Siti, Tetanggaku
Bab 1
Aku ingin membeli beberapa keperluan pagi ini, karena sebisa mungkin sebelum jam tujuh, aku harus sudah selesai menyiapkan sarapan untuk suamiku, ayah mertuaku juga anakku.
Terdengar sahutan dari dalam, pertanda pemilik toko yang ku ketahui bernama Siti Maria mendengar panggilanku.
Siti Maria
Iya...! Apa Ran?
Rania Mela
Bu, aku mau beli tepung terigu sama minyak, ya?
Ku berikan beberapa lembar uang kepadanya. Seperti biasa, bu Siti selalu membawa lap kumel yang disampirkan di sisi pundaknya.
Siti Maria
Ran, kamu tahu nggak? Gen semalem bentak-bentak anaknya. Entahlah, anak sama ayah sama aja!
Aku memutar bola mata malas, selalu seperti itu. Masih pagi senang sekali membuka obrolan yang tak lain adalah menggosip. Inginku tak menghiraukannya, tapi lagi lagi aku menghormatinya sebagai orang tua.
Rania Mela
Hmm.. Udah, Bu. Masih pagi juga. Nggak baik mengawali hari dengan bergosip.
Siti Maria
Eh, bentar 'lah, Ran. Nggak usah keburu-buru gitu. Masih pagi juga, masak nanti aja. Buat sarapan beli.
Bukan hanya denganku dia selalu seperti itu. Selalu menghentikan orang-orang yang berbelanja di tokonya hanya untuk mendengarkan setiap ucapannya yang sudah diyakini oleh para tetangga sekitar bahwa delapan puluh persen adalah hoaks.
Aku menghela napas pelan.
Rania Mela
Udah hampir siang, Bu. Mau selesaiin masak dulu, takut bocil keburu bangun.
Aku terima beberapa lembar uang kembalian dari tangannya dan kemudian pamit.
Tak ku hiraukan omelannya yang selalu pandai merangkai kata untuk mencari teman bergosip di waktu yang sepagi ini. Aku hanya menggelengkan kepala seraya berusaha tersenyum menanggapi kata-kata yang keluar dari mulut bu Siti untuk menarikku lagi.
Ku tutup pintu sebelah kanan sisi rumahku dengan rapat. Aro, anakku masih tidur dengan pulas dengan ayahnya. Dan sebelum mereka bangun, aku harus sudah menyelesaikan sebagian pekerjaan rumahku terutama memasak.
Aku adalah Rania Mela, ibu satu anak. Baru sekitar tiga tahun aku menetap disini. Ya, lebih tepatnya aku mengikuti suamiku. Disinilah tempatnya, desa yang menurutku sudah begitu modern. Jauh dari kampungku sebelumnya.
Di gang sempit ini banyak sekali rumah kosong. Bahkan aku hanya memiliki lima tetangga di gang ini. Gang yang sering ku sebut dengan gang lorong.
Awalnya aku senang tinggal disini karena kebetulan aku adalah orang yang tidak suka bertetangga, bukan maksudku tidak suka memiliki tetangga. Bukan seperti itu. Lebih tepatnya, aku suka suasana yang sepi. Karena dengan begitu aku bebas mengekspresikan diriku sendiri. Membatasi diri dari orang-orang yang bahkan baru ku kenal. Bukannya apa, tapi menyibukkan diri dengan anak, dengan suami itu jauh lebih berkualitas waktu daripada harus ikut berkumpul dengan ibu-ibu di depan sana yang sudah jelas bergosip.
Rumahku, lebih tepatnya rumah mertuaku terhimpit oleh beberapa rumah kosong tak berpenghuni. Warga sini banyak yang menjadi Tenaga Kerja Wanita di luar negeri sana, membuat rumah yang berdekatan di gang lorong ini dijadikan investasi dan dibiarkan kosong. Semula aku takut, karena kebetulan suamiku pulang kerja selalu malam. Pun dengan ayah mertuaku. Beliau berangkat kerja pagi, siang pulang. Tapi sore hari berangkat lagi dan sudah pasti pulangnya malam. Membuatku mau tak mau tinggal sendirian dengan anakku.
