Sebelumnya mohon maaf jika banyak typo bertebaran..
...Happy reading...
......~~~~......
Jika untuk sebagian orang masa remaja adalah masa yang bagitu indah, berbeda hal nya dengan Vanya. Gadis yang telah di tinggalkan kedua orang tuanya itu terpaksa harus tinggal bersama dengan neneknya yang telah cukup tua, sampai akhirnya sang nenek sakit dan juga meninggalkan Vanya seorang diri dan di saat itu juga kehidupan Vanya yang sebenarnya dimulai. Vanya adalah seorang gadis yang kuat yang memiliki sifat pemberani, ia akan melakukan segala cara untuk membiayai hidupnya sendiri. Ya, jika tidak seperti itu lalu siapa yang akan membiayai hidupnya? Minta saudara? Sangat tidak mungkin, menikahi pria kaya? Tidak mungkin juga, karena Vanya masih ingin menikmati masa lajangnya.
Vanya memiliki wajah yang cantik, berkulit putih dan lekuk tubuh yang indah. Kini ia kuliah di salah satu universitas jurusan desain. Ia membiayai kuliahnya dengan cara bekerja paruh waktu di sebuah mini market. Namun uang yang ia kumpulkan dari hasil kerjanya sebagai pelayan toko masih kurang karena biaya yang harus ia tanggung cukup banyak, di luar biaya kuliah, Vanya juga harus membayar uang sewa rumah yang ia tempati.
Terkadang ia ingin mengakhiri semuanya karena begitu sulit untuk ia hadapi, namun beberapa orang teman yang ada di sampingnya selalu menyemangati Vanya untuk terus berjuang bersama. Bukan hanya dari kalangan biasa, teman yang dekat dengan Vanya tak jarang dari kalangan keluarga berada yang membawanya kedalam dunia malam yang begitu gelap.
**
Suatu malam, selesai bekerja di sebuah minimarket Vanya bergegas menuju sebuah bar yang dimana di penuhi dengan para pria hidung belang yang hanya mencari kesenangan sesaat. Ini untuk pertama kalinya Vanya pergi ke tempat seperti itu yang di bawa oleh temannya langsung untuk di kenalkan pada pemilik bar tersebut. Vanya datang bukan untuk di jadikan pelayan biasa, dengan wajahnya yang begitu cantik, ia di jadikan sebagai pelayan yang melayani beberapa pria untuk minum dan hiburan semata.
Bukan karena keinginan, tapi karena keadaan yang membuat Vanya menerima pekerjaan itu, karena cukup sulit untuk mendapatkan pekerjaan yang lain. Seteguk demi seteguk Vanya mencoba sebuah alkohol dan sebatang rokok yang menempel di tangannya. Tak hanya sendiri, ia juga di temani dengan beberapa temannya sebagai tamu di bar tersebut.
"Vanya... Mau kah kau menemaniku malam ini?" Ucap seorang pria yang duduk di sampingnya.
"Tergantung yang akan kau berikan." Sahut Vanya.
Pria itu hanya tersenyum dan mengerti dengan apa yang di maksud gadis itu. Dengan segera Vanya menuangkan minuman kedalam gelas pria di sampingnya dan menemaninya minum sampai mereka puas. Gadis itu hanya menemaninya duduk dan berbincang, tak jarang beberapa pria yang dekat dengannya mengeluh dengan keadaan istri atau pacar mereka. Vanya yang selalu menyikapinya dengan santai tak jarang memberikan sebuah saran pada mereka.
"Sebenarnya pekerjaan aku sebagai pelayan apa dokter cinta sih? Kenapa mereka selalu mengeluarkan keluh kesah tentang asmara mereka?" Gumam Vanya.
"Vanya...." Panggil seseorang dari arah kanan tempat ia duduk bersama dengan klien nya.
Vanya pun menoleh ke arah sumber suara dan terlihat seorang gadis bersama dengan dua orang pria di sampingnya.
"Tunggu sebentar om, aku kesana dulu." Ucap Vanya hendak meninggalkan kliennya.
"Mau kemana hey! Ini belum selesai." Ucap pria yang duduk bersama dengan Vanya yang telah setengah mabuk.
Kini gadis itu telah bersama dengan seorang temannya.
"Ada apa?" Tanya Vanya.
"Single nih, boleh lah kamu temenin." Ucap Michel.
