NovelToon NovelToon

Cinta Para CEO Tampan

Kinara Intan Permata

Kinara melangkahkan kakinya dengan begitu yakin, iya dia akan merantau ke kota karena dia adalah tulang punggung keluarga.

Kinara hidup dengan kedua orang tuanya dan satu adik laki-laki.

Kinara adalah gadis yang berusia 20 tahun dan dia juga hanya tamatan SMA, dia pergi merantau ke kota berharap dia bisa sukses dan bisa membahagiakan keluarganya.

Kinara adalah gadis polos, sebelumnya dia belum pernah pergi ke kota apalagi kerja di kota. Karena setiap harinya dia hanya membantu kedua orang tuanya bekerja di kebun.

Dengan penampilan seadanya dan apa adanya, Kinara berpamitan kepada kedua orang tuanya untuk merantau ke kota.

Kinara membawa satu tas besar berisi pakaian, dan kini keluarganya mengantar Kinara ke terminal bus.

"Ma, pa, Nara berangkat dulu ya! Mama dan papa jaga kesehatan!" Kinara memeluk kedua orang tuanya secara bergantian.

"Kamu hati-hati ya nak, ingat jaga kesehatan di kota!" Kata Rani, yang tidak lain adalah mamanya Nara. Dia tidak rela melepas kepergian Nara untuk memantau ke kota.

Kinara hanya mengangguk, kini air matanya sudah menetes membasahi pipi mulusnya. Nara melihat adik laki-lakinya yang berdiri di samping mamanya.

"Natan, kamu jaga mama dan papa ya! Kabari kakak kalau penyakit mama kambuh," pinta Nara dan dia memeluk Natan dengan erat.

"Iya kak, pasti Natan akan kabari kakak." Jawab Natan, dia juga menangis apalagi kakaknya ini adalah teman berdebat bagi Natan, pasti Natan sangat sedih.

Nara melepaskan pelukannya dari pelukan Natan, lalu dia melihat papanya.

"Papa, ingat Nara tidak mau menikah dengan Ricky. Nara tidak suka padanya!" Kata Nara dengan tegas.

Ricky adalah pemuda desa yang tidak lain adalah anak orang kaya di desa Nara tinggal. Dan Ricky itu sangat menyukai Nara jadi Ricky begitu antusias untuk menjadikan Nara sebagai istrinya, tapi Nara selalu menolaknya.

"Kamu ini bagaimana nak? Ricky adalah anak orang kaya di desa ini, jika kamu menikah dengan dia pasti hidupmu tidak akan susah lagi dan kamu tidak perlu repot-repot memantau ke kota," tutur Anwar. Yang tidak lain adalah papanya Nara. Tapi Nara hanya menatap sang papa dengan tatapan kesal, dasar papanya ini matre sekali.

Setelah berpamitan Nara langsung naik ke bus untuk berangkat ke kota.

Setelah bus Nara berangkat, kedua orang tuanya dan adiknya itu pulang ke rumah.

*****

Setelah menempuh perjalanan beberapa jam, akhirnya Nara sampai di kota dan dia sedang menunggu sahabatnya menjemputnya.

Clara mengitari terminal bus, dia mencari sosok Nara yang tidak kelihatan.

"Apa anak itu nyasar?" Gumam Laras, dia terus mencari sosok Nara.

Laras adalah sahabat Nara, dia sangat bawel tapi manis sekali seperti gula.

Nara hanya duduk di sebuah kursi, perasaannya begitu takut apalagi ini pertama kalinya Nara menginjakkan kakinya di kota.

"Laras mana?" Gumam Nara pelan, kini dia kawatir sahabatnya itu tidak menjemput dirinya.

Nara terlihat sedih, dia takut bagaimana jika Laras tidak menjemput dirinya? Dia akan tidur dimana nanti?

Laras tersenyum saat melihat gadis cantik dengan rambut yang di cepol dua dan baju yang sangat kampungan.

"Nara, akhirnya aku menemukanmu!" Laras langsung memeluk Nara, membuat Nara merasa sangat tenang.

"Laras, akhirnya kamu datang." Kata Nara disela-sela pelukannya.

"Dasar kamu ini, pastilah aku datang. Sekarang ayo, kita pulang ke rumahku!" Ajak Laras dengan antusias.

Mereka berdua menuju ke mobil dan Laras langsung melajukan mobilnya menuju ke rumahnya.

"Bagaimana?" Tanya Laras.

