa nih?” tanyanya kemudian.
“coffe latte saja.” jawabnya.
“oke.”
Setelahnya Rendy pun berteriak sambil melambaikan tangannya ke salah satu pelayan wanita yang sedang membersihkan meja lain, dan dengan sigap pelayan itu pun datang.
Rendy mulai memesan kopi yang Rafael inginkan, setelahnya pelayan itu pun mengangguk dan berlalu pergi.
sepeninggalan pelayan itu, Rendy kembali menatap wajah Rafael yang terlihat suram. sambil sesekali menyuapi sisa makanannya ke mulut.
“itu Muka kusut amat, ada masalah?” tanyanya.
Sebelum menjawab, Rafael terlihat menghela nafas berat. “biasalah..”
“soal adekmu lagi?” tebak Rendy, dan Rafael mengangguk.
Rendy memang sedikit mengetahui tentang permasalahan yang di keluarga Rafael, karena pria itu selalu menceritakannya.
“dia masih nolak?” tebak Rendy lagi.
“hm..”
“ya udah sih jangan di paksa, yang ada nanti ribet.”
“gak bisalah ren, aku harus bisa buat Kevin setuju biar perusahaan kembali stabil. Ditambah dengan berita ini, kesehatan kakek juga menurun drastis.”
Rendy diam sejenak, apa yang dikatakan Rafael memang ada benarnya.
“udah coba bicara sama papamu?”
“udah ratusan kali aku coba ngomong sama dia, mama juga udah coba bujuk tapi tetap aja gak mempan.”
Rafael menghela nafas, sebelum melanjutkan.
“dia kayaknya gak perduli dengan perasaan anaknya bagaimana, di pikirannya hanyalah soal bagaimana perusahaan tetap berdiri! Ya aku sedikit mengerti, ini adalah perusahaan milik kakek. Dan sebagai seorang anak, dia pengen perusahaan itu tetap utuh. Tapi kalau sampai mengorbankan kebahagiaan anaknya sendiri juga tindakan yang salah! Itulah kenapa papa bersikeras melanjutkan perjodohan ini.”
“apa papamu itu gak tahu kalau tipe kayak Kevin itu gak bisa di paksa, ditambah Kevin juga memiliki daya tubuh yang lemah kan?”
Rafael mengangguk, seraya mengusap wajahnya prustasi. Meski secara fisik Kevin terlihat gagah dan kuat, namun nyatanya ia memiliki keterbatasan dalam pernafasan.
Itu di karenakan dirinya terlahir trematur, Kevin tak boleh berpikir terlalu keras apalagi sampai stres, maka tubuhnya akan drop.
Selain itu Kevin juga memiliki riwayat anxiety, dan pernah masuk rumah sakit jiwa akibat depresi. Meski belum masuk dalam ranah fatal, namun tetap saja Kevin sudah di cap sebagai mantan pasien dirumah sakit jiwa.
“papa sudah tahu soal itu tapi ya itu, dia tetap melakukannya. Katanya perlahan Kevin bisa menerima keadaan dan penyakit anxiety-nya akan sembuh, Tapi yang ada sampai sekarang dia masih sering kumat.”
“dia pasti sangat tertekan dengan perjodohan ini, makanya penyakitnya sering kambuh.” jelas Rendy.
Rafael mengangguk mengiyakan, tanpa harus di jelaskan pun semua orang akan mengerti bagaimana keadaan Kevin.
“terus rencanamu apa sekarang?” tanya Rendy dengan suara pelan.
“aku sih ada rencana akan ke Jakarta, tapi belum tahu kapan! Ada beberapa hal yang gak bisa aku tinggalkan.”
“Jakarta!” pekik Rendy kaget, iris matanya pun sampai melebar.
“Ngapain?” tanyanya kemudian.
“aku harus melakukan sesuatu agar kevin setuju menikah dengan Mayra, itulah jalan satu-satunya.”
Rendy meletakkan sendok dan garpu yang dia pegang di atas piring, karena makanannya sudah habis.
“aku paham gimana perasaanmu raf tapi memaksa Kevin juga gak baik, resikonya besar.”
“tapi ini jalan satu-satunya ren agar semuanya baik-baik saja, perusahaan akan aman dan kakek juga akan sembuh.” Tungkas Rafael.
“dengan cara mengorbankan hidup adikmu sendiri? Aku rasa itu cara yang buruk. Selain itu apa kamu juga gak mikirin soal Mayra? Kamu gak takut Kevin akan mencelakainya? Kamu sudah pernah lihat sendiri kan, bagaimana keadaan Kevin dulu? kalau kamu memaksanya untuk menikah, aku takutnya dia akan berbuat diluar kendali.”
Rafael membisu sambil menggeleng, pandangannya menunduk menatap meja. dia bingung harus berkata apa.
Seketika sekelebat bayangan Kevin yang terikat oleh kain putih di sebuah ruangan isolasi sambil berteriak histeris muncul di ingatannya, hatinya terasa teriris saat menyaksikan kehancuran adik kecilnya itu.
