NovelToon NovelToon

Tak Lagi Sama

Pemilik semua hal

🌺 hem... 🌺

Sebelum membaca, saya mau mengingatkan jika alur cerita ini akan lambat.

Konflik berjalan seiring dengan jalan ceritanya.

Jika dirasa membosankan silahkan ditinggalkan.

Dan jika kalian suka silahkan tinggalkan jejak.

Trims 😊

Selamat membaca.

* * *

Jiran, Malaysia.

Disalah satu sudut kota ,tampak seorang wanita tengah sibuk di pelataran tempat mencuci . Kedua tangannya dengan cekatan membersihkan satu persatu piring , sendok, garpu, sumpit dan juga gelas kotor yang menumpuk .

Selesai dengan peralatan makan, kini ia beralih pada peralatan memasak.

Sesekali ia terlihat menyeka keringat di kedua sisi keningnya secara bergantian.

Pukul 10 malam, restoran cepat saji itu sudah terlihat sepi karena memang sudah waktunya untuk tutup.

'' esok kau datang awal sikit, ye ?

Sebab banyak pesanan dari customer yang mesti siap pukul 6 '' pesan wanita bermata sipit dengan rambut yang sudah memutih semuanya.

'' iya, cik '' wanita yang mengikat rambutnya menjadi satu gulungan itu mengangguk .

Ia lalu disodorkan lembaran uang ringgit sebagai upah kerja kerasanya bulan ini.

Setelah menerima dan mengucapkan terima kasih , ia pun pergi meninggalkan tempat yang sudah 3 tahun menjadi sandarannya dalam mengais penghasilan .

Langkahnya terlihat gontai setelah menaiki puluhan anak tangga menuju lantai 5 dari sebuah hunian bersusun yang disebut apartemen.

Ia berjalan menuju salah satu unit dari bangunan berlantai 20 , lalu berhenti tepat didepan pintu bernomor 23 .

Tak langsung masuk, ia justru terlihat merogoh saku dan mengeluarkan lembaran yang baru saja ia terima tadi, lalu membaginya menjadi dua dan dimasukkan kedalam saku yang berbeda.

' cklek ' pintu ia buka.

Kedatangannya ternyata telah ditunggu.

Seorang wanita bertubuh tambun tengah duduk di ruang tengah, seketika menoleh.

'' eng, dah pulang kau ! ?

Hari ni kau terima upah, kan ? Meh bagian aku ? '' wanita yang menyemir rambutnya dengan warna pirang itu menadahkan tangan, lalu membuka tutup - telapak tangannya dengan gerakan cepat.

Ia merogoh saku depannya , mengeluarkan isi kemudian menyerahkannya .

'' aku ni terpakse tau ! sebab tinggal kat sini bukannya senang '' ucapnya cetus sembari menghitung jumlah uang tersebut.

'' segini, je ? ''

'' maaf, kak Rosmah. Sebentar lagi waktunya untuk cap passpor ''

'' hais... '' mendengus kesal lalu berlalu masuk kedalam kamar.

Ia menghela nafas, lalu melanjutkan langkah ke bagian paling belakang hunian tersebut.

Terlebih dahulu ia mengambil handuk untuk membersihkan diri . Barulah setelah itu ia masuk ke kamar dimana dua orang telah menantinya.

Seorang wanita bertubuh kurus dengan wajahnya yang pucat dan seorang balita laki-laki menyambutnya dengan senyuman.

'' mama '' si bocah tampan yang langsung menghamburkan pelukan padanya.

'' kau dah makan ?'' tanya si wanita itu membelai lembut pundaknya.

Ia tersenyum mengangguk, sembari mengusap punggung bocah yang masih memeluknya erat.

Malam semakin larut. Dengan hanya beralaskan sebuah kasur lantai tipis yang dibeberapa sisinya terdapat jahitan, ketiganya merebahkan tubuh untuk tidur.

'' Na ''

'' eng ?'' yang disebut namanya tengah memperhatikan dan menepuk-nepuk bokong bocah laki-laki yang sudah terlelap .

'' passpor dah nak matikan ?''

'' eng '' mengangguk perlahan. Sorot matanya teduh. Jemarinya kini mulai membelai pipi anak semata wayangnya, Dion.

'' kau mesti balik Indon , Na.

Pikirkan anakmu, Na '' mendekat, kemudian membelai penuh kasih dilengan Nana. Begitu sejak dulu ia dipanggil.

Nana mengangguk. Ia tersenyum dengan menatap sendu pada Siti, wanita yang ia panggil emak.

'' mak ikut, ya '' memalingkan wajahnya pada wanita yang wajahnya semakin terlihat tirus dari sebelumnya.

Siti menggeleng perlahan.

Nana lalu mendudukkan diri, meraih dan membuka koper yang memang tak jauh dari jangkauannya.

Koper yang difungsikan sebagai pengganti lemari yang bukan hanya untuk meletakan helaian baju mereka bertiga saja,namun juga sebagai tempat penyimpanan berkas dan surat pentingnya.

Tinggal 6 bulan lagi masa berlaku paspornya akan berakhir. Dan bukan hal itu saja yang mendesak, anak yang ia lahirkan pun belum memiliki identitas apa-apa.

Ia menarik nafas panjang dengan masih melihat pada paspor dan juga lembaran surat-menyuratnya.

Ia harus kembali ke Indonesia.

Sudah empat tahun berlalu sejak ia memutuskan pergi meninggalkan negaranya.

Masih jelas diingatnya saat pertama kali datang ke negara tetangganya ini.

Ia yang saat itu dalam keadaan hamil muda harus menerima kenyataan bahwa kehidupan yang akan ia jalani akan lebih sulit dari sebelumnya.

Awalnya ia ditolak mentah-mentah oleh kak Rosmah saat meminta ijin tinggal di kediamannya.

Jika bukan karena suami Rosmah adalah adik kandung dari Siti, Nana tak tau akan seperti apa nasibnya.

Karena wanita yang hamil tanpa suami sepertinya sulit untuk bisa diterima dengan layak.

Namun itu hanyalah permulaan saja.

Ia yang akhirnya diperbolehkan tinggal dirumah tersebut, harus bekerja demi memenuhi kebutuhannya dan juga Siti.