"Bagaimana apanya?" Nara tanya balik.

"Perjalanan kamu ke kota, apa ada masalah?" Jelas Laras dan itu membuat Nara tersenyum kecil.

"Lancar Ras, di kota indah sekali ya Ras banyak sekali lampu-lampu di pinggir jalan," Nara melihat jalanan yang begitu indah.

Coba kalau di kampung Nara, pasti begitu gelap apalagi di kampung masih sangat jarang adanya lampu.

"Iya, nanti aku ajak kamu jalan-jalan biar kamu tahu." Kata Laras, dia menghentikan mobilnya tepat di depan rumahnya.

Nara begitu kagum melihat rumah Laras, sungguh besar sekali dan ada beberapa mobil di depan rumahnya.

"Rumah kamu bagus sekali Ras," puji Nara dengan penuh kekaguman.

Laras dan Nara kenal dulu waktu jaman mereka sekolah SMA, dulu Laras tinggal di desa yang sama dengan Nara. Tapi karena papanya Laras mendapat proyek besar di kota akhirnya Laras terpaksa harus pindah sekolah, tapi mereka berdua tidak pernah lepas kontek, mereka sering kirim-kiriman surat untuk mengetahui kabar satu sama lain.

"Iya Ra, tapi aku hanya tinggal sendirian saja." Kata Laras, terlihat pelupuk matanya menahan air matanya agar tidak sampai keluar.

Nara menyadari itu, dia melihat sahabatnya ini dengan tatapan begitu tulus.

"Kamu kenapa Ras?" Tanya Nara, terlihat kawatir di benak matanya.

"Kedua orang tua aku sudah meninggal dan aku sekarang hanya hidup sebatang karah," akhirnya Laras meneteskan air matanya, karena tidak kuat menahan kesedihannya.

Nara langsung membawa Laras masuk ke dalam pelukannya, saat ini dia hanya bisa menenangkan Laras dalam pelukannya.

"Ras, jangan sedih! Maaf aku tidak tahu," kata Nara dia terus memeluk Laras.

Laras melepaskan dirinya dari pelukan Nara, lalu mereka berdua masuk ke dalam rumah Laras. Kini mereka duduk di sofa, Laras juga menceritakan kepada Nara kalau orang tuanya meninggal karena sakit keras.

"Kita dari tadi terus mengobrol, bagaimana kalau kita makan dulu?" Laras beranjak dari tempat duduknya, lalu dia menuju ke dapur.

Nara mengikuti langkah kaki Laras, kini di dapur Nara yang memasak dan Laras hanya duduk menunggu masakan siap.

Setelah makannya siap, Nara dan Laras sama-sama menikmati makanan malam bersama.

"Biasanya aku hanya makan sendirian Ra, tapi sekarang ada kamu aku jadi ada teman makan," kata Laras terlihat matanya berbinar senang.

"Mulai sekarang, kita bisa bareng terus Ras." Jawab Nara dan di anggukin oleh Laras dengan begitu senang.

Setelah selesai makan, Laras membawa Nara ke kamar untuk Nara tidur.

Kini Nara terdiam, Laras juga ikut terdiam duduk di samping Nara.

"Kenapa?" Laras membuka obrolan.

"Kamar ini sangat luas, aku tidak tahu harus bilang apalagi padamu Ras. Terimakasih ya Ras," Nara memeluk Laras, hanya ucapan terimakasih yang bisa Nara ucapankan untuk saat ini.

Laras hanya tersenyum, dalam hatinya dia begitu senang karena bisa bertemu dengan sahabat lamanya ini.

"Sudahlah, kamu mandi dulu terus istirahat! Kamu pasti sangat lelah hari ini," kata Laras melepaskan dirinya dari pelukan Nara.

Nara menganggukan kepalanya, lalu dia bergegas pergi ke kamar mandi. Laras keluar dari kamar Nara.

Setelah selesai mandi, Nara duduk di tepi ranjang.

"Besok, aku harus mencari pekerjaan!" Nara menghembuskan nafasnya dengan pelan.

BERSAMBUNG 🙏

Terimakasih para pembaca setia 😊

Laki-laki berjas

Jam menunjukkan pukul 6 pagi, Nara sudah bangun dari tidurnya, dia mandi setelah selesai mandi dia berganti pakaian, kali ini pakaian Nara terlihat norak seperti biasanya Nara selalu mengingat rambutnya menjadi dua bagian.

