"Ya Allah, dikit lagi ... lagi dikit lagi. Seorang pria berlari lari kecil di Cairo International Airport sambil menyemangati dirinya sendiri. Apalagi namanya sudah dipanggil dua kali karena ia adalah penumpang terkahir yang belum check in.
Akhirnya, ia bernafas lega saat berhasil heck in tepat waktu
Saat ia masuk ke dalam pesawat dimana semua penumpang sudah siap untuk penerbangan, dia malah masih sibuk mencari kursinya. Membuat beberapa orang menatap kesal padanya hingga seorang pramugari cantik datang dan membantu pria itu menemukan kursinya.
Azhar menyenderkan punggungnya di sandaran kursi sembari menghela nafas berat. Padahal jadwal pulangnya masih 4 bulan lagi tapi ia terpaksa pulang sekarang demi sahabatnya yg akan menikah.
Sebenarnya ia tak melakukannya dengan suka rela apa lagi senang hati, tapi sahabatnya yg bernama Rafael itu memerintahkannya datang. Dan jika tidak datang, katanya Azhar akan dikutuk membujang selamanya. Sementara jika datang, Azhar akan di karunia bidadari surga. Tentu Azhar tahu Rafa mengatakan seperti karena benar benar ingin Azhar menghadiri pernikahannya.
Saat pesawat mulai lepas landas, Azhar memejamkan mata. Memikirkan hidup seperti apa yang akan dijalani nantinya.
Azhar Ubaidillah, pria tampan bertubuh tinggi dengan kulit kecoklatan itu adalah santri lulusan pondok pesantren Al Hikmah. Sebuah keberuntungan ia bisa melanjutkan pendidikannya ke Al Azhar, Kairo. Di usia nya ke yg ke 24 ini, ia sudah menyelesaikan pendidikannya dengan baik.
Sekarang yang dia pikirkan adalah masa depannya, dia akan jadi apa?
Bekerja dengan ayahnya di toko elektronik? Bekerja dengan ibu nya di toko kue? Atau haruskah dia mengabdi di pesantren Al-Hikmah saja?
"Sepertinya aku juga harus mengajar di pesantren, supaya ilmuku bermanfaat dan sudah sepantasnya aku mengabdi di pesantren Abi Khalil," gumam Azhar dengan yakin.
*******
Sementara itu, di salah satu universitas ternama di Jakarta. Beberapa mahasiswa kedokteran sedang melakukan praktik autopsi mayat. Namun ada satu mahasiswi cantik dengan rambut yang tergerai tampak tak fokus. Ia merasa mual dan pusing, hingga tak lama kemudian ia pun jatuh pingsan. Membuat dosennya hanya bisa geleng-geleng kepala dan tak ada satupun yang terkejut dengan pingsannya gadis itu, seolah itu hal yang biasa.
Dosen itu pun mencoba membangun mahasiswi ya, sementara mahasiswa yang lain di perintahkan tetap fokus pada apa yg mereka lakukan.
Tak lama kemudian gadis itu sadar dan ia tampak sangat mual.
"Maa f... saya ... toilet ... mual," racaunya sembari berlari keluar dari ruangan yang membuatnya tersiksa itu. Tujuannya langsung ke toilet, dia muntah hingga merasa sangat lemas.
"Nasha, kamu engga apa-apa?"
Nasha hanya menggeleng lemah, dia tidak suka dengan apa pun yang berhubungan dengan kodekteran tapi keadaan memaksanya masuk ke universitas kedokteran.
Gadis itu berusia 19 tahun, cantik, tinggi, kualitasnya putih seperti susu. Bahkan semua sering menyuruhnya pindah ke kelas modeling karena ia tak bisa apapun di bidang kedokteran. Melihat darah saja ia akan langsung pingsan.
"Entahlah, Lin. Aku udah engga tahan rasanya," keluh Nasha pada Elin.
"Ya udah, ayo kita pulang, kelas juga sudah selesai," usul Elin dan Nasha pun mengangguk.
Di perjalanan pulang, Nasha masih tampak sangat lemas. Sedangkan Elin yg menyetir sesekali melirik ke arah temannya itu. "Masih pusing?" tanyanya
"Masih, " jawab Nasha lemas.
"Udah deh, Sya. Jangan paksain. Buat jadi dokter itu engga mudah. Kamu liat darah aja pingsan, gimana kamu mau lulus nanti?"
