NovelToon NovelToon

Rayu Candu

Prolog

Di sebuah restoran terkenal, tepatnya di kota besar Jerman-manila. Beberapa kursi dan meja terisi oleh beberapa orang, yang sedang makan di tempat itu. Restoran yang bergaya vintage dengan bel yang bergerincing, ketika seorang pelanggan membuka pintu restoran tersebut. Para pelayan sibuk berlalu lalang, karena waktunya jam makan malam atau dinner dimulai. Hari yang telah gelap menambah suasana hangat, di restoran tersebut.

Di sebuah meja, terlihat seorang wanita yang berwajah datar. Ia meminum sebuah wine berwarna merah dan meletakkannya kembali di atas meja, yang ada di depannya. Raut wajahnya tampak kesal dengan dahi yang mengernyit dan tatapanya terus menatap kearah depan dimana pintu masuk berada. Ya, seorang wanita cantik dengan blus terbuka berwarna merah dan celana panjang ketat hitam berbahan kulit, mengikuti lekuk indah tubuhnya, terlihat sedang menunggu seseorang disana.

Drrrtt...drrrtt...

Suara getaran ponsel yang ada di meja membuatnya terkejut seketika. Ia meraih ponsel itu segera. “Apa kau sudah bertemu dengannya, Elena?” tanya suara seorang perempuan dari dalam ponsel tersebut. Elena tak lantas menjawab, ia terlihat menarik napas dan menghembuskannya seraya menenangkan diri. “HEI! Kau malah menggangguku! Sedari tadi kau terus menanyakan itu! Astaga, Lucy!” ujar Elena dengan seketika menutup panggilan itu karena kesal.

“Apa anak itu tak waras? Bagimana bisa, dia menjadi selebriti papan atas? Bahkan dia begitu cerewet dan tak sabar melebihiku!” gerutu Elena dengan meminum kembali wine yang ada pada gelas tinggi, di dekat tangan kananya. Elena masih mencoba menenangkan dirinya untuk bersabar.

Akhirnya ia memutuskan untuk mengirimkan pesan pada seseorang di ponselnya. Jemari tangannya terlihat menekan layar ponsel dengan cepatnya, dan menyimpan kembali ponselnya di meja. “Astaga! Aku tak pernah dibuat menunggu oleh orang lain!” gerutu Elena dengan melirik jam yang ada di restoran tersebut.

“Breng’sek! Pria itu tidak punya etika dan disiplin yang baik! Baiklah, aku harus akhiri ini secepatnya!” gumam Elena kembali dengan mengetukkan ujung sepatu depan pada lantai.

Elena kembali meraih ponselnya. Ia menekan layar ponsel itu, dan menghubungi seseorang sambil meletakkan ponsel ditelinganya. Terdengar suara sambungan telepon. Tetapi, tak ada jawaban dari panggilan itu. “Sial’an! Apa dia mencoba main-main dengan ku!?” gerutu Elena dengan mencoba menghubungi lagi dan lagi.

Hingga, satu jam berlalu. Tampaknya Elena begitu kesal dibuatnya bahkan ia telah murka dan tak bisa untuk menunggu lagi. Elena pun bangkit dari meja pesanannya dan tiba-tiba tatapannya terhenti ketika ia menatap kearah pintu masuk didepan mejanya. Ya, Elena terpana melihat seseorang datang dengan topi dan masker yang menutupi wajahnya dan berpenampilan begitu tertutup serta mencurigakan.

“Apa dia seorang mata-mata aku penculik? Ah, mungkin saja dia seorang terori’s?” batin Elena yang masih mematung dengan tatapan tak kosong.

“Astaga! Bagaimana ini? Aku harus bergegas pergi dari sini!” batin Elena yang tersadar dari pandangannya itu.

Sosok berpakaian tertutup itu mendatanginya. Tiba-tiba ia duduk di kursi depan mejanya. “Hei, jika kau ingin berbicara lebih baik di mobilku saja!” ucapnya suara pria yang terdengar pelan, sambil menoleh ke kiri dan kanan seolah sedang mengamati situasi.

