NovelToon NovelToon

Cinta Tanpa Syarat

Bab 1

Awal Mula

"Lupain semuanya tolong.. lupain semua yang pernah terjadi di antara kita di masa lalu." Ucap Ian dengan nada sedih menatap pria di hadapannya.

Rio menyugar kasar rambutnya ke belakang dengan memberi tatapan yang tidak bisa di artikan pada Ian.

"Gimana bisa kita lupain semua yang terjadi? Gimana bisa?." Rio frustasi.

Ian menggenggam tangan Rio dan berusaha tersenyum.

"Bisa.. Kita pasti bisa. Lo lihat gw? Gw udah menikah dan punya anak. Lo bisa mulai memiliki kehidupan lo sendiri juga, Rio. Tolong jangan buat gw semakin bersalah sama lo." Ucap Ian dengan memohon berharap Rio mendengarkan ucapannya.

Rio menatap dalam manik mata Ian sembari menghela napas. Ia tidak berpikir bahwa kehidupannya akan rumit seperti ini. Ia tidak pernah berpikir kalau masa depannya dengan wanita yang Ia cintai sejak belasan tahun lalu bisa kacau dan membuat wanita itu pergi dari hidupnya dan menikah dengan pria lain.

Rio seorang pria yang tampan dan mapan yg saat ini berusia 35 tahun. Lahir dari perpaduan Indonesia-Amerika membuat parasnya menawan dan dikagumi banyak wanita.

Ian seorang wanita yg cantik berusia 32 tahun. Netra matanya yang selalu memancarkan keteduhan bagi setiap orang yang melihatnya. Mempunyai karir yang cemerlang. Memiliki tubuh yg proposional dan menarik untuk dilihat. Ia saat ini adalah Ibu dari dua orang anak lelaki yang tampan.

Rio dan Ian telah mengenal sejak belasan tahun lalu. Mereka melalui masa remaja bersama-sama.Tawa riang gembira maupun kesedihan telah mereka lalui bersama.

Saat itu Ian yang masih remaja 15 tahun penasaran dengan seorang cowok asing yang berada di rumahnya. Ian tidak pernah melihat cowok asing itu sebelumnya.

Rio yang berumur 18 tahun saat itu adalah cowok yg dingin dan cuek. Menyapa Ian pun tidak padahal ian adalah anak dari sahabat kedua orang tuanya dan Rio akan tinggal di rumah Ian selama kuliah karena ia bersikeras tidak mau ikut pindah dengan orang tuanya ke Amerika sehingga orang tuanya menitipkan Rio selama kuliah untuk di pantau oleh kedua orang tua Ian.

Dan dari sinilah kisah mereka dimulai....

Flashback....

"Pa, dia siapa?" Tanya Ian pada papanya sembari memperhatikan cowok asing yang sedang duduk di ruang tamu.

"Dia Rio anaknya Om Gazy dan Tante Gaby." Jawab Imran, Papanya Ian.

"Terus mana Om Gazy dan Tante Gaby kok gak ada?". Ian mengedarkan pandangan ke segala penjuru rumah untuk mencari.

"Mereka sudah ke bandara. Tadinya mau tunggu kamu pulang sekolah tapi waktunya sempit. Mereka hanya punya waktu 4 jam sebelum keberangkatan." Jelas Imran. "Ayo papa kenalin dulu sama anaknya." Ajak Imran pada putri sulungnya.

Mereka pun berjalan menuju ruang tamu dimana Rio sedang duduk membaca majalah.

Imran dan Ian menghampiri Rio yang sepertinya tidak menyadari keberadaan mereka berdua.

"Rio, kenalin ini anak sulung om." Ucap Imran pada Rio.

Rio pun mendongak dan langsung berdiri mengulurkan tangannya pada Ian. "Rio". Ucapnya.

Ian menerima uluran tangan Rio dan menjabatnya dengan sumringah. "Ian". Rio pun menganggukkan kepala sembari tersenyum tipis.

"Rio akan tinggal bersama kita selama kuliah. Om Gazy dan Tante Gaby memutuskan pindah ke Amerika dan Rio bersikeras tidak mau ikut mereka kesana." Imran menjelaskan pada Ian.

Ian manggut-manggut mengerti seraya tatapannya tak lepas dari cowok tampan di hadapannya.

"Jadi papa harap kalian bisa berhubungan baik. Anggap Rio adalah kakak kamu ya, teh".