"Aku juga udah mau nyerah rasanya, Lin. Tapi mau gimana lagi, setiap kali aku bilang ke Mama kalau aku phobia darah dan aku sering pingsan. Mama bukannya khawatir, dia malah bilang aku belum terbiasa. Katanya aku harus terus berjuang untuk menaklukan phobiaku itu," tutur Nasha sedih.
"Repot juga sih kalau gitu, tapi ;kan profesi itu engga bisa di paksakan. Kalau passion kamu bukan di kedokteran, ya kamu engga akan bisa jadi dokter yg baik." tukas Elin cemas.
"Aku juga udah bilang gitu ke Mama, tapi dia engga mau ngerti. Dia bilang semua hal bisa dipelajari." Nasha menghela napas berat saat mengingat bagaimana sang ibu terus menekannya agar dia mau menjadi dokter.
Nasha adalah gadis yatim piatu yang diangkat anak oleh pasangan suami istri kaya yg bernama Surya dan Raya. Nasha tak tahu apakah itu sebuah keberuntungan atau tidak.
Saat ia diadopsi oleh mereka usianya baru 10 tahun, Nasha sangat bahagia karena akhirnya punya keluarga yg selalu dia impikan selama ini. Namun sejak memiliki keluarga, Nasha tak pernah jadi dirinya sendiri.
Segala hal dalam hidupnya harus sesuai keinginan kedua orang tuanya. Bahkan hal kecil seperti gaun apa yang harus di kenakan Nasha jika ikut mereka bertemu rekan bisnisnya. Apa dan bagaimana Nasha berbicara dan bahkan makan di depan rekan bisnis kedua orang tuanya. Sekolah di mana dan mengambil jurusan apa, semuanya di putuskan oleh kedua orang tuanya.
Nasha senang jika mereka melakukan itu demi kebaikannya, tetapi mereka tidak memberi Nasha ruang sediki tpun untuk bergerak sesuai keinginannys sendiri. Membuat batin Nasha tersiksa dan tertekan.
Namun. saat ia berbicara dan mencoba menyampaikan keinginan atau sekedar isi hatinya. Kedua orang tuanya akan mengatakan 'Ini demi kebaikan mu sendiri, Nasha. Kami hanyalah orang tua angkatmu tapi kami sangat peduli padamu'.
Di mana kata kata itu selalu mengingatkan Nasha pada siapa dirinya dan seolah kedua orang tua nya mengatakan 'Berterimakasihlah' atas apa yang mereka lakukan meskipun mereka bukan orang tua kandungnya.
▫️▫️▫️
Tbc...
Azhar disambut hangat oleh keluarga Rafa membuat Azhar tersentuh, padahal dia tidak mengenal mereka tapi pertemuan tersebut seakan pertemuan untuk yang ke sekian kalinya, seakan mereka adalah keluarga.
"Aku doain semoga kamu cepat nyusul," ucap Rafa terkekeh.
"Aku belum pengen nikah, doanya jangan lupa 'nanti' kalau aku sudah mapan," usul Azhar pada Rafa yang membuat semua orang langsung tertawa.
Di sana juga ada sepupu Rafa dan pasangan mereka masing masing, mereka bahkan sudah punya bayi yang lucu. "Sekarang aku ngerti kenapa kamu kebelet nikah, pasti pengen punya anak kayak ini ya?" goda Azhar sembari bermain dengan anak Maryam dan Afsana-adik sepupu Rafa ."Siapa namamu, boys?"
" Ezra dan Al," jawab Rafa.
"Kalian lucu banget sih,. Pengen aku bungkus bawa pulang. Tak kasih ke Ummi, pasti langsung bahagia ummiku."
"Makanya cepat nyusul, jodoh itu memang di tanga Allah. Tapi kita juga harus berusaha, kan?" ujar Rafa yg tak dipedulikan oleh Azhar.
Keluarga besar Rafa berkumpul semua di sana dan pernikahannya pun akan digelar esok. Oleh karena itu Azhar langsung ke rumah Rafa tanpa pulang kerumahnya dulu. Azhar juga sangat menikmati persiapan pernikahan ala desa Rafa. Ia juga sangat menyukai desa itu, yang baginya sangat segar dan indah.