Nara keluar dari dalam kamar, lalu dia pergi menuju ke dapur. Nara meyiapkan sarapan untuk dirinya dan Laras.

Laras yang keluar dari dalam kamar dengan dress cantik yang begitu anggun, membuat Naya ternganga melihat kecantikan Laras yang tidak lain adalah sahabatnya.

"Laras, kamu sangat cantik sekali." Puji Nara, dia melihat Laras dengan penuh kagum.

"Kamu bisa Ra, kamu juga cantik kok." Laras memuji balik Nara.

Kini mereka berdua berjalan menuju meja makan dan keduanya menikmati sarapan pagi bersama untuk pertama kalinya.

"Ras, kamu sudah sangat sapi. Kamu mau kemana?" Tanya Nara penasaran.

"Aku mau berangkat kerja," jawab Laras sambil menyuapkan makanan ke dalam mulutnya.

Nara terdiam, dia juga sebenarnya sangat ingin kerja apalagi tujuan dia merantau ke kota adalah untuk sukses.

"Ras, kamu carikan pekerjaan ya buat aku!" Pinta Nara dengan sopan.

"Iya Ra, aku sudah menghubungi teman aku nanti kamu kerja di cafe miliknya ya!" Jawab Laras, dan Nara mengangguk penuh dengan semangat.

Setelah selesai sarapan, Laras langsung mengajak Nara menuju ke cafe milik temannya.

****

Kini mereka sudah sampai di Cafe, Laras mengajak Nara masuk ke dalam Cafe. Nara terlihat bingung, karena ini baru pertama kalinya dia masuk ke dalam Cafe semewah ini.

"Ini pasti yang datang orang kaya semua," kata Nara matanya melihat-lihat ke setiap sudut ruangan.

Laras hanya tersenyum, dia memaklumi kalau Nara begitu kampungan. Karena memang di desanya tidak ada cafe seperti ini.

"Laras...." sapa Alvian, tersenyum genit pada Laras.

"Dasar mesum," omel Laras melihat senyum genit Alvian.

Mereka itu dua sejoli yang tidak pernah bisa akur, hampir setiap bertemu mereka pasti berdebat.

"Oh iya ini sahabat aku yang mau kerja disini. Ingat jangan genit-genit padanya!" Laras menatap Alvian penuh ancaman.

"Siap, serahkan semuanya padaku. Aku genitnya hanya padamu Laras cantik," goda Al membuat Laras menatapnya tajam.

Laras mendengus kesal dan enggan memperdulikan Alvian.

"Ra, aku kerja dulu ya. Nanti Al akan mengajari kamu semuanya, jika ada apa-apa kamu telpon aku saja!" Kata Laras, dan Nara menganggukan kepalanya pelan.

Laras teringat, bagaimana Nara menelpon dirinya? Sedangkan Nara saja tidak punya ponsel sama sekali. Dan ponsel satu-satunya yang ada di rumahnya Nara tinggal untuk menelpon ke rumah.

"Al, Nara tidak ada ponsel. Jika ada apa-apa kamu yang kabari aku!" Laras menatap Alvian dan dengan cepat Alvian mengangkat tangan dengan posisi hormat. "Siap Ratuku."

Laras berlalu pergi untuk berangkat kerja, sedangkan Nara hanya diam saja karena tidak tahu apa yang harus dia lakukan?

"Ra, kamu panggil aku Al saja! Oh iya, aku akan menunjukkan pekerjaanmu. Ayo ikuti aku!" Ajak Al dan Nara mengikuti langkah kaki Al.

Al mengajak Nara berkeliling cafe miliknya, dia menunjukkan pada Nara bagaimana dia akan bekerja di cafenya ini.

"Ra, kamu jadi pelayan ya. Lihat seperti mereka, oh iya nanti kamu ganti baju pelayan." Jelas Al, Nara mendengarkan apa yang di katakan oleh Al dengan baik.

Nara melihat cara pelayan lain bekerja, hanya butuh waktu sebentar Nara melihatnya dan dia langsung paham, membuat Alvian tidak harus menjelaskan panjang lebar.

"Sekarang, kamu sudah bisa mulai bekerja!" Kata Alvian mengakhiri pembicaraannya.

Nara menganggukkan kepalanya pertanda mengerti, lalu Al menunjukkan loker kerja Naya untuk Naya berganti pakaian dan menaruh pakaiannya.

"Aku tinggal dulu ya," Al berlalu pergi meninggalkan Nara.