"Boleh, ayo." Dengan lembut Vanya menarik tangan pria itu dan mengajaknya duduk bersama.
Tak jarang dari berbagai macam pria ingin berbuat lebih dengan gadis itu, namun seorang penjaga bar tersebut selalu melindungi Vanya untuk tidak di sentuh sembarangan. Ya, walau Vanya hanya berstatus pelayan namun selalu di perlakukan layaknya seorang ratu, karena dengan adanya dia tempat itu selalu ramai di penuhi pengunjung yang bisa menaikkan omset dalam satu malam.
Waktu menunjukkan pukul 03.30 dini hari. Vanya pun bergegas meninggalkan tempat itu karena telah lelah seharian bekerja.
"Vanya tunggu." Ucap seorang pria pemilik bar tersebut.
"Ya? Ada apa? Mau periksa takut aku bawa kabur uang?"
Pria itu hanya tersenyum, ia kemudian memberikan Vanya sebuah amplop berwarna coklat dengan sejumlah uang di dalam nya.
"Ini buat kamu."
"Apa ini? Bukannya aku baru bekerja malam ini?"
"Karena berkat kamu bar bagitu ramai, ambil lah." Ucap pria itu menaruh amplop pada tangan Vanya.
"Baiklah, terimakasih."
Vanya pun bergegas keluar dan berjalan menuju tempat tinggalnya yang cukup jauh. Sesampainya di sebuah rumah gadis itu merebahkan tubuhnya di atas sebuah ranjang yang tidak terlalu luas. Setelah beristirahat sejenak, Vanya mengganti bajunya dan menghapus make up yang menempel di wajahnya. Tak lupa ia menghitung uang yang telah terkumpul untuk membayar sewa rumah yang telah lewat jatuh tempo.
"Haahh... Sungguh melelahkan." Gumam Vanya yang perlahan terlelap dalam tidurnya.
Baru sebentar rasanya ia tertidur, seseorang telah membuat kerusuhan di luar rumahnya. Setelah beberapa usaha menutup telinganya dengan bantal dan selimut namun suara gaduh itu tetap terdengar di telinganya. "Sialan!" Gumam Vanya yang akhirnya terbangun dengan kondisi raut wajah yang seperti panda dan rambut acak-acakan layaknya orang gila.
Ia pun membuka pintu rumahnya dan terlihat seorang wanita yang telah membuat kerusuhan di pagi hari. Ya, wanita itu adalah si pemilik rumah yang cerewet dan mata duitan. Tanpa perlu menanyakan tujuan kedatangannya, Vanya kembali masuk dan membawa uang yang telah di siapkan nya.
"Ambil untuk dua bulan kedepan!" Ucap Vanya memberikan sebuah amplop coklat.
"Dan satu lagi, jangan buat kerusuhan di pagi hari. Apa kau gak tau aku baru saja tidur hah?!" Bentak Vanya yang kemudian menutup pintunya dengan cukup kencang.
Seketika si pemilik rumah pun kaget dengan tingkah Vanya yang lebih galak darinya.
"Sialan, dia pikir dia siapa? Tapi gak papa selama ada uang semuanya terserah dia, haha." Ucap wanita itu yang kemudian melenggang pergi.
Sementara itu di dalam rumah, Vanya kembali masuk kedalam kamarnya dan menjatuhkan tubuhnya di atas ranjang dengan posisi tengkurap.
"Dasar nenek lampir sialan!" Gumam Vanya yang kembali terpejam.
Selang lima menit ia tertidur, ponsel nya berdering dan kembali membangunkan dari mimpi indahnya.
"Sumpah demi apapun, gak bisa apa biarkan aku tidur dengan tenang sebentar aja!" Gerutu Vanya mengambil ponselnya dan melihat panggilan masuk dari temannya.
"Vanya... Kamu dimana? Kenapa belum datang? Bukanya pagi ini kamu ada presentasi?" Ucap Michel di balik telponnya.
"Oh my God.." Vanya pun langsung menutup telponnya dan bergegas menuju kamar mandi untuk bersiap, jalan pintas yang ia gunakan dengan cara hanya menggosok gigi dan cuci muka serta mengganti baju. Dengan cepat Vanya berlari menuju sebuah halte bus untuk menuju kampusnya.
***
Bersambung. . .