Ada sungai yang mengalir di sepanjang perjalanannya tadi, sawah-sawah yang hijau, pepohonan yang rindang, membuat rasa merasa begitu takjub.
Setiap kali melihat keadaan alam yang masih begitu alami, Azhar hanya bisa menggumamkan pujian pada sang pencipta yang menciptakan segalanya dengan begitu indah. Namun, sayangnya kadang manusia sendirilah yang memperburuknya.
******
"Bagaiamana kuliahmu, Sha?" tanya Raya, yang tak lain adalah mama angkat Nasha.
"Aku pingsan lagi, Ma. Kayaknya aku emang_"
"Jangan gampang menyerah, Sya. papamu dulu juga gitu tapi sekarang dia bisa jadi dokter yang baik," sela Raya, tak membiarkan Nasha bicara. Tak lama kemudian adik Nasha, lebih tepatnya anak kandung Surya dan Raya yang bernama Harry datang dan bergabung di meja makan.
"Ma, coba deh sesekali ngertiin Kak Nasha. Kasian 'kan dia tertekan dengan kuliahnya," sambung Harry dengan berani. Nasha menatap Harry, memberi isyarat agar diam.
Walaupun bukan saudara kandung, Harry sangat peduli pada Nasha karena baginya Nasha adalah kakaknya. Nasha merawatnya dengan baik bahkan sering menjadi teman curhat Harry.
"Engga akan lah, masak iya tertekan dengan kuliah. Di luar sana banyak lho orang yang pengen jadi dokter dan kuliah ke dokteran tapi engga mampu. Nasha sangat beruntung karena kami adopsi dan kami kuliahkan di jurusan kedokteran," papar sang mama yang lagi-lagi membuat hati Nasha tercubit karena itu mengingatkannya bahwa ia hanyalah anak adopsi.
"Ma!" tegur Harry tak suka tapi Nasha segera menghentikannya.
"Iya, Ma. Nanti aku belajar lagi," tukas Nasha dengan senyum masam di wajahnya.
Setelah acara makan malam, Nasha kembali ke kamarnya. Harry pun segera menyusul karena ia merasa khawatir dengan kakaknya itu.
"Ada apa, Her?" tanya Nasha.
"Kak, coba nanti Kak Nasha jelasin ke Mama kalau passion Kakak bukan di kedokteran," usul Harry sembari masuk ke kamar kakaknya. Kamar yang di dominasi warna biru muda dan putih, yang kata Nasha melambangkan ketenangan.
"Kayaknya Kakak sudah lakukan itu, tapi kamu tahu sendiri mama papa gimana. Ya udah lah, kamu doain aja semoga Kakak bisa jadi dokter seperti yang mereka mau," lirig Nasha mencoba lapang dada.
"Sabar ya, Kak. Semoga aja nanti mereka ngerti." Nasha tersenyum manis, Harry selalu tampil sebagai penghibur dan penyemangat dirinya. Bahkan terkadang Harry seperti seorang kakak baginya padahal pria itu baru berusia 18 tahun.
"Ya udah, kamu balik gih ke kamar. Kakak mau telpon Elin", ujar Nasha, Harry hanya mengangguk, kemudian keluar dari kamar Nasha dengan berat hati,
Sebenarnya Nasha berbohong, ia tak ingin menelpon Elin. Tapi Nasha ingin menangis, mengeluarkan tangis yang ia tahan sejak tadi. Setelah mengunci pintu dan mematikan lampu hingga kamarnya menjadi gelap, Nasha naik ke atas ranjang. Menutup wajahnya dengan bantal dan ia berteriak sambil menangis.
Nasha bukannya tak bersyukur dengan apa yang dia miliki, kedua orang tua angkatnya itu bahkan memberikan Nasha hadiah mobil di ulang tahunnya yang ke 19. Tapi bukan itu yang Nasha harapkan. Nasha hanya berharap mereka mengerti bahwa Nasha punya perasaan dan keinginan sendiri walaupun ia hanyalah anak adopsi.
******
Acara pernikahan Rafa berlangsung dengan sangat meriah. Tentu dengan adat desa yang unik dan menyenangkan. Azhar pun merekam semua acara itu sebagai kenang-kenangan.
Azhar tak memiliki ikatan darah sedikit pun dengan keluarga Rafa, tapi ikatan Azhar dengan keluarga Rafa begitu kuat yang berasal dari persahabatannya dengan Rafa.