Nara buru-buru berganti pakaian, setelah selesai Nara keluar untuk melayani tamu yang datang ke cafe.

"Pelayan!"

Nara berlari menghampiri salah satu meja pelanggan.

"Iya tuan, ada yang bisa saya bantu?" Tanya Naya dengan begitu ramah.

"Saya mau pesan kopi susu, tapi di tambah coklat sama cemilan."

"Iya tuan, tunggu sebentar!"

Nara pergi untuk mengambilkan pesanan pelanggan itu. Setelah beberapa lama, akhirnya pesanan pelanggan yang tadi siap dan Nara langsung membawa pesanan itu ke meja tadi.

Kini Nara terus melayani tamu, biarpun masih sedikit kagok tapi Nara harus semangat demi keluarganya di kampung.

Jam menunjukkan pukul 12 siang, Nara dan pelayan cafe lainnya makan siang bersama.

"Bagaimana cara aku mengabari orang tuaku di kampung, kalau aku sudah sampai di kota dan sudah bekerja." Naya terlihat bingung, sedangkan dia tidak punya ponsel.

"Aku kirim surat saja, iya benar kirim surat saja!"

Al yang dari tadi ternyata sudah berdiri di belakang Nara, dia ingin sekali tertawa.

"Jaman sekarang kirim surat, Laras sahabatmu ini begitu lugu." Al tertawa dalam hatinya.

"Ra, tidak usah kirim surat. Kamu ada no ponsel yang di kampung tidak? Biar aku telponin saja," Al tiba-tiba duduk di sebelah Nara, membuat Nara terkejut.

"Al, kamu mengagetkanku saja." Kata Nara sambil tersenyum kecil.

Banyak para pegawai lain terkejut melihat Al duduk di sebelah Nara.

"Lihat pelayan baru itu, dia baru datang tapi sudah menggoda Tuan muda."

"Wajar dia hanya gadis udik, tapi Tuan Al pasti tidak akan tertarik padanya."

"Cantikan juga Nona Laras."

"Dasar gadis udik, baru datang saja sudah sok."

Banyak omongan yang main jeplak, padahal mereka tidak tahu kalau Nara adalah sahabat dari Laras.

"Bagaimana, ada tidak no ponselnya?" Al kembali bertanya pada Nara.

"Ada, tunggu sebentar ya!" Nara pergi ke lokernya lalu mengambil lebaran kertas yang berisi no telpon yang ada di rumahnya.

Kini Nara kembali duduk, lalu menyerahkan selembar kertas itu pada Alvian.

"Al, ini no telpon adikku di kampung."

Alvian mengetiknya di ponselnya, lalu dia menekan tombol hijau untuk menelpon adik nya Nara.

Nattan yang sedang memainkan ponselnya, mendengar ada telpon dia langsung mengangkatnya.

"Hallo, maaf ini siapa?" Tanya Nattan sopan.

Al memberikan ponselnya pada Nara, lalu Nara menerimanya.

"Nattan, ini kakak. Bilang pada mama dan papa kalau kakak sudah sampai di kota, kakak juga sudah kerja." Kata Nara.

"Iya kak, nanti Nattan sampaikan pada mama dan papa," jawab Nattan.

"Ya sudah, kakak mau kerja lagi." Nara memberikan kembali ponselnya pada Alvian. Lalu Alvian mematikan saluran teleponnya.

"Terimakasih Al, aku mau lanjut kerja dulu ya!" Nara berlalu pergi dari hadapan Alvian, dia kembali melanjutkan pekerjaannya.

Naya kembali melayani pelanggan yang datang, dia juga terus bersikap ramah pada para pelanggan yang datang.

Kini Nara sedang membawa baki berisi kopi dan jus dan tidak sengaja menabrak seorang laki-laki.

"Gadis bodoh, kamu bisa kerja tidak sih?" Sentaknya, dia begitu kesal melihat jasnya tersiram air kopi bahkan sepatunya juga menjadi kotor.

"Maaf tuan, maafkan saya!" Nara membungkukkan kepalanya, dia merasa menyesal.

"Maaf-maaf," bentaknya lagi.

Tubuh Nara gemetaran, dia takut di pecat apalagi ini baru pertama kali dia kerja.

"Hey, ada apa ini?" Tanya Alvian menghampiri Naya dan laki-laki berjas itu.

