Brakkk
"Kalian bisa kerja nggak sih?" teriak pimpinan perusahaan itu dengan marah. Pasalnya sudah dua bulan perusahaannya mengalami penurunan pendapatan. Belum lagi kakeknya yang ingin menjodohkan dia dengan wanita yang tidak dia sukai.
"Saya nggak mau tahu, mulai hari ini kalian lembur semua!" serunya tanpa ada yang berani membantah.
Setelah mendapat perintah, para pimpinan direksi mulai membubarkan diri.
Alfarezi Surya Tanaka, adalah nama pemimpin dari perusahaan manufaktur tersebut. Setelah melihat para pimpinan direksi membubarkan diri. Alfarezi terduduk di kursi-nya sambil memijit pelipisnya.
Alfarezi, dikenal sebagai pemimpin yang dingin dan cukup kejam kepada karyawannya. Jiwa bisnisnya yang tanpa kenal belas kasih, dia warisi dari kakeknya.
Sejak kecil dia sudah diajarkan oleh kakeknya beberapa ilmu berbisnis. Dia adalah cucu laki-laki pertama di keluarga tersebut.
"Maaf pak, ada bu Ines, sedang menunggu di ruangan bapak." ucap Ardila, sekretaris Alfarezi.
"Oh, iya, makasih ya." ucapnya dengan lembut kepada Ardila.
Alfarezi meninggalkan ruang meetingnya, dan kembali ke ruangannya. Ketika dia masuk ke dalam ruangannya. Dia melihat seorang wanita yang menunggunya di dalam.
Dengan gaya yang elegan, wanita tersebut duduk di sofa depan meja kerja Alfarezi. Wanita itu duduk dengan menyilangkan kaki, dan itu nampak sangat anggun.
Alfarezi berjalan mendekat, dan tanpa peringatan mencium pipi wanita tersebut yang sedang membaca buku yang tersedia di meja depannya.
"Udah lama?" tanya Alfarezi dengan lembut.
"Hmm, lumayan." jawab wanita itu sambil mengalungkan tangannya di leher Alfarezi.
"Maaf, tadi ada sedikit masalah." ucap Alfarezi sembari duduk di samping wanita tersebut.
"Minggu depan kita jadi kan jalan-jalan ke Singapura?" tanya wanita itu dengan manja.
"Harus jadi pokoknya, aku udah bilang ke temen-teman aku, kalau nggak jadi aku pasti ledekin." rengeknya lagi.
"Iya, nanti aku atur jadwalnya." jawab Alfarezi. Dia tidak bisa sama sekali melihat wanita itu cemberut. Apapun yang wanita itu mau. Alfarezi akan selalu berusaha memenuhinya.
"Uch, makin sayang deh." ucap Ines dengan bahagia.
Karena hari juga sudah semakin sore. Alfarezi bersiap untuk pulang ke rumah. Sekalian dia mengantar kekasihnya pulang.
Di perjalanan, Ines tiba-tiba menanyakan sesuatu yang membuat Alfarezi menjadi diam seribu bahasa. Ines menanyakan kapan Alfarezi akan melamarnya.
"Kita udah pacaran selama lima tahun, apa kita akan kayak gini terus?" tanya Ines.
Alasan kenapa Ines ingin cepat menikah. Karena teman-temannya sudah menikah semua. Dan juga karena umurnya yang sudah tidak lagi muda.
Dua puluh delapan tahun adalah umur yang cukup matang untuk pernikahan bagi seorang perempuan. Dan diusia itu, teman-teman Ines sudah pada menikah, dan ada yang sudah punya anak juga.
"Kenapa diam? Kamu nggak mau nikahin aku?" tanya Ines sedikit sewot karena Alfarezi selalu terdiam setiap kali dia membahas pernikahan.
"Mau, aku mau kok. Hanya saja,, kamu tahu kan kakek belum merestui hubungan kita?" yang membuat Alfarezi belum mau menikahi Ines, karena kakeknya masih belum mau memberikan restu untuknya dan Ines.
"Jadi kakek kamu masih mau jodohin kamu sama cewek gendut itu?" tanya Ines marah.
"Kenapa nggak kamu tolak aja sih," ucap Ines dengan kesal.
