...*************...
"Carikan aku wanita yang sama-sama memiliki ambisi untuk balas dendam!" Perintah dadakan dari seorang Reytan Hocane, yang lebih akrab disapa Rey ataun tuan Rey.
Pria muda berusia tiga puluh dua tahun yang disegani banyak orang, termasuk istrinya sendiri.
Dua laki-laki bertubuh kekar menggangguk, lalu bergegas pergi. Rey membalikan kursinya yang sejak tadi ia duduki dengan pandangan mengarah ke dinding berwarna hitam.
Tangannya mengepal, matanya terpejam tapi masih dapat menyiratkan raut wajah yang sangat marah.
Dua pria bertubuh kekar itu tidak lama kembali dengan seorang wanita yang diseretnya masuk kedalam ruangan Rey.
"Tuan Rey, kami sudah membawanya." Sambil mendorong wanita itu hingga berlutut.
Rey memperhatikan wanita itu dari atas ke bawah, penampilannya membuat mata Rey tiba-tiba terasa sakit.
Tidak perlu berkata, cukup dengan pandangan Rey kedua anak buahnya membawa wanita itu keluar.
Rey berdiri dari duduknya dan keluar dari ruangannya. Tak ada yang berani bertanya, ketika melihat Rey keluar dari kantornya. Terlebih ketika melihat sesuatu di dalam saku jas Rey.
Di luar, Rey merasa begitu jenuh. Sudah satu minggu memikirkan sesuatu ia masih belum menemukan solusinya, saat menemukan solusipun ia masih kesusahan jika hal itu berurusan dengan makhluk bernama "wanita".
"Lihat saja, aku akan membalasmu dengan cara yang paling menyakitkan di dunia ini!" Ucapnya santai, dengan wajah yakin.
Salah satu tangannya melepas setir, mengambil sesuatu dari dalam saku jasnya.
Jendela mobil diturunkan, barang yang diambilnya ia arahkan keluar kaca jendela.
Dor...
Terdengar sebuah suara tembakan yang sangat keras. Rey tersenyum bangga, lalu memasukan barang yang tidak lain sebuah pistol kedalam saku jas nya lagi.
Hatinya begitu bahagia, saat melihat semua kehendaknya berjalan dengan lancar. Teman terbaiknya selalu membuatnya merasa puas setelah anak temannya menghancurkan hingga menumpahkan darah para rival nya.
Yang ia maksud teman terbaik adalah sebuah senjata api bernama pistol, yang dimaksud anak-anaknya adalah peluru.
"Rupanya kalian berani mengikutiku, ya?" Gumamnya sinis.
Rey melajukan mobil hingga sampai ke halaman rumahnya, tak ada yang begitu ia rindukan kecuali rumah dan satu wanita istimewa dalam hidupnya.
Istrinya, alasan semangatnya membalas dendam atas kematian ayah dan ibunya. Meira Sweericha, itulah nama wanita istimewa milik Rey. Satu-satunya wanita yang berhasil memiliki hatinya dibalik sifat kejamnya.
Semua bukan karena tak memiliki alasan, melainkan Meira dan keluarganya yang telah menyelamatkan nyawanya saat pembantaian keluarganya oleh sekelompok geng mafia delapan tahun yang lalu.
Rey jatuh hati pada Meira, begitu juga Meira yang akhirnya keduanya menikah sudah empat tahun, namun sayangnya masih belum memiliki keturunan.
Rey memasuki rumah tanpa mengetuk pintu lebih dulu, bermaksud memberi kejutan pada Meira bahwa dirinya pulang lebih awal kali ini untuk mengajaknya jalan-jalan.
Namun, ada yang berbeda ketika ia melangkah mendekati pintu ruang keluarga. Seperti banyak orang didalamnya.
Dengan berhati-hati, Rey menguping dari balik pintu.
"Rey memang bodoh, sampai dia tidak sadar bahwa musuh yang ingin dia balas itu setiap hari bersamanya.. Hahaha!"
Matanya membulat sempurna mendengar kata-kata yang diucapkan sebuah pemilik suara pria tua.
Apa yang dimaksud dengan setiap hari bersamanya? Jadi, dugaanku benar mereka...
