Siang itu Fiona menemani dua sahabatnya di butik gaun pengantin. Mhina Evelina dan Arandra Caisar, dua sahabat baik Fiona akan menikah. Mereka bersahabat sudah lama. Awalnya Diona mengenal Arandra saat masuk kuliah dulu. Lalu mengenal Mhina. Mereka pun jadi dekat dan bersahabat. Jujur Diona jatuh cinta pada Aran, tapi tampaknya pria itu hanya baik padanya. Dan menjalin cinta dengan Mhina. Sakit, itu yang Diona rasakan. Tapi Diona menyimpan rapat rasa sakitnya tanpa ada yang tau. Apa lagi melihat Mhina tengah memilih gaun pengantin. Ya mereka akan menikah. Sebenarnya Diona tidak mau ikut. Dia tidak mau terlibat dengan pernikahan sahabatnya karena hatinya yang sakit. Tapi Mhina terus memaksanya ikut sehingga dia kesulitan menolak. Diona muak melihat Mhina memamerkan gaun pengantin pilihannya di depan Aran. Diona pun melangkah menjauh. Dilihatnya perhiasan yang di tampilkan di etalase toko. Matanya terpaku pada sebuah Bros berbentuk hati dengan berlian putih menghiasinya. Cantik sekali, pikir Diona.
"Kau suka?" tanya Aran yang tiba-tiba di sampingnya. Diona menatap Aran malu, tertangkap basah mengagumi Bros itu.
"Ambilah jika kau suka. Sebagai hadiah untukmu. Aku kan belum memberikan hadiah ulang tahun untukmu." kata Aran serius. Diona menatap lagi Bros itu. Mengapa tidak? pikirnya. Itu akan menjadi kenangan dari Aran. Pria yang di cintainya tapi mungkin tidak boleh lagi di cintainya. Diona pun setuju. Dalam sekejap Bros itu sudah ada di tangannya. Segera di simpannya di dalam tasnya Bros itu bagaikan harta Karun.
"Terima kasih ya Aran." Diona tersenyum manis pada Aran yang melihatnya sambil tersenyum. Aran merasa lucu melihat Diona yang memperlakukan Bros itu dengan hati-hati.
"Iya Di." Aran tau Bros itu sangat mahal karena berlian yang menghiasi lingkar hati tersebut. Tapi untuk Diona Aran tidak keberatan. Arandra putra seorang pengusaha kaya. Tapi walau begitu dia tidak sombong dan mengandalkan kekayaan orangtuanya. Itu salah satu yang membuat Diona jatuh cinta.
"Kalian sedang apa sih? Aku sudah selesai nih." Mhina protes karena sahabatnya malah sibuk sendiri. Diona dan Aran pun menghampiri Mhina.
"Sudah semua? Kalau sudah ayo kita makan." Aran berkata malas. Mereka pun keluar dari butik. Aran menjalankan mobilnya menuju tempat makan yang biasa mereka kunjungi. Sebenarnya Diona malas ikut makan bersama. Hatinya sakit melihat mereka berdua. Tapi dia tidak enak pada Aran yang telah menghadiahkan Bros tadi. Di mata Diona Aran sudah memberikan sebuah hati yang berharga. Akan di jaganya hati itu baik-baik. Diona tetap menjaga sikapnya ketika mereka makan. Walau hatinya kesal karena sepertinya Mhina tengah memamerkan hubungannya dengan Aran. Menurut Diona sendiri Aran justru bersikap manis padanya dari pada Mhina. Dulu Diona pernah menyangka Aran menyukainya atau tertarik padanya. Tapi ternyata Aran malah menjalin cinta dengan Mhina. Diona kecewa. Awalnya Diona ingin menghindari mereka berdua. Tapi tampaknya tidak bisa. Aran atau Mhina selalu mencarinya. Karena mereka sahabatnya, Diona pun harus menahan sakit hatinya. Diona diam-diam berharap suatu hari nanti Aran bisa melihat cintanya. Walau dia tidak pernah merayu pria itu. Diona tau batasannya. Tapi harapannya pupus karena pernikahan yang akan di lakukan Aran dan Mhina. Dunianya serasa runtuh ketika Mhina mengatakan hal itu padanya. Ingin Diona pergi jauh menghindari