“jujur saja ren sebagai seorang kakak aku juga pengen lihat adikku bahagia, aku gak mau masa-masa buruknya kembali. tapi.. posisiku saat ini serba salah, mau membela kevin resikonya perusahaan akan terancam bangkrut karena pasti setelah ini pak ryan akan langsung memutuskan semua kerjasamanya dengan perusahaan.”
“apa gak ada cara lain selain menikah?”
Rafael mengangguk.
“Ada, yaitu suntikan dana dari investor lain. Aku pernah cerita kan sama kamu kalau Darren dan om haris pernah mau bantu?”
Rendy mengangguk. “Tapi papamu malah nolak.”
“Itu dia.” Ucapnya, kemudian menyenderkan punggungnya ke sandaran kursi sambil melipat kedua tangannya.
“aku gak ngerti lagi, isi otaknya itu apa sampai menolak bantuan mereka. Dan saat pak Ryan kasih bantuan, dia malah langsung terima.”
“Kenapa gak minta bantuan saja sama Kevin sendiri?”
Rafael menggeleng. “Gak bisa!”
“Kenapa gak bisa? Kamu pernah bilang kan kalau kevin itu dapat warisan, salah satunya perusahaan peninggalan mama kandungnya?”
“iya, lalu?”
“kenapa gak suruh dia kelola saja perusahaan itu?”
“dia menolak keputusan itu selama perjodohan ini dilanjutkan. Selain itu juga ada syarat yang tertulis, Kevin bisa mengambil posisi itu jika sudah berumur 25 tahun.”
“sekarang dia umur berapa?”
“24.”
“Tinggal setahun lagi, dan bukannya waktu kuliah di inggris kevin itu sudah lulus S2 ya?”
“iya memang tapi dia belum terlalu paham sama dunia bisnis, Taulah kelakuannya seperti apa. sejak dia balik liburan 2 tahun lalu entah kenapa sifatnya langsung berubah, dia sering bolos, suka ribut dan dia sering mengikuti balap liar. makanya beberapa bulan setelah lulus itu aku suruh dia kuliah lagi.”
“tapi aku sangat yakin kevin bisa melakukannya dengan baik. inget raf, gen jenius di keluarga kalian itu sangat kuat! buktinya setahun yang lalu adek bungsumu itu bisa mampu membuat perusahaan paman Haris yang pada saat itu terancam bangkrut kembali berdiri dan kamu bisa lihat kan sekarang, kini perusahaan itu sudah ada di list kedua perusahaan paling terpengaruh di seluruh dunia. Jangan lupa juga sebelumnya dia pernah menangkap pelaku yang mau sabotase data di perusahaanmu, dan hebatnya dia lakukan itu hanya karena insting.”
Rafael hanya manggut-manggut saja begitu mendengar ucapan panjang Rendy, apa yang di katakan sahabatnya itu benar juga dan mungkin saja setelah itu masalah di perusahaan akan cepat selesai tanpa harus ada korban.
“jadi maksudmu jika kevin bersedia mengelola perusahaan mama Ara, maka perusahaan itu akan menjadi perusahaan besar dan kemungkinan dia juga bisa menolong Zeous grup?”
“betul!”
“tapi sepertinya ini sulit ren, aku tahu banget wataknya kayak apa. Sekali bilang tidak, ya keputusannya tetap tidak. Lagian saat ini ZE Group juga sedang di kelola oleh dylan, dan dia juga gak kalah hebatnya.”
“iya memang, kedua adikmu memang sama-sama hebat tapi perlu di ingat juga, dia hanya sosok pengganti. setelah tugasnya udah selesai dia akan kembali mengurus perusahaannya sendiri.”
Rendy menghela nafas dalam-dalam, kemudian menepuk pelan bahu Rafael.
“lagipula yang menjadi pewaris sebenarnya adalah kevin, dan dia lebih berhak atas perusahaan itu. paham kan maksudku?”
Rafael mengangguk kecil.
“jadi gimana sekarang?”
“oke, aku akan mencobanya.”
Rendy tersenyum.
“kalau gitu kamu sekalian aja sama Selena perginya, Kebetulan dia mau nganterin adiknya yang mau kuliah di jakarta.”
“lah, bukannya adiknya itu udah kuliah disini?”
Rendy menghela nafas, kini wajahnya yang berubah kusut.
“iya memang, tapi ada satu masalah yang membuatnya harus memindahkan kuliahnya. Dia takut kalau adiknya tetap disini akan kena juga, ya.. kamu tahulah k-net kayak apa.”
Rafael yang mendengar itu manggut-manggut, dirinya memang tak tahu apapun masalah yang kini Selena alami.
Sebagai seseorang yang sudah saling mengenal lama dengan sepupu sahabatnya itu, tentu ada rasa penasaran. Terlebih Selena dulunya adalah mantan karyawannya dan hubungan mereka cukup dekat, kendati begitu dia tetap tahu batasan.
“jadi gimana, mau gak?”
“baiklah.”