Selain itu , iapun juga harus menyisihkan setiap ringgit yang ia dapat untuk membayar kewajibannya pada negara tersebut, cap paspor yang tiap bulan wajib ia lakukan agar tak dianggap imigran ilegal.

Bukan hanya itu saja ia pun diminta untuk tau diri dengan memberikan upahnya dari bekerja pada Rosmah sebagai ganti uang sewa tempat tinggal.

Banyaknya tanggung jawab membuatnya tak bisa hanya mengandalkan dengan bekerja di satu tempat saja.

Saat Nana tengah mencari pekerjaan, ia tanpa sengaja bertemu dan langsung berkenalan dengan salah satu penghuni apartemen . Dari situ, ia lalu ditawari pekerjaan.

Itu adalah pekerjaan pertama dan yang sampai saat ini masih ia lakukan setiap harinya.

Pukul 5 pagi , ketika semua orang masih terlelap

Nana sudah memulai aktivitas mencari uang.

Dimulai dengan mendorong gerobak yang penuh dengan aneka kue kesebuah di pasar sekaligus memperdagangkan isinya.

Ia lakukan pekerjaan itu hanya sampai pukul 9 saja .

Setelah itu, pukul 10 ia akan lanjut dengan pekerjaan lainnya. Masih dari majikan yang sama, ia akan ke rumah si pemilik gerobak .

Tugas berikutnya dari sang majikan adalah menyiapkan bahan hingga terlibat dalam proses pembuatan berbagai macam kue yang akan dijual di keesokan harinya. Dan pekerjaan tersebut berakhir pada pukul 4 sore.

Ia bersyukur, selain jam kerja yang tak begitu menyita banyak waktu , untuk urusan perut iapun di tanggung . Bahkan tak jarang pula ia di beri kue sebagai oleh-oleh. Dan tentu saja itu diluar dari upah yang ia terima.

Nana bersyukur sebab majikannya begitu baik dan peduli padanya.

Tapi dua pekerjaan itu saja tidak cukup untuk memenuhi kebutuhannya.

Apalagi saat ia melahirkan Dion.

Ia butuh tambahan biaya .

Sang majikan yang iba terhadapnya lalu mengenalkannya pada seorang pemilik restoran cepat saji yang masih kerabat dekat sang majikan.

Restoran tersebut sedang membutuhkan seorang pencuci piring, dan tanpa pikir panjang Nana pun menyanggupinya.

Tak mengapa pikirnya, asal ia dapat menambah penghasilan .

Ia memulai pekerjaan ketiganya pada pukul 5 dan berakhir pada pukul sepuluh malam.

Ia senang, meski pemilik restoran sangat cerewet dan juga pemarah, namun ia tetap bertahan karena upah yang ia terima 2 kali lipat dari pekerjaan paginya.

Ia pun jadi bisa memenuhi semua kebutuhan dan tanggung jawabnya meski setiap hari harus bekerja dengan peluh dan juga lelah.

* * *

Nana lalu meletakkan lagi surat-menyuratnya kedalam saku koper, dan saat akan menutupnya matanya tertuju pada dompet hitam miliknya .

Nana mengambil dan membukanya .

Tak ada isinya selain sebuah foto yang ia selipkan disalah satu sakunya.

Foto sepasang remaja berdiri dengan latar bersandar pada sebuah mobil silver yang kala itu tergolong salah satu mobil mewah.

Nana tersenyum mengenang masa 10 tahun yang telah berlalu .

Jemarinya perlahan membuka lipatan foto yang memperlihatkan ukuran sebenarnya .

Ternyata dalam foto tersebut bukan hanya ada dua orang saja.

Namun ada satu lagi yang sengaja di tutup dengan melipat sisi tersebut.

Nana menatap dalam pada dia yang ada difoto tersebut.

Dia yang Nana rindukan. Dia yang tak bisa Nana raih meski sangat ia inginkan.

Dan dialah pemilik semua hal yang ada pada Nana.

Foto

🌺 hem... 🌺

* * *

10 tahun lalu.

Di sebuah sekolah Elite terkemuka yang terkenal dalam bidang akademik berstandar internasional, bel tanda jam pulang baru saja berbunyi.

Gerbang dibuka, dan seketika berbondong-bondong murid yang merupakan kelas menengah atas berhamburan keluar.

Ada yang menuju ke bus yang akan mengantar mereka pulang ke rumah masing-masing. Dan ada pula yang sudah ditunggu oleh mobil jemputan pribadi.

Tampak tiga remaja diantaranya berjalan beriringan .

Seorang gadis diapit dua anak laki-laki .

'' papamu kapan pulang ? '' tanya Bian anak laki-laki yang ada di samping kanan si gadis .

Gadis itu melihat dengan mendongakkan kepalanya . Itu karena Bian yang tingginya jauh di atas rata-rata . Bahkan si gadis hanya sebatas dadanya .

Blasteran Kanada-indo bertubuh jangkung itu memiliki tinggi 175 cm dan menjadi murid tertinggi di sekolahnya.

Berbeda dengan anak laki-laki yang berjalan disisi kiri si gadis , Adit. Untuk ukuran remaja yang menginjak masa puber pertumbuhan tubuh Adit tergolong standar.

Atau mungkin si gadis yang ada ditengah mereka itulah yang terlalu pendek.

Karena jika dibandingkan dengan Adit pun tingginya hanya sebatas daun telinganya saja.

Naysila. Atau yang biasa dipanggil dengan Nana, nama si gadis berambut pendek dengan potongan bob berponi depan .

'' gak tau '' Nana menggeleng pada Bian.

Bian menatap Nana yang sudah ia kenal sejak SD.

Hubungan pertemanan itu terus berlanjut karena mereka yang selalu berada di satu sekolah yang sama hingga duduk di bangku SMA.

'' o, ya Bi. Ntar sore jadi mau ke pameran sepatu ? '' tanya Adit yang membuat Bian seketika melihatnya. Bian mengangguk.

Berbeda dengan Nana dan Bian yang persahabatan sudah terjalin lama , Adit masuk diantara mereka saat mereka baru saja naik ke kelas dua SMA.

Adit yang saat itu merupakan murid pindahan dari luar kota sangat tertarik ketika melihat persahabatan unik lawan jenis antara Nana dan Bian .

Awalnya ia hanya sebatas penasaran saja.