Ya.. Ian yang masih remaja 15 tahun itu senang bukan main ketika mengetahui bahwa cowok yg baru dilihatnya ini akan tinggal bersamanya dalam 1 rumah.

Ian sudah membayangkan hari-harinya pasti akan sangat berwarna mengingat Rio adalah cowok tampan dan terlihat baik. Mereka yg hanya terpaut usia 3 tahun tidak akan sulit untuk beradaptasi satu sama lain.

Rio yang memiliki postur tubuh tinggi, warna kulit yang putih dengan wajah bergaris rahang tegas. Hidung yang mancung dan pupil mata berwarna cokelat. Rambut yang berwarna hitam kecoklatan. Ian seperti melihat sesosok pangeran tampan di hadapannya.

Lalu Imran meninggalkan kedua remaja itu berdua di ruang tamu. Membiarkan saling mengenal lebih jauh.

"Berapa umur lo?" Tanya Rio tiba-tiba mengagetkan Ian yang terus menatap dirinya tanpa malu.

"15 tahun. Kalau lo?".

"Gw 18 tahun" Ucap Rio seraya tersenyum tipis.

"Semoga kita jadi teman akrab ya" Lanjut Rio lagi yang semakin membuat Ian terpesona dengan senyuman yang terukir di wajah tampan tersebut.

"Pasti". Ian menjawab dengan antusias.

"Tapi kenapa gw baru sekarang ya lihat lo? Tante Gaby dan Om Gazy padahal sering banget lho berkunjung ke rumah ketemu bokap gw". Jelas Ian. Ia memang penasaran mengapa dirinya baru melihat cowok tampan ini di saat kedua orang tua mereka sering sekali saling berkunjung.

Rio mengulas senyum tipis.

"Gw SMA nya di Bandung. Jelas aja lo gak pernah lihat gw hehee".

Oh tidak.. senyumannya penuh dengan sihir!!!!! Batin Ian yang terpana melihat Rio.

"Kenapa gak mau ikut ke amerika? Bukannya enak ya tinggal di sana?".

Rio mengedikkan bahunya. "Gak mau aja. Di sana gw gak punya teman sama sekali".

"Yaaa kan nanti juga bisa kenalan. Kayak kita sekarang nih. Tadinya gak kenal dan sekarang jadi kenal kan?".

"Hanya kenal nama aja belum bisa di bilang benar-benar kenal". Sahut Rio.

"Iya sih bener juga." Ian meringis memamerkan barisan giginya.

Rio tersenyum. Ian pun segera pamit dari hadapan Rio karena Ia sudah ada janji dengan teman-temannya.

Supir keluarga mereka pun sudah menunggu di garasi siap mengantarkan nona itu kemana saja. Pak Surya, sang supir keluarga memang sudah di percaya oleh Imran untuk mengantarkan dan menjaga putri sulungnya kemanapun putrinya mau. Tentu saja pada akhirnya Imran selalu minta laporan atas aktifitas putrinya di luar rumah.

Ian yang hendak masuk ke mobil di hadang oleh seorang pemuda tampan. Pemuda itu adalah Rivan. Teman kecil Ian yang berada di komplek perumahan mewah tersebut.

"Minggir ah gw mau cabut nih telat!". Omel Ian.

"Santai dulu dong.. Gw mau tanya tadi gw liat cowok asing masuk ke rumah lo. Itu siapa yan?".

Ian menoyor kepala Rivan. "Diihhh kepooo lo".

"Heh sembarangan lo noyor kepala yang lebih tua!".

Ian tertawa renyah. "Itu anak sahabat orang tua gw. Dia mulai sekarang tinggal.di rumah".

"Lah kok bisa tinggal di rumah lo?".

"Orang tuanya pindah ke amerika dan tuh cowok gak mau ikut. Jadi di titipin di sini. Di pantau sama orang tua gw".

Rivan manggut-manggut mendengar penjelasan Ian.

"Udah ah gw cabut! Bye!". Ian segera masuk ke dalam mobil.

Dan kisah mereka pun di mulai......

Bab 2

"Selamat ulang tahun.. Selamat ulang tahun.. Selamat ulang tahun Ian.. Selamat ulang tahun.. Horrreeeeee.. Ayo tiup lilinnya sekarang!"