Mohon selalu dukungannya, kasih like, vote, komen, gift.. makasih...
Sesampainya di sebuah halte dekat kampus, Vanya berlari menuju kelasnya, sesekali ia melihat arloji yang melingkar di tangan kirinya dan menambah kecepatan larinya. Tak jarang ia menabrak beberapa orang yang sedang berlalu lalang di area kampus namun gadis itu terus berlari tanpa mengucap kata maaf. Hingga akhirnya ia sampai di sebuah kelas yang telah hadiri oleh seorang dosen.
Dengan nafas yang tersengal-sengal, perlahan Vanya mengetuk pintu ruangan tersebut dan meminta izin untuk masuk mengikuti kelasnya.
"Yang ke berapa kalinya kamu telat?" Ucap seorang dosen.
"Maaf pak, saya bangun kesiangan." Sahut Vanya tersenyum tanpa dosa.
"Cepat masuk, dan segera siapkan bahan presentasi kamu!"
Gadis itu pun bergegas masuk dan duduk di sebelah Michel. Ia mengeluarkan beberapa buku dan laptopnya untuk bahan presentasi.
"Pulang jam berapa semalam? Kenapa bisa telat?"
"Subuh! Dan semuanya gara-gara nenek lampir sialan yang buat keributan di pagi hari."
"Hahhh... Apa hidupku akan terus seperti ini." Sambung Vanya menaruh kepalanya di atas meja.
Dalam hitungan detik, tanpa di sadari Vanya pun tertidur dalam kelas, sampai berulangkali dosen memanggilnya untuk presentasi namun ia tak mendengar. Braakkk... Dosen pun menggebrak meja Vanya hingga ia terbangun dalam keadaan yang masih linglung. "Aishh, sial!" Gumam Vanya ketika melihat wajah sang dosen telah membara.
Ia pun segera berjalan ke depan dan mulai untuk mempresentasikan hasil kerjanya. Suara tepuk tangan pun bergemuruh ketika Vanya telah selesai dengan presentasi nya. Mata kuliah selesai, semua mahasiswa berhamburan kecuali Vanya yang rasanya masih ingin tertidur.
"Ayo ke atap." Ajak Michel pada teman nya itu.
"Baiklah." Sahut Vanya.
Kedua gadis itupun bejalan menuju atap kampus tempat dimana mereka beristirahat. Michel mengeluarkan sebuah rokok dan korek yang kemudian ia menyulutnya dan menyesap rokok tersebut. Tak lupa ia juga menawari vanya yang telah terbiasa dengan melakukan hal itu.
"Ichel.. Vanya.." panggil seorang pria yang tak lain adalah teman mereka.
"Hei Joe.." sahut Michel yang menyapa Jonathan.
"Malam ini aku dan yang lain ada acara makan-makan, apa kalian mau ikut?" Tanya Joe.
"Kalian pergilah, aku harus bekerja." Sahut Vanya.
"Oh ayolah, mau sampai kapan kamu terus bekerja? Sekali-kali luangkan waktu untuk bersenang-senang." Ucap Joe.
"Bener Van, kenapa kamu gak lepas aja yang di minimarket? Bukannya gaji di bar cukup lumayan? Belum di tambah tip dari para tamu yang kamu temani." Ucap Michel.
"Kalian sih enak punya semua fasilitas yang telah di sediakan orangtua, sedangkan aku? Kalau gak bekerja gimana aku bertahan hidup?" Jelas Vanya.
Seketika ucapan Vanya membuat kedua temannya terdiam. Apa yang di katakan nya ada benarnya juga, Vanya yang hidup hanya seorang diri harus bekerja keras untuk menghidupi dirinya sendiri.
"Baiklah, nanti malam kita main di bar tempat kamu bekerja, akan ku ajak Nic juga."
"Ehh tunggu-tunggu.. kenapa mengajak Nic?" Sahut Vanya.
"Bukankah selama ini kamu menyukai nya?" Ucap Joe.
"Aishhh, terserah lah."
Setelah berbincang dan menghabiskan beberapa batang rokok, mereka pun kembali menuju sebuah ruang praktek. Vanya dan Michel melanjutkan rancangan mereka yang masih belum selesai. "Chel, aku tidur sebentar ya, gak kuat mata ku gak bisa di ajak kompromi." Ucap Vanya yang menaruh kepalanya di atas sebuah meja. Hitungan detik gadis itu pun terlelap dan masuk ke dunia mimpinya yang begitu sempurna dimana ia telah menjadi seorang desainer terkenal dan hidup mewah. Tanpa di sadari, Vanya tertidur dengan wajah yang berseri.
