NovelToon NovelToon

Delivery Of Love

BAB 1

Sekeras apa pun hidupmu tetap harus dijalani. Tak ada kata pantang menyerah, karena setiap orang memiliki kesulitan yang berbeda beda. Ditinggal mati oleh kedua orang tuanya sejak remaja menjadikannya pria pekerja keras. Bagaimana tidak Johan harus menghidupi diri sendiri dan kedua adik perempuannya Jesika dan Julia. Mereka adalah segelintir dari sekian banyak orang yang hidupnya tidak beruntung.

Deru suara kendaraan di jalan raya adalah nyanyian penyemangat baginya, bekerja sebagai driver ojek online tidak lah mudah dia harus cepat tanggap dan gigih mencari orderan.

Seperti siang ini udara teramat panas, sudah dua jam lebih tak satupun orderan yang masuk. Johan sedang duduk di atas motornya yang terparkir sambil terus menatap layar ponsel di depan sebuah kedai minum tempat biasa dia dan Dika ,teman seperjuangan mencari nafkah mangkal.

" Biasa kalau panas panas gini rame orderan, sekarang kok sepi ya" Dika bersuara.

" Entahlah" Johan menanggapi dengan malas.

" Lo kenapa sih bro, kebanyakan melamun hari ini, lagi putus cinta," Dika berkata sambil tertawa dan menepuk - nepuk bahu Johan.

" Hah, kapan gue punya waktu buat pacaran, hidup aja udah susah" jawabnya.

Mereka kembali terdiam sambil menatap ponsel masing masing. Hidup juga tidak mudah bagi Dika, meskipun masih memiliki kedua orang tua tapi bukan berarti dia lebih beruntung. Ayahnya sedang sakit , sementara ibunya hanya ibu rumah tangga tanpa penghasilan. Dia memiliki seorang kakak laki laki namun hubungan keduanya tidak lah baik.

Tring...

Notifikasi ponsel Dika berbunyi, pria itu tersenyum lebar. Apalagi kalau bukan dapat orderan.

" Orderan ya, " tanya Johan.

" Yo yoi, gue duluan ya..mau jemput orang, siapa tau cewek cantik lumayan kan buat penyejuk hati," dia tertawa memamerkan sederetan giginya yang putih.

" Semoga aja beneran cewek cantik, " Johan ikut tertawa.

Johan menatap punggung Dika yg makin menjauh seiring pacu motornya. Johan kembali melihat layar ponsel masih tak ada notifikasi orderan. Sepertinya ia harus pindah tempat . Ketika baru saja mau menyalakan motor, sebuah notifikasi masuk. Johan mengurungkan niat untuk pergi dan memeriksa ponsel. Benar ada orderan yang masuk ,tapi Johan sedikit kecewa karena itu orderan makanan. Bukan apa apa sebab dia pernah ditipu, dan rugi seratus ribu lebih.

Tak ada pilihan lain selain menerima, karena memang belum ada satupun orderan yang dia dapat. Tanpa pikir panjang dia memacu motor, membeli makanan pesanan pelanggan pertamanya hari ini.

Karena tak terlalu jauh hanya 10 menit Johan sampai di tempat tujuan,. Dan seperti perkiraannya tempatnya rame dan antriannya panjang.

Demi memastikan dia tak akan ditipu lagi dia menghubungi costumer itu.

" Ya halo," jawab seorang wanita ketika panggilan telah tersambung.

" Halo mbak, ini saya sudah sampai di tempatnya, tapi rame mbak, gimana mbak?" tanya Johan sopan

" Apanya yang gimana" jawab wanita diseberang sana dengan nada ketus.

" Mbak jadi pesan atau gimana" Johan menjelaskan.

" Kapan saya mengajukan pembatalan, mas nya gimana sih, udah cepat pesan saya tunggu" kemudian sambungan terputus..