“Siapa kau? Kau salah orang? Aku tak menunggumu! Jangan kira aku berpakaian seperti ini, kau pikir aku adalah wanita murahan!” teriak Elena dengan suara lantang sambil menggebrak meja. Seketika semu orang melihat ke arahnya. Mereka menatap dengan penuh tanya dan kebingungan, bahkan beberapa orang terlihat tak suka dengan sikap Elena seolah mereka menghakiminya yang membuat keributan.

Hingga seorang pria berpakaian jas rapi, dengan sebuah tag nama disakunya yang bertuliskan manajer. Ia memberi salam pada Elena. “Selamat malam nona! Saya manajer tempat ini. Apa ada yang terjadi? Bisa saya bantu?” tanya pria berpostur tinggi tersebut. Elena menatap ke arah pria sang manajer dengan tatapan serius. “Orang ini tiba-tiba datang dan menghinaku! Cepat usir dia, Pak!” Elena murka. Ia sudah menunggu pria yang beberapa hari berkomunikasi dengannya, bahkan menunggu satu jam lebih.

“Tu-tunggu! Bukan! Saya tak menghinanya! Ini kesalahpahaman!” ucap pria berpakaian tertutup itu.

“Bohong! Seret saja dia, Pak! Lihat, pakaiannya saja sudah pasti dia mencurigakan!” ungkap Elena dengan kesal.

Sang pria pun kemudian di seret keluar sambil memberontak bahwa ia tidak bersalah. Ia pun meneriakkan nama Elena dengan melambaikan tangan seolah meminta tolong. Elena tak mendengarkan ucapan pria itu. Akhirnya Elena pun memutuskan untuk pergi dari restoran. “Sudah cukup aku bersabar menunggunya,” batin Elena dengan berjalan pergi dari sana setelah memberikan biaya minumnya tadi.

Ia berjalan keluar dengan derap langkah kaki yang mengentakkan secara paksa. Ya, Elema dibuat kesal bahkan bertemu orang gila untuknya sudah cukup buruk malam ini. Setibanya di depan pintu masuk, Elena tak lekas pergi dari sana. Ia kembali masuk karena ponselnya tertinggal diatas meja. Terlihat dari layar ponsel panggilan masuk banyak sekali. Yang diantaranya dari Lucy, Darren dan pria yang di tunggunya bernama Mike Lorraine.

Ia adalah bangsawan Jerman yang akan dijodohkan dengannya. Elena Leonard Prusia wanita dengab darah bangsawan yang di paksa untuk kembali ke istana kerajaan. Padahal sang ayah telah memutuskan untuk pergi dari kehidupannya di istana, serta memutuskan mencopot gelar pangeran mahkotanya, untuk menikah dengan ibu dari Elena, Rossaline.

Elena menghubungi pria itu. Pria yang bernama Mike itu berada di ruangan kantor dari restoran tersebut. Seketika mendengar ucapan dari pria yang bernama Mike itu pun, Elena masuk kembali ke dalam restoran. Ia bertanya mengenai kantor daro restoran tersebut karena temannya berada disana. “Oh, baik! Silakan ikuti saya,” ucap salah seorang pelayan di restoran itu.

Elena berjalan masuk dengan mengikuti sang pelayan wanita dengan wajah datarnya. “Mengapa ia tak masuk saja ke restoran? Apa ia sebetulnya pemilik restoran ini?” batin Elena yang tiba-tiba merubah raut wajahnya dengan terkejut. Tibalah, ia di depan sebuah pintu bertuliskan kantor. Tempat itu jauh dari tempat makan para pelanggan tadi. Sang pelayan tadi mengetuk pintu dan menyahut seseorang yang ada di dalam. Hingga suara jawaban seorang pria terdengar dari dalam.

“Silakan anda masuk, nona!” ucap sang pelayan wanita dengan ramahnya.

Elena melangkah masuk dengan mantap. Ia berjalan menuju kearah seorang pria yang membelakangi pintu masuk. “Selamat malam, Pak! saya datang untuk menemui teman saya, Mike.” Elena berkata begitu sopan pada sang manajer.