Nyanyian ucapan ulang tahun menggema di ruangan yg luas dan mewah. Orang tua, adik-adiknya dan teman-teman dekat Ian termasuk Rio berkumpul pada malam bahagia itu. Ian sedang merayakan ulang tahunnya yang ke 16 tahun. Ia merasa bahagia dikelilingi oleh orang-orang yang ia sayangi. Ian pun memeluk satu per satu orang-orang yang hadir di sana.

Ketika tepat di hadapan Rio dan akan memeluknya, Rio hanya mengulurkan tangannya sebagai simbol untuk mengucapkan selamat. Ian dengan wajah memberengut terpaksa menerima uluran tangan Rio. Rio yang melihat itu hanya menyengir kuda menampakkan barisan giginya yang putih.

Imran papanya Ian menghampiri anak gadisnya dan mencium kedua pipinya. "Karena kamu sudah 16 tahun, papa akan tepati janji papa. Kamu boleh belajar menyetir mulai sekarang." Ucap Imran pada Ian.

Ian menatap papanya dengan mata berbinar mengingat selama ini papanya itu selalu melarang Ian duduk di belakang kemudi.

"Serius pa?".

"Iya sayang.. kamu boleh belajar nyetir. Nanti cari saja tempat kursus yang bagus dan kalau sudah dapat kamu beritahu papa biayanya". Ucap Imran.

"Jangan di tempat kursus, Om. Biar Rio aja yang ajarin Ian nyetir". usul Rio. Ian mendengar itu langsung menengok pada Rio dengan mengerutkan kening.

"Serius nih dia mau ajarin gue nyetir mobil? Aaaaaakkk betapa senangnya!!!" batin Ian.

"Lho tapi kamu kan sibuk kuliah.Nanti mengganggu waktu kuliah kamu. Biar aja Ian ambil kursus." Ucap Imran pada Rio. Ian mendengar itu mencebikkan mulutnya. Hal itu tidak terlepas dari pandangan Rio dan membuatnya menahan tawa.

"Gak apa-apa, Om. Jadwal kuliah Rio juga gak setiap hari. Sabtu atau minggu kan bisa. Sudah biar Rio aja yang ajarin Ian." Rio meyakinkan Imran sekali lagi.

"Ya sudah kalau itu mau kamu. Nanti pakai saja mobil-mobil Om. Jangan mobil kamu takut Ian nabrak. Ringsek nanti mobil kamu, Rio. Hahaha.." Imran tertawa meledek anak gadisnya.

Rio ikut tertawa dengan lantang.

"Ish Papa belum apa-apa udah di doain yang enggak-enggak gitu sih!". Ian cemberut. Imran mengacak-ngacak rambut Ian dengan sayang dan menyuruhnya untuk membuka setiap kado yang menumpuk di tengah ruangan.

Dini hari..

Ian sedang duduk santai di sebuah gazebo yang berada di halaman belakang rumah persis sebelah kolam renang. Ian hanya melamun memandang pantulan cahaya di atas air. Entah apa yang sedang gadis remaja itu pikirkan tengah malam seperti ini. Sesekali ia menyeruput jus alpukat yang sebelumnya Ia buat di dapur.

tap tap tap..

Suara langkah kaki seseorang terdengar sedang menuju ke arahnya. Ian pun menoleh dan melihat Rio sedang berjalan ke gazebo.

"Kok disini? Kenapa lo belum tidur?". Tanya Rio.

Ian pun tersenyum tipis. "Gue belum ngantuk, Yo. Lo sendiri kenapa belum tidur?".

"Gue juga belum ngantuk".

Ian tidak bertanya lagi dan keduanya hanya duduk bersampingan terdiam membisu sibuk dengan pikirannya masing-masing.

Sudah beberapa bulan ini Rio tinggal di rumahnya. Awalnya Rio menjaga jarak dan tidak begitu memperhatikan Ian di tambah padatnya jadwal kuliah mahasiswa baru di kampusnya begitu menyita waktunya. Namun seiring waktu berjalan, Ian yang supel dan cerewet menarik perhatiannya juga.

Terkadang Rio bisa tersenyum sendiri jika mengingat tingkah anak itu. Meledek Ian saat pulang sekolah dengan menyebutnya bau matahari. Ian pun mempunyai panggilan berbeda untuk Rio yaitu Yoyo. Karena menurut Ian jika selalu menyebut nama Rio itu terasa formal di lidahnya. Ya hubungan mereka makin hari memang makin akrab.

"Besok kan hari minggu, lo mau mulai belajar nyetir mobil gak?". Ucap Rio memecah keheningan di antara mereka.