Johan menghela nafas panjang, kesal iya tapi mau gimana lagi ini orderan pertamanya. Johan memarkir motor dan ikut mengantri. Ada sekitar 7 orang di depannya yang mengantri. Jika untuk 1 satu orang butuh waktu 4 menit , Johan harus menunggu sekitar lebih kurang 30 menit.

Ternyata Johan salah, sudah lebih setengah jam masih ada 2 orang lagi di depanku. Sial..!!Dia mulai was was bagaimana kalau tiba tiba orderan nya dibatalkan sedangkan dia sudah lama antri.

Ponsel Johan berbunyi, sedikit ragu dia menjawab...

" Halo " Johan menjawab dengan suara hampir tidak terdengar. Dia pasrah kalau seandainya customer akan membatalkan pesanan, lagian uangnya masih aman di kantong.

" Mas, saya tambah satu porsi lagi ya..!! masih di sana kan? " suara di ujung sana terdengar lebih lembut dan sopan dari yang tadi.

" Tam.. tambah ya mbak, ba.. baik, ini udah mau giliran saya kok" jawab Johan tergagap. Dia mendengar suara tertawa kecil di ujung telepon.

" Ya udah mas, saya tunggu ya"

Tutt..tut.. panggilan berakhir Johan tersenyum lega . Selesai memesan dia langsung bergegas mengantar ke alamat si penerima.

Disinilah Johan berakhir di depan sebuah gedung tinggi yang terlihat seperti sebuah perusahan. Johan mencek kembali google map takut dia salah alamat ternyata ini memang benar ini tempatnya. Setelah memarkir motor Johan berjalan memasuki gedung ,seorang satpam menghentikannya.

" Ada yang bisa dibantu mas" tanya satpam itu ramah.

" Mau anterin pesanan pak atas nama Renata" jawab Johan tak kalah ramah.

" Owh, sebentar ya saya tanya resepsionis dulu" katanya sambil melangkah pergi.

Johan melihat satpam itu berbincang dengan 2 orang wanita di meja resepsionis sesekali mereka memperhatikannya. Salah seorang wanita menelpon , tak lama dia mengangguk kepada satpam tadi.

Satpam itu kembali menghampirinya.

" Langsung antar ke lantai 7 aja mas" kata satpam itu sambil menuntunnya ke sebuah lift.

" Sebentar pak, saya telepon orang yang pesan ini biar dia jemput kesini aja" Johan menghentikan langkahnya karena dia ragu untuk naik ke lantai 7.

" Ibu Renata minta diantar langsung sama kurirnya" satpam itu menekan tombol lift dan melambaikan tangan menyuruh Johan masuk.

" Ayok mas, " satpam itu tersenyum melihat wajah bingung Johan.

" Baiklah" Johan pun melangkah memasuki lift.

Sampai di lantai 7 dia tak melihat siapapun, dia melihat sebuah ruangan tak jauh dari tempatnya berdiri.

" Coba telepon orang nya aja, pada bingung kayak gini" baru mau memencet tombol panggil seorang wanita dengan pakaian rapi keluar dari ruangan itu. Johan mengurungkan niat dan memasukan ponsel ke dalam saku jaket. Johan berjalan menghampiri wanita anggun itu, dia yakin wanita itu adalah customernya. Wanita itu terlihat ramah karena dari kejauhan dia sudah tersenyum padanya.

" Ini pesanan nya mbak, semuanya 85ribu " kata Johan tanpa banyak basa basi.

" Ini,.. kembalian nya ambil aja" dia menyerahkan uang 100 ribu pada Johan.

" Terimakasih mbak," Johan sedikit membungkuk dan tersenyum.

" Ya" jawabnya singkat, kemudian dia pergi begitu saja sambil menenteng makanan yang dia pesan.

Johan pun berbalik dan menaiki lift, Jadi dia ibu Renata yang di bilang satpam tadi

Johan pikir dia seorang wanita paruh baya ternyata masih muda dan ya lumayan cantik. Lift kembali membawanya ke lantai dasar.