"Aku udah tolak, tapi kalau aku nggak nurut, kakek nggak akan warisi apa-apa ke aku. Lagian kamu juga tahu, aku cucu satu-satunya kakek, makanya aku yang dijodohin sama cewek gendut itu." Alfarezi menjelaskan kepada kekasihnya tentang kegelisahannya.
Alfarezi sudah cukup lama memimpin perusahaan itu. Tidak mungkin dia akan melepaskannya begitu saja. Apalagi dia tidak ingin kehilangan Ines saat dia tidak punya apa-apa.
*Kilas balik beberapa hari yang lalu*
Alfarezi diminta oleh kakeknya menghadiri sebuah jamuan makan malam bersama teman lama kakeknya. Dan saat itu juga awal Alfarezi diperkenalkan kepada Kimora, cewek bertubuh gendut yang dijodohkan dengan Alfarezi.
"Namanya Kimora, dia cucu dari teman kakek." kakeknya Alfarezi memperkenal Kimora kepada Alfarezi.
"Ini namanya Alfa, cucu kakek." ucap kakek Alfarezi lagi memperkenalkan cucunya kepada wanita tersebut.
Kimora dengan segera menyulurkan tangannya. Dia tahu jika pemuda yang ada di depannya tersebut adalah lelaki yang akan dijodohkan dengan dia.
Kimora menatap Alfarezi dengan tersenyum senang. Dia tidak menyangka jika aslinya, Alfarezi lebih tampan dari fotonya.
"Alfa," ucap Alfarezi singkat.
"Kimora Haruka, panggil saja Kimora," ucap Kimora dengan heboh. Begitulah karakternya. Dia adalah wanita yang ceria. Tidak pernah mengeluh akan kelebihan dagingnya.
"Kamu semakin cantik aja." puji kakeknya Alfarezi.
"Ah, kakek bisa aja. Aku kan nggak pernah marah, selalu tersenyum, makanya aku bisa terlihat lebih cantik, dan awet muda." ucap Kimora dengan kepedean diatas rata-rata.
Mendengar itu membuat Alfarezi diam-diam tertawa. Entah apa yang dia tertawakan. Yang pasti, dia menertawakan Kimora.
Makan malam itupun berjalan dengan lancar. Meskipun Alfarezi sebenarnya bosan. Tapi dia tidak berani membantah kakeknya. Jadi dia memilih untuk terus diam sepanjang makan malam berlangsung.
Awalnya, Alfarezi tidak tahu jika wanita tersebut akan dijodohkan kepadanya. Karena saat makan malam tadi. Tidak ada yang membahas tentang perjodohannya.
Barulah, ketika sampai di rumah. Kakeknya memberitahukan jika wanita tambun tadi akan menikah dengannya dua bulan lagi.
Tentu saja apa yang diucapkan kakeknya membuat Alfarezi menjadi sangat terkejut. "Alfa udah punya pacar, kek." ucapnya tidak menerima ide konyol kakeknya.
"Kamu berani nolak apa yang kakek katakan? Kalau gitu silahkan lepas jabatan CEO di perusahaan kakek!" ancam kakeknya dengan begitu kejam.
"Kakek kok tega sih sama Alfa?" protes Alfarezi.
"Apa yang kakek lakukan itu semua demi kebaikan kamu!" ucap kakeknya sembari menghentakan tongkatnya ke tanah.
"Tapi apa nggak ada cewek yang lebih cakep, masa iya Alfa harus nikahin beruang kutub!"
Dukk. Kakek Alfarezi kembali menhentakan tongkatnya karena marah.
"Jaga ucapan kamu! Kakek tidak suka kamu menghina fisik orang lain!" ucap kakeknya semakin marah.
"Kalau kamu nggak mau, silahkan kamu lepas jabatan kamu. Pilihan ada di tangan kamu!" ucap kakek Alfarezi lagi. Kemudian dia berjalan menuju kamarnya. Meninggalkan Alfarezi yang kesal sendiri karena pilihan yang sulit.
"Akh..." Alfarezi menghentakan kakinya karena kesal.
Gimana tidak merasa kesal. Dia memiliki kekasih yang jauh lebih cantik daripada wanita yang dijodohkan dengannya. Lagipula dia juga sudah lama berpacaran. Tapi kakeknya tidak pernah merestui hubungan mereka.