Ian menoleh terkejut. "Serius besok yo? Lo gak akan pergi kemana-mana emangnya?"

"Mau apa gak? Jangan jawab pertanyaan dengan pertanyaan lagi". Sahut Rio kesal dengan kebiasaan Ian yang selalu menjawab pertanyaan dengan pertanyaan lagi.

"Ya mau lah! Bener besok ya! Berangkat jam berapa?".

"Jam 10 aja. Yaudah sekarang lo balik ke kamar dan tidur. Kalau terlambat bangun itu artinya kita batal pergi". Ucap Rio sambil bangkit berdiri dan berjalan meninggalkan Ian.

Ian pun bergegas menyusul Rio untuk masuk ke dalam rumah dan segera tidur.

Keesokan harinya...

"Tan, Ian udah bangun belum? Rio janji mau ajarin dia nyetir mobil hari ini dan berangkat jam 10." Tanya Rio pada Dewi, Mamanya Ian.

"Kayaknya belum deh. Kamu tau kan itu anak kalau hari libur kayak kebo tidurnya. Kamu naik aja ke atas deh ketok-ketok kamarnya. Ini udah jam 9 lho". Sahut Dewi pada Rio.

Rio pun segera pergi ke atas menuju kamar Ian.

"Ian! Ian bangun!!!". Rio bukan lagi mengetuk pintu kamar di depannya melainkan menggedor gedor dengan keras.

Berulang kali Rio melakukan hal itu namun pintu di hadapannya masih tertutup rapat itu tandanya penghuni di dalamnya masih di alam mimpi. Rio menggaruk rambutnya kasar bingung dengan cara apalagi Ia harus membangunkan Ian. Diraihnya ponsel dalam saku jeansnya dan mencoba menelpon nomor Ian. Berulang kali Ia menelpon namun hasilnya nihil. Ian tidak menjawab panggilannya satupun.

Rio mencoba menggedor gedor lagi pintu kamar di depannya dan tak berapa lama terbukalah pintu itu dengan Ian di baliknya yang masih memakai piyama dan rambutnya yang kusut.

"Berisik banget sih pagi-pagi ganggu gue tidur aja, Yoyooooo!". Ucap Ian kesal dengan tingkah Rio.

Rio yang mendengar itu langsung menajamkan matanya.

"Lo tau gak ini jam berapa?!". Cecar Rio.

"Mana gue tau! Orang gue lg tidur pules sebelum lo gedor-gedor pintu kamar gue!".

"30 menit waktu lo untuk siap-siap. Gue tunggu di bawah!".

Ian melongo.. maksudnya siap-siap untuk apa? Memangnya mereka ada rencana pergi kemana hari ini?

Ian berpikir dan seketika itu juga menepuk dahinya.

"Mampus gue lupa! Belajar nyetiiiirrrr!!!". batin Ian.

Ia pun menutup pintu kamarnya dan bergegas menuju ke kamar mandi.

Di bawah tepatnya di garasi, Rio berjalan menuju mobilnya untuk menunggu Ian. Ia memutuskan untuk memakai mobilnya sendiri untuk mengajari Ian menyetir.

Saat menunggu di dalam mobil, terdengar sebuah ketukan di kaca mobilnya. Rio menoleh dan melihat ada Rivan. Ia pun membuka kaca mobilnya.

"Mau kemana lo bro udah rapih jam segini di hari minggu? Pergi kencan?". Ledek Rivan.

"Sialan..Kencan apanya.. Cewek aja gue gak punya. Gue mau ajarin si Ian nyetir hari ini"

"Hah si Ian udah di izinin sama Om Imran buat nyetir? Gue ikut dong boleh gak?". Tanya rivan.

"Terserah lo bebas gue sih..".

"Ya udah tunggu sebentar gue ganti baju dulu bro!". Rivan berlari kecil menuju rumahnya.

Rivan adalah tetangga Ian sedari kecil. Ia seusia dengan Rio. Sejak Rio tinggal di rumah Ian. Mereka menjadi teman akrab dan sering menghabiskan waktu bersama.

Ian membuka pintu mobil Rio dan segera duduk manis di kursi penumpang samping kemudi. Rio memperhatikan Ian dari atas sampai bawah dan tersenyum simpul.

"Kenapa perhatiin gue kayak gitu?" Ian mengerutkan keningnya heran dengan sikap Rio.