"Sudahlah, nanti dia bisa mendengarnya! Rahasiakan ini baik-baik, Meira! Setelah harta dan kekuasaan kita dapatkan maka kau bebas memberitahunya atau menghabisinya!" Timpal suara khas wanita yang sudah tua.
Rey merasa terkejut, hingga ia melangkah mundur beberapa langkah.
Prannnkkk...
Sebuah vas bunga dari alumunium jatuh membentur lantai, Rey terkejut dan langsung berlari.
Yang didalam ruang keluarga ikut terkejut dan segera memeriksa keluar.
"Penjaga!" Teriak Nicholas, ayahnya Meira.
"Siapa yang berani menguping? Cepat kejar dia!" Perintah Nicholas.
Untung saja, ruangan jauh dari cctv sehingga Rey tidak terekam disana begitu juga saat itu tidak ada yang melihatnya pulang ataupun keluar.
Rey terus berlari. Hingga malam tiba, ia masih sibuk berlari menjauhi para penjaga yang mengejarnya dengan mobil.
Sejak tadi ponsel dalam sakunya pun terus bernyanyi nyaring. Saat Rey melihatnya, Meira yang meneleponnya. Rey tidak menggubrisnya melainkan mematikan ponselnya.
Ia sudah berada di jalanan kota yang ramai, hingga saat menyeberang Rey masih merasa bingung akan pergi kemana.
Bruk
Tubuhnya jatuh tertabrak sebuah mobil, namun karena melihat anak buah ayahnya Meira masih mengejarnya, meski dengan tubuh dipenuhi luka Rey terus berlari menjauh.
Tujuannya terhenti disebuah halaman rumah sederhana, tepatnya di bawah pohon Rey terduduk, merasakan darah yang keluar dari tubuhnya dan kepalanya.
Hingga akhirnya matanya berkunang-kunang, pandangannya pun berubah menjadi gelap. Ia tak mengetahui apalagi yang terjadi setelah itu.
...****************...
Malam telah tiba, namun langit masih terlihat indah dihiasi kerlap-kerlip bintang yang berpadu dengan indahnya cahaya bulan purnama.
Jennifer, si gadis riang baru saja keluar dari cafe tempatnya bekerja. Hari-harinya terasa melelahkan, setelah seharian bekerja demi menghidupi dirinya sendiri.
Seharian bekerja membuatnya sangat ingin mengadu lelahnya pada bantal kesayangannya di rumah, itulah rencana yang sejak tadi hatinya katakan. Entah sampai rumah dia akan apa.
Nyatanya, rencananya gagal sebelum memasuki pagar halaman rumahnya, hingga ia melihat sebuah tubuh tergeletak dibawah pohon halaman rumahnya.
"Eh, siapa itu? Apa dia pencuri?!" Mulai panik, berjalan mengendap-endap mengambil sebuah sapu lidi.
Kemudian mengendap-endap lagi, dengan tangan membawa sapu lidi bersiap untuk menghajar orang itu kapan saja bila membahayakan dirinya sendiri.
"Siapa kau?" Mulai mengacungkan sapu itu kebawah, arah pria itu tergeletak.
"Apa kau ingin mencuri?! Jangan harap!" Matanya terus menatap pria yang sebenarnya tak sadarkan diri itu. Namun, hingga lima menit tak bergerak juga.
Jennifer mendekati pria itu, ia menangkap sebuah cairan merah yang bisa dipastikan sebagai darah mengucur dari sikut dan kepala pria itu.
"Hah?! Dia terluka? Bagaimana ini?!" Mulai panik, ingin mencari bantuan tapi ia takut akan membuatnya berada dalam masalah.
Akhirnya, dengan susah payah membawa pria itu kedalam rumah dan merebahkannya diatas ranjang.
Jennifer mengobati luka-luka pria itu dengan rasa bingung. Ia mencoba menebak-nebak apa yang terjadi pada pria ini hingga sampai pingsan dibawah pohon halaman rumahnya?
Apa dia kecelakaan? Atau... Ah aku tidak peduli!
Dia harus sadar dan
segera pergi dari rumahku sebelum aku ikut terbawa-bawa dalam masalahnya!