Johan bertemu lagi dengan satpam tadi, dia tersenyum ramah. Johan hanya balas tersenyum, dan pergi meninggalkan gedung itu.

Bagaimana kabar Dika ya...? Apa dia benar benar bertemu cewek cantik atau malah sebaliknya, Johan tertawa membayangkan nya. Johan kembali memacu motornya untuk melanjutkan perjuangannya hari ini.

Johan kembali teringat dengan wanita tadi, wajahnya ayu tubuhnya ideal dan dia juga ramah. Apa mungkin suatu saat nanti dia bisa menemukan yang seperti itu menjadi jodohnya??. Isshh,, khayalannya terlalu tinggi. Johan tergelak di dalam hati.

...----------------...

BAB 2

Hari semakin sore, lalu lintas bertambah ramai maklum ini jamnya orang pulang ke rumah setelah lelah beraktifitas seharian. Tak terkecuali Johan, dia merasa cukup untuk hari ini .Lelah dan lapar yang mendera membuatnya ingin cepat sampai di rumah. Tapi apa daya lalu lintas yang macet membuatnya lebih lama sampai terlebih lagi dia selalu terjebak lampu merah. Ingin mengeluh, tapi apa ada kata mengeluh untuk orang seperti dirinya,?.

Johan sampai di rumah tempatnya mengistirahatkan kan badan dan pikirannya . Tapi suasana tampak sepi, apa mereka belum pulang??.

Selesai memarkir motor, Johan mengetuk pintu tak ada tanda orang yang akan membukakan pintu. Dia mengintip di sela sela kaca benar saja tak ada siapa pun.

" Kemana para gadis ingusan itu, sudah sore tapi belum pulang juga," Johan menggerutu sambil berusaha membuka pintu dengan kunci cadangan.

Pintu terbuka, dan dia mendapati rumah yang berantakan. Johan menghela nafas panjang, memiliki 2 adik perempuan tak berarti urusan rumah terselesaikan. Dia terlalu lelah untuk berbenah sejenak dia merebahkan badan di sofa mencoba mengumpulkan tenaga yang tersisa.

Belum sampai 15 menit, perut Johan sudah memanggil untuk diisi. Dia bangun dan berjalan ke dapur , sudah pasti tidak ada makanan. Johan mencari sesuatu yang bisa menganjal perut. Ternyata ada, sebungkus mie instant tak apa lah yang penting perut terisi. Dia mencek expired ternyata masih lama, oke langsung saja dia eksekusi.

Sementara itu, di salah satu ruangan sebuah perusahaan cosmetic seorang wanita masih sibuk dengan laptopnya.

Ketika semua karyawan nya sudah pulang Renata masih betah berlama - lama di ruangannya. Sehingga sekretaris nya menjadi keki. Wanita ayu itu menatap Bos nya yg masih saja mengotak - atik laptop di meja kerjanya. Dia mendesah keras memberikan kode kalau dia sudah lelah dan ingin segera pulang. Tapi sang bos tak merespon dan masih asik dengan aktifitasnya.

" Ayolah Renata, ini sudah jam 6 lanjutkan besok aja ya," Friska sang sekretaris merunggut.

" Ini masih di kantor jangan bicara santai seperti itu" tegas Renata

" Tapi ini sudah diluar jam kantor," dia menyeringai

" Kalau kamu mau pulang, pulang saja tak usah banyak alasan" tak mengubah nada bicara tetap tegas.

" Kenapa tidak dari tadi kamu suruh, pantatku hampir bisulan duduk di sini dari tadi." friska cemberut, dia bangkit dan menyandang tasnya dan pergi.

" STOP, " suara Renata meninggi dan cukup untuk menghentikan langkah friska yang sudah memegang gagang pintu. Friska berbalik dan menatap mata tajam Renata

" Iya, kenapa lagi" friska bicara dengan nada tinggi

" Kalau kamu tidak bisa jaga sikap lebih baik kamu lembur disini sampai jam 9, bersedia??? Renata menantang. Friska tertegun, dia tidak menyangka Renata akan seperti itu.

