Pagi yang cerah. Mengawali pagi dengan optimis, agar hari ini semua berjalan dengan baik.
Key tersenyum cerah begitu keluar dari gang rumah. Dia menghentikan mobilnya tepat di mulut gang. Melirik kaca spion, tidak ada siapa pun di belakang mobilnya. Dia bisa diam di tempatnya lebih lama. Ditariknya nafas perlahan, menghembuskan di dadanya sama pelannya saat ia menghirupnya tadi. Mengumpulkan doa kepada Tuhan pemilik pintu rejeki. Agar hari ini dimudahkan semua urusannya. Dia siap menyambut matahari yang sudah mulai bergerak meninggi. Berjuang dengan waktu dan masa mudanya, mengumpulkan rupiah. Demi masa depan yang jauh lebih baik. Angin berhembus dengan tenang, menyisir setiap langkah para pejalan kaki di trotoar.
Key membunyikan klakson saat akan melintas trotoar, pengguna jalan menoleh lalu berjalan bergegas.
“Apa si, ganggu aja, mengomel, tapi tetap menepi. Begitu kebanyakan manusia melakukan apa yang tidak disukai.
Key tersenyum sekenanya. Ia memperlambat mobilnya lalu setelah berbelok, mobil mulai melaju dengan kecepatan normal. Menuju tempat yang sudah seperti rumah kedua baginya.
Inilah Central Park, taman kuliner kota. Sekitar 20 gerai makanan sudah berjajar rapi. Bentuk, warna dan tulisan di setiap gerai beraneka macam, mewakili idealisme pemiliknya. Diantara gerai ada sekitar 5 buah foodtruck termasuk milik Key, selebihnya mereka masih menggunakan gerobak biasanya untuk berjualan. Tulisan dan banner berwarna-warni memudahkan pelanggan memilih makanan apa yang ingin mereka makan. Lokasi strategis. Pilihan makanan yang beragam. Tempat yang nyaman dan bersih, membuat Central Park menjadi pilihan para pekerja kantoran.
“Sudah datang Key?” Bibi Hanum yang sedang merapikan piring menyapa. Ia pedagang soto. Jualannya lebih laris di pagi hari. Hangat-hangat disantap untuk sarapan. Ah, pasti akan terasa sangat nikmat, saat kuah beningnya menghangatkan perut.
“Ia Bibi. Semalam membuat kulit siomay sampai larut, jadi sengaja berangkat agak siang. Dan Basma ikutan kesiangan juga, jadi heboh dulu tadi pagi-pagi.” Key mulai membuka pintu mobilnya, ia mulai bersiap-siap.
“Haha. Adikmu yang tampan itu ya. Ah Bibi jadi kangen, sudah lama tidak datang ya?” Apalah bibi ini batin Key yang kemudian meneruskan pekerjaannya.
“Sedang musim ujian Bi.” Dia menyalakan kompornya. Cekatan menyusun siomay satu persatu di kukusan. Ada berbagai varian rasa. Tapi yang jadi best seller adalah toping udang dan rumput laut.
Setelah selesai melakukan persiapan, Key memilih duduk, menatap datar ke arah gedung perkantoran. Sebuah senyum samar lahir di bibirnya. Pasti sangat nyaman bekerja di sana. Skenario hidup mengantarkannya pada titik bahwa tempat itu hanyalah sebuah Impian. Ia cukup tahu diri untuk hanya menggantungnya di langit tinggi. Orang-orang dengan tingkat pendidikan rendah sepertinya, harus selalu bekerja jauh lebih keras dibandingkan orang lain.
“Pagi Key... siomaynya lima, biasa.” Seorang pemuda datang membuyarkan lamunannya. Key hafal wajah dan namanya. Putra, bekerja di sebuah dealer. Mengakunya seorang manajer penjualan. Gajinya besar, ada bonus penjualan yang jauh lebih besar kalau bisa mencapai target. Bicaranya lugas dan meyakinkan. Untuk itulah ia sukses di pekerjaannya.
Key memasukan lima buah siomay ke piring, dan menuangkan 3 sendok sambal di atasnya.