Seketika pria berpakaian sweater hitam seleher dengan celana hitam serta topi hitam pun mulai berbalik kearah Elena. “Astaga!” ucap Elena yang terkejut dengan melongo keheranan, sambil menutup mulutnya yang menganga dengan telapak tangan.

To be continue...

Awal mula

“M-Mike? Ja-jadi tadi...,” ujar Elena kembali yang gugup.

“Pak, manajer! Lihat dia mengenalku kan? Jadi anda bisa membebaskan saya? Saya sudah bilang bahwa ini kesalahpahaman!” ucap Pria bermata biru dan berkulit putih pucat itu. Elena hanya bisa tersenyum paksa dengan rasa canggung dan pipinya yang memerah karna malu. Mike berbicara pada Elena bahwa ini adalah kesalahpahaman dan meminta Elena untuk berbicara pada sang manajer restoran agar melepaskannya.

“Hmm, maaf Pak manajer! Sebetulnya saya tak tau itu adalah Mike, pria yang saya tunggu. Karena ia memakai pakaian yang tertutup dan mencurigakan. Serta ia tadi mengajak untuk berbicara di luar restoran jadi saya pikir itu... orang lain,” ungkap Elena dengan suara pelan dan canggung.

Untung saja sang manajer melepaskan Mike begitu saja. Karena bila memang orang yang mencurigakan datang, mungkin ia telah melaporkannya pada pihak berwajib. Elena pun berterima kasih dan meminta maaf atas keributan yang terjadi tadi.  Akhirnya Mike serta Elena pun pergi dari ruangan itu. Sepanjang perjalanan menuju tempat parkir, tak ada satu kata pun yang keluar dari keduanya. Masing-masing mereka terhanyut dengan pikirannya.

Hingga mereka pun tiba di tempat parkirkan . Mike mengajak Elena untuk berbicara di mobil dan ia alam mengantarkannya pulang. Elena tak mengangguk ia hanya berjalan masuk kedalam mobil berwarna hitam, dengan brand terkenal Bugatti. Elena terduduk di kursi depan sesaat setelah di bukakan pintunya, oleh Mike. Mereka pun pervi dari restoran itu menuju jalanan malam hari yang gelap dan hanya lampu-lampu jalanan yang meneranginya.

Elen mencoba mencairkan suasana dengan meminta maaf pada Mike, tetapi pria itu hanya berkata Ya dan mengangguk saja, seolah tak terjadi apa pun. Lantas, Mike mengalihkan pembicaraan. Ia menanyakan hal apa yang ingin di ucapkan, Elena mengenai perjodohan mereka. Elena terdiam. Ia berpikir dengan baik dan benar, tentang apa yang ini di utarakannya saat ini. Lantas, setelah beberapa menit berpikir. Mike yang serius menyetir kini menoleh kearah sampingnya di mana Elena berada dengan raut wajah bingung.

“Apa kau baik-baik saja? Apa kau tak enak badan?” tanya Mike dengan kembali menatap serius keluar jendela depan sambil mengemudi. Elena mulai berbicara bahwa ia memang tak ingin menikah. “Oh, apa kau tak ingin menikah karena perjodohan? Dan lalu kau mempunyai kekasih serta kau ingin menikah dengan kekasihmu?” tanya Mike dengan entengnya.

Elena menggeleng perlahan. Ia menelan ludah sambil berbicara dengan menunduk. “Tidak! Bukan itu alasannya!” ucap Elena lagi yang kemudian menekan layar ponsel yang ada di tangannya sedari tadi. Mike menoleh kearah Elena kembali tanpa bertanya. Lantas, Elena memberikan alasannya, “Aku seorang pria! Aku tak ingin menikah karena aku seorang pria, dengan melakukan operasi tubuh bagian atas,” ucap Elen bohong, yang kemudian menatap Mike dengan menunjukkan tubuh bagian dad’anya.

Ckkitt...