Namun ketika ia sudah masuk dan menjadi bagian dari persahabatan mereka, ia pun menyadari jika dua orang yang sifatnya saling bertolak belakang itu adalah pribadi yang sangat menyenangkan.

Nana sebenarnya sama saja seperti gadis kebanyakan. Ia manja, cerewet dan juga bawel. Hampir tak ada hal yang istimewa darinya selain doyan makan dan juga nyemil. Tak heran jika Nana memiliki tubuh sangat berisi .

Namun parasnya yang jelita, kulitnya putih dan pipinya yang chubby membuat Adit gemas dan jadi tertarik untuk ikut memanjakannya . Seperti yang selalu dilakukan Bian pada Nana.

Ia pun tak menyangka jika Bian yang terkesan jutek dan tak banyak bicara bisa berteman dengan seorang gadis yang masih sangat polos dan juga lugu seperti Nana.

Bian bahkan selalu sabar menghadapi Nana yang tak jarang bersikap dan bertindak semau hati.

Kedua remaja lelaki itupun melanjutkan obrolan mereka hingga tak sadar jika Nana telah menghentikan langkahnya karena merasa diacuhkan.

'' kenapa, kamu ?'' tanya Bian yang menghentikan langkahnya sembari menoleh pada Nana yang tertinggal beberapa langkah dibelakang.

Begitupun dengan Adit.

'' kalian nyuekin aku ! ''

Bian dan Adit kompak berbalik untuk menghampiri Nana.

Lalu tangan mereka sama-sama melingkar di lengan Nana dan menariknya untuk kembali melanjutkan langkah.

'' aku mau ikut, juga Biiii '' Nana setengah merengek menatap Bian yang menatapnya sembari mengangguk.

'' iya, nanti aku jemput '' ucap Bian.

Mereka lalu saling berbalas lambaian ketika akan memasuki mobil jemputan masing-masing.

Tak lama kemudian, satu persatu mobil pribadi itupun jalan dan terlihat belok dengan berlainan arah. Karena memang rumah mereka terletak di daerah yang berbeda .

Nana sampai di kediamannya yang super luas meski tidak bertingkat . Ia masuk ketika pak Dono, supirnya membukakan pintu rumah mewah tersebut.

Nana adalah anak tunggal seorang pejabat yang menduduki salah satu posisi tertinggi di pemerintahan .

Banyak orang berpengaruh di kotanya yang segan dan menaruh hormat pada pak Andre, begitu papanya dikenal dan di panggil di kalangannya.

Nana masuk ke kamar yang didominasi warna pink dengan berbagai pernak pernik khas gadis seumurannya.

'' Na '' seorang wanita muncul dari balik pintu yang tak dikunci.

' Ck ' Nana berdecak kesal .

'' uda dibilang kalau mau masuk ketuk pintu dulu, Siti '' Nana bernada tak suka.

Ia bahkan tak mau melihat pada wanita yang sudah masuk dan tengah berjalan kearahnya.

'' mak tadi buat brownies kesukaan Nana . Lekas ganti baju. Lepas tu keluar '' ucap wanita yang Nana sebut namanya Siti .

Siti berucap dengan begitu lembut. Sesuai dengan paras dan pembawaannya yang memang kalem dan juga ramah.

Siti adalah ibu tirinya.

Saat Nana berumur 5 tahun, kedua orang tuanya bercerai. Dan hak asuh jatuh ketangan pak Andre, sang papa.

Hanya selang setahun kemudian, sang mama yang berprofesi sebagai seorang model menikah lagi dan menetap diluar negri hingga sekarang.

Sejak saat itu, Nana tak pernah lagi bertemu dan tanpa alasan yang pasti ia dan sang mama putus komunikasi .

Dan untuk membuat Nana lupa akan luka dan rasa kecewa terhadap sang mama, pak Andre pun begitu memanjakan dengan menuruti apapun yang di pinta dan yang Nana inginkan.

Ketika Nana genap berusia 10 tahun, sang papa membawa pulang seorang perempuan muda yang berasal dari negri jiran dan diperkenalkan sebagai wanita yang akan menjadi istrinya.

Siti saat itu baru berusia 20 tahun, yang bagi Nana lebih pantas menjadi kakak ketimbang menjadi ibu sambungnya.

Nana jelas tak senang. Ia yang sejak kecil selalu dituruti apapun ke maunya itu sudah terbiasa hidup dengan semua perhatian yang hanya tertuju padanya saja.

Ia takut , jika kehadiran Siti akan membuat cinta dan kasih sayang sang papa berkurang. Atau yang lebih tak ia inginkan lagi adalah, jika sang papa akan berpaling darinya.

Karena itu, tak pernah sekalipun Nana mau ataupun berniat menganggap Siti sebagaimana sang papa memintanya.

'' keluar, sana. Aku mau ganti baju ! '' Nana dengan kasar mengusirnya.

Namun Siti tak pernah mengambil hati bagaimana pun Nana memperlakukannya.

Nana pun heran akan sikap Siti selalu sabar dan tak pernah mau meladeni sikap temperamennya.

Padahal jika mencotoh dari kisah yang mengangkat cerita tentang ibu tiri, biasanya si anak tirilah yang dianiaya .

Tapi ia justru sebaliknya. Ia lah yang selalu bersikap kasar dan juga mengacuhkan sang ibu tiri.

Dan meski demikian , Siti tetap sabar dan juga menyayanginya layaknya anak sendiri.

Nana sadar, jika sebenarnya tak ada alasan lagi baginya untuk menutup hati dan bersikap seperti itu pada Siti.

Haruskah ia berubah ? Nana berulang kali mempertanyakan itu pada dirinya.

Dan selalu berakhir dengan bermasa bodoh.

Sekali tak suka maka seterusnya ia tak akan menyukainya. Begitulah Nana.

* * *

Nana keluar setelah berganti pakaian.

Ia terkejut melihat sang papa yang seharusnya berada diluar kota, tapi kini duduk di salah satu kursi yang mengitari meja makan.

'' pah '' Nana menyapa dengan mencium pipi kanan pria yang tingginya hampir sama dengannya.

Banyak yang mengatakan jika tinggi badannya yang hanya 150 cm itu berasal dari gen pria yang separuh kepalanya sudah hampir licin .

'' mana oleh-olehnya ?'' tagih Nana saat mendudukkan diri di kursi samping sang papa.