...💐💐💐...
di sebuah apartemen sederhana terlihat seorang wanita muda sedang duduk di sofa yang ada diruang tamu, di depannya terdapat ada sebuah laptop yang sedang menayangkan sebuah film.
Mata bulat gadis itu begitu lekat menyaksikan setiap adegan dalam film tersebut, namun pas ada adegan romantis wajahnya berubah kaget dan langsung memalingkan wajahnya ke arah lain.
“ya ampun, katanya gak ada adegan kissing tapi ini apa? Mana hot lagi, ck!” Gerutunya sambil sebelah tangannya menutupi sebagian wajahnya.
ia merasa kesal karena telah ditipu oleh temannya yang sudah merekomendasikan film tersebut.
“ahh..”
Tiba-tiba terdengar suara lenguhan wanita dari ambang pintu di susul dengan suara pintu terbuka, dan nampaklah sosok wanita cantik berpakaian modis.
Wanita itu bernama Selena kharisma Putri, seorang aktris dan model terkenal.
Selena masuk ke dalam apartemen, dengan membawa beberapa kantong plastik yang berisi makanan.
wanita muda yang tadi tengah menonton film itu berjalan menghampiri Selena, dia tersenyum lebar saat mengetahui apa yang dibawa Selena. kedua tangannya meraih kantong plastik itu, dan membawanya ke dapur.
Selena yang sedari tadi memperhatikannya dan mengekorinya dari belakang ikutan tersenyum, karena bisa memenuhi keinginan Sang Adik.
“Senang banget kamu.” ucapnya sambil menatap wajah sang adik yang tak henti-hentinya tersenyum, dan sebelah tangannya mengusap lembut puncak rambut lurus wanita itu dengan sayang.
“habisin yah, ini susah loh nyarinya.” ucap Selena lagi.
bagaimana tidak susah, makanan yang adiknya minta adalah makanan khas Jakarta yaitu ketoprak yang jarang di temui di negara gingseng itu. tapi demi sang adik, dia rela mengeluarkan uang yang banyak agar keinginannya bisa terpenuhi dan akhirnya dia berhasil mendapatkannya.
Entah kenapa, adiknya itu sangat menginginkan makanan itu sejak kemarin.
“makasih kak.” ucap gadis itu dan Selena mengangguk.
“ya sudah kakak mau mandi dulu.” pamitnya.
Setelah itu ia berbalik badan dan pergi keluar dari dapur, tapi tak lama langkahnya terhenti karena mendengar dering ponselnya. Keningnya berkerut saat membaca nama kontaknya, ternyata Rendy yang menelponnya.
“halo..”
(kamu udah pulang?)
“iya, baru aja. ada apa?”
(Aku ingin membicarakan soal kepulanganmu ke Jakarta.)
“kenapa?”
(gak ada, cuma..)
“cuma apa?” potong Selena cepat, wajahnya terlihat begitu penasaran.
(jadi gini, ada temanku yang ingin pulang ke Jakarta juga dan berhubung kamu juga akan pulang dengan tujuan yang sama. jadi aku menyarankan untuk pergi bersama kalian.)
“teman kamu? siapa?”
(Rafael)
Selena diam sejenak.
“dia mau ke Jakarta juga?” tanyanya kemudian.
(Iya)
“tapi, kami belum packing.”
(jadi kamu setuju?)
“tak ada salahnya kan, lagipula dia juga bisa dibilang bosku.” ucap Selena sambil terkekeh.
(benar juga, aku lupa kalau dia adalah anak pemilik agensimu. ya sudah kalau kamu setuju, siap-siap saja besok aku jemput. aku tutup yah teleponnya.)
“hm.”
BIP!
setelah panggilannya berakhir, Selena membalikkan badannya dan berkata pada adiknya yang tengah duduk di meja makan sambil menikmati makanannya.
“Alya, selesai makan kamu langsung packing semua barang-barang kamu yah.” titahnya.
gadis yang di panggil Alya itu langsung menoleh, wajahnya terlihat bingung dengan ucapan Selena.
“hah! packing? emang kita mau kemana kak?”
“udah kamu turuti aja omongan kakak.”
“tapi--”
“kakak mau mandi dulu.”
setelah itu Selena berlalu berlalu pergi, tanpa menunggu jawaban Alya.
...💐💐💐...
Malam harinya..
“sebenarnya kita mau kemana sih kak?” tanya Alya, dia berjalan menghampiri Selena yang sedang duduk di sofa sambil menonton tv.
ini adalah pertanyaan yang kesekian kalinya yang Alya lontarkan pada Selena, tapi wanita itu sampai sekarang tak memberi jawaban yang jelas.
“Kak--”
“Kita akan Pindah!”
Alya tersentak, namun setelahnya ia malah terkekeh.
“seriuslah kak!?”
Selena yang kala itu menatap lurus ke depan langsung menoleh, menatap Alya dengan tatapan serius.
“emang sekarang kakak kelihatan gak serius?”
Dan seketika itu pula membuat senyuman Alya meredup.
“Emm, emang kita mau pindah kemana?”
“Jakarta!”
DEG!