BERSAMBUNG 💪

Terimakasih para pembaca setia 🤗

Oh iya, ini visual-visual yang menurut Author cocok ya. Kakak-kakak juga bisa bayangin sendiri-sendiri ya 🙏

Visual Kinara

Visual Alvian

Visual Laras

Laki-laki sombong

"Maaf-maaf," bentaknya lagi.

Tubuh Nara gemetaran, dia takut di pecat apalagi ini baru pertama kali dia kerja.

"Hey, ada apa ini?" Tanya Alvian menghampiri Naya dan laki-laki berjas itu.

"Al, bagaimana sih pelayan kamu itu tidak becus sekali dalam bekerja!" Omel Davin, pada Alvian yang tidak lain adalah sahabat dekatnya.

"Vin, sudahlah! Nara tidak sengaja melakukan ini. Ra, kamu lanjutkan pekerjaanmu saja ya!" Al menarik tangan Davin, ke ruangan kerjanya karena tidak mau sampai ada keributan.

Nara kembali melanjutkan pekerjaan, perasaannya masih takut, dia takut kalau Alvian akan memecat dirinya.

"Nara, kamu kenapa tidak hati-hati sekali sih baru pertama kali berkerja sudah membuat masalah," Nara berbicara sendiri sambil membersihkan tumpahan kopi tadi.

****

Di ruangan Alvian, Davin sedang membersihkan jasnya yang tadi ke tumpahan kopi gara-gara Nara.

"Kamu pecat dia deh Al, bisa-bisanya kamu menerima gadis itu penampilannya saja sangat kampungan," Davin menggerutu sambil membersihkan jasnya.

Alvian sibuk dengan ponselnya, dia sedang main game.

"Gila kamu Vin, dia sahabatnya Laras jika aku memecatnya, pasti Laras akan ngamuk." Al terus fokus dengan gamenya, dia tidak mau tahu dengan usulan Davin.

"Ini baru aku, kalau gadis itu melakukan ini pada pelanggan lain. Bisa-bisa kamu akan bangkrut Al," Davin masih terus menggerutu dan kini dia sudah duduk di sebelah Alvian.

Al menghentikan main gamenya, kini dia melihat ke arah Davin. Memang Davin ini tidak pernah berubah, dia selalu bersikap arogan seperti ini hanya masalah tumpahan kopi saja dia terus mengoceh seperti burung beo.

"Vin, gadis itu butuh pekerjaan jika aku memecatnya aku tidak akan tega, lagian inikan hanya ke tumpahan kopi. Nanti aku belikan jas baru buat kamu," Al mencoba memberikan pengertian pada Davin.

"Tidak bisa, sekarang aku mau ganti baju, mana bajumu? Panggil gadis itu, aku mau menyuruh dia untuk mencuci jasku!" Bantah Davin, dia tetap kekeh dengan apa yang ada di pikirannya. Apalagi kalau bukan menindas orang lain.

"Vin, sudahlah hanya masalah sepele seperti ini. Ayo ke mall sekarang!" Al menarik tangan Davin, tapi Davin menggelengkan kepalanya.

Al kembali duduk, susah kalau sudah berurusan dengan Davin.

"Baiklah, lakukan sesukamu!" Al akhirnya mengalah.

"Panggil gadis itu ke ruangan kamu, sekarang Al!" Suruh Davin, kini terukir senyum yang licik di sudut bibirnya.

Davin mengambil kemeja warna putih milik Al dan dia segera berganti baju.

Al menelpon ke bagian kasir, untuk memanggil Nara.

"Vivi, tolong suruh Nara ke ruangan saya!"

"Baik tuan."

Kini Al hanya diam, entahlah apa yang akan terjadi selanjutnya?

Davin keluar dari dalam kamar mandi dan kini sudah berganti baju milik Al, kemeja warna putih dan di padukan dengan jas warna biru membuat tubuhnya yang indah terlihat begitu sempurna.

Kini Davin kembali duduk, dia tidak sabar menunggu gadis yang sudah menumpukkan kopi pada bajunya.

Di dapur, Nara sedang mencuci gelas-gelas kotor tiba-tiba Vivi datang menghampiri Nara.

"Ra, di suruh ke ruangan Tuan Al!" Kata Vivi dan Nara buru-buru mencuci tangannya.

"Iya Vi, aku akan ke sana." Jawab Nara, dia langsung pergi ke ruangan Al.

"Apa Al, akan memecatku? Lalu dimana lagi aku harus mencari pekerjaan?" Tanya Nara pada hatinya.