"Gadis tangguh pasti kamu sangat lelah, beristirahat lah nanti aku kembali." Ucap Michel yang pergi meninggalkan Vanya sendiri.
Di sebuah lorong, Michel melihat Nic yang sedang berbincang dengan seorang gadis. Terlihat keakraban diantara keduanya yang membuat Michel selalu waspada. Ya, Nic dengan nama panjang Nicholas adalah seorang mahasiswa jurusan manajemen begitu terkenal bukan hanya ketampanannya tapi juga karena keramahannya pada semua orang terutama kalangan para gadis. Bukan hanya satu dua orang gadis yang telah di buatnya merasa nyaman tapi ada banyak gadis yang ia perlakukan dengan kelembutannya.
"Michle.." panggil Nic ketika melihat Michel melintas.
"Hm, ada apa?"
"Dimana Vanya?"
"Untuk apa kau menanyakannya? Apa mereka masih belum cukup?"
"Hey.. mereka semua teman aku, apa salahnya kita mengobrol?" Ucap Nic.
"Terserahlah, Vanya di ruang praktek lagi tidur jangan kau mengganggunya."
Nic pun bergegas pergi menuju ruangan praktek untuk menemui Vanya. Sesampainya disana, Nic masuk secara perlahan agar tidak membangunkan gadis yang tengah terlelap itu, ia duduk di samping Vanya dan memperhatikannya dengan begitu seksama. Tak lama kemudian, gadis itu pun terbangun, ia mengerjapkan matanya dan melihat samar-samar pria di sampingnya yang sedang menatapnya sedari tadi.
"Apa aku membangunkan mu?" Tanya Nic.
"Ah, kau ngapain disini?"
"Hanya ingin melihatmu tertidur."
Nic menggeser posisi duduknya, perlahan ia menyentuh rambut panjang Vanya dan mengusapnya dengan begitu lembut. "kau cantik di saat tertidur." Sebuah rangkaian kata yang Nic ucapkan membuat Vanya melayang tanpa ia sadar dengan kenyataan yang sebenarnya. Vanya yang baru mengenal Nic beberapa Minggu hanya mengetahui sisi baiknya tanpa ia tau sisi yang lainnya. Di saat keduanya sedang berbincang, Michel kembali dengan membawa sebuah minuman di tangannya.
"Minumlah." Ucap Michel menaruh minuman itu di hadapan Vanya.
"Thanks Chel." Ucap Vanya yang langsung minum.
"Aku kembali dulu, sampai bertemu nanti malam." Ucap Nic.
Setelah Nic pergi, Michel pun duduk di hadapan Vanya dan mengatakan apa yang seharusnya ia katakan mengenai Nicholas. Vanya hanya tersenyum mendengar pernyataan temannya itu. Ia tidak sepenuhnya percaya dengan apa yang di katakan Michel sebelum melihatnya sendiri secara langsung.
"Dia hanya baik ke semua orang Chel." Ucap Vanya.
"Kita lihat nanti malam, apa perlakuannya masih sama atau tidak." Sahut Michel.
"Hei.. apa yang di maksud dengan ucapan mu?"
"Nanti malam akan banyak gadis yang ikut bersama dengan Joe, perhatikan sikap Nic apa dia masih akan memperhatikan mu?" Jelas Michel.
Vanya pun beranjak dari duduknya dan pergi menuju toilet untuk mencuci mukanya. Di depan sebuah wastafel ia menatap dirinya sendiri dengan begitu seksama. "Ma, maafin aku yang telah gagal dengan semuanya." Gumam Vanya mengingat dengan kehidupannya yang semakin berantakan. Selesai mencuci mukanya, Vanya segera kembali ke ruang praktek untuk mengambil tasnya.
"Kemana Van?" Tanya Sheila teman satu jurusannya.
"Pulang, jam kerja ku sebentar lagi mulai, bilang Michel aku di minimarket." Jawab Vanya sambil melangkah keluar
Vanya berjalan menuju sebuah halte bus untuk sampai di tempat kerjanya.
