Cantika Aprilia, seorang gadis berumur 22 tahun. Sesuai namanya, dia memiliki paras yang cantik dan imut. Namun, karakternya tidak seindah wajahnya.
Sebenarnya Ika, begitu akrab dipanggil. Dia adalah gadis yang baik. Tapi sejak Anggun Sari, ibunya meninggal 2 tahun yang lalu, sikapnya berubah. Apalagi saat Permana Kusuma (ayahnya) menikah lagi 1 tahun yang lalu, Ika semakin berulah. Tidak hanya bolos kuliah, dia juga sering hura-hura bersama teman-temannya. Pergi ke klub malam dan minum-minum. Itu adalah bentuk protesnya atas keputusan Pak Permana yang menikah lagi. Bagi Cantika, ibunya tidak akan pernah tergantikan oleh wanita manapun.
Suatu ketika, Pak Permana sudah terlalu murka pada anaknya. Dia memutuskan untuk menikahkan Cantika dengan seorang pria bernama Anas Malik, anak dari sahabatnya.
Anas adalah pria berumur 35 tahun. Berasal dari keluarga sederhana yang tinggal di daerah perkampungan. Anak dari pasangan Citra lestari dan Akbar Malik. Kedua orang tuanya telah meninggal dunia.
Pak Permana berniat menjodohkan Cantika dengan Anas, karena dia ingin putrinya berubah menjadi perempuan yang baik. Dia percaya jika Anas adalah pria yang tepat untuk menjadi pendamping putrinya.
Peter Arata, pria berumur 23 tahun, blasteran Indonesia-Jepang. Seorang putra tunggal pengusaha terkaya di salah satu kota besar di tanah air.
Dia adalah mantan kekasih Cantika, sekaligus senior gadis itu saat kuliah. Karena pria itu playboy, maka Ika mengakhiri hubungan mereka. Namun Peter masih berkeinginan untuk kembali pada gadis cantik itu. Dia akan melakukan segala cara untuk mencapai hasratnya tersebut.
Mira Mayasari (30 tahun) tetangga dan teman dekat Anas Malik. Gadis manis yang sederhana dan baik. Sudah lama dia menyukai Anas. Tapi cintanya tidak pernah terbalaskan. Pria yang disukainya begitu dingin terhadap wanita. Meskipun Anas dikenal ramah, tapi tidak pernah menunjukkan ketertarikan pada gadis manapun. Ketika Mirna ingin memberanikan diri mengungkap perasaannya, tiba-tiba kabar pernikahan laki-laki yang disukainya terdengar. Akankah dia mampu mengubur perasaannya ?
Riri Monika, gadis berumur 20 tahun, adik tiri Cantika. Berparas cantik dan manis. Berkarakter baik hati. Meski begitu, dia tidak bisa akrab dengan Cantika. Seberapa sering pun dia berbuat baik pada kakak tirinya itu, tetap saja Cantika tak mau mengakuinya sebagai adik. Itu karena Ika merasa posisinya sebagai anak yang disayang, telah digeser oleh Riri.
***
Cerita ini hanyalah rekayasa. Semoga kalian terhibur. Dan saya harap cerita ini dapat memberi pelajaran positif bagi kita semua.
Mohon maaf jika terdapat kesalahan atau pun hal yang kurang membuat nyaman. Cerita ini dibuat tanpa maksud menyudutkan siapapun atau pihak manapun.
Terima kasih sudah mampir.
"Cantika, ini Riri. Karena Mama Sofi sudah menikah dengan Papi, maka mulai saat ini kalian bersaudara." Ucap pria paruh baya yang masih memakai kemeja pengantin.
Yang diajak bicara sama sekali tidak tertarik untuk berkenalan apalagi akrab dengan gadis itu. Tatapannya meruncing pada sosok kedua perempuan asing yang masuk ke rumahnya. Dia tersenyum sinis sambil menyilangkan tangan di dada. "Woww, amazing Papi ! Pertama Papi menggantikan Mami dengan wanita ini. Tapi itu rupanya belum cukup. Papi juga membawa anaknya kemari untuk menyingkirkan posisiku di rumah ini. It's not fair !" Berteriak-teriak.