mereka berdua. Tapi kegiatan kampusnya masih menahannya. Mereka sudah lulus kuliah dan jadi sarjana. Aran akan segera menempati posisi di perusahaan ayahnya. Mhina mungkin hanya menjadi istri saja karena Diona tidak pernah tau jika Mhina minat berkarir. Diona sendiri masih menyimpan keinginan dalam hatinya. Belajar melukis. Dia ingin bisa melukis seperti mamanya dulu. Orangtua Diona sudah meninggal dunia karena kecelakaan pesawat. Papanya seorang pebisnis dan mamanya sering melukis di waktu senggangnya. Ketika orangtuanya meninggal Diona masih SMP. Pamannya yang membiayai kehidupan Diona kemudian. Mempelajari bisnis adalah keinginan pamannya. Bukan Diona. Terus terang pamannya cukup keras mendidik Diona. Gadis itu tidak berani membantah pamannya. Diona sudah bersyukur pamannya mau merawatnya dan membiayai sekolahnya. Kehilangan orangtuanya membuat Diona menjadi gadis yang pendiam dan tertutup. Kedua sahabatnya saja tidak betul-betul mengenalnya.
"Setelah makan aku mau pulang ya." kata Diona pada Aran dan Mhina.
"Kenapa buru-buru?" tanya Aran kecewa. Mhina juga tidak suka Diona ingin segera pulang.
"Aku ada janji dengan keluargaku." Diona menjelaskan. Sebenarnya itu hanya alasannya saja. Dia sudah tidak betah bersama Aran dan Mhina. Tau mereka akan menikah tentu Diona sedih, tapi dia harus memperlihatkan wajah biasa pada mereka itu membuatnya lelah.
"Kamu mau pulang ke keluargamu?" tanya Aran curiga. Dia menatap Diona menuntut jawaban.
"Ya setelah semuanya selesai." Diona jujur dia akan pergi.
"Tapi kamu akan menghadiri pernikahan kami kan Di?" tanya Aran lagi.
"Tentu saja." Sebenarnya Diona malas menghadiri pernikahan itu. Tapi dia harus memainkan peran sebagai sahabat yang baik.
"Aku akan mengantarmu pulang." kata Aran kemudian. Mhina sudah menampilkan wajah tidak sukanya karena acara mereka segera berakhir.
"Padahal kapan lagi kita bisa kumpul dan jalan seperti ini?" Mhina masih mencoba merayu Diona.
"Maaf aku sudah ada janji." Diona tidak meladeninya. Entah mengapa belakangan ini perasaannya berubah pada Mhina. Mungkin Diona cemburu pada Mhina karena akan menikah dengan Aran. Walau Diona mencoba menepis itu tapi hatinya tidak dapat menipunya. Kalau dia tidak suka lagi pada Mhina. Dari pada dia munafik lebih baik dia pergi menjauh. Aran pun menepati janjinya mengantar Diona pulang. Diona tinggal di sebuah kos yang sederhana. Tiba di kamar kosnya Diona segera mengunci pintu dan mengurung diri di kamarnya. Dia menangis. Perlahan di bukanya dan di amatinya Bros pemberian dari Aran. Mau dilihat berapa kali pun Bros itu tetap cantik di mata Diona. Di simpannya Bros itu dengan hati-hati. Dengan malas Diona mulai membereskan barang-barangnya. Benda-benda yang tidak di pakainya akan dikirimkan ke Surabaya. Ke rumah keluarganya. Seperti buku-buku, selimut, tas kuliahnya di masukan di satu dus. Kamar kosnya tidak besar walaupun nyaman. Diona di beri jatah oleh pamannya setiap bulan untuk biaya hidupnya di Jakarta. Maka Diona mencari tempat kos yang sederhana demi menghemat. Walau jika kurang dia bisa minta uang pada pamannya tapi Diona sungkan. Setelah membereskan barangnya Diona mandi, lalu membaringkan tubuhnya. Diona memikirkan hari ini ketika Mhina mencoba gaun pengantin. Aran tadi biasa saja melihatnya. Bagaimana reaksi Aran jika dia yang mencobanya? Diona segera menghilangkan pikiran tersebut. Dia jadi malu.