“j-jakarta! k--kok tiba-tiba?” alya kaget.
“kenapa?” tanya Selena.
“k--kenapa apanya?”
“ya kamu, kayaknya gak senang kalau kita pindah ke sana?”
Selena menatap wajah adiknya dengan tajam, sehingga membuat Alya salah tingkah.
“Bu--Bukan begitu kak.”
“Lalu?” Tanya Selena, sambil sebelah alisnya terangkat.
“Eung... ka-kalau kita pindah terus kerjaan kakak disini gimana? terus kuliahku juga gimana?”
“kakak udah mengajukan cuti untuk beberapa hari, dan bukannya kamu sekarang sedang libur kuliah sampai bulan depan?”
“iya kak.”
‘cuti beberapa hari? berarti ini hanya sementara kan?’
Di dalam kamarnya Selena tengah bersiap-siap untuk berangkat ke bandara, wanita itu terlihat begitu antusias dan ada binar kebahagiaan di wajah cantiknya.
dirasa semuanya sudah siap, dia pun keluar dari kamarnya sambil menarik koper. berjalan ke ruang tamu, dan meletakkan koper tersebut di sisi meja. Lalu wanita itu terlihat sedang sibuk dengan ponselnya, jemari lentiknya bergerak lincah.
Entah apa saja yang sedang dia lakukan, namun sepertinya sedang mengetikkan sesuatu di layar datar dan menyala tersebut.
tak lama setelahnya selena menyimpan ponselnya ke tas Selempangnya, kemudian matanya melirik ke pintu kamar Alya yang masih tertutup rapat.
Seketika mimik wajahnya berubah datar, dan sedetik kemudian dia menghela nafas berat saat ingatannya muncul soal pembicaraannya dengan sang adik tadi malam.
••FLASHBACK••
“berarti kita pulang cuma mau liburan? Ya ampun kak, kenapa gak bilang dari tadi sih! Tahu begini, aku gak banyak nanya.”
Alya pikir Selena mengajaknya pulang ke Jakarta hanya ingin liburan, kebetulan dia juga baru selesai ujian semester dan tak ada jadwal keluar selama sebulan penuh. Jadi dia akan manfaatkan kesempatan ini untuk berlibur sepuasnya, bahkan dia sudah ada planing akan menghabiskan masa liburannya bersama sang kakak dan para sahabatnya yang tinggal di Jakarta.
Sementara itu Selena yang mendengar ucapan sang adik, langsung menggeleng. Membuat wajah sumringah Alya lenyap, terlebih setelah mendengar ucapannya yang membuat perasaan gadis muda itu tak karuan.
“Enggak dek, kita gak akan liburan. tapi kita akan benar-benar pulang.”
“Pu-pulang gimana maksudnya?”
“kita akan pulang! ke rumah kita, dan entah sampai kapan kakak bisa kembali kesini lagi.”
DEG!
Alya mematung di tempat duduknya, dengan memasang wajah kaget.
Itu jelas!
Pasalnya tidak ada angin, tidak ada hujan, tiba-tiba saja kakaknya yang sudah menetap lama di negara Korea dan di kenal sebagai seleb ingin pulang ke Indonesia.
Yah, sebenarnya bukan hal yang aneh. Wajar saja jika Selena ingin pulang, mungkin wanita itu sedang merindukan kampung halamannya setelah sekian lama tak pulang. Dan sepanjang tahun ia merintis karir pun, Selena sebenarnya suka menyempatkan waktu untuk berlibur kesana. Walaupun dengan batas waktu yang tak lama, karena selalu terdesak oleh padatnya jadwal pekerjaan.
Namun sepertinya kali ini tidak, Selena memilih untuk berlibur di waktu yang lama. Hal itu tentu saja membuat Alya berpikir negatif, pasalnya yang dia tahu jadwal sang kakak sedang padat-padatnya.
Mungkinkah ada sesuatu yang lain? Pikir Alya.
“tapi Tadi kakak bilang habis ambil cuti, berarti kita akan pergi liburan kan?”
“Iya memang, tapi bukan untuk liburan!”
“Lalu untuk apa?”
Sejenak Selena menghela nafas, mencoba terlihat tenang di depan adiknya itu.
“Sudah kakak bilang tadi, kita akan pindah dan tinggal disana sampai batas waktu yang belum di tentukan.”
“T-tapi Kalau kita benar-benar pindah dari sini, kuliahku disini bagaimana kak? Karir kakak juga gimana?”
“Soal kuliahmu kakak sudah mengurusnya, kamu sudah kakak daftarkan di kampus lama. Dan soal pekerjaan kakak jangan kamu pikirkan, yang penting saat ini kamu harus setuju dan turutin semua omongan kakak. Mengerti?”
DEG!
Kedua mata Alya seketika melebar kala mendengar kata pindah, dia tentu saja merasa kaget.
“A-apa kak? Pindah kuliah? Yang benar saja! aku baru saja selesai ujian, masa harus pindah sih?”
Selena tak menjawab ucapan adiknya, dia segera bangun dari duduknya dan melangkah menuju kamarnya.