Ku lihat jarum jam dinding di sampingku, dua puluh menit lagi aku harus membangunkan suamiku. Itu pertanda, urusan dapur harus sudah selesai sebelum itu. Ku percepat kegiatan masakku agar bisa segera membersihkan diri dan melanjutkan aktivitasku lagi.
Ku tata handuk kecil yang menutupi kepalaku. Alarm di dalam kamarku berbunyi tepat di saat aku membuka pintu.
Rania Mela
Ayah, bangun....!
Kuciumi seluruh wajah suamiku yang masih enggan membuka mata.
Rania Mela
Udah siang, loh. Nanti telat!
Ku goyangkan bahunya berulang, hingga dia membuka matanya dan langsung menarikku ke dalam pelukan.
Rania Mela
Bangun, yuk! Mandi terus sarapan.
Begitulah aktivitasku dengan Mas Aska, berpelukan selepas membangunkannya selalu menjadi hal romantis untukku. Seperti biasa, ku siapkan seluruh keperluan kerjanya setelah beberapa kali ku peluk cium juga anakku yang masih terlelap dalam tidurnya.
Bab 2
Seperti biasa, siang yang begitu terik memaksaku untuk tetap keluar rumah karena anakku yang kesepian. Di waktu siang seperti ini, Aro lebih susah diajak beristirahat. Dia pasti akan semakin rewel jika dipaksa untuk tidur siang. Mengingat cuaca begitu panas juga rasa bosan yang melandanya.
Karina Priya
Kesel banget tahu nggak Ran. Tuh, mulut emak-emak emang minta di sumpel sambal!
Rania Mela
Lah, kenapa emang? Udah panas gini masih aja marah-marah nggak jelas.
Aku yang tengah menimang anakku dalam gendongan menjadi heran, Karin keponakanku yang paling bar-bar di antara yang lainnya memang sering berseteru dengan bu Siti.
Karina Priya
Mbak Nisa yang bikin status di whatsapp, eh, aku yang disemprot.
Karin bersedekap dada dan begitu kesal.
Rania Mela
Lah, emang ada apa? Kok, aku nggak tahu kalau ada huru hara.
Aku semakin penasaran dengan masalah yang entah ke berapa selalu berulang. Masalah sepele yang di besar-besarkan.
Ku ajak Karin untuk masuk ke dalam rumahnya yang kebetulan tepat berada di belakang rumahku.
Karina Priya
Kamu tahu 'kan Cimi mati. Dia kayak habis makan tikus yang diracun gitu. Soalnya dari mulut dia itu keluar busa trus muntah kayak yang nggak bisa gitu. Udah aku kasih apapun termasuk air kelapa muda. Tapi tetep aja Cimi nggak selamat.
Penjelasan Karin membuatku tahu, memang kucing dia yang diberi nama Cimi itu mati karena memakan tikus yang sepertinya diracun. Dan itu sangat membuatnya sedih mengingat Cimi adalah kucing kesayangannya.
Aku menganggukkan kepala, paham.
Rania Mela
Nah, trus apa hubungannya sama Mbak Nisa?
Mbak Nisa adalah saudara Karin yang tinggal di Yogyakarta. Dia merupakan anak sang bude yang juga begitu menyukai kucing.
Karina Priya
Dia bikin status gini nih, 'Gak sadar banget kalau udah bunuh kucing tetangga', gitu katanya. Nah, mungkin mbak Susan bilang ke itu emak-emak tua kalau dia nyindir-nyindir emaknya. Eh, malah aku yang kena semprot.
Rania Mela
Kamu udah jelasin ke bu Siti?
Rania Mela
Ya udah, gih, sana jelasin.
Aku mencoba menyikapi dengan tenang. Mengingat Karin yang tempramental juga bu Siti yang selalu menalan mentah-mentah informasi yang dia dapat selalu membuat mereka beradu mulut.