Tiba-tiba ada pesan masuk di ponselnya.
"Kamu sudah makan malam? "pesan dari Aran. Sebenarnya Diona malas menjawabnya. Sudah mau menikahi Mhina kenapa masih perhatian padaku. Tapi dasar hatinya masih cinta, di balasnya pesan itu.
"Sebentar lagi." balas Diona singkat. Tidak ada pesan lagi dari Aran. Diona malas keluar, dia akan masak mie instan saja untuk makan malam. Diona pun mengirim pesan pada tantenya jika dia akan mengirimkan barang-barangnya ke rumah. Tantenya menghubungi Diona.
"Halo Tante, ada apa?" tanya Diona menjawab panggilan.
"Sayang kamu kirim barang-barang memangnya mau pulang?" tanya Wilma tantenya.
"Iya tan, barang-barang dulu ya. Nanti aku nyusul." jelas Diona.
"Ok deh sayang, Tante senang kamu mau pulang. Tante tunggu ya di rumah." Wilma gembira keponakannya akan pulang.
"Iya tan, nanti di telpon lagi kasih kabar." hubungan pun terputus. Diona mencoba untuk tidur. Tapi kemudian di dengarnya ada yang mengetuk pintu kamarnya. Karena ingin tau Diona bangkit dan membuka pintu kamarnya. Tampak Aran yang berdiri tersenyum sambil membawa sekotak pizza.
"Kamu mau makan di sini atau kita makan ke luar?" tanya Aran dengan manis. Diona terpaku.
"Makan di sini saja. Kamu sudah beli pizza kan." Diona tidak dapat menolak. Diona pun mengambil dua botol air mineral, lalu keluar menuju teras samping bersama Aran. Di tempat kosnya ada teras di samping rumah dengan meja makan yang besar untuk penghuni kos bersantai atau menerima tamu. Kebetulan tempat itu kosong. Mereka pun duduk, Aran segera membuka kotak pizza-nya. Tercium wangi pizza tersebut. Ini salah satu makanan yang Diona sukai. Selama bersahabat dengan Diona Aran sudah tau makanan apa saja yang gadis itu suka. Termasuk makanan apa saja yang gadis itu tidak suka.
"Untuk apa kamu ke sini?" Diona berpikir pasti Aran sibuk dengan Mhina, karena sebentar lagi mereka akan menikah.
"Aku tau kamu pasti malas makan malam. Paling kamu bikin mie instan kan?" Arun menyodorkan pizza yang tidak di tolak Diona. Ternyata dia lapar. Tebakan Aran memang tepat. Sikap Aran yang manis seperti ini yang membuat Diona sulit melupakan cintanya. Aran begitu menjaganya. Dulu Diona penasaran bertanya pada Aran, mengapa begitu baik padanya. Bahkan jauh lebih baik di banding pada Mhina. Aran menjawab karena Diona sahabatnya dan tinggal seorang diri di Jakarta. Mhina tinggal bersama keluarganya dan pasti ada yang menjaganya selain Aran.
"Makan yang banyak, aku khusus beli buat kamu." kata Aran lembut. Diona tersipu.
"Kamu juga makan, temani aku. Aneh rasanya makan sendirian." Diona mengambilkan satu untuk Aran, pria itu pun tidak menolak. Aran begitu sayang pada sahabatnya. Dia yang selalu menjaga Diona ketika sakit, khawatir atau sedih.
"Di kamu benar mau pulang ke Surabaya?" tanya Aran serius. Dia masih berat melepas Diona pergi.
"Iya, kuliahku kan sudah selesai. Aku harus pulang." kalau saja Aran tidak menikahi Mhina, mungkin Diona mau bertahan. Tapi sampai kapan?
"Kamu ga mau Di, kerja di perusahaan papaku?" Aran tetap bisa bersama Diona jika begitu. Lalu aku harus melihat kemesraan kalian? cih tidak mau, pikir Diona.