Jennifer membungkus luka di kepala pria itu dengan perban, kemudian saat akan membuka jas yang dipakainya sebuah kartu tanda pengenal jatuh, membuat perhatiannya tertarik untuk mengambilnya.
Diperhatikannya kartu itu.
Reytan Hocane? Siapa dia? Kelihatannya orang kaya! Ah, aku tidak peduli!
Sudah ku bilang, jangan peduli!
Atau...
Kau akan terjerat masalah
jika berhubungan dengan orang asing seperti pria misterius ini!
"Pengkhianat..."
Bersambung...
Bismillah, karya baru semoga suka ya. Author masih mencoba genre mafia, setelah sebelumnya romantis komedi dan bos-bos galak
Visual :
Reytan Hocane
Jennifer Reshamiya
...****************...
"Pengkhianat..." Gumam Rey yang membuat Jennifer sedikit terkejut.
Jennifer segera mendekati Rey, ketika melihat tangannya bergerak-gerak dan matanya mengerjap.
"Apa kau sudah sadar?" Tanya Jennifer sambil membantu Rey duduk.
Rey memegangi kepalanya, kemudian menatap Jennifer kebingungan. Ia masih diam terus mengingat-ingat apa yang terjadi padanya semalam.
Setelah ingat, ia langsung meraba pakaiannya mencari sesuatu.
"Mencari ini?" Menunjukan ponsel berwarna hitam. Lalu memberikannya pada Rey.
Dengan segera Rey membuka ponselnya. Ada puluhan pesan dari Meira.
Dia masih mencariku, apa karena belum tau aku yang mendengarkan pembicaran mereka kemarin?
Rey mengetikan jarinya pada layar ponsel. Tidak mengindahkan Jennifer yang masih berdiri menatapnya bingung.
Maaf, sayang aku semalam tidak pulang karena ada urusan yang harus
aku selesaikan. Begitulah isi ketikan pesan Rey untuk Meira.
*Untuk saat ini
aku harus berpura-pura tidak tahu bahwa mereka sudah membodohiku.
Tapi, bagaimana caranya aku membalas mereka*?
Rey beralih menatap Jennifer, ia begitu terkesima pada Jennifer.
Wanita ini... Sepertinya dia pendiam sekali?
"Terima kasih untuk kebaikanmu, nona." Rey turun dari ranjang, kemudian memberikan sejumlah uang pada Jennifer.
Jennifer menggeleng cepat.
"Ini bukan tentang uang, sepertinya suatu saat aku pasti akan butuh bantuanmu. Jadi simpanlah uangmu!" Tersenyum penuh arti, namun Rey tak menggubrisnya.
Ia memilih pergi dengan sejuta keanehan Jennifer yang membuatnya sedikit penasaran.
"Entah, semoga kita tidak akan pernah bertemu lagi nona! Akan sangat berbahaya jika kita sering bertemu!" Kecam Rey sambil berlalu keluar dari rumah Jennifer.
Jennifer menatap punggung Rey dengan senyuman.
"Lihat saja, kau akan membantuku!" Yakin Jennifer.
...****************...
Rey sudah berada di depan rumah Meira, ia ragu untuk melangkah kedalam rumah. Mengingat bahwa kini Meira bukan teman hidupnya lagi, melainkan musuh yang sebenarnya.
Ambisi balas dendam semakin tinggi, membuat Rey bertekad balas dendam secara mental pada Meira. Untuk kedua orang tuanya, Rey sudah merencanakan balas dendam secara brutal dengan menyiapkan diri dan pasukan mafia yang ia kumpulkan sendiri.
Tanpa mengetuk pintu ia masuk kedalam rumah yang langsung disambut Meira dengan pelukan hangat.
"Sayang, kau darimana? Aku sangat merindukanmu!"
Rey berdecak sebal, kemudian ia berpura-pura tidak tahu apapun.
"Aku ada urusan yang harus diselesaikan, ya sudah aku ingin istirahat!" Sambil melepaskan pelukan Meira dan bergegas menaiki tangga.
Ck, dia pikir itu tidak membuatku jijik? Aku harus membersihkan tubuhku karena disentuh olehnya!