"Maafkan saya bu Renata, " Wanita itu membungkuk memohon supaya dilepaskan.

" Saya boleh pulang kan bu?" Friska memastikan kalau Renata hanya bergurau.

" Wuss, wuss, sana,... pulang sana,!!" Renata melambaikan tangan .

" ( hhmmm, seenaknya saja, mentang dia bos, awas aja ya kamu Ren ) "bisik Friska dalam hatinya

" Baik bu, sampai jumpa hari senin," Friska berlalu meninggalkan Renata sendirian di kantor.

Renata seorang wanita 29 tahun yang telah sukses di usia muda, dia sangat profesional dalam bekerja. Terlalu ambisius menjadikan nya wanita yang gila kerja. Dia tidak akan berhenti sebelum hal yang ia inginkan tercapai. Karena sifat ambisi nya itu ia tidak disukai kakak perempuannya Viona Defita. Mereka adalah saudara kandung satu Ayah lain ibu.

Ibu Viona meninggal saat usianya baru 4 tahun, setahun setelah kepergian ibunya sang ayah menikah lagi dengan sekretaris pribadinya. Setelah setahun menikah lahirlah Renata. Viona tidak menyukai ibu tirinya, dia berfikir ayah nya selingkuh sehingga menyebabkan ibu kandungnya sakit dan akhirnya meninggal.

Terlebih sejak hadirnya Renata, Viona tambah membenci ibu tirinya. Dia tidak suka ayahnya lebih menyayangi Renata. Sampai mereka dewasa pun Viona tak berubah dia masih bersikap sama acuh tak acuh dengan Renata.

Viona sekarang menjalankan perusahaan yang telah dirintis sang ayah bertahun tahun itu. Sebenarnya dulu Renata juga bekerja di sana, namun karena ketidak harmonisan hubungannya dengan Viona dia berhenti dan mendirikan perusahaan nya sendiri.

Mereka selalu salah paham dan cekcok dari hal kecil sampai hal besar. Ayah mereka Tuan Renaldi selalu mencoba mendamaikan ke dua putrinya tapi tetap saja semua berakhir dengan prahara. Tuan Renaldi sekarang menyerah, dia percaya suatu saat nanti akan tiba masa dimana ke dua anaknya akan bersatu. Diusianya yang sebentar lagi mencapai kepala 6 dia hanya bisa memantau ke dua putrinya dari rumah. Penyakit stoke ringan yang dideritanya tak mengizinkan nya utuk bekerja lagi.

Renata melirik jam tangannya sudah hampir setengah 8, ia benar - benar lupa waktu.

"Lelah sekali," oke ini saatnya pulang," Auugghh, pegal.."

Renata memijat tengkuknya yang terasa kaku.

" Tak ada hasil yang maksimal tanpa kerja keras, kerja bagus Renata, " memuji diri sendiri tak ada salah nya kan," wanita berambut sebahu itu tersenyum.

**

Seorang gadis remaja baru saja pulang ke rumah. Dia pulang terlambat malam ini.

Julia berjalan mengendap- endap saat memasuki rumah, sekarang sudah pukul 10 malam. Kalau kak Jo ( panggilan ke 2 adik johan pada dirinya ) sudah pulang bisa mampus diceramahi sampai pagi.

Dia meraba-raba di kegelapan takut menyenggol barang yang nanti akan menyebabkan kegaduhan.

Tiba - tiba lampu menyala, Julia tertegun sesosok yang dihindarinya berdiri tegap tepat didepan matanya. Sepasang mata itu menatap nya dengan marah. Julia membeku tak tau harus berbuat apa. Dia dengan cepat memutar otak mencari alasan keterlambatannya pulang ke rumah.

" Jam berapa sekarang, kenapa baru pulang" Johan menatap Julia penuh tanya.