“Silahkan Kak.”
“Makasih Key, duduk sini!” menarik kursi ke sampingnya. “Temani saya ngobrol, sudah tidak ada yang dikerjakan kan?” tanyanya. Key mengangguk. Duduk di kursi yang di tunjuk Putra.
“Saya baru putus Key.”
“Kenapa?” tanya Key datar saja. Bahkan terkesan bosan. Pria yang ada di hadapannya ini sepertinya sangat paham bahwa ia memiliki banyak daya pikat. Tampan, pekerjaan yang mapan, sudah cukup menjadi nilai jual. Sudah beberapa kali ia mendengarkan cerita Putra tentang kisah asmaranya. Awal-awal ia terperangah, terkejut lama-lama ia bisa memberi reaksi hanya dengan kata hemmm.
“Bosen aja .”
Nah kan, batin Key agak jengah.
“Gimana lagi Key, ternyata pacar saya itu cemburuan . Hampir tiap jam menelpon, kalau chat nggak buru-buru di balas curiga aja.”
“Kan bisa dijawab sedang kerja Kak, pasti mengertilah pacar Kak Putra.” Key protes. Putra mengunyah siomaynya. Bahkan ia tidak terlihat sedih, batin Key mencoba menganalisa ekspresi. “Bukanya itu namanya perhatian, dan juga cemburu itu adalah tanda sayang.”
“Kau terlalu banyak nonton drama ya. Di dunia nyata itu mana ada laki-laki yang senang dicemburui, dicurigai melulu, diinterogasi tiap jam. Hidupku jadi tidak tenang, pacaran kan buat asik-asikkan, kenapa malah jadi beban. Dia nangis sambil marah-marah kemarin, bilang aku kejam, jahat, tidak tahu diri.”
“Trus Kak Putra bilang apa?” menjawab malas.
“Diam aja, sambil nunduk dan memasang wajah bersalah.” Putra tertawa.
“Dan pacar Kak Putra tertipu dengan wajah itu pasti.”
“Haha, ia. Hup.” Comotan terakhir dari siomay masuk ke mulut. Dikunyah pelan, sambil masih cekikikan. Membuat Key sebal. Putra memang benar-benar ahli, ini sudah kesekian kalinya melakukan modus yang sama pada perempuan. Dia benar-benar playboy kelas berat. Ah, aku tidak akan tertipu dengan wajah bak malaikat sepertinya. Janji Key dalam hati.
“Besok-besok jangan jatuh cinta pada laki-laki sepertiku ini ya,” ucap Putra “Jatuh cinta pada laki-laki baik saja, ya walaupun tidak terlalu ganteng yang penting baik.” Puk, puk ia menepuk kepala Key seperti menasehati anak-anak agar berprilaku baik di sekolah.
“Aku bukan anak kecil Kak. Aku sudah 23 tahun,” ucap Key kesal.
“Ia kah? Mana KTP mu? Aku mau lihat.” Putra masih cekikikan. “Anak SMP aja ngaku-ngaku 23 tahun. Ha ha. Ni uangnya. Makasih ya. Saya mau cari pacar lagi, eh mau kerja lagi.”
Dasar, mau tak mau Key tertawa juga. Dia melihat Putra berjalan pergi. Sambil melambaikan tangan.
Jatuh cinta ya. Memikirkannya saja sudah melelahkan. Waktu di SMU dia juga pernah jatuh cinta pada seorang kakak senior. Yang tampan, kaya dan populer. Tidak tahu, apakah itu bisa di sebut jatuh cinta. Tapi dia tidak punya waktu untuk memperjuangkan perasaannya. Hidupnya sudah cukup berat, tanpa harus bersaing dengan banyak siswi yang juga mengidolakannya. Ah, sudahlah, itu sama sekali tidak penting untuk dipikirkan sekarang ini. Baginya mencari uang jauh lebih utama dan pertama. Dia tidak mau adiknya tidak bisa melanjutkan kuliah hanya karena kendala biaya. Impiannya hanya satu, melihat adiknya bisa sukses dan selalu bahagia.