"Aku malah harus kerja di kantor pamanku " Diona menolak. Aran tau Diona di biayai pamannya. Tentu saja Diona harus membalas budi pada pamannya. Walau kecewa Aran menghibur hatinya, dia masih bisa menengok Diona ke Surabaya. Di sana juga ada cabang perusahaan ayahnya.
"Habiskan pizza-nya, kamu kurusan sekarang." Aran bicara sambil menatap Diona lekat. Diona jadi malu, tapi dia menuruti perkataan Aran. Memang belakangan ini dia susah makan. Setelah tau tentang pernikahan Aran dan Mhina.
"Di kamu tidak mau ikut kami bulan madu? Hitung-hitung liburan." Aran tidak tega meninggalkan Diona sendirian. Apa lagi gadis itu akan segera pulang ke Surabaya.
"Kamu mabok ya? Ngapain ikut kalian bulan madu?" Diona marah pada Aran. Luka hatinya akan semakin besar. Dia merasa jadi gadis yang mengemis cinta jika setuju. Lagi pula belum tentu Mhina setuju. Itu hanya ide gila Aran. Pria itu tertawa tidak merasa bersalah. Tapi memang selama ini Diona tidak pernah melihat Aran bersikap mesra pada Mhina. Mungkin Aran menjaga perasaannya. Walaupun Aran perhatian pada Mhina dan kadang cemas pada gadis itu, tapi tidak pernah mesra. Apa memang begitulah Aran. Tidak suka mengumbar rasa cintanya. Tapi Aran pasti serius pada Mhina. Buktinya mereka akan menikah. Memikirkan itu Diona jadi murung, dan itu tidak lepas dari mata Aran.
"Kamu sakit Di? Belakangan ini kamu lebih diam." tanya Aran cemas. Iya aku sakit hati, sangat sakit hati. Jawab Diona dalam hati.
"Mungkin aku sedikit lelah dan sedih karena akan pulang." dalih Diona.
"Makanya kamu jangan pulang. Nanti aku deh yang ngomong sama om Danu." Aran bersemangat. Usaha yang sia-sia. Karena sudah di pastikan Diona sudah tidak mau lagi merasakan sakit dan terbelenggu pada cintanya.
"Aku tetap harus pulang Ar, ini bukan tentang om Danu, tapi memang aku yang ingin pulang." Untuk menyelamatkan hatiku, Diona menyambung dalam hati. Ada kekecewaan dalam mata Aran. Tapi dia tidak berkata apa-apa. Diona kadang keras kepala. Gadis itu sangat patuh pada pamannya. Aran tau Diona sudah tidak punya orangtua. Bukan karena Diona yang bercerita, tapi Aran yang mencari tau. Dia melihat paman gadis itu yang selalu menghubungi Diona. Tidak pernah orangtuanya mencari atau menghubungi Diona. Maka Aran mengutus seseorang untuk mencari tau. Setelah tau apa yang Diona alami, Aran semakin menjaga Diona. Aran menghela napas kesal. Toh Diona kembali pada keluarganya. Dia tidak perlu khawatir. Diona betul-betul lapar dan menghabiskan pizza-nya. Apa lagi Aran yang membelikannya. Aran melihat itu dengan perasaan senang. Apakah ini makan malamnya yang terakhir bersama Aran? pikir Diona.
"Kamu istirahat ya, aku pulang dulu. Kalau ada apa-apa hubungi aku saja. Atau kamu mau aku antar pulang ke Surabaya?" tanya Aran sangat manis.
"Om Danu yang jemput aku." jawab Diona berbohong. Walaupun pamannya pasti mau menjemputnya tapi Diona tidak mau merepotkan. Aran pun menaiki mobilnya dan beranjak pergi. Diona menatap kepergiannya dengan sendu. Aku tuh mau melupakan cinta aku sama kamu Ar. Kamu mau lihat aku nangis, mengantar aku pulang ke Surabaya. Diona pun kembali ke kamarnya.
Pesta pernikahan pun berlangsung. Ternyata malam itu malam terakhir Diona dan Arlan makan malam berdua. Karena setelah hari ini Aran dan Mhina akan pergi untuk bulan madu.