" Waah,, kak Jo sudah pulang ya.. biasanya juga hampir tengah malam baru di rumah," Julia lebih memilih menunduk dari pada menatap mata nanar kakaknya itu.

" Jadi... ini bukan yang pertama kamu pulang larut," bentak Johan

" Bukan begitu kak, aku..."gadis remaja itu kehabisan kata-kata. Air mata nya berlinang, dia tak berani menatap kakaknya.

Johan merasa kasihan telah membentak adiknya itu, ia mendekat dan merangkul bahu julia.

" Kamu itu perempuan, tidak baik pulang larut seperti ini, mengerti..??" tegas Johan

Julia hanya mengangguk, dia menyapu air mata yang mulai menetes di pipi nya.

" Jesika mana, kenapa masih belum pulang?" Johan melunak berusaha mencairkan suasana.

" Kak Jesika tidur di rumah teman nya,katanya ada tugas kuliah yang harus dikerjakan."

Johan mangut mangut pertanda mengerti, ia melirik julia yang masih berdiri kaku di sampingnya.

" Sudah makan,?" tanya nya kemudian.

" Sudah kak, kakak sudah makan?" julia memberanikan diri bertanya. Dia tau di rumah tak ada makanan dan dia juga tidak beberes rumah dan malah pergi keluyuran.

" Sudah tadi makan mie instant, lumayan lah menganjal perut" sindir Johan.

" Kakak mau makan apa, biar aku masak.. kayaknya di kulkas masih ada lauk, tunggu sebentar ya.."

Julia bergegas menuju dapur bermaksud untuk memasak.

" Besok ajalah, sudah malam," kakak mau istirahat.

Johan pergi menuju kamarnya meninggalkan Julia yang sudah bersiap untuk memasak.

Dengan senang hati Julia kembali meletakan wajan yang sudah dipegangnya itu.

"(oke, aku juga lelah dan ingin cepat tidur)" gumamnya dalam hati.

BAB 3

Mendekati akhir bulan merupakan hari - hari menyibukkan bagi sebuah perusahaan. Pagi ini mungkin menjadi pagi ter sial sepanjang karier Renata menjabat sebagai CEO. Seharusnya jam 9 pagi ini ia di jadwalkan meeting dengan para pemegang saham tapi apa daya karena tidur terlalu larut ia terlambat bangun.

Bermodal hanya mencuci muka tanpa mandi Renata mengawali harinya. Dia sangat terburu - buru, ponselnya yang berdering pun diabaikan. Berdandan seadanya dan berpakaian rapi sudah cukup merepotkan baginya yang dikejar waktu.

Lebih sialnya lagi dia harus berkendara seorang diri ke kantor tanpa sopir.

Mesin mobil dihidupkan, Renata langsung tancap gas menuju kantornya. Ponselnya kembali berdering sepertinya Friska yang menelponnya dari tadi.

Dengan bantuan headset bluetooth ia mencoba menjawab telepon yang dari tadi menggangu konsentrasinya mengemudi.

" Ya halo, saya sedang di jalan." Renata langsung menjelaskan.

" Maaf bu Rena, 10 menit lagi meeting nya mulai, saya harus bagaimana," suara friska terdengar panik.

" Sepertinya saya tidak bisa menghadiri meeting," Tolong suruh pak Andre saja yang gantikan saya," Renata berusaha mengatur ritme nafasnya agar tidak terdengar panik.

" Para pemegang saham tidak mau pak Andre , untuk kali ini mereka minta bu Rena langsung yang hadir,"

" Tapi saya masih dijalan, butuh waktu 30 menit bahkan sampa 1 jam baru sampai kantor" tegas Renata.

Hening... tak ada sahutan di seberang sana

" Hallo Friska, kamu masih disana, ?"

" Ya Bu Rena, maaf tadi saya sedang berfikir, saya coba untuk menunda waktu meeting, mudah mudahan mereka bisa mengerti."