'' kamu ini gak ada perhatiannya sama papa, ya ? Boro-boro nanyain kabar papa, nanya kapan papa datang aja enggak '' pak Andre hanya menatapnya sesaat sembari menggeleng kecil.

'' abang nak makan sekarang ?'' tawar Siti pada sang suami.

Pak Andre menatap sang istri dengan wajah sumringah sembari mengangguk. Sitipun melayani sang suami dengan mengambilkan makanan yang memang sudah tersaji di atas meja.

'' honey suka dengan tasnya '' pak Andre masih tak memalingkan pandangannya pada wanita yang ia sebut dengan panggilan sayang , Hani ( honey) .

Nana yang mendengar itupun menjadi kesal. Ia merasa tak adil. Bagaimana mungkin ibu tirinya mendapatkan sesuatu sedangkan dirinya tidak ?

'' pah ''

'' eng ?'' pak Andre menjawab sekenanya karena mulutnya yang sibuk mengunyah makanan.

'' Nanakan bulan depan ulang tah- ?''

'' em-em-em '' Pak Andre dengan cepat memotong sambil menggeleng.

'' kenapa ?''

'' papa dapat telpon dari wali kelasmu.

Katanya nilaimu anjlok semua ''

Nana diam sesaat. Ia memang bukan murid berprestasi atau bahkan jauh dari kata itu.

Hampir semua nilai mata pelajarannya tak ada yang lulus di ujian pra semester .

Padahal 6 bulan lagi ia akan menghadapi ujian nasional.

'' jangan pelit gitu, napa sama anak satu-satunya ?'' Nana tak menyerah , karena ia merasa berhak untuk meminta sesuatu dihari istimewanya nanti.

'' kamu mau apa memangnya ?'' pak Andre meletakkan sendok dan garpunya. Menyatukan kedua telapaknya diatas dengan tatapan tertuju pada Nana.

'' asik '' Nanti tersenyum lebar. Hingga pipi chubbynya tertarik di kedua sisi pipinya yang membuat wajahnya terlihat semakin bulat.

Pak Andre menggeleng samar. Nana memang paling bersemangat jika sedang meminta atau menginginkan sesuatu.

'' tapi, hadiahnya nyusul setelah kelulusan.

Dan selama nilaimu gak ada peningkatan, maka selama itu pula kamu gak boleh minta apa-apa ''

'' kok, papa gitu, sih ?'' Nana dengan cetusnya.

Di liriknya Siti yang seperti biasa hanya menjadi pendengar .

'' huh, papa pilih kasih '' Nana beranjak meninggalkan ruang makan dengan wajah cemberut.

Sepasang suami-istri yang terpaut 25 tahun itu saling menatap.

'' abang tak payah risau. Nanti Siti yang bujuk '' Siti dengan logat khasnya yang memang tak bisa diubah meski sudah 7 tahun tinggal di Indonesia.

Pak Andre menggeleng untuk kesekian kalinya , menatap kepergian Nana. Anak semata wayangnya itu memang kerap merajuk jika keinginan tak dituruti.

Padahal tas yang ia belikan untuk sang istri adalah tas kerajinan tangan yang akan digunakan Siti berbelanja ke pasar.

Ditemani asisten rumah tangga dan juga supirnya, Siti memang sering ikut ke pasar untuk memilih sendiri sayur dan juga lauk pauk yang akan dimasak.

- -

Selang berapa saat , yang ada didalam kamar terlihat uring-uringan. Nana berguling - guling di atas tempat tidurnya , menahan lapar karena tadi tak ikut makan bersama kedua orang tuanya.

'' Naaaa.. '' panggilan khas yang terdengar begitu lembut bersamaan dengan munculnya Siti dari balik pintu kamar Nana..

'' uda dibilang ketuk pintu dulu sebelum masuk '' Nana menatap kesal pada wanita yang selalu menanggapinya dengan senyum.

Siti datang dengan membawa nampan .

Ia mendudukkan diri di samping Nana setelah meletakkan nampan berisi piring dan juga gelas di atas meja sisi tempat tidur.

'' Nana belum makan, kan ?'' Siti menyodorkan piring berisi makan siang untuk Nana.

' gelk ' Nana menelan ludah melihat dua potong paha ayam panggang kesukaannya.

Nana pun duduk kemudian menyambut piring tersebut.

Dan dalam sekejap isinya sudah habis tak bersisa.

'' Nana nak ikut emak, tak ?'' Siti menarik selembar tisu untuk menyeka nasi yang menempel di bibir atas Nana.

Siti memang tak pernah perduli dipanggil oleh anak tirinya dengan nama.

Dan ia pun tak pernah menyerah dengan menyebut dirinya dengan sebutan emak saat bicara dengan Nana.

Besar harapannya jika suatu saat Nana akan merubah panggilan untuknya.

'' gak, ah.

Nana udah janjian ama Bian dan Adit mau ke pameran sepatu ''

Siti tampak berpikir sejenak .

'' mak, nak shoping . Mane tau ada barang yang Nana nak' nak bisa belikan ''

'' shoping ?'' seketika mata Nana menunjukan binar penuh semangat.

Siti mengangguk meyakinkan.

'' ok, Nana ikut ''

Siti tersenyum senang. Memang membujuk Nana susah-susah gampang.

Asal Nana tidak dalam suasana hati yang terlalu buruk, cukup dengan mengajak dan membelikan apapun yang Nana inginkan itu sudah cukup untuk membujuk Nana.

* * *

Nana dan Siti kini sudah berada disalah satu pusat perbelanjaan dimana lantai utama tempat tersebut sedang diadakan pameran sepatu dari berbagai merek dan brand terkenal.

Nana memang sengaja mengajak Siti ke mall tersebut karena sebelum pergi tadi ia lebih dulu mengabari Bian untuk tidak menjemputnya dan bertemu di tempat berlangsung acara pameran.

Nana dan Siti terlihat mulai memasuki satu persatu toko baju. Tak banyak yang mereka beli . Hanya tiga buah handbag yang satu dipegang Nana dan dua di pegangan Siti . Dan semua itu isinya adalah kepunyaan Nana.

Sedangkan Siti tak membeli apapun untuknya.

Nana lalu menarik Siti untuk masuk ke pusat penjualan elektronik.

Nana menunjuk dan meminta Siti membelikannya sebuah kamera keluaran baru.