Bersambung......
Waktu bergerak menuju tengah hari. Matahari semakin terik. Sebelum memasuki jam makan siang, waktu Zuhur datang. Key menutup pintu mobil. Menggantung tulisan " Sedang Istirahat" bergegas ia menuju Mushola Central Park. Sudah ada banyak yang mengantri ambil wudu dan sholat. Sebelum tempat ini berjubel nantinya.
Selesai sholat pertempuran dimulai. Gerai kuliner menjadi lebih ramai. Jam makan siang adalah waktu tersibuk. Pedagang berjalan ke sana kemari untuk mengantarkan pesanan. Gerai siomay juga diserbu pembeli. Dengan 20 ribu kalian sudah bisa mendapat lima buah siomay. Ukurannya juga besar, jadi sudah mengenyangkan, untuk yang tidak mau makan siang dengan nasi, makan seporsi siomay sudah lebih dari cukup. Dengan cekatan Key menyiapkan pesanan pelanggannya.
Antrian mengular, ada yang memilih mengalah duduk, atau mencari minuman terlebih dahulu di gerai lain. Lalu kembali dengan muka masam karena antrian tidak berkurang. Akhirnya ikut berdiri menunggu giliran.
“Key satu porsi ya, udang sama rumput laut, sama beef.”
“Oke Kakak”
Pelanggan rata-rata sudah mengenalnya. Di Foodtruck warna merah itu juga tertulis namanya. Gerai siomay Central Park. Nama Key tertulis lebih kecil, namun jelas terbaca. Dekorasi mobilnya adalah hasil karya adiknya. Kehidupannya sudah menyatu dengan taman kuliner ini. Ia menjadi bagian dari para pekerja yang lapar. Wajah yang lelah, obrolan yang terkadang penuh keluhan. Tentang pekerjaan, tentang bos yang tidak mau mengerti, tentang pacar yang cemburuan, atau gaji yang tidak cukup sampai bulan depan. Semua orang memang selalu punya masalah sendiri-sendiri. Dan berjuang untuk bertahan hidup dengan caranya sendiri.
Antrian sudah selesai.
“Key, bagaimana?”
“Apa sih. Sudah sana duduk, makan siomaynya.”
“Bukan itu. Yang kemarin bagaimana?”
“Apa?”
“Jadi pacarku.”
“Dih Kakak, cari pacar kok pedagang siomay, tidak berkelas sama sekali seleranya. Lihat tuh.” Key menunjuk ke arah mbak-mbak cantik yang sedang makan nasi padang di gerai lain. “Itu, kalau mau cari pacar, cantik, berkelas, pintar. Kalau Key mah apa Kakak.”
“Key, mereka sudah biasa, banyak juga di kantor Kakak. Kakak kan sukanya sama Key.” Tetap bertahan berdiri di depan area yang dipakai mengantri.
“Sudah sana.” Key keluar dari mobil, Mengambil siomay yang ada di tangan laki-laki itu, dan membawanya ke meja. Tapi laki-laki itu tetap berdiri di dekat mobil. Key kembali masuk ke dalam mobil, dia duduk. “Kakak, aku itu masih SMP, belum boleh pacaran.”
“Bohong lagi, mana ada anak SMP yang jualan siomay jam segini. Anak SMP itu seharusnya di sekolah sekarang. Belajar.”
“Kakak, aku itu. Ah sudahlah, malas meladeni Kakak.”
...***...
Jam makan siang berakhir, Key membersihkan meja dari piring-piring plastik, dan membuang sampahnya yang tersisa. Ada saja yang masih meninggalkan bekas makannya di meja. Mengelap meja, dan merapikan kursi, dia masih duduk di sana. Sambil minum es dugan yang dipesannya di gerai dugan. Memandang Key, tanpa tersenyum, penuh intimidasi.