Rio menggelengkan kepala tanpa menjawab. Tidak berselang lama pintu belakang mobil terbuka dan duduklah Rivan disana.

"Ayo kita jalan!". Ucap Rivan.

"Lo ikut, Riv?" Tanya Ian menoleh ke belakang.

"Iyalah gue bete di rumah mendingan liatin lo belajar nyetir hahaha".

Rio pun segera mengemudikan mobilnya menuju lokasi yang sepi dan lapang.

Sesampainya di tempat tujuan Rio menyuruh Ian untuk bertukar tempat. Ketika di belakang kemudi, tangannya langsung terasa dingin karena gugup. Rio yang duduk di sebelahnya langsung memberi petunjuk pada Ian.

"Tekan koplingnya dulu masukin gigi 1 nya.." Ucap Rio tenang.

Ian langsung mengikuti instruksi dari Rio.

"Lepas rem tangan lalu lepas kopling pelan-pelan sambil injak pedal gas dengan perlahan". Lanjut Rio pada Ian.

Namun tidak berselang lama mobil melompat dan mesin mati seketika. Rasanya Ian terlalu cepat melepas kopling tanpa menyelaraskan dengan pijakan pada pedal gas sehingga menyebabkan mesin mobil mati mendadak.

Rio dengan sabar berulang kali mengajari Ian dan Rivan hanya memperhatikan interaksi keduanya dari kursi belakang.

Sampai akhirnya Ian sudah lancar menyelaraskan ketiga pedal itu dengan gigi. Rio meminta Ian untuk meningkatkan kecepatan laju mobil. Karena sejak tadi Ian hanya mengemudikan mobil dengan kecepatan di 20 km/jam saja. Rivan yang merasa mobil melaju sanhat lambat pun meledek Ian.

"Yan kayaknya lebih cepat keong jalannya dibandingin lo nih!". Ucap Rivan.

"Berisik lo jangan ganggu konsentrasi gue dong!". Ketus Ian kesal.

Rivan tertawa terbahak-bahak puas. Rio mendelik tajam pada Rivan seakan memberikan peringatan untuk tidak mengganggu konsentrasi Ian yang sedang mengemudikan mobil.

Beberapa jam kemudian..

Mereka bertiga sedang berada di sebuah restaurant jepang untuk makan siang. Suasana cukup ramai pada siang itu. Rio yang duduk berhadapan dengan Ian terlihat mengamati sekitar dengan seksama sedangkan Ian dan Rivan terlihat sibuk dengan ponselnya masing-masing.

Tak berselang lama makanan yang mereka pesan pun datang dan ketiganya mulai menyantap makanan mereka.

"Bro, Lo rabu malam ada jadwal kosong gak?". Tanya Rivan memecah keheningan di tengah asyiknya makan.

Rio terlihat berpikir sejenak.

"Gak ada sih kenapa memangnya?". Tanyanya kemudian.

"Bagus deh! Lo ikut gue ya rabu malam ke party temen kampus gue bro!".

"Dimana?"

"Club Queen". Jawab Rivan.

"Oke sip". Rio manggut-manggut.

Ian yang mendengar obrolan kedua lelaki di depannya dan merasa diacuhkan menatap keduanya dengan cemberut

"Gw gak di ajak nih?". Ucap Ian pada keduanya.

"Lo masih di bawah umur. Bobo aja meluk guling ya.. hahaha". Ledek Rivan.

Ian tidak habis akal Ia pun beralih pada Rio dan menatapnya tajam.

"Apa?". Tanya Rio yang heran mendapatkan tatapan tajam dari Ian.

"Gw mau ikut yooooo.."

"Gak boleh!".

Mendengar itu Ian pun mencebikkan bibirnya dan menyantap lagi makanannya dengan asal.

Bab 3

"IAN! LAMA BANGET LO BARU DATENG!" Teriak Manda di tengah kerasnya musik yang memekakkan telinga di sebuah club malam elit ibu kota. Ian yang melihat Manda yanh sedang kesal dengan keterlambatannya hanya menyengir kuda.

"Mana yang lain, non?". Tanya Ian setengah berteriak di telinga Manda.

"Ada tuh di table 7. Udah open bottle juga. Lo kesana aja!".

Ian pun berlalu meninggalkan Manda di dance floor dan menuju table 7 dimana teman-temannya duduk.