Sementara Alya berteriak memanggil kakaknya, namun tak ada sahutan. membuat gadis muda itu berdecak kesal.
beberapa menit kemudian Selena kembali keluar sambil membawa Map warna hijau, kemudian di serahkanlah map tersebut ke adiknya.
Kening Alya berkerut dalam, seraya menatap map dan Selena bergantian.
“Apa ini?” tanyanya kemudian.
“Dokumen tentang tempat kuliahmu.”
Mendengar hal itu sontak saja membuat gadis 21 tahun itu tersentak, dia berdiri dan meraih map tersebut. Dengan tergesa-gesa ia membukanya, seketika itu pula tubuhnya merasa lemas saat tertera ada namanya disana sebagai mahasiswa baru.
“kak..”
Alya rasanya tak mampu berucap apapun lagi, kakaknya benar-benar sudah memindahkan kuliahnya.
“Selama ini kakak selalu menuruti apa yang kamu mau, termasuk merahasiakan identitas asli kamu sebagai adik kakak. Dan kali ini gantian, kakak yang minta sama kamu untuk turutin permintaan kakak ini.”
“T-tapi kenapa harus mendadak begini, kenapa kakak gak bilang ke aku dulu? Atau... jangan-jangan selama ini kakak gak suka ya aku tinggal disini?”
Selena menggeleng.
“Enggak dek, bukan begitu. Kakak senang kamu ada disini, tapi.. ada sesuatu yang gak bisa kakak katakan dan kakak harap kamu mengerti.”
Alya jalan cepat mendekati Selena, lalu meraih kedua tangannya dan menatapnya lekat.
“Apa itu kak? Katakan sama aku! Apa kakak punya masalah besar dengan agensi atau artis lain?” cercanya dengan mata sedikit melebar.
Menurut yang Alya ketahui, Selena memang pernah mengalami perundungan ketika masa training. Bahkan kakaknya itu pernah bercerita bahwa dia pernah ingin di lecehkan oleh para seniornya, itulah kenapa saat ini Alya menuntutnya banyak pertanyaan. Karena ia khawatir kakaknya masih mengalami hal seperti itu, walaupun kini dirinya sudah di nobatkan sebagai artis papan atas.
Selena diam sejenak, kemudian tersenyum. Ia melepaskan genggaman tangan sang adik, lalu merangkulnya. Berusaha menenangkan.
“Udah kamu jangan pikirkan masalah kakak, kakak bisa menanganinya sendiri.”
“Tapi-”
“Dek, udah ya nurut aja sama omongan kakak. Mau kan?”
Alya diam sejenak, matanya menatap mata kakaknya bergantian dan dia bisa melihat ada sesuatu yang kakaknya pikul.
dan pada akhirnya dia pun memilih setuju dengan permintaan kakaknya untuk pindah kuliah ke Indonesia, meski baginya itu sangat berat.
••END••
“maafkan kakak dek, tapi ini mungkin jalan terbaik. ” lirih Selena.
...💐💐💐...
jika Selena terlihat antusias dengan rencana kepulangannya kali ini, beda halnya dengan sang adik.
Gadis muda itu terlihat termenung di sisi ranjangnya, sambil memegang sebuah map berlogo universitas terbaik di Indonesia. Di samping kirinya sudah terdapat satu koper besar yang berisi pakaiannya, dan di atasnya ada tas gendong mini kesayangannya.
“Huft..”
Berulang kali Alya menghela nafas lalu membuangnya perlahan, rasanya dia masih belum percaya kalau kakaknya bisa melakukan itu. Sejak kapan Selena merencanakan ini semua, sampai dia tidak tahu apapun.
Ceklek!
Suara pintu kamarnya terbuka, Alya menoleh dan melihat sosok kakaknya berdiri di ambang pintu.
“Udah siap?” Tanyanya.
Alya mengangguk samar.
“Kalau begitu bisa kita berangkat sekarang? kak rendy juga sudah menunggu kita di bawah.”
Dengan gontai Alya bangkit dari duduknya, meraih tasnya lalu menyampirkannya di bahu kanannya. kemudian berjalan keluar menyusul langkah kakaknya yang sudah pergi duluan, sambil tangan kirinya menarik koper.
...💐💐💐...
“Mana lagi yang harus di bawa?” Tanya Rendy pada dua wanita yang ada di hadapannya, saat ini mereka sudah ada di basemen apartemen.
“gak ada. Ya udah, yuk kita berangkat!” Selena langsung masuk mobil, sementara Alya masih mematung.
Rendy menatap Alya yang masih bergeming, kemudian menghela nafas. dia paham betul, gadis itu menolak untuk pulang tapi tak bisa menolak. Rendy sendiri sebenarnya tak tega membohonginya saat mengatakan tak tahu apa-apa, tapi mungkin inilah yang terbaik untuknya.
Kini, dia hanya bisa berdoa. Semoga kedua sepupunya itu akan baik-baik saja selama di Jakarta, yah.. semoga.
setelah tadi malam Selena menyuruhnya untuk membereskan barang-barangnya, Alya langsung menelpon Rendy.