Siti sempat menolak karena baru bulan lalu pak Andre membelikan Nana sebuah kamera.

Dengan dalih bahwa kamera tersebut rusak dan tak dapat digunakan lagi, Nana bahkan sampai merengek yang membuat Siti tak berdaya dan akhirnya menuruti apa yang anak tirinya itu inginkan.

Nana tersenyum puas.

Mereka lalu turun ke lantai dasar setelah tadi Nana menerima telpon dari Bian yang mengabari jika mereka sudah berada di tempat pameran.

Baru saja turun dari eskalator, mereka langsung disambut dua laki-laki yang ternyata sudah menunggu dan berjalan kearahnya.

Jika Bian langsung mengambil alih handbag ditangan Nana, berbeda dengan Adit yang menyapa bahkan sampai mencium punggung tangan Siti .

Adit memang anak laki-laki yang sopan .

Ia lalu meminta ijin untuk mengambil handbag yang Siti pegang.

'' kamu beli kamera ?'' tanya Bian memperhatikan isi handbag yang sudah berpindah ke tangannya.

Nana mengangguk sembari mengedarkan pandangan ke sekitar.

'' lapar ?'' Bian tau jika Nana tengah mencari sesuatu untuk dikunyah.

Nana mengangguk lagi.

Keduanya lalu berjalan menuju ke salah satu stand penjual makanan ringan dengan Siti dan Adit mengekor dibelakang.

Adit tampak begitu memperhatikan interaksi kedua sahabatnya yang tampak begitu akrab.

Dan Siti justru memperhatikannya. Ia tau jika ada rasa diantara persahabatan ketiga remaja ini.

Ia tertawa kecil, merasa lucu sekaligus gemas pada tingkah polah ketiganya.

'' kamu ngapain keluar pake baju kaya gini '' Bian yang sejatinya tak banyak bicara, selalu tak dapat menahan mulutnya untuk terbuka saat berada di dekat Nana.

Tangannya menggantung memegang minuman milik Nana. Sementara gadis yang mengenakan kaos putih dipadu jeans super pendek itu menatapnya jengah.

'' memangnya kenapa ?'' Nana tak suka diprotes, ia pun memperhatikan penampilannya dengan menunduk.

'' gak liat lemakmu keliatan kemana-mana '' Bian tanpa canggung mencubit lipatan di pinggang Nana hingga gadis itu mengeluh sakit.

Siti yang melihatnya pun tertawa. Membuat Nana semakin kesal.

'' apa ? Senang ya Nana dikatain gendut '' melebarkan matanya pada sang ibu tiri.

'' tak, lah. Nana tak gendut. Cuma sedikit berisi je ''

Kini giliran Bian yang tertawa mendengar ucapan dengan logat khas ibu tiri sahabatnya itu.

Nana mencibir kesal. Ia lalu mengambil paksa minumannya dari tangan Bian kemudian menjauh dan merapat pada Adit.

Adit tersenyum padanya dan dengan sigap menggantikan Bian untuk memegang minuman Nana.

Nana kembali melanjutkan aktifitas mulutnya hingga cemilannya habis .

Lalu Adit pun menyodorkan minumannya.

'' mkasih, Dit '' ucap Nana dengan senyum termanis miliknya.

Adit terpana. Meski bertubuh tambun, namun Nana tetap terlihat cantik dan juga manis.

Wajahnya yang bulat , pipinya yang chubby dengan hidung mungilnya yang mancung , membuat Adit tak pernah bosan memandanginya .

Adit sadar jika ia menyukai Nana.

'' habis ini mau kemana ? '' tanya Adit .

'' lo ? Bukannya kalian mau liat pameran sepatu ?''

'' uda tadi, sambil nungguin kamu turun ''

Nana terlihat kecewa. Padahal ia juga ingin melihat-lihat.

'' uda sore, kita jalan keliling bentar yuk '' ajak Bian mendekat namun Nana justru bergeser hingga semakin merapat pada Adit.

'' aku jalan sama Adit aja. Karena cuma Adit yang baik dan gak suka ngatain aku G.E.N.D.U.T ''

Nana melirik dengan ekor matanya.

Bian tersenyum kecut.

'' kamu kira dia kesini pake apa ? ''

'' aku tadi dijemput sama Bian, Na '' Adit melirik Nana sembari menarik kedua sudut bibirnya .

Nana mendengus kesal. Ia lalu menggandeng dan menarik Adit berjalan menuju gerbang keluar.

Di halaman depan yang juga dijadikan area parkir khusus kendaraan roda empat, mereka berhenti di sebuah mobil mewah Keluaran baru berwarna silver.

Nana tampak begitu girang. Seketika ia lupa jika tadi sedang kesal pada Bian .

Dengan gaya khasnya ia pun bergelayut manja pada Bian. Merayu agar Bian mengajaknya berkeliling dengan mobil baru tersebut.

Bian yang sempat mempermainkan dengan menolaknya itupun tak bisa menahan saat melihat sorot mata memelas Nana .

'' kejap '' Siti menahan ketiga remaja yang bersiap masuk ke dalam mobil.

'' apa, lagi si Siti ni '' Nana greget karena sudah tak sabar ingin merasakan duduk di mobil baru .

Siti terlihat membuka kotak kamera yang baru di beli tadi.

'' mak nak tangkap gambar untuk kenang-kenangan '' Siti terlihat begitu antusias dengan kamera yang memang sudah terpasang filmnya.

Meski awalnya Nana dan Bian sempat menolak, namun karena bujukan Adit yang merasa tak nyaman pada Siti, mereka pun akhirnya mau untuk difoto.

Berlatar sedan keluaran terbaru berwarna silver, ketiganya bersandar dan berpose dengan Nana berada ditengah antara Bian dan Adit.

' 1, 2, 3 ' aba-aba dari Siti yang membuat mereka serempak merekahkan senyum yang sempurna.

Siti yang mengambil foto tersebut pun ikut terbawa suasana dan tersenyum begitu lebarnya.

Minta adik

🌺 hem... 🌺

* * *

'' engh. engh. engh hhhh... arghhhhhhhh '' murka Nana yang terdengar hingga keluar ruangan.

' brak ' pintu dibuka dengan kasar. Siti dengan langkah cepat masuk , membuat Nana terkejut hingga reflek menjatuhkan bokongnya di atas tempat tidur .