"Jelas-jelas Ines jauh lebih segalanya dari tuh cewek. Tapi kenapa kakek nggak pernah mau restui hubungan kita. Malah milihin calon istri yang kayak gajah seperti itu. Kayaknya kakek itu ada kelainan deh." gumamnya sembari memijit keningnya. Dia tidak tahu lagi apa yang sebenarnya kakeknya pikirkan.
Saat Alfarezi sampai di rumah. Dia kaget ketika melihat Kimora ada di rumahnya. Kimora sedang bersendau gurau dengan kakek Alfarezi di taman samping rumah mewah itu.
Karena tidak tertarik dengan apa yang kakek dan calon istrinya bahas. Alfarezi langsung naik ke lantai dua. Dimana kamarnya berada.
Tapi ketika dia berjalan menuju kamar. Sempat terlintas di benaknya sesuatu yang jarang bahkan hampir tidak pernah dia lihat. Yaitu tawa lepas kakeknya.
Alfarezi sudah dari kecil ikut kakeknya. Dia jarang sekali melihat kakeknya tersenyum apalagi tertawa lepas seperti tadi. Kakeknya memang terkenal kaku dan dingin di kalangan teman-teman kawakan kakeknya.
"Lumayan juga tuh si gendut bisa bikin kakek tertawa lepas gitu." gumamnya sembari membuka kamarnya.
Ketika dia masuk ke kamarnya. Alfarezi kembali di kejutkan oleh koper yang ada di samping tempat tidurnya.
"Koper siapa nih? Perasaan bukan punya gue," gumamnya kebingungan.
Sementara di taman samping rumah. Kimora bercerita tentang masa kecilnya yang sangat jail. Katanya, dia pernah manjat pohon milik tetangganya untuk mencuri buah jambu. Tapi karena tetangganya menunggu di bawah pohon. Kimora yang takut turun pun akhirnya nongkrong diatas pohon jambu tersebut berjam-jam.
"Hahahaha, jadi betah-betahan ya? Siapa yang paling betah gitu?" tawa kakek Alfarezi melengking mendengar cerita Kimora.
"Ada-ada aja kamu, anak cewek kok suka manjat pohon, untung bisa turun." ucap kakek Alfarezi tidak bisa berhenti tertawa.
"Itu kan dulu kek, sekarang boro-boro mau manjat pohon, berdiri aja susah." ucap Kimora kembali membuat kakek Alfarezi meledak tawanya.
Lagi asyik ngobrol. Tiba-tiba Alfarezi datang dengan marah. Alfarezi menebak jika koper itu milik Kimora. Jadi, untuk membuktikan kecurigaannya dia akan bertanya langsung ke kakeknya.
"Kakek! Di kamar aku itu koper siapa?" tanya Alfarezi dengan sedikit marah.
Kakek Alfarezi yang tidak tahu jika cucunya sudah pulang pun menoleh dengan kaget. "Kamu udah pulang? Itu koper milik Kimora. Besok kalian akan menikah, kakek udah atur semuanya." jawab kakek Alfarezi.
Tentu saja perkataan itu membuat Alfarezi kaget bukan main. Belum ada seminggu kakeknya memberitahu dia tentang perjodohan. Kenapa dengan cepat kakeknya memutuskan pernikahan mereka.
"Nikah?" tanya Alfarezi kaget.
"Kakek kok nggak ngomong dulu sama aku? Masalah pernikahan itu bukan masalah main-main kek!" protes Alfarezi yang tidak setuju dengan keputusan kakeknya yang semena-mena.
"Kakek udah atur semuanya dari dua bulan yang lalu. Nggak ada alasan lagi, besok kalian menikah. Kimora tidak mau ada acara, jadi besok setelah kalian mendapat buku nikah, kita adain perjamuan di rumah secara sederhana saja." jawab kakek Alfarezi yang mau tidak mau harus dituruti oleh Alfarezi.
Sejujurnya, Alfarezi belum siap menjadi seorang suami. Itu sebabnya dia belum juga melamar Ines. Tapi dia juga tidak berani membantah kakeknya.