Laki-laki itu bernama Juni, mungkin dia lahir di bulan Juni. Bekerja di bank swasta besar. Kantornya sekitar setengah jam dari Central Park. Dua bulan lalu sejak pertama datang ke gerai kuliner. Ia mengaku jatuh cinta pada pandangan pertama. Bukan hanya lidahnya. Tapi juga pada senyum manis, gadis imut yang selalu tersenyum bahkan di saat lelahnya melayani para pembeli, yang kadang berebut dan tidak tahu aturan mengantri.
Dan setelah itu hampir setiap hari di jam kantor dari Senin sampai Jum’at ia selalu datang. Untuk membeli siomay dan duduk berlama-lama di sana, memandang pedagangnya. Sampai seminggu yang lalu. Akhirnya ia menyampaikan perasaannya. Dan gadis manis itu menundukkan badan hormat berterimakasih, bahwa ia telah menyukainya. Tapi dengan tulus meminta maaf karena tidak bisa membalas perasaan itu.
Seminggu ia tidak datang. Mengubur kecewa dan sakit hati. Namun ternyata sulit menghapus bayangan wajah itu. Akhirnya ia memutuskan untuk kembali berjuang. Ia datang lagi. Karena ia yakin, cinta harus diperjuangkan. Dan wanita akan melihat ketulusan dari perjuangan laki-laki yang menyukainya. Begitu yang ia ketahui, ia baca dari buku-buku cara menaklukan wanita. Ia masih duduk diam di sana. Key melihatnya lama setelah ia selesai berbenah, lalu berjalan mendekat.
“Apa Kakak tidak terlambat kembali bekerja?” tanyanya pelan. Juni menatapnya lekat.
“Berikan aku alasan, sesuatu yang bisa membuatku pergi, tapi tidak pergi dengan membawa kebencian padamu. Tapi alasan yang membuatku tetap menyukaimu, walaupun hanya dengan melihatmu.”
Key terdiam. Untuk beberapa waktu dia hanya mematung, memandang ke arah Juni yang juga menatapnya lekat. Alasan apa. Dia bahkan tak punya alasan apa-apa. Selain bahwa dia merasa tidak pantas dan juga tidak memiliki perasaan yang sama. Tapi, jika ia mengatakannya, apakah bisa membuat Juni mengerti.
“Kak Juni bisa tetap datang. Kalau sampai suatu hari nanti perasaan Kak Juni tidak berubah, aku akan memikirkannya.”
“Benarkah?” Wajahnya berubah senang.
“Ia, tapi aku yakin, Kak Juni akan bertemu dengan wanita lain. Wanita yang memang sangat pantas berada di samping kakak. Dan itu bukanlah aku.”
“Itu bukan alasan yang ingin kudengar.” Katanya masam. Ia memilih melihat ke arah lain lalu beranjak pergi. Meninggalkan Key yang masih berdiri diam. Namun baru beberapa langkah, ia berbalik. Berdiri tepat di hadapan Key. Lima menit ia hanya membisu, pandangan mereka bertemu cukup lama. “Key, tegakkan kepalamu. Kau itu spesial. Jangan pernah malu dengan kondisi apa pun yang ada pada dirimu sekarang. Aku menyukaimu, seperti apa adanya.” Lalu dia pergi tanpa mendengar jawaban apa yang keluar dari mulut Key.
“Terimakasih Kak,” lirih, bahkan hanya hatinya yang mendengar. “Telah menganggapku spesial.”
Ah, bagaimana mungkin dia bisa menilai dirinya dengan bangga. Karena memang nyaris tak ada apa-apa yang bisa ia tampakkan sebagai sesuatu yang membanggakan, selain bekerja keras. Dengan segala daya upaya yang bisa ia lakukan.
Setelah menghitung uang dan memasukannya dalam tas, ia mulai membereskan peralatan, menyusun meja dan kursi. Mengembalikannya ke dalam gudang taman.
“Bibi, aku pergi dulu ya.”
“Ia Key, sudah habis ya? “
“Ia Bi. Pergi dulu.”
Key melajukan mobilnya meninggalkan gerai kuliner.
...***...