Suara rem mobil yang mendadak terhenti, membuat Elena terkejut dengan memegang kuat pada sabuk pengamannya. Mobil itu berhenti tepat di pinggir jalan. Mike menatap wajah Elena dengan kening yang mengerut dan tatapan wajah serius. Beberapa menit tak ada jawaban dari Mike. Mereka hanya saling bertatapan beberapa menit. Bahkan kini debaran jantung yang lebih cepat dari Elena kian menjadi.

 Wanita dengan rambut keriting menggantung berwarna coklat keemasan, hidung yang mancung, dengan dagu dan rahang yang kecil. Bibirnya mirip bunga mawar merekah indah. Bahkan kesempurnaan wajah dan tubuhnya yang ramping, bak putri cantik dari negeri dongeng. Elena berusaha menahan pesona dari pria yang ada di hadapannya itu. Ternyata benar yang di bicarakan orang banyak. Bukan hanya genius dan tampan, bahkan hanya melihat sekilas sosoknya saja, orang yang melihatnya akan dibuat terpana dan ingin terus menatapnya.

 Lantas, pria yang di cintai dengan nama keturunan dari bangsawan Lourren itu, mulai membuka mulutnya seraya berbicara. “Aku tak mengerti? Mengapa kau berbicara hal privasimu padaku? Karena kau memang telah memberitahukan bahwa kau tak menyetujui perjodohan ini? Lagian, saya tak ingin mengetahui tentang kehidupan pribadimu,” ungkap Mike dengan berbicara enteng dan biasa saja, seolah ia biasa dengan hal aneh di sekitarnya.

“Hah? Bukan begitu maksudku! Aku bukannya menganggap kita sudah dekat, tapi... Ka-kau harus mengetahui yang sebenarnya!” jelas Elena dengan gugup.

“Oh, baiklah! Aku pun tak ingin perjodohan ini terjadi, tapi...” ungkap Mike yang ucapannya terhenti ketika ia sedang mengemudi.

“Tapi? Tapi apa?” tanya Elena dengan penasaran.

“Tapi, aku harus melakukannya demi nenekku yang sedang sakit!” jawab Mike yang menghentikan mobilnya.

Elena tak percaya dengan apa yang ia dengar dari mulut pria yang dikenal sebagai diktator itu. “Hei, mengapa kau menghentikan mobilnya?” tanya Elena yang melihat ke arah luar jendela yang ada di sampingnya. “Apa kau tak ingin pulang? Jadi kau ingin pergi ke rumah ku?” tanya Mike dengan entengnya.

“Astaga! Ternyata, pangeran sang genius pun pandai merayu? Bahkan pada wanita, setengah pria sepertiku?” tanya Elena dengan ucapan menyindir.

“Hah? Hahaha... mengapa semua hal yang kau pikirkan itu selalu salah paham?” celetuk Mike dengan tertawa terbahak-bahak.

 “Hei! Aku serius sekarang! Aku tak ingin menikah dan terikat oleh kerajaan!” ucap Elen dengan membuka sabuk pengaman dan segera ia membuka pintu mobil, karena ia telah tiba di rumahnya.

Tiba-tiba Mike menarik lengan Elena. Ia kembali terhempas dan jatuh keatas jok mobil. Mike berkata bahwa mereka belum selesai dengan pembicaraan yang serius itu. “Hei! Apa kau selalu kasar? Kau menarik lenganku begitu keras! Astaga! Kau bahkan membuat lenganku memerah! Ckckckck,” ucap Elena kesal yang menarik lengannya kembali dari genggaman Mike.

“Maaf, saya tak bermaksud untuk menyakitimu. Tolong, tutup pintunya terlebih dahulu!” ujar Mike dengan mengambil sebuah barang, dari kursi belakang.

Elena segera menutup pintu mobil, sambil mengusap dan meniup pergelangan tangannya yang merah. Mike membuka sebuah tas koper kecil. Ia mengeluarkan sebuah folder dengan kertas didalamnya. “Ini! Kita buat perjanjiannya saja! Mungkin hanya sekitar satu tahun! Kita menikah hanya untuk satu tahun, dan bercerai! Bagaimana?” tanya Mike dengan menyodorkan sebuah kertas dan bolpoin pada Elena.