Diona akan pulang dalam beberapa hari ini. Diona merasa luka hatinya bertambah parah melihat orang yang di cintainya bersanding dengan gadis lain. Walau itu sahabatnya sendiri. Diona bukan wanita yang kuat dan rela dengan keadaan itu. Maka dia memutuskan untuk pergi karena tidak sanggup menahan hatinya yang terluka. Untung pesta pernikahan itu di lakukan di sebuah taman. Diona pun menjauh untuk melabuhkan hatinya. Langkahnya yang menjauh di iringi tatapan mata Aran. Dia senang hari ini Diona mengenakan Bros yang dia hadiahkan. Tapi wajah gadis itu tidak bahagia. Entah kenapa. Melihat seorang pria yang mengikuti langkah Diona Aran menjadi lebih tenang. Dia pun sibuk kembali dengan acara pernikahannya. Diona duduk di sebuah bangku taman yang jauh dari pesta. Airmatanya hampir turun. Tiba-tiba seseorang duduk di sebelahnya, Diona pun menoleh. Tampak seorang pria tampan dan gagah menatapnya lembut. Bayu Langit. Dia sahabat Diona, tempat curhatan hatinya. Walaupun sama tampan dan berkharisma seperti Aran tapi tetap saja bagi Diona Aran lebih unggul. Karena Diona cintanya sama Aran. Kalau sama Bayu, pasti Bayu lebih tampan di matanya.
"Jadi kamu mau melupakan atau tetap mencintainya Di?" tanya Bayu lembut. Dia sudah bisa melihat reaksi Diona sejak awal pesta. Karena dia datang bersama Diona.
"Melupakan. Aku sudah tidak sanggup lagi memiliki cinta ini ." jawab Diona sedih. Sungguh Bayu tidak bisa melihat Diona terluka seperti ini. Apa pun akan dia lakukan demi gadis yang di sayanginya, termasuk menikahi Diona jika gadis itu akan bahagia bersamanya. Tapi pasti Diona menolak.
"Apa rencanamu sekarang?" Bayu benar-benar sibuk belakangan ini sehingga lepas perhatian akan Diona.
"Aku akan pulang ke Surabaya, jauh dari mereka berdua." Diona menjawab lesu. Bayu tau itu adalah pilihan terakhir Diona. Dia pergi untuk mengobati luka hatinya. Bayu jadi ingin melakukan sesuatu tapi entah apa untuk Diona.
"Ayo kita pergi dari sini. Atau kamu mau foto dulu bersama mereka?" Bayu bangkit berdiri di ikuti Diona.
"Aku tidak setegar itu." Diona menolak. Sudah cukup sakitnya hari ini. Bayu pun menggandeng tangan Diona meninggalkan pesta. Hari itu Bayu mengajak Diona ke tempat yang di sukai gadis itu untuk menghiburnya. Walaupun sia-sia. Airmata Diona tetap mengalir turun. Akhirnya karena Diona lelah Bayu pun mengantarnya pulang.
"Persiapkan dirimu, aku yang akan mengantarmu pulang ke Surabaya. Tidurlah, jangan pikirkan yang macam-macam." Bayu tersenyum lembut ketika menurunkan Diona di rumah kosnya. Diona hanya mengangguk lalu melangkah masuk. Dia memang butuh tidur. Sedangkan Bayu tidak membuang waktu sore itu juga dia berangkat ke Surabaya. Tujuannya adalah bertemu Danu Wirya. Paman Diona. Bayu menemui Danu di kantornya.
"Maaf om kedatangan saya mendadak." kata Bayu pada Danu sopan.
"Tidak apa Bayu, saya senang kamu mau datang mengunjungi saya. Bagaimana keadaan Diona? Bukankah dia akan pulang?" tanya Danu . Dia sudah tau dari istrinya jika Diona akan pulang.
"Sebenarnya om tau tidak mengapa Diona sangat ingin pulang?" Bayu ingin tau apakah Danu mengetahui apa yang Diona alami. Mungkin saja Diona bercerita pada tantenya.
"Dia sudah selesai kuliah kan, ya sudah waktunya pulang dong " jawab Danu apa adanya. Dari jawaban Danu Bayu tau ternyata Diona tidak mengatakan apa pun. Kamu ternyata menyimpannya sendiri Di, kata Bayu dalam hati.