Walaupun masih diliputi emosi, Karin tetap saja menuruti perkataanku untuk menjelaskan. Aku tak mau mengikutinya, cukup mendengar saja dari kejauhan.
Belum Karin sampai di rumah bu Siti, beliau sudah lebih dulu keluar membawa sapu.
Siti Maria
Sumpah, Rin. Aku nggak berniat buat ngeracun kucing kamu. Ya, namanya orang di rumah tikus banyak ya, aku basmi dong. Mana tahu kalau kucing kamu makan tikus dari sini. 'Kan bukan cuma di rumahku aja yang banyak tikusnya.
Begitulah bu Siti. Jika berhadapan dengan orang yang bersangkutan secara langsung sebenarnya takut. Berbeda jika di belakang, sifat sok berani selalu menjadi andalan.
Karina Priya
Kamu juga salah Bu. Emang mbak Susan nggak bilang kalau yang bikin status itu Nisa, bukan aku. Mangkanya, udah tua kalau dapat informasi di telusuri dulu jangan main tuduh sembarangan. Fitnah itu dosa.
Karina Priya
Ingat! Ibu 'kan dua tahun lagi berangkat haji. Jangan sampai pulang tinggal nama.
Bu Siti yang sedang menahan emosi pun mendengar ucapan Karin seolah seperti disiram bensin.
Siti Maria
Jaga ucapan kamu ya!
Siti Maria
Kamu doain saya mati?
Bu Siti menahan geram. Matahari yang begitu terik membuat suasana semakin panas.
Karina Priya
Saya nggak doain ya, Bu. Cuma mengingatkan. Kelakuan ibu aja kayak gitu gimana ibadahnya mau di terima?
Masih dengan gaya santai Karin menimpali rasa protes dari bu Siti. Hingga mbok Pur yang mendengar keributan dari dalam rumahnya pun keluar.
Mbok Pur
Ada apa, sih, Rin?
Karina Priya
Ini loh, Mbok. Yang bikin status aneh-aneh bukan aku. Eh, yang jadi sasaran aku!"
Mbok Pur menggelengkan kepala
Mbok Pur
Kamu udah berapa kali, sih, Ti suka mengadu domba keluargaku? Kamu dan Susan itu sama aja. Nggak bisa diajak rukun antar tetangga.
Mbok Pur adalah nenek Karin. Dia berumur 70 tahun dan masih nampak sehat. Beliau adalah orang paling tua dan dianggap tetua di gang lorong ini.
Mbok Pur
Oalah, mbok ya sadar udah tua. Diperbaiki tabiat buruknya. Bentar lagi kamu berangkat haji, Ti. Jangan sampai perbuatan burukmu dibalas di Mekkah nanti.
Ya, walaupun berkali-kali mbok Pur menasehati. Itu tak akan merubah apapun. Tetapi, dari sana terlihat bahwa bu Siti sudah sangat ketakutan. Hingga berakhir saling memaafkan. Tentunya dengan segala gerutuan.
Siti Maria
I-iya, Mbok. Maaf ya. Aku nggak bermaksud seperti itu, loh. Ya, gimana aku juga lebih tua dari Karin dan dia ngomongnya selalu aja nyelekit.
Karin yang mendapatkan komentar seperti itu pun melotot tajam.
Karina Priya
Aku juga nggak bakal ngomong pedes kalo nggak di usik.
Karin lantas pergi meninggalkan keduanya dengan kesal yang masih membara.
Bab 3
Kami bertiga sedang berkumpul. Aku, Karina dan Mbok Pur. Tak lupa anakku pun ikut karena sekalian aku ajak dia main biar tidak bosan di rumah.
Rania Mela
Kok, sepi banget Mbok?
Tanyaku menoleh ke sekeliling. Nampak toko bu Siti tertutup rapat.
Rania Mela
Tumben banget, biasanya juga soulmate banget sama, itu. Haha
Aku menunjuk rumah bu Siti dengan dagu.
Mbok Pur
Lagi jalan-jalan orangnya.