Elena terdiam. Ia tak lantas menandatangani kertas bertuliskan tinta hitam tersebut. Tetapi, Elena membacanya dengan teliti. “Aku hanya mencari orang yang tak menyukaiku! Tapi bukan berarti orang itu,  tak menyukai seperti haters yang  selalu menganggapku buruk. Tapi lebih ke pada, ke tidak tertarikkan satu sama lain! Dan orang yang tepat adalah kau,” ungkanya dengan bicara enteng seperti biasanya.

Elena kemudian mengalihkan pandangan dari berkas itu. Ia menatap Mike dengan serius. “Satu tahun terlalu lama untuk ku! Aku tak mau!” ungkap Elena dengan memberikan kembali berkas itu pada Mike. “Lalu, bagimana dengan, hmm.. 10 bulan?” tanya Mike dengan menyodorkan kembali befkas itu. Elena tetap memggelengkan tangannya, karena ia tak suka hidup di istana yang banyak sekali peraturannya dan membuatnya tak bebas.

“Baiklah! Bagaimana dengan 6 bulan dan kita tanpa harus tinggal di istana? Kita hanya tinggal dirumah yang sama, dan jika ada pesta kerajaan dan pertemuan yang melibatkanmu, kau harus datang! Lagian saya setiap hari tak akan ada di rumah karena panggilan tugas saya,” jelasnya yang menawarkan perjanjian itu. Elena terdiam. Ia tetap tak ingin menikah dan tak ingin orang mengetahui tentang identitas Seksu*aal, aslinya.

To be continue...

Flash Back

#Satu tahun sebelumnya

Matahari sedikit demi sedikit keluar,  dengan pertanda semburat cahaya keputihan, muncul dari balik pegunungan tinggi yang terlihat didaerah itu. Terlihat pula, sebuah jendela yang berkaca besar dan dihiasi oleh tirai putih yang tampak berayun kesana kemari. Menandakan angin yang berembus masuk dari luar sama melalui jendela sebuah ruangan besar.

Rumah, yang memang untuk sebagian orang adalah tempat beristirahat. Juga sebagai tempat perlindungan dari kejamnya dunia luar. Disudut lain di rumah besar, tampak seorang wanita yang tengah terbangun dengan setengah kesadarannya karena Ia masih lelah dan mengantuk. Bagaimana tidak? Wanita dengan surai coklat kemerahan, mata yang besar dan bahkan lekuk tubuhnya seolah siapa pun yang melihatnya akan terpikat. Cantik, semua orang akan mengatakan itu hanya dengan sekali pandangan mata saja.

Ia menghabiskan malam panas, kemarin malam bersama orang yang di cintainya. Tubuh yang masih lemas, kini ia paksa untuk terbangun. Sambil sesekali ia gosok kedua matannya tangannya. Rasanya seperti mimpi. Karena selama beberapa tahun lamanya ia bertunangan dan selalu menjaga kesuciannya, tadi malam ia melakukan malam yang panas karena hari ini ia akan melangsungkan pernikahan.

Ya, Wanita yang bernama lengkap Elena Pierre itu telah menyerahkan seluruh miliknya, pada sang kekasih sekaligus tunangan yang akan menjadi suaminya hari ini. Elena tersenyum ketika mengingat kejadian tadi malam. Meskipun di sekujur tubuhnya tak ada tanda merah, yang menandakan bahwa tubuhnya telah diserahkan pada lelaki itu. Hanya karena sang lelaki itu berkata bahwa, Elena harus memakai gaun pengantin dengan atasan terbuka dan itu akan membuat dirinya bersalah dihadapan semua orang, yang ada ketika pesta pernikahan di langsungkan.

Elena kembali tersenyum ketika, wajah sang pria yang dicintainya terbayang saat ini. Ketika pria itu mengecup mesra bibirnya dan membuatnya merasa bahagia. Ia merasakan hal yang tak pernah ia rasakan selama ini, rasanya seluruh dunia hanya miliknya. Walaupun daerah sensitif yang ada di bawahnya kini, terasa begitu perih tetapi, itu tergantikan dengan perasaan bahagia yang kini akan membuatnya menjadi nyata.