***
Bersambung. . .
jangan lupa dukungannya like, komen, gift makasih
Sesampainya di sebuah minimarket, Vanya bergegas menuju ruangan karyawan untuk memakai baju kerjanya. Selesai mengganti baju ia membereskan beberapa barang menatanya dengan rapi dan juga menyortir yang telah expired. Keseharian Vanya di habiskan di kampus dan tempat kerjanya. Dengan parasnya yang cantik dan keramahan nya Vanya mampu menaikan omset penjualan dan menjadi kebanggaan pemilik toko tersebut.
Tak hanya menjaga toko, Vanya juga harus membagi waktunya dengan belajar dan beberapa tugas yang harus segera ia selesaikan. Kling... Sebuah notifikasi pesan masuk di ponselnya, Vanya segera membaca isi dari pesan tersebut yang tak lain adalah dari Nic yang menanyakan keberadaannya. Gadis itu segera membalas pesan tersebut dengan senyuman di wajahnya.
Setelah membalas pesan tersebut Vanya kembali bekerja, di saat sedang membereskan beberapa berang, seseorang datang dan menghampiri meja kasir untuk membayar belanjaannya. Dengan segera Vanya menuju meja kasir untuk menghitung blanjaan pelanggannya.
"Jangan lupa datang kembali." Ucap Vanya sambil memberikan belanjaan orang tersebut.
Tap... Seseorang menaruh dua kaleng minuman di hadapan Vanya, ia pun menghitung totalnya dan melihat ke arah orang tersebut yang tak lain adalah Nic.
"Mau minum bersamaku?" Tanya Nic.
"Oke." Sahut Vanya menerima ajakan Nic.
Mereka berdua pun berjalan ke luar minimarket dan duduk di sebuah kursi yang telah di sediakan toko tersebut. Di tengah perbincangannya, suara gemuruh dari dalam perut Vanya menghentikan pembicaraan mereka. Gadis itu hanya tersenyum yang kemudian beranjak masuk dan membawa satu cup mie instan yang telah di campur dengan air panas.
"Gak makan siang kah?" Tanya Nic disaat Vanya kembali.
"Enggak, tadi aku begitu ngantuk jadi selesai kelas aku tidur." Jelas Vanya.
"Jangan terlalu banyak bekerja, perhatikan kesehatan mu." Ucap Nic.
"Aishh, kamu seperti ini bisa membuat aku salah paham tau gak?"
Nic hanya mengulas senyumnya dan menatap Vanya yang sedang menikmati makanannya. "Woy Vanya!" Seorang pria menepuk pundak gadis itu hingga tersedak.
"Uhuk.. sialan kau Ian! Uhuk uhuk..." Ucap Vanya sambil terbatuk-batuk.
"Oops sorry, buatin dong lapar nih." Ucap ian yang duduk di sebelah Vanya.
Vanya berdiri dari duduknya dan hendak membuatkan makanan untuk Ian, namun niatnya terhenti ketika sebuah tangan menariknya dan menyuruhnya kembali untuk duduk. Gadis itu melirik heran pada pria yang berada di sebelahnya.
"Punya tangan, punya kaki bisa bikin sendiri kan?" Ucap Nic pada ian.
"Kamu siapa?" Tanya balik ian yang baru pertama kali melihat Nic.
"Dia teman aku, udah gak usah ribut aku ambilkan buat kamu." Sahut Vanya yang kemudian masuk.
Tidak ada perbincangan dari kedua pria tersebut hanya saling tatap yang mengandung banyak arti dari satu sama lain. Tak lama kemudian Vanya pun kembali dan memberikan mie instan untuk Ian. Siapakah ian? Bukan pacar apalagi suami, dia adalah salah satu teman dekat Vanya anak dari pemilik toko tempat Vanya bekerja. Walau usianya di bawah Vanya namun tidak menghalangi keduanya untuk menjadi teman dekat.
Hari mulai gelap, Nic yang masih terdiam setia menunggu Vanya menyelesaikan pekerjaan nya, rencananya ia akan pergi bersama dengan gadis itu menuju bar tempat Vanya bekerja.
"Ian.. malam ini aku ijin satu jam lebih awal ya, gak papa kan kamu jaga toko?" Ucap Vanya.
"Mau kemana? Pacaran ya?"