Alfarezi menatap Kimora dengan tatapan benci. Dia tidak menyangka jika dia akan menikahi wanita yang tidak sama sekali dia cintai. Dan lagi bukan tipe idamannya.
"Terserah kakek aja!" ucap Alfarezi dengan marah kemudian kembali ke kamarnya.
Di dalam kamar, Alfarezi berkali-kali memukuli bantal yang tidak bersalah. Dia sangat kecewa dengan keputusan sepihak kakeknya. Dan, dia juga bingung. Bagaimana cara ngomongnya ke Ines.
Ines pasti akan marah besar kepadanya. Memikirkan itu semua membuat Alfarezi menjadi semakin marah. Dia mengacak-acak rambutnya dengan kesal. Setelah itu dia melempar tubuhnya ke atas kasur empuk miliknya.
Saat makan malam tiba. Alfarezi tidak mau turun untuk makan malam bersama kakek dan calon istrinya. Dia lebih memilih mengurung dirinya di dalam kamar.
"Kak Alfa nggak ikut makan bareng kita keka?" tanya Kimora mengkhawatirkan Alfarezi.
"Biarin aja, dia udah gede. Mending kamu makan yang banyak, biar tambah endut!" ucap kakek Alfarezi sambil memberikan lauk ke piring Kimora.
Selesai makan, kakek Alfarezi dan Kimora kembali ngobrol di ruang tamu. Sedangkan Alfarezi turun dari lantai dua dengan berpakaian casual tapi rapi.
"Kamu mau kemana?" tanya kakeknya menghentikan langkah Alfarezi.
"Mau keluar sama temen." Alfarezi yang masih marah dengan kakeknya hanya menjawab tanpa menoleh.
"Ajak Kimora sekalian!" Alfarezi membulatkan matanya mendengar permintaan kakeknya.
"Nggak!!" jawab Alfarezi cepat.
"Kakek apa-apaan sih, Alfa mau kencan sama Ines, ngapain ajak dia." protes Alfarezi.
"Kamu belum putus sama dia? Kamu sudah mau menikah, pokoknya kakek nggak mau tahu, kamu harus putusin dia sekarang juga! Atau kamu nggak akan dapat warisan sama sekali." Alfarezi tidak tahu kenapa kakeknya sangat tidak menyukai Ines.
"Ini Alfa juga mau kasih tahu dia kalau Alfa besok akan nikah."
"Kalau gitu ajak Kimora sekalian!" paksa kakeknya yang lagi-lagi tidak bisa Alfarezi bantah.
Akan tetapi, Kimora menolak ikut pergi bersama Alfarezi. Dia tahu Alfarezi tidak suka dia ikut pergi bersamanya. Kimora tidak mau semakin membuat calon suaminya benci sama dia.
Kakek Alfarezi tetap saja memaksanya untuk ikut dengan Alfarezi. "Kamu juga harus mengenal kota ini, kamu kan akan tinggal disini!" ucap kakek Alfarezi sambil menepuk pundak Kimora.
Tahu apa yang dipikirkan oleh cucu menantunya. Kakek Alfarezi meyakinkan dia jika Alfarezi tidak akan berani macam-macam kepadanya.
Meskipun Alfarezi sering sekali membantah ucapan kakeknya. Tapi sejatinya dia anak yang sangat penurut. Alfarezi akan menuruti apa perintah kakeknya. Meskipun dengan sedikit ngedumel. Tapi, tetap aja akan dia kerjakan.
Maklum, sejak kecil Alfarezi di asuh oleh kakeknya. Jadi mungkin semua itu sebagai bentuk baktinya kepada kakek yang telah mengasuhnya dari kecil, sebagai ganti orang tuanya.
"Kalau gitu aku ganti dulu!" ucap Kimora kemudian berjalan menuju kamar Alfarezi. Karena kopernya ada kamar tersebut.
"Kenapa sih kakek jodohin Alfa sama dia?" tanya Alfarezi masih penasaran dengan apa yang kakeknya pikirkan.
"Kenapa? Kimora anak baik, dia sopan, dan paling penting keluarganya dari keluarga baik-baik." jawab kakeknya yang selalu memuji Kimora.