Elena menoleh kearah jam yang ada di atas nakas, disamping ranjang tidur besarnya. Terlihat saat ini waktu yang telah menunjukkan pukul, empat pagi. Seketika itu Elena bergegas bangkit dan berjalan dengan langkah gontai menuju kesebuah pintu yang ada di paling ijung ruangan itu. Disana ia bergegas membuka pakaiannya untuk membilas tubuh indahnya itu.

Tok...tok...tok...

Suara pintu yang di ketuk begitu nyaringnya, membuat sang wanita bermata coklat terang itu terkesiap. Raut wajahnya menandakan bahwa ia begitu terkejut seraya menoleh kearah kiri, dimana pintu ruangan itu berada. “Nona! Nona Elena! Ini saatnya untuk anda bersiap!” teriak seseorang dari luar dengan bersuara wanita.

Elena memang tak mendengar suara itu, karena suara air dari keran yang mengguyur tubuhnya kini membuat pendengarannya terganggu. Beberapa kali pintu di ketuk dan sahutan itu pun terus menerus di gaungkan. Tetap saja, Elena tak mendengar sahutan dari sang pelayan di rumahnya itu. Hingga, Elena pun selesai dengan acara mandinya tersebut. Ia bergegas mengambil jubah handuk mandi, dari dalam sebuah lemari didinding atas kamar mandinya itu.

Kakinya yang terbalut kulit putih bak susu itu, mulai berjalan masuk kedalam ruangan kamarnya. Dengan menggosokkan handuk pada rambutnya yang basah. Langkahnya kini  menghampiri meja rias, yang selalu ia pergunakan dalam kamar bernuansa violet itu. Hingga pendengarannya mulai menangkap suara ketukan pintu, dari luar. Ia segera menyahutnya, seraya memberitahukan bahwa dirinya telah terbangun saat ini.

“Ya! Aku telah selesai membilas!” ucap Elena sekilas yang lalu bergegas menuju pintu kamarnya.

Klek. Suara pintu terbuka oleh jemari tangan lentik, milik wanita muda yang berumur 24 tahun dari dalam kamar. Diluar pintu, tampak jelas seorang wanita dewasa, yang tekah berumur. Wanita itu terlihat tergesa dengan ucapannya. “Nona, mari kita turun! Penata rias anda telah menunggu di ruangan utama!” ujar sang wanita paruh baya, dengan tangannya yang menjulur kedepan, seraya mempersilahkan untuk pergi.

“Oh, baiklah!” ujar Elena yang berjalan mendahului sang bibi pelayannya.

Mereka berjalan menuruni sebuah lift yang akan membawa ke lantai utama di rumah itu. Ya, rumah besar itu bahkan terdapat lift untuk tiba di beberapa lantai di rumah tersebut. Memang rumah itu tak terlalu banyak lantai seperti gedung pencakar langit yang di pakai oleh banyak perusahaan. Tetapi dikarenakan sang ayah yang beberapa tahun ke belakang, mengalami kelumpuhan pada kakinya. Maka dari itu dibuatlah sebuah lift pada rumah yang hanya berlantaikan 4 tersebut.

Ting. Pintu lift terbuka, segera langkah gadis berparas blasteran Jerman itu pergi menuju ruangan utama. Setibanya di ruangan tersebut, terlihat banyak sekali orang yang sedang menunggunya. Ini adalah hari spesial yang Elena tunggu. Ia pun segera di tangani oleh penata rias handal dan beberapa orang lainnya, yang menangani penampilannya untuk pesta pernikahan hari ini.

Semua orang sibuk di dalam sana. Dari beberapa orang yang menangani rambutnya, wajahnya, pakaian hingga aksesoris yang akan ia kenakan. Dari ujung rambut sampai ujung kaki, Elena memilih para penata handal dan profesional di bidangnya. Bahkan ia pun memilih penata kuku jemarinya yang khusus hanya untuk mempercantik kuku jari di hari ini.