Mau bagaimana lagi, di mata keluarga Rafa, Azhar adalah pria yang sangat baik, lembut, dewasa, pintar, sopan. Bahkan mereka membandingkan karakter Azhar yg hampir sama dengan Bilal- suami dari Tante Rafa.
Sementara istri Rafa ternyata sangat cantik, dia adalah putri dari sahabat ayahnya. Dan pernikahan itu adalah perjodohan, tapi di pandangan pertama keduanya saling jatuh cinta sehingga pernikahan itu bukan hanya atas dasar perjodohan.
"Kapan nyusul?" Azhar sedikit terkejut mendengar suara bass itu. Ia menoleh dan langsung menyunggingkan senyumnya.
"Om Bilal," serunya "Em nanti, Om. Kalau sudah ada calonnya."
"Setiap manusia yang lahir itu sudah di persiapkan calonnya. Tinggal kamu cari aja dengan cara berdoa terus menerus," ujar Bilal.
"Inysa Allah, Om"
"Kayaknya kamu ini belum ada tanda-tanda pengen nikah, ya?" tebak Bilal lagi yang langsung membuat Azhar tertawa.a
"Soalnya masih ingin mengabdi sama orang tua, Om. Kan aku anak tunggal, jadi pengen fokus sama mereka."
"Justru karena kamu anak tunggal, menikahlah. Dan pilih wanita yang terbaik, bawa dia bersamamu. Supaya bisa membantu merawat orang tuamu"
Azhar terdiam sesaat, ia berfikir masih terlalu muda untuk menikah. Dan masih banyak yg ingin dia lakukan sebelum menjadi kepala rumah tangga. Azhar bahkan merasa belum menjadi anak yg baik untuk kedua orang tuanya.
"Inysa Allah, Om. Semoga Allah mengirimkan wanita terbaik untukku"
"Aamiin. Tapi perhatikan juga dirimu, apakah kamu sudah termasuk dalam kategori pria terbaik? Jangan hanya perhatikan calonmu apakah sudah yg terbaik atau bukan. Sementara kamu lupa memperhatikan apakah kamu adalah calon yg terbaik untuk pasanganmu nanti"
Azhar langsung tercengang mendengar penuturan Ustadz Bilal itu. Bukan karena tersinggung, tapi karena ia baru merasakan bahwa memang seharusnya begitu. Selama ini Azhar sering sekali membaca atau mendengar kata-kata bijak seperti itu, tetapi saat Bilal mengatakannya di saat mereka membicarakan tentang Azhar sendiri, Azhar seolah baru mendengar kata-kata tersebut sehingga Langsung menancap tepat di hatinya.
"Terimakasih, Om. Sudah mengingatkan," ucap Azhar setulus hati.
******
Elin memberi tahu Nasha bahwa dia akan pulang ke desa neneknya. Hitung-hitung ingin liburan karena sudah lama sekali ia tak berkunjung ke sana. Dan dengan sangat antusias Nasha ingin ikut.
"Kamu serius?" tanya Elin, Nasha langsung mengangguk berkali-kali.
"Berapa lama?" tanya Nasha kemudian.
"Semingguan sih."
"Lumayan lah. Aku Lagi sumpek banget, Lin. Pengen refreshing, dan sebuah desa adalah tempat refreshing terbaik. Udaranya segar, pasti banyak pepohonan dan sawah-sawah yg hijau, sungai yang mengalir. Pasti sangat menyenangkan dan menenangkan," harap Nasha yg terlihat tak sabar ingin pergi kesana.
"Ya udah, besok lusa kita berangkat. Tapi bakal diizinin engga sama papa mamamu?"
"Nanti deh aku minta bantuan Harry buat bujuk mereka. Semoga aja dikasih, karena aku benar benar udah sumpek banget."
▫️▫️▫️
Tbc...
Dua hari setelah pernikahan Rafa, semua keluarga Rafa sudah pulang ke Jakarta. Termasuk Maryam, Afsana dan bayi bayi mungil mereka. Namun Azhar memutuskan tinggal lebih lama karena ia masih merasa nyaman di desa Rafa. Ia tinggal di bersama para Ustadz disana, padahal Rafa sudah menyiapkan kama khusus unt Azhar di kediaman keluarga nya namun Azhar ebih memilih tinggal bersama para Ustadz dan ia juga meminta izin untuk ikut mengajar di madrasah yg tentu saja langsung di setuju oleh Abi Rahman dan yg lain nya.