Sesampainya disana Ian langsung merebahkan dirinya di sofa dan mengambil asal gelas yang berada di atas meja dan Ia teguk isinya sampai tak bersisa. Teman-temannya yang belum Ia sapa pun hanya bisa memandang Ian dengan heran. Pikiran mereka semua sama. Pasti berantem dengan Rio. Terbukti mereka datang terpisah dan Ian tidak menegur Rio.

"Nih tambah lagi, yan". Ucap Eki sembari menyodorkan botol minuman dari kaca.

Belum sempat tangan Ian meraihnya, botol minuman tersebut sudah di pegang erat oleh Rio. Rio menatap Ian dengan tajam.

"Sini-in botolnya yo! Ngapain sih main ambil aja. Gelas gw belum juga di isi.." Sungut Ian pada Rio.

"Udah cukup 1 gelas aja. Kalau kesal bilang! bukan minum-minum".

Ian menatap Rio dengan tatapan yang sulit di mengerti.

Rivan, Gilang dan Eki yang melihat aura dingin antar keduanya berinisiatif untuk merilekskan suasana.

"Woy disini tuh kita mau seneng-seneng bukannya mau nontonin lo berdua debat!" Ucap Gilang pada Ian dan Rio.

Rivan berdiri "Kita dance aja yuk biar seger". Ucapnya.

Ian pun bangkit dari duduknya di susul oleh yang lainnya termasuk Rio.

Ian yang memiliki tubuh yang proporsional dan wajah yang cantik serta pintar memadu padankan busana semakin terlihat menarik di mata lelaki yang berada di lantai dansa.

Banyak yang mencoba mendekatinya atau menyentuhnya secara diam-diam dan terang-terangan. Namun Ian mempunyai bodyguard yang selalu menjaganya yang tidak lain adalah teman-temannya.

Ian masih asyik meliukkan badannya mengikuti alunan musik yang menghentakkan lantai dansa. Ketika dirasanya ada sebuah tangan yang melingkar di pinggangnya. Saat Ian mau melepaskan tangan tersebut pada pinggangnya, Ia terkejut karena Rio yang melingkarkan tangannya.

"Jangan terlalu semangat. Lo gak sadar berapa pasang mata lelaki yang ngeliat ke arah lo, hm?" Ucap Rio tepat di telinga Ian.

"Itu hak mereka mau lihat kemana.. Mata juga mata mereka kok." Ketus Ian

"Terus kenapa lo pakai baju yang terlalu terbuka begini sih? Gue gak suka, Ian."

"Hak gw dong yo mau pakai baju atau gak pakai baju sekalian! Kenapa lo yang repot sih?".

Rio seketika itu juga menarik Ian untuk keluar dari Club. Teman-temannya yang melihat itu hanya mengangkat bahu nya berpikir bahwa Ian dan Rio perlu privasi untuk menyelesaikan masalah mereka berdua.

Di dalam mobil...

"Lo masih marah karena gw bawa temen cewek ke rumah? Itu temen kampus gw, Ian. Lo juga lihat sendiri kan gw gak hanya berdua. Gw bawa 4 orang temen kampus gw ke rumah lo." Gusar Rio yang tidak tahu lagi harus bagaimana membujuk Ian.

Ian memalingkan wajahnya ke arah luar.

Iya.. gw tau mereka gak hanya berdua. tapi gw tetep gak suka lihat Rio akrab dengan teman-teman kampusnya apalagi cewek! Gw ini kenapa sih.. Rio bukan siapa-siapa gw! Kenapa juga gw harus marah.. tapi..........

Ian menoleh saat merasakan tangannya digenggam oleh Rio. Hangat.. batin Ian.

Rio menatap Ian dalam-dalam.

"Gw harus ngapain biar lo gak marah lagi sama gw, hm?" Tanya Rio dengan lembut.

"Gak perlu ngapa-ngapain. Itu hak lo kok mau dekat sama siapa aja, Yo. Gw gak suka aja kemarin berisik banget temen-temen lo di tambah gw lagi badmood juga sebelumnya".

"Yakin hanya itu alasannya?" Tanya Rio masih menggenggam tangan Ian.

"Iya.. Hanya itu.." Ucap Ian.

Sebenarnya Ian masih bingung mengartikan perasaannya sendiri pada Rio dan Rio juga tidak pernah mengucapkan kata sayang ataupun menyatakan perasaannya. Hubungan mereka mengalir begitu saja tanpa adanya pengakuan dari hati keduanya.