Awalnya dia ingin bertanya apakah pria itu tahu apa alasan kenapa kakaknya itu tiba-tiba ingin pulang, dan Rendy tentu saja mengatakan dia tak tahu apa-apa.
Ketika di kafe kemarin, Selena memang sempat meminta Rendy untuk jangan mengatakan apapun jika Alya bertanya.
“Alya.” panggil Rendy dengan suara lembut, namun gadis itu bergeming.
Pada akhirnya Rendy memilih mendekatinya dan menepuk pelan pundak kecilnya, membuat si empu mengerjap dan langsung menoleh dengan wajah kaget.
Rupanya dia sedang melamun.
“ya, kak.”
“Are you Ok?”
Alya diam sejenak sambil menatap Rendy, mata bulatnya seakan sedang mengatakan sesuatu.
“Al, ayo masuk nanti kita telat!” Selena berteriak dari dalam mobil.
Alya mengalihkan pandangannya dari rendy ke Selena, kemudian mengangguk kecil.
“masuk sana.” titah Rendy.
“I-iya kak.”
...💐💐💐...
sepanjang perjalanan menuju bandara Alya banyak diam, tatapannya yang mengarah ke jendela terlihat kosong dan wajahnya muram.
Sementara Selena yang duduk di kursi depan samping Rendy terlihat sibuk dengan ponselnya dan bibir tipisnya tak henti-hentinya tersenyum, sepertinya wanita itu sedang chattingan dengan seseorang.
Rendy yang kala itu duduk di kursi pengemudi sambil menyetir melirik ke belakang, memperhatikan adik sepupunya itu.
“kamu kenapa dek, dari tadi diam mulu?” tanya Rendy.
Menurut pria itu kelakuan Alya kali ini sangat aneh, dalam keluarganya adik sepupunya yang satu itu dikenal cerewet. Apalagi ketika sudah bersamanya, pasti ada saja yang di bahas.
Namun sekarang dia malah diam seribu bahasa, wajahnya pun nampak tak enak di pandang. Apa karena sebegitu tak inginnya kah dia kembali ke negaranya, sehingga membuatnya berubah drastis seperti ini.
Sementara itu Alya yang merasa terpanggil langsung menoleh, dan mengulas senyum tipis. Namun sayangnya Rendy tahu, itu adalah senyuman palsu.
“aku gak apa-apa kok kak.”
“yakin?”
Alya mengangguk pasti.
“oh iya kak, ada air minum gak? haus nih hehehe..” ucapnya sambil cengengesan.
Rendy yang mendengarnya pun terkekeh, ternyata dia diam karena haus.
“ada kok, ambil aja botol minum yang ada di dalam dus. yang ada di belakang, baru beli tadi soalnya!”
Alya pun langsung menuruti apa yang Rendy ucapan untuk mengambil botol minum, ia harus menaikkan sedikit tubuhnya agar bisa meraihnya. Karena letak dus yang Rendy maksud berada di pojok bagasi, itu pun ia harus usaha lagi karena sedikit terhimpit oleh 2 koper besar.
“lapar gak?” tanya Rendy lagi, saat melihat Alya sudah meneguk minumannya.
“enggak kak.” jawab Alya, kemudian ia kembali meneguknya.
“yakin nih, kita bisa mampir sebentar ke supermarket. Kamu kan paling gak bisa pergi gak bawa cemilan.” kali ini selena yang bertanya sambil menoleh ke belakang.
Selena hafal betul kebiasaan adiknya itu yang doyan ngemil, di kamarnya saja tersedia lemari es mini yang hanya berisi cemilan dan minuman.
Anehnya meski Alya doyan makan, tubuhnya tidak berubah gemuk.
Untuk olahraga pun, bisa dikatakan Alya sangat jarang. Paling mentok hanya jogging, itu pun tidak setiap hari. Namun entahlah, Selena pikir mungkin sudah porsi tubuh adiknya seperti itu.
Mendengar pertanyaan sang kakak, Alya pun menggeleng.
“enggak usah kak, aku masih kenyang kok.”
setelah itu tak ada yang kembali bicara, Selena kembali sibuk dengan ponselnya, Rendy fokus menyetir dan Alya kembali melamun. banyak pikiran buruk yang ada di dalam otaknya, entah itu apa saja.
Mereka menghabiskan waktu perjalanan menuju bandara dalam keadaan hening, tentunya dengan kesibukan masing-masing. Yang terdengar hanya suara mesin dan kendaraan lain yang berlalu lalang.
sekitar memakan waktu hampir tiga jam, akhirnya mereka sampai di bandara Incheon. setelah memarkirkan mobilnya, Rendy, Selena dan Alya segera keluar. Rendy membuka pintu bagasi dan mengangkat koper milik Alya dan Selena.
Begitu selesai, mereka pun kembali berjalan dan masuk dalam bandara.
saat sudah di dalam Rendy langsung mencari sosok Rafael, menurut kabar terakhir pria itu sudah ada di bandara sekitar satu jam yang lalu.