Hari ini, Azhar mengajar di kelas 2. Ia mengisi mata pelajaran tajwid. Anak anak tampak nya menyukai Azhar yg sangat santai cara mengajar nya.
"Ustadz..." salah satu anak mengangkat tangan nya sebelum pelajaran di akhir.
"Ada pertanyaan?" tanya Azhar lembut.
"Ustadz, saya dengar Ustadz Azhar hanya mengajar sementara. Padahal kami suka cara sama Ustadz, karena Ustadz tidak galak seperti Ustadz Rafa" tutur anak itu dengan polos nya yg membuat Azhar tertawa kecil.
"Ustadz Rafa itu bukan galak, beliau hanya tegas. Dan sebagai seorang guru, ketegasan itu perlu supaya anak didik nya tidak enteng, belajar dengan sungguh sungguh dan disiplin" jelas Azhar.
"Tapi Ustadz Rafa kadang mukul bokong, Ustadz" seru anak yg lain.
"Angkat tangan siapa yg pernah dipukul oleh Ustadz Rafa atau Ustadz yg lain" pinta Azhar. Dan beberapa anak laki laki pun mengankatangan nya. Dan ada dua anak perempuan yg mengangkat tangan. "Yg perempuan, Ustadz mau tanya ya dan jawab dengan jujur"
"Iya, Ustadz" jawab anak itu serentak.
"Apa pukulan Ustadz Rafa sakit?"
"Sakit sekali, Ustadz"
"Apa sampai terluka?"
"Tidak, Ustadz."
"Kenapa Ustadz Rafa sampai mukul?"
"Saya lupa mengerjakan tugas, Ustadz"
"Kalau saya karena tidak hafal setoran nadhoman saya, Ustadz" kedua anak itu menjawab pelan. Azhar tersenyum lalu bertanya lagi.
"Jadi, selah di pukul. Apakah kalian masih enteng untuk mengerjakan tugas dan mengahafl?"
"Tidak, Ustadz"
"Kenapa?"
"Takut di pukul lagi"
"Sekarang yg anak laki laki, coba kasih tahu Ustadz kenapa Ustadz Rafa mukul kalian?"
"Saya tidak sholat berjemaah, Ustadz"
"Saya bolos, Ustadz"
"Ketahuan nyontek pas ulang"
Dan masih banyak alasan konyol mereka yg membuat Azhar geleng geleng kepala. Azhar juga pernah ada di posisi mereka begitu juga dengan Rafa. Azhar mengerti yg Rafa lakukan hanya ingin membuat anak didik nya menjadi lebih baik dan tidak menyesal suatu hari nanti dengan kenalan nya sendiri.
"Jadi, setelah di hukum. Di pukul dan yg pasti akan sangat sakit, apa kalian akan bolos lagi? Nyontek lagi? Tidak sholat berjemaah lagi?" tanya Azhar.
"Tidak, Ustadz..." jawab mereka serempak.
"Nah, berarti yg Ustadz Rafa lakukan itu hanya untuk membuat kalian di siplin, supaya menjadi anak yg lebih baik. Itu nama nya tegas ya, bukan galak. Karena tidak ada guru yg galak pada anak didik nya, semua guru menyayangi anak didik nya. Kalian faham?"
"Faham, Ustadz" jawab mereka serempak.
Ya mereka faham, tapi pasti nanti nakal lagi, di hukum lagi, menyesal lagi, faham lagi itu salah tapi bisa jadi di ulangi lagi kesalahan yg sama. Begitulah manusia apa lagi yg masih anak anak. Tapi setidaknya pendidikan bisa menanamkan norma dalam kehidupan bagi anak yg bisa menjadi pedoman bagi mereka nanti.
Azhar sangat faham bagaimana rasanya menjadi mereka yg menganggap guru nya sangat menyebalkan padahal yg guru nya lakukan hanya karena mereka sangat peduli. Karena apa yg mereka ajarkan pada anak didik nya, itu akan menjadi patokan hidup mereka.
"Baiklah, sekarang waktunya istirahat. Ingat! Jangan sampai ada yg tidak sholat Ashar berjemaah"
"Baik, Ustadz Azhar". Ia
.........