'' uda dibilangin berapa kali, kalau masuk ketuk pintu dulu Sitiiiiiiiii '' Nana menarik selimut untuk menutupi tubuh bagian bawahnya.

'' ape hal, Nana teriak kecang sangat ?'' Siti memperhatikan Nana dengan raut wajah penuh kekhawatiran.

'' gak ada apa-apa , Sitiiiii ''

'' tak de' ape-ape napa pulak Nana teriak , em ?'' Siti mendekat . Ia penasaran. Nana seperti tengah menyembunyikan sesuatu dibalik selimut.

'' tu '' Nana menunjuk dengan ujung bibirnya pada celana jeans yang tergeletak di lantai.

Siti melihat pada apa yang Nana maksud .Ia mengangguk perlahan lalu kembali menatap Nana.

Perlahan rasa khawatirnya pun hilang dan berganti dengan geli yang mulai menggelitik. Ia ingin tertawa namun sebisa mungkin ia tahan karena tak ingin membuat Nana marah.

'' dasar kualitas murahan ! Masa baru seminggu beli kok uda mengkerut '' umpat Nana dengan kesalnya.

Siti dengan hati-hati membawa kedua tangannya kebalik tubuhnya, menyatukan lalu meremas jemari yang ia tautkan.

Ia sungguh tengah berusaha keras agar tak tertawa.

Bagaimana mungkin celana berbahan karet yang baru mereka beli waktu itu bisa mengkerut .

Padahal waktu Nana mencobanya masih sedikit longgar.

Dasar, Nana. Siti menggeleng kecil.

'' apa ? Apa ? Mau ketawa ?

Mau bilang Nana gendutan lagi ? '' wajah Nana merah padam. Malu mengingat bagaimana tadi ia berusaha untuk mengenakan celana yang tak bisa dikancingkan.

'' dah, la tu.. pake je yang ade.

Nanti mak ajak belikan yang baru. Nana nak langsung, kite pegi shoping lagi '' Siti membelai lembut rambut legam Nana .

'' uda gak ada lagi celana yang muat.. '' Nana bernada rendah sambil menatap lemari baju yang isinya berhamburan di atas ranjang bahkan sampai teronggok dilantai.

Siti menggeleng.

'' rok ? Atau dress ?

Mesti Nana nanti nampak comel '' Siti memberi saran.

'' comel.comel. Bilang cantik napa susahnya sih ?

Ah, udah ah.

Siti keluar, gih ! Aku mau ganti baju ''

Siti pun keluar.

15 meniti kemudian, Nana keluar dengan

mengenakan terusan merah selutut tanpa lengan.

Sungguh perpaduan yang sempurna di kulit putihnya.

Membuatnya terlihat manis dan begitu menggemaskan.

'' nanti kalau papa pulang bilang Nana ke rumah Adit, ya '' pamit Nana pada ibu tirinya yang sedang berkebun dihalaman samping rumah.

Ketimbang bersosialita dengan para ibu-ibu pejabat lainnya, Siti memang lebih senang menyibukkan diri di rumah. Salah satunya adalah memanfaatkan sisa lahan yang ada di sisi kediamannya dengan bertanam aneka bunga dan juga sayuran.

'' em. Ati-ati , ye.

Jangan pulang larut sangat tau '' Siti melambai yang dibalas Nana dengan teriakan ' iya ' .

Tak lama setelah Nana pergi, terdengar sebuah mesin mobil yang sepertinya berhenti didepan rumah .

Situ pun menghentikan aktifitasnya untuk mengecek siapa gerangan yang datang.

'' mak, cik '' Bian menyapa saat security membuka gerbang dan tampak Siti olehnya .

'' Bian ?''

'' Nana nya, ada mak Cik ?''

'' Nana baru je' pegi ''

'' pergi ? Pergi kemana mak cik ?''

'' rumah Adit . Kalau tak salah tadi dia cakap nak tengok baby ''

Bian yang paham akan maksud Siti itupun langsung pamit untuk menyusul Nana kerumah Adit.

* * *

Di rumah dua lantai yang terletak di sebuah komplek perumahan elit , tampak Nana yang baru saja turun dari mobil.

Ia melenggang dengan langkah ringan . Nana terlihat begitu senang.

Belakang ini Nana memang sering ke rumah Adit.

Jika sebelumnya ia datang bersama Bian, kali ini datang sendiri karena Bian yang harus ke bandara untuk menjemput kakaknya yang datang dari Kanada .

'' hai, Dit '' sapanya pada Adit yang sudah menunggu di mulut pintu.

Adit menyambutnya dengan senyuman .

Nana terlihat cantik dan juga seperti biasa selalu saja menggemaskan.

Mereka lalu masuk dan langsung menaiki tangga menuju lantai dua rumah tersebut.

Adit yang berjalan beberapa langkah didepan, menuntun Nana memasuki sebuah ruangan yang dindingnya dicat berwarna biru laut, dengan stiker tokoh-tokoh kartun yang lucu.

Ditengahnya terdapat box bayi dan di sudut ruangan diletakan lemari penyimpanan beragam kebutuhan dan juga keperluan bayi.

Tampak seorang wanita duduk di kursi goyang yang ada disisi jendela . Ia tampaknya sedang menyusui si penghuni kamar tersebut.

'' tante '' sapa Nana pada Ida , ibu dari Adit yang baru saja melahirkan anak ketiganya.

Ida adalah seorang ibu rumah tangga sementara sang suami yang merupakan seorang insinyur bekerja di pertambangan yang ada di Dubai.

Begitupun dengan Rara anak sulungnya yang saat ini tengah mengeyam pendidikan di Dubai sekaligus menemani sang ayah .

Dan rencananya jika nanti Adit lulus sekolah , mereka akan menyusul untuk pindah dan menetap disana.

Nana mendekat. Ia tak sabar ingin melihat mahluk kecil yang menurutnya adalah hal paling indah di dunia ini.

Inilah alasan kenapa Nana sering ke rumah Adit.

'' owghhhhh.... lucunya, kamuuuuu '' Nana menyentuh pipi bayi yang baru berusia empat puluh hari itu dengan telunjuknya.

'' Nana suka bayi, ya ?'' Ida bertanya usai membenahi pakaiannya yang tadi terbuka .