Alya yang memang tak tahu akan ada orang lain ikut bersama mereka pun merasa bingung melihat kakak sepupunya seperti mencari seseorang, dia pun bertanya pada sang kakak dan wanita itu menjawabnya jika ada satu temannya yang akan ikut bersamanya.
beberapa lama berkeliling mencari akhirnya Rafael ketemu juga, ternyata pria itu sedang duduk di kursi penunggu. kedua kaki panjangnya saling berpangku, sambil bermain ponsel.
“Itu dia! Bro!” Rendy berteriak kencang, sambil melambaikan tangannya.
Rafael yang mendengar suara Rendy langsung mendongak, dia tersenyum tipis lalu bangkit dari duduknya dan berjalan ke arah mereka. Kopernya ia tinggalkan begitu saja di tempat dimana dia duduk tadi.
DEG!
mata Alya terbelalak, jantungnya terasa mau jatuh dari tempatnya dan tubuhnya seketika terpaku di tempat begitu melihat sosok Rafael.
‘kak Rafa? aku gak salah lihat kan? I-itu benar-benar kak Rafa! astaga.. jadi selama ini kak Rafa dan kak Rendy sudah saling kenal?’
Alya terlihat begitu terkejut mengetahui satu fakta bahwa Rendy dan Rafael ternyata berteman, dan yang lebih membuatnya shock adalah kakaknya juga mengenalinya.
Setahunya selama ini Selena tak pernah bertemu dengan pria itu secara langsung, tanpa Alya ketahui jika Rafael adalah mantan atasan kakaknya sebelum terjun ke dunia artis.
“Woy, Bro.”
seperti biasanya, setiap mereka bertemu selalu berjabat tangan yang di akhiri pelukan ala lelaki.
“Sorry yah, nunggu lama.” ucap Rendy, merasa tak enak.
“It's Ok! Salah gue juga yang datangnya kecepatan, Lagian jam penerbangannya masih beberapa menit lagi.” sahut Rafael santai, seraya menepuk-nepuk bahu sang sahabat.
“halo pak Rafael, apa kabar?” sapa Selena, seraya sedikit menundukkan kepala.
Rafael melirik ke arah Selena, pria itu tersenyum tipis dan melakukan seperti apa yang wanita di depannya lakukan.
“oh! iya halo, saya baik. kamu sendiri bagaimana?”
“baik juga pak.”
Rafael nampak manggut-manggut samar, kemudian bergumam lirih.
“syukurlah.”
kemudian mata Rafael melirik ke arah Alya yang berdiri tepat di belakang tubuh Selena, dan seketika raut wajahnya kian berubah sambil jari telunjuknya mengarah ke wajah gadis itu.
“Dia-”
‘apa dia mengenaliku?’
“Oh iya kamu pasti belum kenal yah, ini Alya adiknya Selena yang mau kuliah di Jakarta.”
Rendy memperkenalkan Alya, karena menurut yang dia tahu Rafael belum pernah bertemu dengan Alya.
Rafael memang sudah mengetahui jika Selena punya adik, namun baru kali ini dia bisa bertemu langsung dengannya.
Rafael tak menggubris ucapan Rendy, dia terus menatap Alya dengan intens. Benaknya merasa tak asing dengan wajah gadis ini, seperti pernah bertemu sebelumnya tapi dia lupa dimana.
Sementara itu, Wajah Alya terlihat pucat dan jantungnya berdetak cepat saat Rafael terus menatapnya.
“Ayo dek, kenalan.” Bisik Selena sambil sedikit menarik lengan Alya.
Meski awalnya ragu, namun pada akhirnya Gadis itu menurut. Dengan langkah pelan Alya jalan mendekat, dengan gugup dia mengangkat tangannya untuk bersalaman sambil menyebutkan namanya.
“H-halo pak, nama saya Alya.” ucapnya sedikit terbata, ia menatap Rafael dengan takut-takut.
Rafael bisu sejenak, keningnya berkerut dalam hingga akhirnya matanya terpaku di leher Alya. Wajahnya terlihat kaget, hingga akhirnya dia membalas jabatan tangan gadis itu sambil tersenyum cerah dan mata sipitnya berbinar-binar.
“Ya, saya Rafael. Senang bisa berkenalan denganmu.”
Mendengar itu Alya hanya tersenyum canggung seraya menurunkan tangannya, kemudian segera berbalik badan dan kembali mendekati kakaknya.
“maaf ya pak, adik saya memang agak pemalu kalau sama orang baru.” ujar Selena, seraya tersenyum canggung.
“tidak apa-apa.” balas Rafael, ia tersenyum maklum.
Setelahnya ketiga orang dewasa itu mulai mengobrol, membahas soal pekerjaan dan kegiatan sehari-harinya. Sementara Alya hanya menyimak saja.
Puas mengobrol, mereka memutuskan untuk mencari tempat duduk sambil menunggu jadwal penerbangan tiba.