"Keluarga Ines juga keluarga baik-baik, tapi kenapa kakek tidak pernah restui hubungan kita?" Alfarezi selalu penasaran kenapa sampai sekarang dia dan Ines belum mendapat restu dari kakeknya sama sekali.
Kakeknya bahkan tidak mau sama sekali menyambut Ines. Ketika tidak sengaja ketemu dijalan pun kakeknya tidak mau menyapa Ines. Dan, di saat Ines menyapanya duluan. Kakeknya Alfarezi hanya bersikap acuh tak acuh.
Kakek Alfarezi tidak menjawab pertanyaan Alfarezi. Dia hanya tersenyum smirk penuh misterius. Seperti dia sedang menyembunyikan sesuatu yang Alfarezi tidak tahu.
"Kenapa kek?" Alfarezi masih belum menyerah. Dia benar-benar penasaran.
Bersamaan dengan itu. Kimora yang sudah selesai ganti baju pun turun dari lantai dua. Alfarezi sempat terhenyak melihat dandanan Kimora yang fashionable.
"Bisa dandan juga dia." gumam Alfarezi seorang diri.
"Ingat, jangan berani-berani turunin Kimora di pinggir jalan, atau kamu tidak akan dapat warisan sepersen pun!" kakek Alfarezi mengingatkan cucunya untuk menjaga wanita yang akan menjadi istrinya secara tidak langsung.
"Have fun ya nak!" berbeda dengan Alfarezi. Ketika berbicara dengan Kimora. Kakek Alfarezi akan bersikap sangat lembut.
"Iya kek, Kimora pamit ya?!" ucap Kimora merasa bahagia. Akhirnya dia bisa jalan berdua dengan calon suaminya yang sudah dia sukai ketika hanya melihat fotonya saja.
Kimora sadar diri. Saat akan masuk ke mobil, dia membuka pintu belakang. Tidak menunggu Alfarezi mengusirnya. Kimora memilih duduk di kursi belakang.
Akan tetapi, Alfarezi justru merasa tidak senang. Dia berpikir jika Kimora menganggapnya sebagai sopir. Maka berkatalah dia dengan sedikit emosi. "Siapa suruh kamu duduk di belakang? Kamu anggap aku sopir kamu? Duduk di depan!" ucap Alfarezi dengan sedikit marah.
Tidak ingin semakin membuat Alfarezi marah. Kimora buru-buru keluar dari mobil dan pindah tempat duduk di samping Alfarezi.
Sepanjang perjalanan Alfarezi selalu bersikap dingin kepada Kimora. Dan Kimora bukannya tidak merasakan hal itu. Tapi, dia tetap bersikap biasa. Kimora juga sadar, jika Alfarezi tidak menginginkan perjodohan itu.
Sebenarnya Kimora juga tidak mau dijodohin. Dia merasa bisa cari pasangan hidup sendiri. Tapi, kakek Alfarezi datang kepada dengan memohon supaya mau menikah dengan cucunya.
Kakek Alfarezi juga berkata jika itu adalah keinginan kakek Alfarezi dan kakeknya untuk menjodohkan mereka berdua. Janji itu adalah janji seorang sahabat yang tidak bisa diingkari.
Kakek Alfarezi juga mengatakan 'demi keutuhan keluarga kakek'. Entah apa yang dimaksud dengan perkataan kakek Alfarezi. Tapi, Kimora merasa jika hal itu adalah masalah besar yang mengancam keutuhan keluarga Alfarezi.
Kimora mencuri-curi pandang. Harus diakui jika pria yang ada di sampingnya tersebut sangatlah tampan. Hidungnya yang mancung, sorot mata yang tajam, juga bulu mata yang lentik seperti perempuan, serta bibir yang tipis. Sekilas mirip seperti anime dalam dunia nyata.
Tiba-tiba rasa iba menyergap hati Kimora. Dia masih teringat betul ucapan kakek Alfarezi pada waktu kakek Alfarezi memintanya untuk menikahi Alfarezi.
"Alfa dari kecil tidak pernah merasakan kasih sayang papa dan mamanya, dari kecil dia hanya tinggal bersama kakek, ibunya meninggal saat melahirkan dia." ucap kakek Alfarezi pada waktu itu.