 Hingga, beberapa jam berlalu. 3 jam Elena merias penampilannya dan akhirnya selesai juga. Ia bak putri kerajaan, yang segala hal pada penampilannya kini begitu indah, elegan dan sangat memancarkan aura kecantikannya. Bahkan barang-barang yang ia kenakan sekarang, bernilai puluhan ribu dolar, dan itu hanya satu benda saja yang ia kenakan. Mungkin jika di total, Elena menghabiskan beberapa mobil mewah juga rumah mewah, hanya untuk penampilannya saat ini.

Memang Elena selalu memakai pakaian dengan brand terkenal, seperti pakaian yang dipakai para selebriti Hollywood. Sang ayah memang salah satu keturunan bangsawan di Jerman, jadi tak ayal jika kekayaannya sebanding dengan para miliuner dan para sosialita kelas atas. Tetapi, memang sang ayah yang menikah dengan orang biasa bahkan sang ibu dari Elena bukan kewarganegaraan Jerman, sehingga ia tak diizinkan untuk menyandang gelar, dari keturunan bangsawan di Jerman.

Sang ayah akhirnya memutuskan pergi dan melepas gelar kebangsawanannya, demi menikahi sang gadis yang dicintainya, yaitu ibu dari Elena. Dengan tekad yang kuat dan motivasi serta dukungan dari sang istri, ayah dari Elena yang bernama lengkap Leonard Prusia, itu pun membangun usahanya sehingga ia sukses dan mendirikan perusahaan yang bahkan perusahaannya terkenal di dunia dan masuk kedalam 10 perusahaan raksasa didunia.

Elena yang telah berpenampilan sempurna itu, kini mulai melangkahkan kaki menuju pekarangan taman belakang. Dimana taman belakangnya begitu luas. Mungkin luasnya sama dengan setengah lapangan sepak bola resmi untuk pertandingan. Elena berjalan perlahan, dengan diikuti oleh beberapa orang pelayannya yang sengaja membantu menaikkan gaun itu, agar Elena tak menginjak gaunnya yang panjang tersebut.

Taman itu kini dihiasi berbagai macam pernak pernik pesta. Bahkan garden party itu bernuansa violet , seperti warna kesukaan Elena. Ia tersenyum dan terhenti tepat di pintu masuk taman, dimana pintu gerbangnya  tamannya itu melengkung dengan lilitan oleh ranting tanaman, yang tumbuh dengan dedaunan rimbun dan juga bunga di sekelilingnya. Elena bahagia melihat keadaa di sekelilingnya saat ini.

“Nona, silakan anda duduk terlebih dahulu. Biar saya bawa sarapan untuk anda,” ujar sang pelayan pribadinya dengan mempersilahkan pada Elena untuk duduk di kursi yang ia sediakan.

Elena duduk dengan anggunnya. Ia tersadar akan sesuatu. “Apa ponselku kau bawa?” tanya Elena pada sang pelayan pribadinya itu. Sang pelayan yang bernama Ruby itu pun merogoh sesuatu pada saku pakaiannya. Ia pun memberikan sebuah ponsel pintar pada Elena. Segera jemari tangan lentik dengan hiasan cat kuku yang dihias begitu canting lengkap dengan batu permata kecil diatas kukunya itu.

Elena menatap layar ponsel miliknya, yang menyala. Terlihat jam pada layar itu menunjukkn pukul 07.37 pagi. “Mengapa dia beluk juga mengirimkan pesan?  Tak seperti biasanya?” gumam Elena yang seketika itu menekan layar ponsel, untuk mengecek notifikasi pesan atau pun panggilan pada ponselnya.

Elena menekan panggilan keluar. Ia menghubungi sang tunangan sekaligus calon suaminya. Tetapi tak ada nada sambungan telepon yang ia harapkan. Bahkan sambungan ponselnya mati dan tak ada nada sambung ponsel dari Xander sang kekasih tercintanya itu. “Apa yang terjadi? Bahkan ponselnya tak aktif?” ujar Elena yang kebingungan.

To be continue...

 

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!