Kini Nara sudah sampai di depan ruangan Al, kakinya terasa gemetaran, mau masuk tapi dia tidak punya keberanian, tapi kalau tidak masuk Nara juga takut menambah masalah.

"Nara, ini adalah kesalahan jika kamu harus di pecat ya kamu terima saja!" Nara meyakinkan dirinya sendiri, kini hanya semangat dari hatinya yang membuat Nara harus berani.

"Tok.....tok.... tok...." Nara mengetuk pintu ruangan Alvian.

"Masuk!" Sahut Al dari dalam ruangannya.

Nara membuka pintunya dengan hati-hati, lalu dia melangkahkan kakinya masuk ke dalam ruangan Alvian.

Nara agak menundukkan kepalanya. Dia tidak berani menatap Al ataupun Davin.

"Hey gadis kampungan," panggil Davin dengan nada mengejek.

"Iya tuan, ada apa?" Nara memberanikan diri mengangkat kepalanya.

Davin beranjak dari tempat duduknya, kini dia berjalan mengitari Nara. Tubuh Nara terasa gemetaran, ya seperti di samperin sama guru BK.

"Maaf tuan, saya tadi sungguh tidak sengaja." Nara membungkukkan sedikit badannya, dia mencoba meminta maaf pada Davin.

"Maaf kamu bilang, stock maaf hari ini sedang habis jadi aku tidak menerima maaf darimu, gadis kampung!" Davin tertawa, kali ini dia benar-benar membuat Nara marah tapi Nara menahannya.

"Sombong sekali laki-laki ini, rasanya pingin aku jambak rambutnya itu," batin Nara dalam hatinya.

Nara kembali diam, dia tidak tahu harus bagaimana lagi?

"Sekarang, kamu bawa pulang baju kotor aku lalu kamu cuci dengan bersih! Ingat ini baju mahal, kamu harus mencucinya dengan hati-hati!" Davin melemparkan bajunya ke wajah Nara, Nara menganggukkan kepalanya lalu dia memunggut baju milik Davin satu persatu.

"Dasar laki-laki sombong," batin Nara dalam hatinya.

Al merasa geram pada Davin, hanya masalah sepele tapi Davin berbuat keterlaluan pada Nara.

"Davin, kamu jangan keterlaluan! Kamu bisa memberikan baju itu dengan benar, kenapa harus kamu lempar?" Omel Al, yang dari tadi melihat perlakuan Davin pada Nara.

"Sudahlah Al, gadis kampung ini memang patut mendapatkan perlakuan seperti ini. Lihat penampilannya saja sangat kampungan seperti ini," Davin melihat Nara dengan tatapan tidak suka.

Nara hanya diam sambil memegangi baju-baju milik Davin.

"Sudah Al tidak apa-apa, aku yang salah. Sekali lagi maafkan aku ya Al baru pertama kali kerja sudah membuat kesalahan." Nara merasa tidak enak pada Alvian.

"Tidak apa-apa Ra, Davin memang orangnya seperti ini. Maafkan sikap Davin ya Ra!" Al juga merasa tidak enak pada Nara, mungkin kalau Laras tahu kejadian ini pasti Laras akan mengomelinya.

"Memangnya aku salah apa? Buat apa juga kamu minta maaf atas mamaku Al," Davin semakin sombong.

"Ra, kamu lanjutkan pekerjaanmu saja! Sudah jangan urusin Davin," kata Al dan Nara pergi dari ruangan Al.

Sambil berjalan Nara merasa kesal, bisa-bisanya dia bertemu dengan laki-laki yang begitu sombong seperti Davin.

"Lagian cuma ke tumpahan kopi sedikit saja tapi dia begitu sombong, dasar orang kaya. Apalah aku ini yang hanya orang miskin, kalau hari tidak kerja besok aku tidak makan," batin Nara dalam hatinya.

Sesampainya di dapur Nara kembali melanjutkan pekerjaannya, tapi sebelum melanjutkan pekerjaan Nara menaruh baju-baju itu ke dalam plastik lalu menaruh di lokernya untuk di bawa pulang nanti.

Di dalam ruangan Davin, kini Davin dan Alvian saling menatap dingin.

"Kenapa kamu menatapku seperti itu?" Tanya Davin pada Alvian.

"Hati-hati, takutnya kamu jatuh hati." Jawab Alvian dengan senyum meledek.

"Tidak akan!!!"

BERSAMBUNG 🙏

Terimakasih para pembaca setia 🤗

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!