Pak Permana memelototi putrinya, "Jaga bicaramu, Cantika ! Papi tidak berniat menyingkirkan Mami dan kamu. Papi hanya ingin melanjutkan hidup. Papi butuh seorang pendamping, dan Papi juga ingin kamu mendapatkan kasih sayang dari seorang ibu."
"Stop, Papi ! Wanita ini tidak akan pernah bisa jadi ibuku !" menunjuk-nunjuk ibu tirinya.
Pak Permana hendak melayangkan tangannya pada wajah Cantika, tapi istrinya menghalangi. Bu Sofi mengusap punggung suami barunya itu. "Mas, sudah ! Mungkin Cantika masih butuh waktu untuk bisa menerima kehadiranku dan Riri. Aku yakin suatu saat nanti, dia bisa menerima."
Cantika menatap ketiga orang itu dengan lebih tajam. "Semoga kalian semua hidup bahagia. Permisi !" berlalu ke kamarnya.
Bu Sofi terus menenangkan suaminya. Sedangkan Riri menundukkan kepala. Dia tidak pernah mengira akan mendapat penolakan dari putri ayah barunya.
Cantika melempar barang-barang ke depan cermin. Dia menangis sambil teriak, "Papi sudah tidak mencintai mami lagi. Dia juga tidak menyayangiku ! Kalau saja mami tidak pergi, kita pasti masih hidup bahagia. Aku kangen Mami...." terduduk lesu masih terisak.
Cantika kecewa dengan keputusan ayahnya untuk menikah lagi. Harusnya Pak Permana tidak membiarkan posisi maminya digantikan oleh wanita lain. Dan sekarang, ada putri lain di rumah ini. Apakah lama-lama dia juga akan tersingkir sebagai putri ayahnya ?
Cantika sama sekali tidak dapat berpikir jernih. Banyak pikiran negatif yang berputar di otaknya. Hal itulah yang mengakibatkan dia tak dapat merasakan ataupun melihat ketulusan dari ibu sambung dan adik sambungnya. Meski kedua perempuan itu berusaha baik dan mengakrabkan diri, Cantika selalu menjaga jarak dan menutup diri. Hal itu masih terus berlanjut hingga setahun ke depan.
***
"Kurang ajar, beraninya lo selingkuh !" Byurr ! Gadis itu menyiram minuman di atas meja, tepat ke kepala kekasihnya. Si pria langsung berdiri sambil mengusap wajahnya yang basah. "Cantika, kamu salah paham ! Aku dan Eca gak ada hubungan apapun."
"Lo pikir gue bego ? Emang kalau gak ada hubungan apa-apa, kalian bisa mesra-mesraan kayak tadi ?!" teriak-teriak.
"Sumpah, Ika ! Aku gak selingkuh."
Si terduga orang ketiga itu hanya terdiam sambil menundukkan kepala. Dia adalah salah satu teman Cantika.
"Stop, jangan lagi berbohong ! Mulai detik ini, kita putus. Jangan lagi hubungi gue ! Dan lo, Ca. Kita bukan lagi teman kayak dulu !" berlalu pergi.
Pria itu terus berteriak memanggil Cantika, tapi sia-sia saja. "Ini semua gara-gara lo, Eca ! Pergi, jangan lagi tunjukin muka lo !" agak teriak.
"Peter, lo sendiri yang deketin gue. Kenapa malah nyalahin ?"
"Pergi lo !" makin murka.
Eca setengah berlari meninggalkan tempat itu. Dia menyesal kenapa harus tergoda dengan rayuan pria itu. Menyesal juga karena sudah mengkhianati teman baiknya.
***
Cantika pergi ke klub malam bersama teman-temannya. Berjingkrak dan minum-minum untuk menghilangkan frustasinya. Mungkin bagi mereka itulah cara tepat saat terkena masalah. Tapi sebetulnya, hal itu bukannya menyelesaikan masalah, tapi justru malah menambah masalah baru.
Bersenang-senang seperti itu hanya membuatmu lupa akan masalah, dalam waktu singkat saja. Setelahnya, kau akan kembali pusing memikirkan masalah yang belum selesai itu. Sebaiknya carilah hal positif untuk menyelesaikan atau hanya sekedar menghindar dari suatu masalah.