Cerita mengenai Central Park sekilas. Central Park ini adalah nama sebuah taman kota. Gerai kuliner resmi yang di sediakan pemerintah kota adalah salah satu fasilitas di taman ini. Tanpa ada biaya sewa, para pedagang bisa berjualan di sini. Akan tetapi ada kontrak tertulis bermaterai yang harus ditandatangani. Para pedagang hanya boleh berjualan sampai jam 6 sore. Itu salah satu pasal yang harus dipatuhi para pedagang. Jika pedagang melanggar pasal-pasal yang telah disepakati, maka bisa saja mereka diusir dari gerai. Sehingga secara tidak langsung kesadaran untuk menjaga fasilitas itu sangat penting. Karena apa, karena di sinilah para pedagang mencari penghidupan mereka.
Selepas gerai kuliner tutup, taman ini akan menjadi tempat wisata ilmu dan budaya. Akan ada dua bus bertingkat dua yang berisi buku-buku. Perpustakaan malam begitu disebutnya. Dari petang sampai menjelang tengah malam terparkir. Perkumpulan sastra lintas generasi berkumpul setiap akhir pekan, menuangkan semua karya mereka. Key beberapa kali datang menemani Basma yang ingin mencari referensi buku. Perpustakaan malam cukup ramai, buku-bukunya juga lengkap. Ah, anak-anak muda zaman sekarang memang jauh lebih kreatif dan berdaya juang tinggi.
Drama dan juga seni pertunjukan sesekali dipentaskan. Decak kagum dan tepuk tangan selalu bergema, setiap ada grup yang melakukan pentas. Anak-anak muda yang melakukan kegiatan positif dan mendapat dukungan pemerintah. Menjadikan kota ini dinobatkan sebagai kota terkeren se-Indonesia, menurut sebuah majalah budaya. Jadi itulah alasannya Key dan para pedagang harus membawa pergi gerobak jualan mereka sebelum jam 6 sore. Mungkin terdengar merepotkan, namun disiplin yang telah terbentuk di antara penduduknya membuat semuanya terasa lumrah dan diikuti tanpa ada yang merasa dirugikan atau dipaksakan.
Bersambung....
Siomay Central Park Key, mampir ya, dijamin bakal ketagihan. Buka jam 9 pagi sampai jam 3 lebih sedikit. Key tunggu. (Tulisan di foodtruck Key)
Pagi kembali datang. Key masih terbaring di tempat tidur dengan selimut menjuntai ke lantai. “Sudah pagi ya?” tanyanya pada dirinya sendiri, ia melirik ke arah jendela, samar suasana pagi dengan remang-remang malam masih terlihat. “Kenapa rasanya badanku capek sekali.” Key memijit lehernya yang terasa pegal. Apa posisi tidurnya salah tadi malam.
“Sudah bangun Mbak? sholat subuh dulu.” Basma muncul dari luar. Masih memakai handuk habis dari kamar mandi. Rambutnya basah ia goyang-goyang dengan tangan.
“Hus, pakai baju dulu sana! “ mengusir Basma. Lalu ia sendiri beranjak dari tempat tidur. “Sepertinya aku mimpi aneh semalam, rasanya badan ini pegal semua.”
“Mimpi apa?” berteriak dari kamar.
“Lupa. Haha. “ Menertawai dirinya sendiri yang bodoh. Key berusaha mengingat-ingat. Namun memorinya menguap. Semakin dipikirkan semakin ia lupa. “Hari ini hari terakhir ujian ya? Mau makan di luar nanti setelah selesai?” Key melongok ke kamar adiknya. Dia sudah rapi dengan seragam sekolahnya. Terlihat tampan.
“Mau. Aku mau bebek bakar Bumbu Desa. Sudah lama tidak ke sana. “
“Boleh. Nanti langsung ke Central Park ya.”
“Oke.” Duduk di kursi, sambil membuka buku. Menunggu Key menyiapkan sarapan setelah dia selesai sholat.
Key menggoreng ayam dibaluri dengan telur, ayam itu ia ungkep dua hari lalu. Lalu menumis wortel dan labu. Semua sudah ia siapkan semalam. Oseng-oseng dengan cepat. Selesai. Ia membawanya ke meja makan. Basma masih tenggelam dalam bacaannya. Ia mengambil dua piring nasi, meletakan satu di hadapan Basma.