Sesampainya di kamar Rey memandangi dirinya di cermin, ia melihat kepalanya yang dibalut perban.
"Luka itu..." Ia terkejut, tiba-tiba Meira sudah memeluknya dari belakang.
"Ini, kemarin aku dapat saat pulang." Rey menjawab sambil mencari pandang ke arah lain.
Meira tertawa geli, sementara Rey mengerutkan dahinya kebingungan.
"Apa yang kau pikir lucu?"
"Sudah aku duga. Kau ini sepertinya tidak bisa menjauh dari senjatamu barang sehari saja?" Rey menggeleng, kemudian meraih handuknya dan memasuki kamar mandi.
Sore harinya, ia kembali beraksi dengan sekumpulan orang yang menjadi gengnya dalam dunia mafia.
"Apa yang akan kau rencanakan? Meira dan orang tuanya sangat berbahaya, kau harus berhati-hati!"
Rey menembaki lingkaran yang berjarak sangat jauh darinya, tampak ia sangat handal dalam menembak tepat sasaran.
"Kau meragukanku, Dave?" Pria yang dipanggil Dave menggeleng.
"Ada sesuatu yang juga harus kau ketahui tentang Meira. Dia..-"
"Selingkuh?" Dave mengangguk. "Itu sebabnya aku menyuruhmu mencarikan wanita untukku!"
Rey menyudahi kegiatannya, kemudian memberi kode pada para pasukan mafianya untuk berkumpul.
"Kita beraktivitas tanpa sepengetahuan mereka, jadi berhati-hatilah!"
Semua mengangguk siap, kemudian Rey mulai membagikan senjata pada para pasukannya.
"Rey, lebih baik pikirkan lagi!" Dave kembali memperingatkan.
"Sebenarnya kenapa kau seperti menghalangiku? Apa kau melindungi seseorang disana? Atau jangan-jangan..."
Memandang Dave dengan pandangan tajam dan curiga, kemudian seseorang maju dari barisan dengan sebuah pistol tanpa diketahui Rey.
Dor...
Orang itu tergeletak bersimbah darah. Dave ketakutan, wajahnya memucat.
"Pria yang dihadapanmu selingkuhan istrimu, Tuan Rey!" Suara seorang wanita dengan lantang mengalihkan perhatian.
Rey meliriknya, wanita itu membawa ponsel menunjukan foto Dave dan Meira sedang melakukan hubungan terlarang.
Rey membelalakan matanya, pistol yang dipegangnya sudah mengeluarkan bunyi tembakan hingga Dave sudah dalam posisi seperti orang tadi.
"Perkenalkan, namaku Jennifer Reshamiya. Kalian bisa memanggilku Jenni." Jennifer memperkenalkan dirinya.
Sementara Rey merasa kagum dengan keberanian Jennifer.
"Kau sangat pemberani," puji Rey.
"Maka dari itu izinkan aku bergabung denganmu. Keluarga itu telah menghancurkan hidupku. Aku memohon padamu!" Jennifer berjongkok ala ksatria di hadapan Rey.
"Berdiri! Anak buahku tidak berlutut di hadapan siapapun!" Jenni berdiri sambil tersenyum bahagia.
"Aku punya satu permintaan, anggap saja sebagai bukti bahwa aku berterima kasih padamu pada penyelematanku waktu itu!" Jenni mengangguk setuju.
Rey meraih pinggang Jenni, melingkarkan lengannya dan mendekatkan wajah Jenni dengan wajahnya.
"Jadilah istriku!" Mata Jenni membelalak.
"Aku kesini bukan ingin menjadi istri, tapi untuk mengajakmu bekerja sama!" Protes Jenni sambil melepaskan tangan Rey.
Rey mundur tiga langkah, kemudian tersenyum sinis.
"Ya sudah, pergilah!"
"Apa?!" Sambil mendekati Rey.
"Baik, baik, aku akan menjadi istrimu! Ah, istri keduamu!" Tiba-tiba sebuah tangan menariknya, dua orang pelayan wanita.
"Hei, aku akan dibawa kemana?!" Jenni meronta-ronta, pelayan itu tidak melepaskannya malah membawanya dalam sebuah kamar.