Setelah puas, Cantika dan kedua temannya pulang. Mereka diantar oleh Rio, pacar salah satu teman Ika.
"Bye, see you tomorrow! " Cantika melambaikan tangan kemudian masuk ke dalam rumah. Mobil yang mengantarnya pun kembali melaju.
Cantika berjalan terseok-seok menaiki anak tangga. Saat di depan kamarnya, Pak Permana menghampiri dan menyambutnya dengan tatapan murka. "Sampai kapan kamu akan seperti ini? Apa kamu tidak pernah memikirkan perasaan Papi? Papi ingin kamu kembali jadi anak yang baik dan berprestasi. Tinggalkan teman-temanmu yang tidak berguna itu!"
Cantika tersenyum sinis, "Jangan ikut campur! Bukankah papi selama ini sudah tidak peduli lagi padaku?!"
"Cantika, Papi adalah ayah kandungmu. Tentu saja Papi tidak mau melihatmu menghancurkan dirimu sendiri!"
Bu Sofi muncul, "Mas, jangan memarahi Ika! Bicarakan ini nanti setelah dia sadar."
Cantika mendekat ke ibu tirinya. "Halo, ibu peri! Bagaimana rasanya menggantikan mami di rumah ini ? Hah, wanita licik ! Gue tahu kalau sebenarnya lo cuma pura-pura baik. Gak mungkin lo beneran sayang sama anak tiri! Muna..." Gadis itu langsung bungkam setelah pipinya disentuh telapak tangan ayahnya dengan keras.
"Mas, kontrol emosimu!" panik.
Pak Permana menatap tajam putrinya. Dadanya naik turun dan begitu panas. Amarahnya benar-benar memuncak. Cantika sudah sangat keterlaluan, makin hari makin membangkang.
"Aku mengerti, Papi ternyata benar-benar membenciku sekarang." Tersenyum kelu kemudian masuk ke kamarnya. Membanting pintu dengan keras dan menguncinya. Gadis itu melorot di balik pintu. Menangis terisak-isak.
Karena terlalu menyayangi mendiang ibunya, malah jadi fanatik dan tak dapat membuka diri dengan anggota keluarga baru. Tidak bisa memikirkan hal yang positif. Selalu berpikir buruk tentang ayah beserta ibu dan adik tirinya.
***
Pak Permana memegang kepalanya yang terasa mau pecah. Kelakuan putrinya makin tidak terkontrol. Bagaimana caranya agar gadis itu kembali menjadi anak yang baik dan penurut?
Bu Sofi duduk di sebelah suaminya, di tepi ranjang. Mengusap-usap punggung pria itu. "Mas, jangan mendidik anak dengan cara yang kasar! Itu malah akan membuat Cantika semakin menjauh."
"Anak itu benar-benar sudah berubah. Susah diatur dan pembangkang. Bagaimana cara agar dia kembali menjadi anak yang baik?" menitikkan air mata.
"Mas, bagaimana kalau kita nikahkan saja Cantika dengan seseorang? Mungkin jika dia punya suami, sikapnya akan berubah."
"Menikah, tapi dengan siapa?"
"Carilah laki-laki yang tegas, dewasa dan bertanggung jawab! Mungkin pria seperti itu dapat mendidik Cantika menjadi perempuan yang baik."
Pak Permana terlihat berpikir. Sepertinya saran dari istrinya itu masuk akal dan juga baik. Mungkin dia harus mencobanya. Tapi, siapakah laki-laki yang tepat untuk mendampingi putrinya itu?
Mungkinkah dia? Anak itu begitu sederhana dan pekerja keras. Aku tahu betul jika dia adalah laki-laki yang bertanggung jawab. Mungkin dia adalah tipe suami yang tepat untuk Cantika. Tapi, apakah dia akan setuju menikahi seorang gadis yang kelakuannya seperti putriku itu?
To be continued....
Seorang pria mengusap peluh dari dahinya. Sudah setengah jam dia berjalan sambil menuntun motor bututnya yang mogok. Terik matahari siang itu sedikit menyipitkan penglihatannya. Namun rasa lelah sama sekali tak dia hiraukan, terus berjalan sampai akhirnya tiba di depan bengkel. Memasukkan motornya ke sana. Menunggu cukup lama sampai kendaraannya selesai diperbaiki.