" Saya percayakan sama kamu, saya akan usahakan sampai lebih cepat," sampai nanti" Renata memutuskan sambungan telepon dan kembali fokus mengemudi.

...----------------...

Tak hanya bagi Renata hari ini menjadi hari buruk nya. Johan laki- laki tampan itu pun merasakan hal yang sama. Sudah lebih 30 menit ia terjebak di tepi jalan raya karena motor nya mogok, bekali - kali di starter tetap tidak bisa hidup. Karena lelah ia duduk di tepi trotoar mendinginkan kepalanya yang mulai panas karena emosi.

" Ayolah, jangan seperti ini.. kau tau kan bengkel jauh dari sini," Johan berbicara kepada benda mati di depan nya itu.

" Please, mau hidup ya.. kalau tidak, aku jual saja kau ke tempat barang rongsokan," Johan kesal ia menendang roda belakang motornya itu.

Setelah beberapa saat Johan kembali mencoba menghidupkan motornya, dan........menyala....

" Hahahahaha,, takut dicampakkan kau rupanya, gitu donk, jangan buat aku susah" Ia tertawa kegirangan sambil mengelus - elus body motornya itu. Beberapa orang yang lewat memperhatikan tingkah Johan yang tertawa dan bicara sendiri. Tapi hal itu tidak diambil pusing olehnya. Ia pun menaiki kuda besi itu dan bersiap pergi.

"Oke mari kita semangat mencari nafkah hari ini, jangan bikin ulah ya motor kesayangan." Johan mulai menjalankan motornya.

Baru berkendara sekitar 10 menit Johan keluar jadi jalan besar dan sekarang melalui jalan jalan kecil. Ketika tengah asik berkendara ia dikejutkan dengan mobil sedan di depan nya yang secara tiba- tiba berhenti .

Tabrakan pun tak terhindarkan, motornya menabrak bagian belakang mobil itu. Ia pun terjatuh karena kehilangan keseimbangan. Beberapa orang yang melihat langsung menghampiri membantu nya berdiri. Untung saja tak ada luka, hanya spion motornya patah dan beberapa goresan di body motor.

Johan tersulut emosi melihat pengendara mobil sedan yang tak tau aturan itu. Ia berjalan ke arah sedan dan mengetuk kaca samping pengemudi.

Beberapa kali diketuk kaca mobil tak kunjung diturunkan. Entah apa mau orang ini, kabur juga tidak turun juga tidak dari mobil nya. Renata adalah orang yang berdiam diri dalam mobil itu. Cukup terkejut dengan apa yang terjadi membuat Rena sedikit panik. Dia bukan nya tak mau turun atau membuka kaca mobil nya hanya saja ia sedang berusaha menenangkan detak jantung nya yang kencang seperti habis lari maraton.

Setelah cukup lama menunggu, kaca samping itu diturunkan. Johan melihat sosok wanita muda di dalam mobil itu. Mata mereka beradu pandang.

" Turun kamu," bentak Johan

Renata berusaha untuk tetap tenang dan terlihat berkelas.

"Ya minggir dong, gimana saya mau buka pintu kalau kamu menempel di pintu mobil saya,"

Johan mundur beberapa langkah supaya wanita itu bisa membuka pintu mobilnya.

Kini mereka sedang berdiri saling berhadapan di tepi jalan. Menyelesaikan masalah yang baru saja terjadi.

" Kamu itu bisa nyetir nggak,??" kalau mau berhenti kasih kode jangan mendadak, yang makai jalan bukan kamu saja. Pertimbangkan juga keselamatan orang lain," Johan menatap tajam wanita di depan nya.

"Saya udah kasih kode, kamu aja yang melamun bawa motornya." Renata balik menatap tajam Johan.

" Sudah salah, tidak mau ngaku salah ya, jelas kamu yang salah," Johan mulai tak bisa mengendalikan emosinya.

Beberapa orang yang membantu nya tadi hanya bisa menonton. mereka juga tak tau siapa yang salah karena memang tak melihat kejadian sebenarnya.