Nana mengangguk dengan pandangan tak berpaling dari si bayi.

'' kenapa gak minta sama papa ?''

Nana mengangkat kedua bahunya. Ia pernah mengatakan ingin punya adik, namun tak ada respon dari kedua orang tuanya.

Ia sendiri pun bingung. Entah apa penyebab mereka yang telah 7 tahun menikah namun tak kunjung juga memiliki momongan.

'' permisiiii '' suara khas yang membuat mereka semua seketika menoleh ke arah pintu kamar yang terbuka.

Bian masuk sembari tersenyum. Ia lebih dulu memberi salam dan menyapa Ida.

'' ada-ada aja kalian ini, ya ?

Masa malam minggu pada ngumpul buat nengokin bayi ? ''

Ida beranjak dari duduknya, lalu menyerahkan bayi laki-lakinya pada Adit.

'' tante tinggal dulu ya '' Ida berlalu meninggalkan tiga remaja itu diruangan bayinya.

Nana mendekat, merapatkan tubuh pada Adit untuk melihat si bayi .Nana tak berhenti tersenyum. Ia menatap penuh takjub pada sosok mungil itu.

Adit yang menggendong sembari menggoyangkan tubuhnya justru memperhatikan Nana yang mulutnya tak berhenti menimang .

Begitupun dengan Bian yang tersenyum sembari menggeleng melihat tingkah Nana.

Perlahan mata si bayi mulai meredup .

Dan si bayi pun tertidur . Adit lalu meletakkannya dengan penuh hati-hati ke dalam box.

Agar tak menganggu tidur si bayi, mereka bertiga lalu pindah ke luar ruangan.

Mereka duduk di kursi yang mengitari meja bundar yang ada di balkon .

'' senang, ya punya adek kaya kamu '' ucap Nana menilik Adit.

Laki-laki itu tersenyum, lalu menyodorkannya toples berisi cemilan pada Nana yang langsung diambil sembari mengucapkan terima kasih.

'' mau ? Minta sana sama mak Siti mu '' ucap Bian yang tangannya masuk kedalam toples untuk ikut menikmati cemilan yang ada di pegangan Nana.

'' aku uda pernah bilang mau punya adek.

Tapi mereka gak ngomong apa-apa.

Uda tujuh tahun mereka nikah tapi si Siti gak juga hamil ?

Apa segitu susahnya ya, buat bayi ? ''

Adit dan Bian tergelak, saling menatap lalu beralih melihat ekspresi polos Nana.

Keduanya menggeleng sambil tertawa kecil, karena sepertinya gadis itu berucap tanpa tau artinya.

'' gak papa lagi jadi anak tunggal.

Kan enak jadi prioritas. Gak kaya aku ni..

Apa-apa harus kakak ku yang lebih didahulukan '' ucap Bian mengingat kondisi keluarganya.

Sama seperti Adit, orang tua Bian pun harus bekerja diluar negeri. Tapi bukan hanya ayahnya saja, sang ibu pun ikut menemani ayahnya yang merupakan orang kepercayaan dari seorang miliarder yang memiliki beberapa kasino di Macau.

Karena kesibukan orang tuanya, Bian yang saat itu baru berumur tiga tahun dibawa oleh sang oma,ibu dari ibunya untuk tinggal di Indonesia.

Sementara kakak perempuannya memilih tinggal bersama sang nenek yang merupakan orang tua dari ayahnya.

Hanya sesekali saja mereka akan berkumpul saat ada kelonggaran di jadwal kerja orang tua mereka.

Dan biasanya Bian dan sang kakaklah yang akan pergi ke tempat dimana kedua orang tua mereka berada untuk melepas rindu dan juga liburan keluarga sekedarnya.

*

'' katanya kamu harus jemput kakakmu ?'' tanya Adit pada Bian.

'' pesawatnya delay. Mungkin tengah malam baru dia nyampe ''

Adit mengangguk, lalu melemparkan tatapan pada Nana yang nyengir sambil menunjukan toples yang sudah kosong.

'' oh, iya '' Bian mengeluarkan sesuatu dari saku sweaternya lalu ia berikan pada Nana.

'' mkasi, Bi. I love u '' Nana tersenyum sumringah menerima sebuah kotak kecil kemasan coklat kesukaannya.

'' love u too ''

Adit yang melihat itu menunduk. Padahal ia sudah sering mendengarnya. Namun tetap saja tak pernah terbiasa dan anehnya ia justru merasa tak suka .

Ia sendiri pun tak tau kapan mereka mulai menggunakan kalimat yang diartikan sebagai ungkapan cinta .

Nana terlalu polos . Setiap kali Bian memberikan sesuatu , gadis itu akan dengan mudahnya mengatakan ' i love u ' sebagai bentuk terima kasih .

Ya, Nana memang tak pernah memikirkan hal lain. Apalagi soal cinta yang masih sangat tabu baginya. Karena itu makna ' I love u '- pun ia anggap hanya bentuk rasa sayangnya pada Bian sebagai sahabatnya.

Nana membuka dan mengeluarkan isinya yang merupakan coklat mini berukuran persegi kemudian memasukkannya kedalam mulut.

Dengan mata terpejam, bibir yang ia kulum dalam, Nana nampak begitu menikmati cemilan yang berasal dari Jerman itu.

Nana sama sekali tak menyadari,jika dua laki-laki yang duduk kanan dan kirinya memperhatikan tanpa berkedip.

* * *

Nana pulang diantara oleh Bian.

Sesampainya di rumah ia tak lantas ke kamar, melainkan menuju ke kamar orang tuanya.

'' papaaaaaaa... '' Nana yang sudah berada didepan pintu kamar.

' klak.klak.' Nana menekan ganggang pintu namun tak terbuka karena sepertinya dikunci dari dalam.

Nana mendengus kesal. Berbeda dengannya yang jarang mengunci kamar, kamar orang tuanya memang selalu terkunci rapat.

Nana pun berbalik dan hendak menuju ke kamarnya. Dan ketika baru beberapa langkah , suara pintu kamar terdengar dibuka. Nana pun berbalik.

Tampak kedua orang tuanya keluar secara bersamaan . Mereka terlihat rapi sepertinya bersiap akan keluar.

'' papa dan mama mau ke jamuan makan malam '' ucap pak Andre pada anak gadisnya yang menanggapi dengan mengangguk .