Tak diduga, mereka merias Jenni dan menyuruhnya memakai sebuah gaun putih.
"Wah, anda cantik sekali!" Pujinya. "Tuan Rey pasti akan sangat menyayangimu!" Jenni tersenyum samar, ia merasa menyesal dalam hatinya.
Bodoh, aku menjebak diriku sendiri!
Rey masuk kedalam kamar yang dipakai merias Jenni.
"Sudah selesai?" Pelayan itu mundur, kemudian mengangguk dan meninggalkan Jenni dan Rey.
Rey mengeluarkan sebuah kalung lalu memakaikannya pada Jenni. Membuat Jenni merasa terkejut.
"Ayo, mereka sudah menunggu kita diluar!" Menyuruh menggandeng tangannya, Jenni menurut meski berat dalam hatinya.
Ya Tuhan, semoga hidupku akan baik-baik saja!
Di aula gedung pernikahan, Jenni meremas kedua tangannya karena merasa gugup. Rey mendekatkan bibirnya ke telinga Jenni, kemudin membisikan sesuatu.
"Jangan tegang, ini hanya untuk balas dendam!" Jenni menghela napas lega.
"Kalian sudah sah menikah!" Ucap seorang petugas.
Keduanya langsung bergegas kembali menuju markas mafia milik Rey.
"Hanya untuk balas dendam, tapi kau masih harus melaksanakan tanggung jawabmi sebagai istriku! Termasuk dalam hak yang aku miliki padamu! Kau harus memberikannya jika aku meminta." Jenni kembali merasa terkejut.
"Apa yang kau pikirkan? Jelaskan, apa yang ingin kau balas?!"
Jenni menatap Rey, ia merasa bersemangat ketika balas dendamnya akan segera terlaksana.
"Aku ingin membalaskan dendam orang tua kandungku. Mertuamu yang telah menghabisinya!" Rey mengangguk.
Kemudian Rey mengulurkan salah satu telapak tangannya.
"Ayo, berjuanglah bersamaku!" Jenni menatap Rey, kemudian meraih uluran tangan itu.
Keduanya sudah dalam markas, dengan pakaian khas mafia berwarna hitam. Bagi Rey itu mencerminkan keberanian geng nya.
"Ikutlah denganku sekarang, agar kau bisa tau kelemahan pembunuh orang tuamu!"
"Tapi..."
**Bersambung...
Maaf ya, pas kalian mampir baru satu bab. Sebenarnya cerita ini sudah aku siapkan dari seminggu yang lalu, tapi karena tiba-tiba aku sakit jadi nabung bab nya gagal. Nanti malam aku up lagi ya, jangan lupa like, coment, tap love/favorit, dukung juga...
Sambil menunggu baca juga karya aku yang lainnya. Klik profil nanti muncul karya-karya aku**!!!
"Aku tidak suka dibantah!" Sambil menodongkan pistol pada kepala Jenni.
Jenni mengangguk dengan cepat, merasa nyawanya sudah sangat terancam. Ia mengikuti Rey dengan seribu umpatan di dalam hatinya.
Gila! Kenapa aku harus minta bantuannya?! Dia itu sangat jahat, Jenni!
Keduanya sudah berada di kediaman Rey dan Meira, yang Jenni yakini bahwa Meira dan keluarganya adalah tujuan balas dendamnya.
Semua tak akan Jenni lakukan, jika Meira dan keluarganya tidak lebih dulu membuat masalah dalam keluarganya. Hari ini, keberanian tersebut datang ketika menyaksikan seluruh kelicikan Meira terhadap Rey.
Meski dengan jantung yang berdebar kencang karena takut, Jenni tetap melangkah masuk kedalam rumah Meira.
Hingga saat masuk seorang wanita sudah menyambutnya, lebih tepatnya menyambut Rey dengan memeluknya.
"Sayang," ucap Meira manja.
Rey membalas pelukan Meira, kemudian melepasnya dan menarik Jenni agar mengikutinya.
"Aku hari ini membawa seseorang untukmu, dia ahli dalam merawat rambut!" Sambil menunjuk Jenni.