“Makan dulu.”
“Ia Mbak.” Meletakan buku yang ia baca, mengambil lauk dan sayur. Dia terdiam sebentar. Memperhatikan wajah Key dengan seksama. Menyimpulkan apa ia harus bicara atau tidak, tentang apa yang sudah ia putuskan semalam.
“Mbak, aku mau kerja paruh waktu.” Bicara dengan nada pelan sekali.
Key mendongak memandang adiknya. Dia meletakan sendoknya, urung mengambil sayur ataupun ayam goreng. Ditatapnya wajah Basma lama. Basma menunduk dan merasa bersalah. Sebenarnya ia sudah menduga akan seperti itu reaksi kakaknya. Tapi ia tetap harus bicara, semarah apa pun Key nantinya.
“Makanlah.” Hanya itu yang akhirnya keluar dari mulut Key.
“Aku laki-laki Mbak, aku juga sudah SMU sekarang. Dulu, waktu SMU Mbak Key juga kerja paruh waktu kan. Mengantar susu dan membantu di kebun.” Basma tidak mendongak. Ia bicara dengan menunduk sambil menghabiskan sarapannya.
“Kamu tahu kan, kenapa Mba melakukan semua itu.” Key menarik nafas. “Tidak usah pusingkan yang lainnya, apalagi masalah uang. Yang harus kamu lakukan adalah belajar dengan baik, itu saja sudah cukup”
“Tapi Mbak.”
“Sudahlah, habiskan makananmu. Fokus pada sekolahmu dan belajar dengan baik.” Bicara dengan lembut namun tegas.
“Ia Mbak.” Pelan ia menjawab, tapi ia tak akan semudah itu menyerah. Baginya bekerja bukan hanya sekedar ia bisa menghasilkan uang. Namun membayar sebagian kecil dari perjuangan wanita hebat di hadapannya ini. Dengan paling tidak sedikit saja bisa berguna baginya.
Basma pamit dengan memikirkan seribu rencana agar apa yang ia rencanakan terealisasi.
...***...
Setelah adiknya pergi Key membereskan rumah, memeriksa bahan makanan di kulkas. Setelah semuanya selesai, ia akan memulai aktivitas kehidupannya.
Setelah semua persiapan dagangan selesai ia pergi mandi. Sekali lagi ia berada di mulut gang, sebentar memandang para pejalan kaki yang juga mengejar mimpi masing-masing. Banyak sekali orang yang berangkat bekerja bersamanya hari ini. Wajah mereka juga campur-campur. Ada yang semangat, namun banyak juga yang tampak muram. Begitulah hidup. Matahari tetap berbagi cahayanya pada siapa pun. Udara tetap berhembus melewati mereka dengan lembut. Alam tidak berpihak dan tidak perduli dengan suasana hati manusia.
“Pagi Bibi. Ada pedagang siomay baru ya Bi?” tanya Key pada Bibi Hanum yang sedang mengelap mangkok sotonya. Pembeli soto terakhirnya baru saja pergi setelah Key datang. Key menunjuk gerobak yang berada paling ujung. Di sebelah gerobak penjual nasi.
“Ia Key. Ada saingan lagi,” ujar bibi Hanum. Di taman kuliner ini sudah ada dua penjual siomay, ditambah gerai baru berarti tiga.
“Nggak apa-apa Bi. Rejeki sudah ada jatah-jatahnya dari Tuhan.” Key melirik gerobak warna biru muda itu. Siomay Cantika tertulis di banner. Tak lama dari itu dia melihat seorang perempuan dengan pakaian yang cukup minim datang. Bersama laki-laki yang sudah terlihat cukup umur. Dia membawa beberapa keranjang dan meletakkannya di dekat gerobak. Dari tempatnya, Key bisa mendengar wanita itu memberi perintah pada laki-laki itu untuk melakukan ini dan itu. Key sempat melirik dan memperhatikan sekilas. Kemudian ia kembali menyibukkan diri dengan dagangannya.