" Saya tak mau tau, saya minta ganti rugi," Johan menyodorkan tangan nya minta wanita itu memberi kompensasi.

" Ya tidak bisa gitu, kamu yang nabrak mobil saya kenapa saya yang harus bayar," Renata tak mau disalahkan.

" Jangan memancing saya berbuat kasar ya," gertak Johan.

" Saya mau bayar kalau kamu punya bukti bahwa itu kesalahan saya," Renata tak gentar.

Johan memperhatikan beberapa orang yang sedang menonton perdebatan mereka, kemudian dia bertanya.

" Mas tadi lihat kan kalau dia berhenti mendadak,? " Johan menunjuk orang terdekat, namun pria itu menggeleng . Johan menunjuk orang berikut dan berikutnya tapi jawab mereka sama saja tak satu pun yang melihat saat itu.

Renata tersenyum menang. Merasa dia terselamatkan.

" Kamu jangan memanfaatkan situasi ya," johan bertambah geram melihat wanita itu tersenyum mengejek.

" Saya sedang buru-buru jadi kita sudahi saja,,tenang saja saya tidak akan minta ganti rugi untuk mobil saya yang kamu tabrak karena kamu pasti tidak punya uang kan,"

Johan merasa harga dirinya diinjak -injak tak bisa menahan diri meskipun yang dia hadapi seorang wanita. Dia mencengkram lengan Renata,sehingga wanita itu sedikit meringis kesakitan.

" Apa apaan kamu, jangan macam macam sama saya" Renata meronta.

" Sebelum kamu akui perbuatan kamu dan minta maaf saya tidak akan melepaskan." Johan geram

Beberapa orang yang tadi menonton mereka membubarkan diri,tidak ingin terlibat dengan pertengkaran kedua orang yang sama sama tak mau mengalah.

Sepasang mata yang dari tadi memperhatikan dari jauh menghampiri mereka. Seorang laki laki paruh baya menengahi pertengkaran itu.

" Sudah mas, lepasin tangan mbak nya , kasihan " pria itu menghentikan Johan.

" Tapi pak, dia benar benar keterlaluan," Johan melonggarkan cengkraman nya dan perlahan melepaskan.

" Saya tau mas, saya lihat kejadian sebenarnya kok" tutur pria paruh baya itu.

Renata terkejut mendengar pernyataan pria tua itu.

" Memang mbak nya tadi berhenti mendadak, saya jelas melihatnya" lanjut pria itu.

" Tu kan benar, dia yang salah, nggak ngaku juga kamu" Johan bersemangat bisa membalas wanita di depan nya ini.

" Bapak jangan sembarangan memberi saksi dong, " Renata mencoba membela diri lagi.

" Itu disana, ada CCTV mbak, kalau mbak nggak percaya kita bisa lihat rekaman nya" pria tua itu menunjuk ke tiang tak jauh dari mereka sekarang berdiri. Memang ada CCTV disitu.

Renata mati kutu ,Tak bisa mengelak lagi.

" Sekarang kamu masih mau mengelak?" Johan kembali menyudutkan Renata

" Mana kompesasi untuk motor saya, jangan diam aja donk,"

Tanpa banyak bicara renata mengeluarkan sebuah kartu nama dari saku baju nya.

" Saya tak punya uang tunai, ini kartu nama saya hubungi saja no yang tertera disitu nanti akan dikirimkan uang kompesasinya ke rekening kamu" Renata menyerahkan kartu namanya.

Johan menerima kartu nama itu, disitu tertulis nama "Friska" nama perusahaan alamat beserta no telepon.

" Oke tapi masih ada lagi," Johan memasukkan kartu nam itu ke saku jaketnya.

" Apalagi?" tanya Renata ketus.

" Permintaan Maaf yang tulus," Johan menyeringai penuh kemenangan.

Renata tak bergeming, dia pergi begitu saja tanpa peduli pria itu berteriak teriak menyuruhnya minta maaf.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!