Sementara Jenni menggeleng pada Rey, karena ia tidak bisa menata rambut sedikitpun. Rey memberi tatapan tajam.
Iya, artinya aku harus menuruti setiap kata-katamu, kan?
"Ah iya, terima kasih kau sudah memberiku pekerjaan tuan!"
"Siapa namamu?" Meira beralih pada Jenni. Jenni mulai berdoa dalam hatinya, semoga ia bisa dalam langkah-langkahnya.
"Namaku-"
"Silva." Potong Rey dengan segera sambil melirik Jenni dan memberinya tatapan tajam lagi.
Ah iya, iya!
Lagi-lagi Jenni mengumpat Rey di dalam hatinya.
Lagipula kenapa aku harus jujur?
"Kalau begitu, ikut aku ke kamar dan bantu merias rambutku!" Ajak Meira sambil bergegas menaiki tangga.
Sebelum Jenni ikut Meira, Rey menarik tangan Jenni sambil mendekat padanya.
"Lakukan sebisamu, berhati-hatilah di rumah ini!" Jenni mengangguk. "Salah sedikit saja kau bisa membuat nyawamu melayang! Satu lagi gunakan nama Silva!" Melepas Jenni dan membiarkannya naik menyusul Meira.
Jenni menarik napas perlahan kemudian mengeluarkannya lagi. Ia begitu gugup dalam hal ini, tapi demi balas dendam Jenni akan berusaha.
Di dalam kamar lain, Rey mulai merancang rencana-rencana mengenai trik balas dendamnya.
Ia memikirkannya dengan duduk diatas sofa sambil menyandar.
Mula-mula, aku harus menusuk Meira dengan cara halus. Menyakitinya seperti dia mengkhianatiku, tapi
apakah itu bisa?
Saat sedang asyik memikirkan rencana balas dendam, tiba-tiba sebuah tangan memijat pelipisnya membuat Rey sedikit rileks.
"Memikirkan apa?" Bertanya masih dengan tangan memijat pelipis Rey.
"Tidak memikirkan apa-apa." Rey menjawab sambil melepaskan pijatan tangan Meira, kemudian membalikan kursi hingga berhadapan dengan Meira.
Ia menatap Meira dengan tatapan biasa, entah sejak dulu Rey tidak tahu mengapa tidak memiliki rasa cinta untuk Meira. Bahkan, Rey tidak tahu apa itu cinta.
"Sudah selesai dengan rambut?" Meira mengangguk, lalu mengibas-ibaskan rambutnya. Memperlihatkan hasil karya Jenni.
"Silva sangat hebat, rambutku jadi sehalus ini!" Puji Meira untuk Jenni. Rey meraih rambut Meira, sangat jelas rambut Meira terlihat sangat indah.
Benarkah dia yang melakukannya?
"Bisa panggil Je-.., ehm... Maksudku Silva?" Meira mengangguk. Setelah Meira naik keatas, Rey merutuki kebodohannya.
Bo doh! Hampir saja aku mengucapkan nama Jenni!
Ia mengusap wajahnya, kemudian menegakkan duduknya sambil menunggu Jenni datang.
Yang ditunggu akhirnya datang dan masuk kedalam ruangan Rey. Meira juga ikut, tapi karena ponselnya berbunyi ia kembali keluar untuk memgangkat teleponnya.
"Kunci pintunya!" Jenni langsung menguncinya, kemudian mendekati Rey.
"Duduk!" Menepuk pahanya. Sementara Jenni masih ragu, apa maksudnya duduk disana?
"Tidak dengar?" Menajamkan tatapannya, yang membuat Jenni langsung menurut dan duduk disana.
Rey mengambil sebatang rokok, kemudian membakar ujungnya dengan api dan mulai menghisap rokok itu.
Ia memberikan rokok itu pada Jenni, yang dimaksud menawarkannya. Jenni menggeleng. "Aku tidak merokok,"
Rey tersenyum kagum, ia baru melihat wanita yang berada di dekatnya tidak merokok, itu sungguh membuat Rey semakin penasaran dengan Jenni.
"Ceritakan!" Ucapnya tanpa menjelaskan, membuat Jenni kebingungan.