Pria itu memperhatikan sang montir saat mengutak-atik motor bututnya. Mengingat-ingat dan mempelajari bagaimana cara mengatasi kendaraannya jika suatu saat mogok lagi. Itulah ilmu, kau bisa mengambilnya dari manapun.
"Sudah selesai, Mas." Ucap montir.
"Terima kasih. Berapa biayanya ?"
"Sekian.....sekian..." menyebutkan nominal ongkos servis.
Si pria tadi merogoh dompetnya yang ada di saku celana. Mengeluarkan beberapa lembar uang lalu menyodorkan kepada montir.
"Terima kasih, Mas. Ini kembaliannya." Memberikan beberapa uang receh.
"Saya ambil. Maaf saya tidak bisa memberi tips, mas." Tersenyum sambil mengambil kembalian. Jika saja dia masih punya uang, maka recehan itu tidak akan diambil.
"Tidak apa-apa mas, semoga perjalanan anda lancar dan...segera dapat jodoh." Montir tertawa kecil. Dia memang tipe orang yang ramah dan suka bercanda.
"Aamiin!" Perkataan adalah doa. Dan doa yang baik harus diaminkan!
Dia menaiki kembali kuda besinya, "Mas, terima kasih banyak. Semoga mas sukses!" Berlalu pergi melanjutkan perjalanan.
Setelah satu jam, dia sampai di depan gerbang sebuah rumah mewah.
"Mau cari siapa Mas?" tanya satpam.
"Saya ingin bertemu dengan Pak Permana. Apa beliau ada di rumah?"
"Maaf, anda siapa?"
"Saya Anas Malik, putra dari bapak Akbar Malik." Jawabnya.
"Ohhhh, silahkan masuk! Tuan sudah menunggu anda." Ucap satpam sambil membuka gerbang.
"Terima kasih, Pak." Tersenyum seraya menggusur motornya. Setelah memarkirkan kendaraan itu, Anas berjalan ke arah pintu utama dan memencet bel.
Tak lama berselang, pintu terbuka. Seorang pelayan menyuruhnya masuk. Pak Permana baru turun dari lantai atas. Dia menghampiri tamu yang ditunggunya tersebut.
"Anas, bapak pikir kamu tidak akan datang. Apa kabar?" memeluk dan menepuk punggung.
"Alhamdulilah, saya baik. Bapak apa kabar?"
"Saya baik. Anas, bagaimana bisnis kulinermu? Mari duduk, biar kita nyaman ngobrolnya !"
Tamu dan pemilik rumah duduk berhadapan.
"Saya tidak punya bisnis, saya cuma penjual nasi kuning di kampung. Tapi Alhamdulillah, saya bisa memenuhi kebutuhan dari sana."
"Itu sama saja bisnis, meskipun kecil-kecilan. Bapak doakan semoga jualanmu lancar dan sukses."
"Aamiin..." tersenyum.
Pelayan datang memberikan minuman dan camilan. Setelah meletakkannya di atas meja, dia pun pergi lagi.
"Silahkan, diminum!" pinta Pak Permana.
"Terima kasih, Pak. Saya memang haus, hehe..." mengambil cangkir dan meminum air, lalu meletakkannya kembali.
"Kamu masih ingat Cantika, anak saya satu-satunya?"
"Ingat, tapi saya hanya pernah satu kali bertemu, saat ulang tahunnya yang ke sepuluh kalau tidak salah. Jadi saya tidak hafal bagaimana wajahnya. Pasti anak Bapak sudah besar saat ini."
"Sudah gadis. Nas, apa kamu sudah punya calon istri?"
Anas tersenyum, "Belum, Pak. Belum ada jodoh mungkin. Lagipula perempuan mana yang mau dengan laki-laki seperti saya?"
Seorang gadis cantik berpakaian serba mini, turun dari tangga dan berjalan melewati mereka.
"Ika, mau kemana kamu?" tanya Pak Permana.
Sang gadis menoleh, "Refreshing otak!" menjawab ketus.
"Duduk dulu sebentar, Papi mau kenalkan kamu pada seseorang! Ini Anas Malik, putra sahabat Papi. Kamu masih ingat Om Akbar yang pernah memberikanmu boneka besar saat kamu kecil?"