'' Nana nak mak bawakan sesuatu tak nanti ?'' tawar Siti seperti biasa . Ia mendekat lalu membelai pipi Nana.

Nana menggeleng.

'' pa ''

Pak Andre menoleh. Diperhatikannya Nana yang gelagatnya tampak mencurigakan.

'' em ? Apa ? Mau apa lagi, kamu ?''

'' em... soal hadiah ulang tahun - ''

'' kan papa bilang tunggu habis kelulusan '' pak Andre menggeleng, enggan meladeni Nana karena ia yang sedang diburu waktu. Ia pun mengajak sang istri untuk bergegas.

'' Nana cuma mau bilang gak akan minta apa-apa, kok '' ucap Nana membuat pak Andre tak jadi melangkah.

Pasangan suami istri itupun saling menatap heran.

'' tapi ...''

Sudah mereka duga. Nana tak mungkin tak meminta sesuatu sebagai gantinya.

'' Nana pengen punya adek '' Nana tersenyum dengan kedua tangan ia satukan sejajar dada, layaknya seorang yang tengah memohon.

Diam sesaat.

'' Nana janji cuma minta iniiiiii, aja.

Dan seterusnya gak akan minta apa-apa lagi '' Nana terlihat bersungguh-sungguh.

Seperkian detik berlalu dan Nana tak mendapat jawaban dan respon seperti yang ia harapkan.

Nana pun melunturkan senyumannya.

Menatap kedua orang tuanya yang tetap diam dan pergi meninggalkannya.

* * *

Di perjalanan, pak Andre yang memilih untuk membawa sendiri Mercedesnya ke tempat tujuan tampak begitu fokus menyetir.

Sedangkan wanita bergaun navy selutut yang duduk disampingnya, sejak tadi tak berhenti memperhatikannya.

Pak Andre terlihat beberapa kali mengerutkan kening.

Siti tau suaminya pasti memikirkan permintaan Nana tadi.

Wajar bagi siapapun mempertanyakan hal tersebut, mengingat usia pernikahan mereka yang kini menginjak tahun ke delapan.

'' abang '' Siti membelai lembut lengan suami yang setinggi batas telinganya.

Pak Andre memalingkan wajahnya sesaat.

Ia menghela nafas dan memilih untuk kembali fokus menyetir.

Hingga mobil yang mereka kendarai terpaksa berhenti karena terjebak macet di perempat lampu merah.

'' suatu saat dia harus tau '' Pak Andre tau apa yang sedang coba istrinya mulai bicarakan tadi.

'' jangan, la bang. Kesian Nana ''

'' Siti - - '' ucap pak Andre tertahan.

'' abang ''

'' posisiku sedang terjepit. Kau tau yang harus kau lakukan jika sesuatu terjadi padaku kan ?''

'' abang. Jangan la cakap macam tu.

Abang dah janji nak jaga Siti dan Nana , kan ?

Mana abang bole ingkar, tau ! ?

Abang tak bole menyerah.

Abang mesti berusaha.

Siti yakin, kita pasti bole lalui ini semue ''

'' Siti, ak- aku.. aku minta maaf. Tapi sepertinya aku juga sudah diambang batas kemampuanku . Terlalu banyak hal yang sudah kulakukan . Dan aku sudah tak sanggup lagi ''

'' abang.. ''

'' ketamakanku sudah membawaku kedalam lingkaran dosa yang tak terhitung jumlahnya.

Mungkin sudah waktunya aku harus menebusnya.

Maafkan aku karena telah membawamu masuk kedalam hidupku yang penuh dosa ini ''

'' ab-abang... terlepas dari apapun yang abang lakukan. Siti tak perduli.

Karena bagi Siti abang tu penyelamat dalam hidup Siti ''

Siti mulai sesenggukan.

'' berjanjilah untuk menjalani hidupmu dengan baik nantinya.

Jangan lagi melihat kebelakang. Tinggalkan semua dan kembalilah ke negara mu ''

'' tak lah, bang. Apapun keadaannya Siti akan selalu kat sini. Siti kan bertahan di samping abang dan akan selalu jaga Nana ''

'' Siti, kau masih muda dan perjalananmu masih sangat panjang . Jangan sia-siakan itu semua hanya untuk hal yang sama sekali bukan tanggung jawabmu ''

'' hiks.. Abang.. ''

'' jangan menangis. Nanti riasanmu berantakan '' pak Andre mengusap lembut pipi siti yang lembab.

'' abang- abang mesti janji tak kan tinggalkan kami ye..janji, bang ? ''

Pak Andre menggeleng. Sebagai suami dan juga seorang ayah,ia tentu tak mau meninggalkan tanggung jawab terhadap anak dan juga istrinya.

Tapi ia tak berdaya.

Karena apa yang sedang menantinya adalah sesuatu yang ia tau akan mengubah segalanya.

Dan itu semua adalah konsekuensi yang harus ia tanggung atas perbuatannya.

'' Nana... '' Siti semakin sesenggukan ketika wajah polos Nana mulai mengitari kepalanya.

Entah bagaimana wajah yang selalu ceria itu akan berubah ke ekspresi yang tak sanggup ia bayangkan.

Hatinya sakit sebab ia begitu menyayangi Nana . Sangat tulus. Sejak pertama kali bertemu dengan gadis yang kerap ia sebut ' comel ' itu, ia sudah jatuh cinta dan langsung menautkan hatinya pada Nana.

Ia pun berjanji dalam dirinya akan berusaha menjadi ibu pengganti yang senantiasa memberi cinta dan juga perhatian pada Nana.

Ia tau, meski Nana kerap kali bersikap kasar padanya namun anak itu tak pernah kelewat batas.

Hubungan mereka pun kini sudah jauh lebih baik .Ia sudah semakin dekat dan rasanya jalinan kasih diantara mereka pun kian erat, layaknya ibu dan anak sesungguhnya.

Siti tertunduk, jemarinya meremas ujung gaunnya.

Hatinya kian pilu memikirkan akan bagaimana nasib anak tirinya nanti.

Nana hanya gadis belia yang tak tau apa-apa .

Ia tak ada beban. Hidupnya terlihat baik karena memang selama ini selalu diberikan yang terbaik.

Sanggupkah Nana menghadapi apa yang sebentar lagi akan terjadi ?

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!