"Tentang ayah dan ibumu, kematian mereka."
Jenni mulai bercerita, hingga Rey membelalakan matanya saat mendengar terjadinya hal yang membuat orang tua Jenni tiada.
"Kau bisa menembak? Bela diri?" Jenni menggeleng. Rey mengibaskan tangannya, menyuruh Jenni turun dari pangkuannya.
"Mulai besok kau akan tinggal di markas, aku akan mengajarimu menembak dan bela diri!" Mata Jenni berbinar senang. "Kau adalah bagian dari kelompokku, tapi berhati-hatilah jangan sampai kau memberitahukan siapapun tentang ini!" Jenni mengangguk menyanggupi.
"Duduk lagi!" Menepuk pahanya lagi, bagi Jenni mungkin itu akan menjadi kebiasaannya bersama Rey.
"Kau adalah istriku, Istri Reytan Hocane. Turuti semua kata-kataku, atau mungkin napasmu akan berakhir jika melanggar!" Jenni mengangguk.
Tiba-tiba, Rey mengubah posisi duduk Jenni menjadi berhadapan dan sangat dekat. Rey meraih kepala Jenni mendekatkannya dan membuat adegan yang membuat napas Jenni tak beraturan.
Adegan itu menurun, hingga kancing kemeja yang dipakai Jenni terbuka. Rey sendiri begitu terhipnotis dengan indahnya aset milik istri simpanannya.
Tok tok tok
Rey mengakhiri adegan itu, lalu menyuruh Jenni masuk kedalam ruang rahasianya.
Jenni dengan segera masuk, didalam dia langsung merapihkan pakaiannya. Dan merebahkan dirinya diatas ranjang di kamar rahasia tersebut.
Rey merapihkan pakaiannya, kemudian membuka pintunya. Munculah Meira yang langsung masuk kedalam.
"Mana Silva?"
"Sudah pergi, makanya aku mengunci pintunya." Sambil memalingkan wajah dan menghapus air dekat dagunya.
"Eh, kau berkeringat?" Meira meraih dagu Rey dan menghapus air sisa Rey dan Jenni.
Meski ragu, Meira tetap menghapusnya.
Ini... Apa dia selingkuh?
"Silva... Kau bertemu dengannya dimana?" Terlihat raut wajah Meira mulai menjadi penasaran.
"Dia dibawa anak buah kita, anaknya anak buah kita. Karena tidak bisa me.bayar hutang jadi dia menyerahkan Silva padaku." Jelas Rey dengan tatapan terus mencari celah ke arah lain.
Dengan mudahnya Meira percaya, hingga akhirnya tidak curiga lagi dan bergegas keluar ketika ponsel dalam sakunya berbunyi.
"Tunggu!" Sambil menahan tangan Meira.
"Ya?"
"Siapa yang telpon?" Sambil mencoba meraih ponsel Meira namun Meira menepisnya.
"Oh, ini... em... Ayah. Sudahlah, aku ingin istirahat belakangan ini aku sangat lelah!" Meira melepaskan tangan Rey lalu pergi begitu saja.
Dengan cepat Rey mengikuti, ia melupakan Jenni yang masih berada di dalam kamar rahasianya.
Sesampainya di kamar, Meira sudah berada di dalam kamar mandi. Karena pintu kamar mandi terbuat dari sebuah kaca buram, Rey melihat sedikit keanehan didalamnya.
Bayangan siapa itu?
Penasaran, akhirnya Rey mendekat. Bayangan itu semakin jelas terlihat, seperti ada dua orang di kamar mandi.
"Meira? Kau didalam dengan siapa?"
Meira yang berada di dalam sangat terkejut, ia menutup mulut seseorang di hadapannya.
"Iya, kenapa?" Tanya Meira.
Orang itu tiba-tiba mendekat, membuat Meira menggigit bibir bawahnya.
"Euh..." Suara asing itu tiba-tiba lolos begitu saja, membuat telinga Rey memanas.
"Meira?!" Rey menggedor pintu kamar mandi.
Karena tak ada jawaban, Rey membukanya secara paksa.
Braak...
"Kau..."
Bersambung....
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!