“Pagi Key.”
Pelanggan pertamanya datang.
“Pagi Kak” menjawab dengan semangat seperti biasanya.
“Siomaynya lima. Mau beef semua.”
“Sebentar ya Kak, lima menit lagi. Biar panasnya sempurna. Jadi hangat dan nikmat.”
“Oke deh.” Pelanggannya menunggu sambil memainkan ponselnya.
“Key punya sosmed nggak?” Key hanya menggeleng. Mana sempat main begituan. Hpnya juga hanya bisa telfon dan SMS. “Key nggak gaul, sekarang ini semua serba sosmed. Aku fotoin kamu sama foodtruck ya. Key imoet penjual siomay Central Park yang endes dan lezat.”
Klik.klik. “Senyum dong Key.” Key memasang wajah nyengir saat kamera hp di depan wajahnya. “Cantik. Cantik. Update status. Kirim.”
Dia meletakan hpnya. Key ikut duduk menemani pelanggan pertamanya.
“Kak ada lowongan pekerjaan nggak?” tanyanya.
“Kerja? Memang kamu masih mau kerja, nggak dagang siomay lagi.” Kunyah-kunyah cepat.
“Ya dagang, kerja paruh waktu yang bisa sore sampai malam gitu.”
“Memang nggak capek kamu?” kunyah-kunyah sambil mendelik tidak percaya.
“Ya capek Kak, cuma tuntutan hidup, aku kan harus menghidupi anak-anak dan suami.”
“Apa” Berhenti mengunyah, cuma mendelik.
“Haha, apa si Kak, bercanda, serius bener. Udah kunyah tuh siomaynya.”
Kunyah-kunyah, masih mendelik. “Ngerjain orang tua dosa. Sekarang ini kerja paruh waktu jarang Key. Kalaupun ada mungkin tenaga kasar begitu, mereka cari laki-laki yang kuat dan berotot.”
“Key kuat kok. Walaupun nggak berotot.” Nyengir sambil memamerkan lengannya.
“Hahaha, apaan sih kamu ini. Memang butuh sekali ya, bukannya jualan siomay juga banyak.”
“Ia si Kak. Alhamdulillah. Tapi kalau bisa dapat lebih kenapa nggak. Sekarang Key juga sudah kerja jaga minimarket. Inginnya kerja yang lebih gampang begitu kalau ada.” Pelanggannya mendelik tidak percaya.
“Kamu benar-benar bekerja keras, untuk suami kamu dan anak-anak kamu ya. Haha.” Godanya. Sambil melahap makanannya. “Nanti kalau ada info aku kabari ya.”
“Oke. Ada yang beli Kak. Aku layani dulu ya.” Key berjalan menuju foodtruck, dan melayani pembeli.
“Oke, oke.” Pria itu meraih ponselnya lagi.
“Banyak juga yang komen, dasar tau aja cewek cantik.” Ketik-ketik, sambil tertawa. “Wah yang share banyak juga.” Ketik, ketik, ketik. Sambil kunyah-kunyah dengan cepat. Setelah habis dia langsung berdiri dan berjalan menuju Key. Sambil masih memegang hpnya. Sandang, pangan, papan dan satu lagi, hp dan kuota data. Itu kebutuhan pokok manusia zaman sekarang.
“Key banyak yang like, komen sama share ni.”
“Iya. Ni kembaliannya Kak. Makasih ya.” Key tak acuh. Tak paham apa yang dibicarakan.
“Dada Key.” Berlalu, masih sambil ketik, ketik, ketawa sendiri, senyum sendiri, ketik, ketik, kesandung juga akhirnya kakinya. Key melihatnya geli. Melangkah liat jalan bukannya lihat layar hp. Padahal banyak sekali kecelakaan yang terjadi karena benda mungil itu. Karenanya sampai ada peraturan pemerintah dibuat, dilarang memakai hp ketika berkendara. Plang iklannya juga banyak untuk mensosialisasikan peraturan itu.
Bersambung......
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!