"Diona patah hati om. Terakhir bertemu saya tadi siang dia menangis." Bayu berterus terang. Danu terkejut.
"Patah hati, terus terang saya tidak tau jika Diona punya hubungan atau mencintai seseorang. Saya pikir dia dekat dan mungkin punya hubungan dengan kamu." kata Danu heran. Bayu pun menceritakan apa yang Diona alami.
"Saya memang pernah dengar Diona menyebut sahabatnya Arandra Caisar. Tapi saya tidak menyangka Diona mencintainya. Memang sudah baik jika Diona pulang." Danu ingin Diona kembali ke Surabaya.
"Om tidak ingin melakukan sesuatu untuk menghibur hatinya?" Bayu mulai melancarkan aksinya.
"Maksud kamu apa? Om tidak mengerti " Danu menatap Bayu, menuntut jawaban.
"Begini om, memangnya om tidak tau jika Diona ingin belajar melukis? Apa om tidak ingin memberi kesempatan untuk Diona untuk belajar melukis, satu tahun saja om. Agar dia bisa melupakan rasa sakit hatinya " Danu terpaku mendengar perkataan Bayu. Dia tau Diona sangat ingin bisa melukis seperti mamanya. Tapi sejak dulu Danu selalu melarang Diona untuk belajar melukis. Dia tidak mau Diona menjadi seniman. Dia tidak percaya Diona akan sukses menjadi seorang seniman.
"Bayu asal kamu tau Diona mewarisi harta kekayaan papanya. Termasuk perusahaan yang saya kelola sekarang. Saya ingin Diona mengendalikannya suatu saat nanti. Itu sebabnya mengapa saya berkeras Diona harus belajar bisnis, karena nantinya dia harus bisa mandiri. Saya tidak bisa terus mendampinginya." kata Danu jujur.
"Jadi perusahaan ini milik Diona?" tanya Bayu tidak percaya.
"Benar, selama ini saya merahasiakannya karena saya tidak mau Diona menjadi anak yang manja dan menghamburkan uang. Mungkin cara saya kejam. Tapi semua ini untuk kebaikan Diona." Danu tidak ingin Bayu salah paham.
"Tidak om, apa yang om lakukan sudah benar. Om bisa lihat Diona bukan anak manja dan malas." Bayu bisa mengerti jalan pikiran Danu.
"Itu sebabnya saya tidak ijinkan Diona belajar melukis. Tapi kalau saya ijinkan sekarang apa itu tidak akan mengubah jalan hidup Diona. Ingat, satu saat Diona harus menjalankan bisnis ini. Saya kira sekarang waktunya bagi Diona untuk mempersiapkan dirinya." Danu berkeras pada keinginannya.
"Om saya sebagai sahabatnya ingin menghadiahkan Diona sesuatu yang bisa membuat hatinya senang dan melupakan rasa sakit hatinya. Biarkan saya melakukannya tanpa kita membuka rahasia tentang peninggalan papanya. Saya ingin melakukan apa saja untuk Diona, seandainya saya bisa menggantikan Aran di hati Diona pasti akan saya lakukan." Bayu bersubgguh-sungguh dengan keinginannya. Danu jadi tersentuh.
"Apa kamu mencintai Diona?" tanya Danu ingin tau. Sikap pengorbanan Bayu membuat Danu penasaran.
"Saya sayang pada Diona, walau saya tidak mencintainya." jawab Bayu terus terang. Danu kecewa. Harusnya Diona mendapat pria yang seperti ini.
"Baiklah saya akan beri kesempatan pada Diona untuk belajar melukis agar luka hatinya sembuh. Dia keponakan saya satu-satunya. Sudah kehilangan orangtuanya. Tapi saya tidak mau Diona tau jika saya yang membiayai dia belajar melukis. Saya khawatir Diona akan berpikir saya mengijinkan dia menjadi seniman seperti mamanya. Kamu bisa atur itu?" tanya Danu tegas.
"Bisa om, saya akan mengatasnamakan perusahaan papa. Karena tadinya saya yang ingin melakukan hal itu." Bayu senang dengan keputusan Danu.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!