Hingga akhirnya terdengar suara pemberitahuan pesawat tujuan Indonesia sudah siap, dengan serempak mereka pun bangkit dari posisinya.
Sebelum masuk ke lorong menuju tempat pesawat, Rendy dan Rafael nampak mengobrol entah itu apa.
Sedangkan Alya dan Selena hanya diam memperhatikan di samping besi pembatas, Tak lama setelahnya Rafael mengangguk sambil tersenyum. kemudian kedua pria itu jalan mendekati kedua wanita tersebut.
“kalian hati-hati ya, kabarin kalau udah sampai.” ucap Rendy, sebelum melepas kepergian kedua supupunya.
Dengan kompak kedua wanita itu mengangguk mengiyakan sambil memeluknya, kemudian jalan meninggalkannya.
“gue titip mereka raf.” ucap Rendy pada Rafael sambil menepuk pelan bahunya, dan di balas dengan pria itu dengan anggukkan.
Setelah itu ia pun ikutan pergi menyusul langkah Alya dan Selena yang sudah pergi duluan, sementara Rendy menatap kepergian mereka dengan helaan nafas.
...💐💐💐...
Tak terasa Waktu berjalan begitu cepat, tepat pada jam 8 malam mereka sudah sampai di bandara Soekarno Hatta, dan kini mereka sudah berdiri di depan parkiran untuk menunggu jemputan.
Ah, tidak!
Bukan mereka tapi lebih tepatnya hanya Rafael, karena beberapa menit yang lalu Selena dan Alya sudah pulang lebih dulu naik taksi.
Sementara dirinya masih menunggu supir keluarganya, yang entah sampai detik ini tak kunjung datang.
Tadinya dia ingin mengantarkan kedua wanita itu pulang karena dapat amanah dari sahabatnya untuk menjaga kedua sepupunya dengan baik, tapi dengan halus Selena menolaknya dan dia juga akan mengabarkannya pada Rendy kalau mereka sudah sampai dan baik-baik saja. Dengan terpaksa Rafael mengiyakannya.
Drrrttt.. Drrrttt..
Tiba-tiba saja ponselnya bergetar, Rafael merogoh kantong celana bahannya yang berwarna hitam dan menatap layar ponselnya dengan kening berkerut kemudian bergumam.
‘kevin?’
Tanpa pikir panjang, dia pun menerima panggilan itu.
“halo..”
(...)
“Ngomong yang bener, jangan sambil marah-marah gitu!”
nada suara Rafael terdengar meninggi sehingga membuat beberapa mata meliriknya padahal dia berbicara pakai bahasa Korea, sepertinya sebagian orang disana mengerti dengan ucapannya.
menyadari hal itu Rafael segera menundukkan kepalanya, sambil mengatakan kata maaf dalam bahasa Inggris.
Rafael malam ini memakai kacamata besar warna hitam, masker dan topi sehingga tak ada yang menyadari tentang dirinya.
Namun tetap saja dia merasa was-was karena dia datang ke negara itu sendirian, biasanya dia selalu di dampingi sekretarisnya atau pengawal pribadi.
“CK, Ya udah cepetan!”
BIP!
Rafael memutuskan panggilannya. Walaupun wajahnya tertutup tapi masih bisa dilihat kalau pria itu sedang kesal, siapa lagi pelakunya kalau bukan karena adik bungsunya.
Entah sejak kapan Kevin berubah menjadi trempamen, padahal dulu dia adalah sosok pria yang kalem, mungkinkah karena bertambahnya umur membuatnya berubah?
Ah, entahlah. Yang jelas sekarang Rafael mengakui kalau dirinya mulai kewalahan mengurus adik bungsunya itu, dan untungnya hanya Kevin yang bertingkah seperti itu.
1 jam pun berlalu, Rafael sudah sangat kesal karena jemputannya baru datang. Dia mendengus kasar saat Sebuah mobil Mercedes Benz warna hitam berhenti di depannya dan tak lama kemudian keluarlah sosok Kevin, pria itu berjalan menghampiri Rafael dengan wajah datarnya.
Kevin memakai kaos polos warna hitam, celana jeans hitam panjang, terlihat ada sobekan di bagian kedua lututnya dan di padukan dengan jaket kulit dengan warna senada.
Oh! Dia juga memakai topi berwarna hitam dan ada 3 benda kecil berbentuk seperti cincin warna putih di ujung kiri topinya.
“Kurang lama!” ucap Rafael dengan ketus. wajahnya terlihat sangat kesal dan lebih kesalnya lagi setelah mendengar jawaban Kevin.
“Oh~”
kemudian dia berlalu meninggalkan Rafael yang masih mematung di tempat dan masuk mobil.
“ngapain masih berdiri disitu, mau gue tinggal?” seru Kevin sambil melongokan kepalanya ke arah Rafael.
Rafael yang mendengar itu mencebikkan bibirnya.
“kalau bukan adik sendiri udah gue tendang Lo ke hutan Amazon biar di makan komodo!” gerutu Rafael asal karena kesal, kemudian dia menyusul langkah Kevin dan masuk mobil mewah sang adik.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!