"Yaudah gw mau pulang. Gw janji sama papa gak akan pulang larut banget, Yo."

"Sama gw aja. Nanti mobil lo biar Gilang yang bawa. Mana kuncinya?" Ucap Rio sambil menadahkan tangan meminta kunci mobil Ian. Ian pun memberikan kunci mobilnya dan Rio bergegas keluar mobil untuk mencari Gilang ke dalam club.

Sepanjang perjalanan pulang keduanya tidak banyak bicara. Mereka hanya ditemani dengan alunan musik dari radio dan tenggelam dalam pikiran masing-masing

Ian yang saat ini berusia 19 tahun menjelma menjadi gadis yang menarik dan pintar.Tidak ada lagi bau matahari yang tercium dari seragam sekolah yang dahulu selalu Rio sebut untuknya. Saat ini Ian sedang menempuh pendidikan di Universitas Swasta yang terkenal di Ibu Kota. Sedangkan Rio sudah di tingkat akhir.

Hubungan keduanya sampai saat ini sangat baik. Terlampau baik lebih tepatnya. Dimana ada Rio disitu ada Ian. Begitulah kira-kira. Om Imran pun mempercayakan penjagaan putri sulungnya pada Rio. Jadi kemanapun Ian pergi khusunya untuk pergi bersenang-senang dalam momen-momen tertentu, Rio pasti akan selalu ikut untuk menemani dan menjaga Ian.

Keduanya masih sama-sama saling mencari arti rasa yang ada di hati mereka. Apakah itu sayang terhadap lawan jenis atau sayang sebagai adik kakak. Entahlah hanya mereka yang tahu.

Keesokan harinya..

Rio yang sedang sarapan bersama Om Imran dan Tante Dewi menoleh ketika Ia melihat Ian berjalan dengan wajah yang segar yang dipoles makeup tipis.

Cantik. Batin Rio sembari melihat Ian yang berjalan menuju meja makan.

"Pagi pa.. ma.. Yo.." Ian tersenyum pada ketiga orang yang sedang berada di meja makan. Adik-adiknya sudah berangkat lebih dulu ke sekolah dan hanya tersisa mereka yang berada di ruang makan.

"Pagi sayang.." Sahut kedua orang tua Ian.

"Kamu ada kuliah pagi?" Tanya Imran.

"Iya pa.. hari ini padat banget jadwal kuliahnya."

"Yaudah makan dulu sekarang biar ada tenaga buat mikir". Timpa Dewi pada putrinya.

ian pun memilih semangkuk sereal juga tidak lupa roti panggang cokelat keju favoritnya

"Apa semua SKS kamu sudah di selesaikan, Rio?" Tanya Imran pada Rio.

"Belum, Om. Sedikit lagi selesai".

"Ya cepatlah selesaikan. Setelah lulus kamu mau langsung bekerja atau langsung lanjut ambil S2?".

"Sepertinya kerja sambil lanjut aja, Om. Cari-cari pengalaman juga". Sahut Rio.

"Papa kamu itu menelfon Om. Dia mengutarakan keinginannya ingin membawa kamu ke Amerika setelah kamu selesai studi disini. Dia ingin kamu melaniutkan S2 disana saja katanya.".

Rio nampak berpikir dengan perkataan Imran sedangkan Ian nampak kaget.

"Iya Rio di sana mungkin lebih bagus universitasnya dan kamu bisa dekat dengan kedua orang tua kamu. Tapi sejujurnya tante sih berharapnya kamu terus tinggal disini hehehe" Ucap Dewi.

"Iya akan Rio pikir matang dulu ya Om, Tante. Lagipula itu masih cukup lama." Rio tersenyum pada kedua orang tua Ian yang sudah Ia anggap seperti kedua orang tuanya sendiri.

Tidak lama kemudian Ian bangkit dari duduknya dan berpamitan untuk pergi ke kampus. Di sepanjang jalan sambil menyetir, pikiran Ian terusik dengan 1 hal yaitu kemungkinan Rio akan pindah ke Amerika. Ia merasa tidak rela. Ia merasa hatinya sakit ketika memikirkan kemungkinan tidak akan bersama-sama Rio lagi. Tidak ada lagi Rio di dalam hari-harinya Ia merasa sangat tidak rela. Memikirkannya saja sudah membuat moodnya sangat buruk!

ddrrrtt. ddrrttt.