Nasha sangat senang karena ia di izinkan pergi untuk berlibur oleh orang tuanya. Setidaknya Nasha bisa sedikit menghirup udara bebas dan tidak perlu memikirkan kuliah kedokteran yg membuat nya sering pingsan.
"Kak, nanti bawain aku oleh oleh ya..." seru Harry. Ia sangat senang melihat kakak nya senang, sedangkan Nasha saat ini sedang packing. Ia membawa beberapa lembar kaos, jaket, sweater, shall, jeans dan sebagainya. Membuat Harry tampak bingung.
"Memang nya di desa ada apa? Paling ada padi, jagung, kopi, singkong" ujar Naina sambil terkekeh.
"Ya siapa tahu ada apa gitu yg engga ada di kota" jawab Harry "Kakak itu mau ke desa dan cuma seminggu, kenapa kak Nasha kayak mau ke Paris aja deh. Bawa shal, baju baju tebal dan panjang"
"Setahu Kakak, di desa itu kadang cuaca nya dingin, terus nanti takut banyak nyamuk juga. Jadi ya bawa aja semua jua" jawab Nasha.
Dan suara pintu yg terbuka tiba tiba mengagetkan Nasha dan Harry. Mama mereka muncul dengan membawa beberapa buku di tangan nya. Membuat Nasha mengerutkan dahi nya apa lagi ia tahu itu adalah buku ke dokteran milik ayahnya.
"Bawa ini juga, Sha. Jadi kamu bisa sambil belajar di sana" ujar Raya yg membuat Nasha hanya bisa menghela nafas berat.
"Ma, Kak Nasha kan pengen liburan. Masak iya masih harus bawa buku buat di pelajari" ujar Harry yg kesal sendiri dengan tingkah ibu nya itu.
"Hidup itu singkat, Her. Belajar lebih baik dari pada cuma keluyuran dan foya foya" jawab Raya dan ia langsung memasukan buku buku itu ke dalam koper Nasha. Sementara Nasha hanya bisa diam, memendam rasa kesal nya sendiri. Menolak pun percuma, karena ia tahu Mama nya tak pernah mau mendengar kata 'Tidak'.
"Tapi engga harus bawa buku juga kali, Ma. Itu berat lho. Sekarang kan ada internet, Kak Nasha bisa belajar apapun lewat internet" balas Harry lagi yg sedikit memancing emosi Raya.
"Kamu kenapa sih jawab terus kalau Mama bicara? Nasha aja engga masalah, dia selalu nurut sama Mama"
"Ya itu karena..."
"Her..." Nasha segera menyela atau perdebatan ini takkan ada habis nya "Kakak engga apa apa kok bawa ini, makasih ya, Ma" ucap Nasha dengan senyum tipis yg sangat di paksakan.
"Sama sama, Sayang" jawab Raya "Oh ya, nanti Mama transfer uang ke rekening kamu ya. 50 juta cukup seminggu disana?" tanya Raya.
"Engga usah, Ma. Uang Nasha masih ada kok. Lagian kan Nasha pergi ke desa, mungkin disana engga ada tempat berbelanja seperti mall"
"Ya udah, nanti kalau butuh uang telpon aja Mama"
"Makasih, Ma" ucap Nasha. Raya mengangguk dan ia pergi dari kamar Nasha.
Nasha dan Harry hanya bisa menghela lesu. Namun Harry tampak nya sangat kesal kali ini.
"Lain kali kalau Mama tawarin uang, bilang ke Mama, Kak. Kak Nasha tuh butuh pengertian dari mereka lebih dari uang sebanyak apapun" ucap Harry emosi. Karena sejujurnya, Harry tentu juga di atur dalam segala hal. Tapi Harry selalu melawan dan membantah.
"Mungkin Mama yakin itu yg terbaik untuk Kakak, Her. Ya udahlah, sebagai anak kakak kan harus patuh"
"Tapi, Kak..."
"Engga apa apa..." jawab Nasha sambil tersenyum lebar "Bantuin Kakak tutup koper neh, susah. Kebanyakan isi nya" lanjut nya sambil tertawa hambar. Harry tahu kakak nya itu sangat tertekan, tapi selalu menutupi nya dengan tawa palsu nya itu.
▫️▫️▫️
Tbc...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!