"Gak ada waktu buat pacaran! Aku harus pergi ke tempat kerja lebih awal malam ini."
"Kamu kerja di tempat lain?" Tanya ian yang tidak mengetahui kalau Vanya menjadi pelayan sebuah bar.
"Hm, aku butuh uang ekstra jadi aku cari kerjaan lain, udah ya aku pergi dulu kamu tunggu disini sebentar sampai pergantian shift." Ucap Vanya yang bergegas meninggalkan tempat itu.
~~
Sesampainya di bar, Vanya terpisah dengan Nic karena ia harus mengganti pakaiannya layaknya wanita malam. Sebuah mini dress berwarna hitam dengan bagian atas yang terbuka membalut tubuh Vanya. Perlahan langkah kakinya menuntun Vanya untuk masuk kedalam tempat yang di penuhi orang-orang hanya untuk bersenang-senang. Bau alkohol yang menyengat serta kepulan asap rokok dari sana sini membuat Vanya terkadang pengap, namun ia harus terbiasa dengan semuanya demi menyambung hidup.
"Vanya sini.." teriak Michel yang telah berkumpul dengan Joe dan beberapa temannya termasuk Nic yang telah duduk santai di sebuah kursi.
Vanya berjalan ke arah mereka dengan membawa beberapa minuman dalam sebuah nampan. Ia duduk di antara beberapa temannya yang sesekali melirik ke arah Nic. Suara gelas yang saling beradu serta kepulan asap rokok sejenak membuat Vanya lupa akan dunianya.
Setelah puas dengan minum-minum dan memainkan sebuah permainan, mereka pun mulai meninggalkan tempat itu satu persatu hingga tersisa beberapa orang yang masih menikmati minumannya. Vanya beranjak dari tempat duduknya berniat untuk mencari keberadaan Nic yang menghilang entah kemana. Ia menelusuri setiap sudut sampai akhirnya meliat dua orang yang sedang bercumbu.
"Nic" gumam Vanya sambil memperhatikan kedua orang itu, namun ternyata dugaan Vanya salah, mereka adalah teman lainnya yang sedang asik berpacaran. Ia pun kembali melangkahkan kakinya sampai akhirnya terhenti di sebuah lorong dekat toilet. Ia melihat Nic sedang menghimpit seorang wanita di hadapannya. Vanya pun segera memutar balikkan tubuhnya dan hendak kembali ke tempat yang seharusnya ia berada.
"Vanya tunggu.." seru Nic menghentikan langkah seorang gadis di depannya.
"Sorry, aku gak tau." Ucap Vanya mengalihkan pandangannya.
"Aku hanya main-main sama dia." Sahut Nic mencoba menjelaskan.
"Mau main-main apa enggak, itu urusan kamu gak ada hubungannya sama aku." Jelas Vanya.
"Tapi kamu yang aku inginkan."
"Aku harus kembali masih ada kerjaan lain, lanjutkan lah anggap aku gak melihat apapun." Ucap Vanya yang bergegas pergi meninggalkan Nic.
Gadis itu pun kembali kedalam ruangan yang pengap itu. Ia duduk di samping beberapa sugar Daddy yang mencari kesenangan, Vanya mulai menuangkan minumannya dan menemani para pria itu dengan tubuh yang telah lelah.
"Kamu begitu cantik malam ini sayang." Bisik seorang pria di samping Vanya.
"Bukannya tiap malam aku terlihat cantik?" Sahut Vanya.
"Gimana kalau malam ini kamu temani aku? Akan ku kasih tip lebih dari yang biasanya."
"Sorry om, aku gak pandai bermain begituan."
"Akan ku ajarkan bagaimana caranya memuaskan hasrat para lelaki."
"Tio!" Panggil Vanya memberikan sebuah kode pada pria yang berdiri tak jauh di belakangnya.
Dengan segera pria yang bernama Tio itu menghampiri Vanya dan menyeret pria di sebelahnya yang mencoba macam-macam dengan sebuah berlian. Vanya pun melenggang pergi dengan sebuah rokok yang menempel di bibirnya.
"Sialan Vanya! Berani-beraninya kau melakukan semua ini!" Teriak pria yang tengah mabuk itu.
Vanya hanya tersenyum tipis sambil menatap para pria brengsek yang ingin merendahkannya.
***
Bersambung. . .
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!