Meskipun orang tua Kimora sudah meninggal juga . Tapi setidaknya dia pernah merasakan kasih sayang orang tuanya sampai dia berusia 15 tahun. Orang tuanya meninggal karena kecelakaan waktu melakukan perjalanan bisnis ke luar negeri. Setelah itu dia hidup dengan kakeknya.
Mungkin itulah sebabnya Alfarezi selalu bersikap dingin. Dia melembut hanya kepada Ines karena rasa cintanya ke Ines.
Malam kota menyala di sepanjang jalan yang mereka lalui. Mobil mercedez benz c-class bersiul menuju tengah kota. Sudah hampir setengah jam mereka belum juga sampai ke tempat tujuan.
"Masih lama ya kak?" tanya Kimora memecah kebisuan.
"Bentar lagi sampai." jawab Alfarezi masih terdengar sangat dingin.
Sekitar sepuluh menit kemudian. Mobil Alfarezi berhenti di sebuah rumah mewah bernuasa modern. Keluarlah dari rumah tersebut seorang wanita yang sangat cantik. Tubuhnya yang langsing di balut dengan dress pendek ketat, memperlihatkan lekuk tubuhnya yang indah. Begitu memanjakan mata.
Kimora sampai melongo melihat tubuh indah wanita itu. Dia memandang wanita itu, kemudian menengok dirinya sendiri. Sangat jauh berbeda.
"Nggak salah sih jika dia menolak dijodohin sama aku. Pacarnya aja cantik dan langsing gitu, sementara aku langsung gini." gumam Kimora dalam hatinya membandingkan dirinya sendiri dengan Ines.
Alfarezi keluar dari mobil dan memeluk kekasihnya di depan Kimora. Lalu dengan kejam mengusir Kimora supaya duduk di kursi belakang.
Kimora tidak protes karena dia sadar posisinya. Tanpa menunggu lama, Kimora turun dari mobil dan pindah tempat ke kursi belakang.
Ines mengerutkan keningnya. Pasalnya dia baru pertama kali melihat wanita itu. Dan kenapa bisa duduk di kursi depan bersama pacarnya.
"Dia siapa yank?" tanya Ines curiga.
"Dia Kimora, orang yang aku ceritain kemarin, yang dijodohin sama aku." jawab Alfarezi sangat tidak senang membahas tentang Kimora. Karena menurutnya tidak penting.
"Oh, dia calon istri?" ucap Ines melirik Kimora dengan sinis. Sesaat kemudian dia tersenyum sinis. Jelas, dia membandingkan dirinya dengan Kimora. Dan Ines tentunya merasa lebih baik dari Kimora dalam segala hal.
"Jangan gitu yank, cinta aku cuma buat kamu." Alfarezi meraih tangan Ines dan menciumnya dengan lembut.
Kimora yang melihat calon suaminya bermesraan dengan wanita lain di depan. Hanya bisa menghela nafasnya, menahan amarah yang tak terkatakan.
Kimora tersenyum kecil. Menertawakan dirinya sendiri yang konyol. Kenapa dia mau menikahi pria yang sama sekali tidak mencintainya. Tapi Kimora sudah terlanjur jauh. Mungkin, dia sudah jatuh cinta kepada pria itu.
"Betapa konyolnya hidup kamu. Siapa suruh kamu datang awal waktu Tuhan membagikan daging, jadi kelebihan daging kan kamu." Kimora bergumam sendiri di dalam hatinya.
Saat makan malam di restoran pun. Alfarezi meminta Kimora untuk duduk di meja sendiri. Alfarezi tidak mengizinkan Kimora duduk satu meja dengannya dan Ines.
"Jangan berani-berani lapor ke kakek soal ini!" bisik Alfarezi kepada Kimora.
Hanya bisa menurut apa kata Alfarezi. Kimora memilih meja dekat dengan jendela. Karena dari tempat itu, kota terlihat sangat indah. Restoran itu berada di lantai 3.
Sesekali Kimora melirik Alfarezi yang sedang bersendau gurau dengan Ines. Tiba-tiba dia merasakan sesuatu yang tidak enak di dalam hatinya.
Cemburu.
Daripada terus merasakan tidak enak di dalam hatinya. Kimora memilih untuk mengambil ponselnya dan mulai main game. Setidaknya rasa itu bisa tersamarkan dengan keseruannya main game favoritnya.