Mbok Pur
Kemarin diajak solat berjamaah di mushola nggak mau katanya takut corona. Eh, giliran di ajak rekreasi aja, mau mau aja, tuh!
Aku menganggukkan kepala dan duduk di sebelahnya.
Datang Karina yang tiba-tiba ikut duduk di sebelahku.
Karina Priya
Lo tahu nggak Ran, ternyata masalah kucing dan tikus kemarin itu yang ngadu ke Siti siapa?
Tanyanya memberi tebakan.
Mbok Pur
Alah, paling juga Susan.
Karin mengangguk membenarkan.
Karina Priya
Jadi, Mbak Susan itu bilang ke bu Siti intinya dia mau ngasih tahu, jangan ngobat tikus sembarangan. Kamu tahu nggak bu, kucing kesayangan Karin mati. Sampek bikin-bikin status di hape.
Karina Priya
Gitu, mbak Sus bilangnya.
Karina Priya
Katanya, dia udah blg kalo yang bikin status itu mbak Nisa. Tapi ya gitu, namanya orang kolot mah, diajak ngomong apa jadinya apa!
Mbok Pur
Alah, emang Siti sukanya gitu. Giliran di tantang beneran aja takut.
Mbok Pur
Kamu ingat nggak yang dulu ada masalah sama kamu?
Rania Mela
Udahlah, Mbok. Aku ikut kesel 'kan jadinya. 🥴
Karina Priya
Nah 'kan! Ya gimana, sih, Mbok. Orang gue mau keluar sama si Rani dia dari sini teriak-teriak "Anjing, anjing," gitu. Lihatnya ke arah kita. Nah, kita berdua yang langsung bengong, dong.
Karina Priya
Nggak tahu kita ada salah apa main ngatain orang. Giliran di tegur sama mas Aska aja nggak mau ngaku.
Rania Mela
Bener-bener, kenapa nggak kapok ya, Mbok?
Mbok Pur
Udah dari kamu belum disini juga udah kayak gitu.
Karina Priya
Dulu juga yang nyebarin kalo gue hamil duluan tuh, dia Ran. Asal Lo tahu aja!
Mbok Pur mengangguk membenarkan.
Diketahui bahwa Karin telah menikah secara hukum setahun yang lalu. Anaknya, Nadia bahkan sudah berumur tujuh tahun.
Itu terjadi karena MBA alias married by accident yang membuatnya harus berputus sekolah satu tahun karena harus mengurus anaknya.
Usianya yang saat itu masih 15 tahun, mengharuskannya mau tidak mau mengurus anak di tengah teman-temannya yang bersenang-senang menikmati masa sekolah juga bermain.
Ibu Karin yang memang bekerja sebagai TKW di Hongkong membuatnya jauh dari perhatian seorang ibu. Ya, meskipun dia selalu di manja oleh sang ayah. Tapi, bagi anak perempuan, sosok ibu lah yang paling penting berperan dalam mendampinginya di masa remaja.
Karina Priya
Lo tahu 'kan Ran. Gue masang pembalut aja nggak ngerti. Boro-boro hal-hal mengenai edukasi ****.
Karina Priya
Pada waktu itu gue bener-bener nggak tahu kalau dengan begitu itu bisa hamil.
Karina Priya
Tiga belas tahun gue hidup sama bokap doang. Ya kali gue menstruasi nanya cara make pembalut ke dia. Ya mana ngertilah! 😌
Karina Priya
Udah gitu, masih aja semua kesalahan dilimpahin ke gue. Hah!
Karin tertawa hambar setelah bercerita.
Rania Mela
Ya udahlah, Rin. Lagian semua udah lewat. Sekarang perbaiki apa yang harus diperbaiki. Dan jadilah manusia yang lebih baik lagi.
Entahlah, aku tidak pandai menasihati orang lain. Hidupku sendiri saja nano-nano rasanya.
Rania Mela
Lagian, udahlah Rin. Nggak usah bahas itu lagi. Eneg aku itu itu aja yang jadi topik.
Karina Priya
Nah, 'kan emang lagi trending topik.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!