Cantika menatap sinis tamu itu, "Aku gak kenal sama Om itu juga anaknya. Dan aku gak peduli, aku sudah terlambat Papi !" gemas dan kesal.
Anas tak dapat berkedip saat melihat sosok indah yang berdiri di depannya.
"Duduk sebentar saja!" Pak Permana memohon.
Cantika duduk di sebelah ayahnya. Gadis itu menatap tajam dan sebal pada pria di depannya. "Heyyy, ngapain lo liatin gue ampe segitunya? Baru liat cewek sexy, ya?!" menyilangkan tangan di dadanya.
Anas menundukkan kepalanya. Astaghfirullah....apa yang aku lakukan?
"Ika, bicara yang sopan !" berusaha tidak marah.
Gadis itu berdiri, "Bosen, gak penting banget! Aku pergi sekarang temen-temenku pasti udah pada nunggu." Berjalan cepat, tanpa peduli dengan panggilan ayahnya yang berulang kali.
"Anas, saya harap kamu memaafkan Cantika. Anak itu sekarang memang jadi susah diatur."
"Tidak apa-apa, Pak. Saya tahu jika Cantika sebenarnya adalah anak yang baik."
"Itu dulu. Tapi setelah ibunya meninggal dunia, dia jadi berubah. Apalagi setelah saya menikah lagi, sikapnya tambah parah. Lebih nakal dan pembangkang. Sama sekali tidak bersikap sopan dan menghargai orang tua. Sekolahnya pun berantakan. Beberapa hari yang lalu, dia bahkan di-DO dari kampus. Kadang saya pikir, mungkin semua ini salah saya. Harusnya saya tidak usah menikah lagi."
"Pak, saya rasa Anda tidak bersalah. Mungkin putri Bapak hanya salah paham saja. Dia belum menyadari apa yang sebenarnya anda rasakan."
"Anas, apa kamu bersedia membantu saya? Tolong buatlah putriku kembali menjadi baik. Nikahilah dia!" menatap lekat.
"Apa yang anda katakan?" masih bingung.
"Saya yakin kamu mampu membimbing Cantika agar menjadi lebih baik. Saya ingin kamu menikahinya."
Anas menundukkan kepalanya. Dia tidak tahu harus bicara apa. Sama sekali tidak menyangka jika Pak Permana menyuruhnya datang adalah untuk menikahi putrinya.
"Saya tahu, laki-laki baik sepertimu tidak akan mungkin bersedia menikahi gadis nakal seperti putriku." Pesimis, menundukkan kepala.
Anas mendongak, "Bukan seperti itu, Pak. Menikah adalah perkara yang sakral. Saya harus memikirkannya lebih dulu. Dan, anda juga harus meminta persetujuan dari Cantika. Jangan sampai pernikahan ini malah membuatnya tersiksa."
"Baiklah, saya akan bicara padanya. Tolong pikirkan rencana saya ini dengan baik! Saya percaya jika kamu adalah laki-laki yang bijak."
Anas kembali tertunduk. Entah langkah seperti apa yang akan dia tempuh? Belum terpikirkan olehnya. Rencana ini benar-benar mendadak.
Setelah banyak lagi obrolan mengenai Cantika dan keluarganya, Pak Permana mengajak tamunya untuk makan.
"Tidak usah, Pak. Saya harus segera pulang, terima kasih!" membungkuk sopan.
"Saya tidak mau ada penolakan."
Anas akhirnya memenuhi permintaan pria itu. Usai makan dan berbincang sedikit, dia pamit.
"Anas, tolong pikirkan baik-baik tentang permintaan saya tadi!" Ucap Pak Permana.
"Inshaa Allah, Pak. Nanti saya kabari jika saya sudah mengambil keputusan."
"Baiklah, nak. Maaf, cuma saya yang menyambutmu di rumah ini. Istri saya dan anaknya sedang pergi ke rumah mertua. Dan Cantika, kamu tahu sendiri dia bagaimana."
"Tidak apa-apa. Saya pamit, Pak. Assalamualaikum." Mencium punggung tangan Pak Permana.
"Waalaikumussalam."
Dia menatap kepergian Anas dengan penuh harap. Semoga saja rencananya bisa berjalan lancar.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!