Getaran ponsel Ian menandakan ada pesan masuk. Ian yang baru saja sampai parkiran kampus segera mengambil ponselnya.

"Selesai jam berapa kuliahnya?" Pesan masuk dari Rio

"Jam 14.30." Balas Ian.

"Ketemu bisa gak sebelum pulang ke rumah?"

"Kok gitu? ketemunya di rumah aja kan bisa, yo.." Balas Ian lagi.

"Ada yang perlu gw omongin sama lo."

"Yaudah kita ketemu di Mal XXX ya jam 3 sore"

"Oke".

Ian segera memasukkan ponsel ke dalam tas dan beranjak keluar mobil untuk menuju ke dalam ruang kuliah.

Mall XXX

Rio terlihat sedang berjalan dengan santai menuju restoran tempat Ia dan Ian janji bertemu. Di setiap kakinya melangkah tidak lepas dari tatapan memuja para wanita. Ada yang hanya meliriknya berulang kali dan ada juga yang terang-terangan mengaguminya. Namun Rio cuek dengan semua itu. Ia bukanlah seorang playboy yang memanfaatkan ketampanan yang dimilikinya untuk menggaet hati para wanita untuk di jadikan mainan atau pengisi waktunya saja.

Dari luar restoran Rio bisa melihat Ian tengah duduk sambil memainkan ponselnya. Rio tersenyum tipis dan melangkah menuju meja dimana Ian duduk.

"Hey". Ucap Rio sembari menarik kursi.

"Jalanan macet yo sampai lo telat? lagian ngapain sih pake ngajak ketemu di luar yo.. kita kan tinggal serumah". Cecar Ian yang sudah bete menunggu Rio cukup lama.

"Sorry tadi harus nemuin dosen dulu makanya telat. Gw ngajak ketemu di luar karena gw mau ngomong serius sama lo jadi gw pikir gak enak kalau di rumah". Ucap Rio.

"Makan dulu deh yo biar gw punya tenaga buat dengerin omongan lo.. muka lo serius banget soalnya. Serem gw".

Rio pun tertawa dan mengambil buku menu yang sudah Ia minta sebelumnya pada pelayan.

"Yaudah jelasin lo mau ngomong apa sekarang sampai kita harus ngobrol di luar rumah begini?" Tanya Ian sembari mengelap mulutnya setelah Ia selesai menyantap makan siangnya.

"Gw mau tanya.. Lo mau gw pindah ke Amerika atau tetap di sini?". Ucap Rio tanpa basa-basi.

Ian mengerutkan keningnya mendengar perkataan Rio.

"Kenapa lo tanya gw? Apa hubungannya sama gw sih?".

Iya memang gak ada hubungannya tapi gak tau kenapa gw perlu tau lo mau gw pergi atau tetap di sini.. Batin Rio sembari menatap Ian.

"Gw hanya butuh pandangan dari orang lain aja, Ian." Jawab Rio. Lain di hati lain di mulutnya.

"Kalau gw bilang lo jangan pergi dan tetap tinggal dirumah gimana?".

"Gw akan turutin kalau itu mau lo."

"Kenapa lo mau nurutin gw?" Ian bertanya dengan menatap dalam manik mata Rio.

Karena gw ngerasa kalau gw gak bisa jauh dari lo, Ian..

"Kenapa? Jawab gw!" Paksa Ian yang kesal karena Rio hanya diam menatapnya.

"Karena mungkin gw gak bisa jauh dari lo, Ian." Ucap Rio akhirnya mengeluarkan uneg-unegnya.

Ian terdiam membisu.

"Gw gak mau lo berada jauh dari radar gw. Maaf buat lo bingung sedangkan kita gak ada hubungan apa-apa." Lanjut Rio meraih tangan Ian dan menggenggamnya.

"Iya kita memang gak ada hubungan apapun dan semestinya lo gak boleh begini ke gw. Gw bukan pacar lo".

"Tapi gw mau mulai hari ini hubungan kita lebih dekat lagi dari sebelumnya. Gw gak menyebut itu pacaran. Terserah lo mau menganggap apa hubungan kita ini.. Yang jelas gw mau lo selalu ada di sisi gw. Lo mau, hm?". Rio menatap mata Ian dengan tatapan yang sulit di artikan.

Ian terdiam sembari menatap tangan Rio yang masih menggenggam tangannya. Tak lama kemudian Ian pun mengangguk sambil mengulas senyum manis pada Rio.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!