"Hai, sendirian aja?" tiba-tiba datang seorang pria berpakaian casual tapi keren mendatangi Kimora.
"Aku perhatiin dari tadi kok nggak ada teman? Boleh aku temenin?" lamjut pria itu. Tapi, belum sempat Kimora menjawab pertanyaan pria tersebut. Pria itu sudah main duduk saja di seberang Kimora.
"Kenalin aku Shaka!" pria itu mengulurkan tangannya.
"Aku...aku Kimora.." Kimora menjabat tangan pria tersebut.
"Kamu pendatang baru di restoran ini? Aku baru lihat kamu." Shaka adalah pelanggan utama restoran tersebut. Hampir setiap hari dia selalu datang ke restoran itu. Jadi dia setidak hafal siapa aja yang datang ke restoran tersebut. Dan dia baru pertama kali melihat Kimora.
"Iya." Kimora menganggukan kepalanya dengan canggung. Itu pertama kalinya ada seorang pria asing yang mengajaknya berkenalan.
"Aku juga perhatiin dari tadi kamu lihatin mereka terus, kamu kenal mereka?" Shaka menunjuk Alfarezi dan Ines yang asyik ngobrol.
Kimora yang bingung mau menjawab apa. Hanya menganggukan kepalanya saja. Kemudian kembali melanjutkan permainan di ponselnya.
"Main apa sih?" tanya Shaka ketika melihat Kimora sangat fokus ke ponsel dibanding ke dirinya.
"Main game petualang," jawab Kimora masih saja fokus dengan ponselnya.
Shaka terus memperhatikan Kimora yang tidak mengindahkannya. Senyuman mengembang di wajah tampannya. "Lucu banget sih kamu, apalagi pipi kamu ini, gemes banget.." Shaka tiba-tiba menarik pipi Kimora yang temben.
Tentu saja apa yang di lakukan oleh Shaka tersebut membuat Kimora kaget. Wajahnya pun memerah karena canggung.
"Kenapa wajah kamu merah gitu?" tanya Shaka dengan tertawa.
Kimora semakin canggung karenanya. Dia dengan cepat menutupi wajahnya dengan kedua telapak tangannya. Karena kulitnya yang putih. Jadi Shaka bisa melihat jelas wajah Kimora yang memerah.
"Kenapa sih?" Shaka geli sendiri melihat tingkah Kimora.
"Aku malu tahu kak, baru pertama kali ada cowok yang bilang aku lucu.." ucap Kimora tanpa membuka tangannya sama sekali.
"Jadi aku yang pertama?" Kimora dengan cepat menganggukan kepalanya.
"Lain kali jangan bilang aku lucu lagi, tapi langsung bilang aja kalau aku cantik.." ucap Kimora sembari membuka kedua tangannya sedikit. Dia juga tersenyum dengan sangat imut.
Shaka semakin tertawa mendengar dan melihat betapa konyolnya Kimora. Ya, Kimora memang memiliki kepercayaan diri diatas rata-rata.
"Boleh minta nomer nggak?"
"Maaf kak, aku bukan dukun, jadi jangan minta nomer ke aku, datang aja ke pohon angker, biasanya orang kalau minta nomer kesitu." Lagi-lagi Shaka terbahak mendengar jawaban konyol Kimora.
"Nomer hape kamu maksudnya, bukan nomer togel. Ada-ada aja." ucap Shaka masih belum bisa berhenti tertawa.
Shaka dan Kimora akhirnya saling bertukar nomer telepon.
Tanpa mereka sadari. Dari meja sebelah. Alfarezi menatap tidak suka melihat Kimora begitu akrab dengan lelaki lain. Fokus Alfarezi pun mulai terpecah.
"Kenapa? Kamu cemburu?" tanya Ines dengan cemberut.
"Nggaklah, apaan sih yank." Alfarezi mencubit pipi Ines.
Alfarezi tidak tahu kenapa dia merasa tidak suka melihat Kimora tertawa lepas bersama lelaki lain. Apa mungkin karena mereka yang akan segera menikah. Entahlah.
Tapi Alfarezi menyangkalnya di depan Ines. Dia meyakinkan dirinya sendiri jika dia mencintai Ines.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!