Emma baru sampai ketika satpam penjaga apartemen menyerahkan amplop berisi surat resmi padanya.Sambil menenteng belanjaannya,ia melangkah menuju lift.Ia berencana memasak sup kentang bakso ayam dan ayam goreng bumbu kuning hari ini.
Tanpa menunda Emma membuka amplop yang diterima tadi dan membaca isinya.Ia memekik kegirangan setengah tak percaya.Padahal ia sudah pasrah menunggu panggilan dari pihak hotel Golden Squard.Emma diberitahu untuk hadir senin jam sembilan pagi untuk menjalani wawancara.
Emma sangat menginginkan pekerjaan ini.Menjadi kepala chef di restoran bergengsi seperti hotel Golden Squard adalah impiannya, impian semua chef!
Hotel itu memiliki reputasi tak
tercela.Pelayanannya yang baik dan dilengkapi fasilitas super mewah menjadikan hotel itu tempat berkumpulnya kalangan atas.Juga merupakan tempat yang diprioritaskan para turis berduit.
Emma berharap ia bisa memenuhi standard mereka dengan modal pengetahuan selama tiga tahun belajar di Culinary Arts dan Emma sangat bersyukur karena prestasinya menyandang predikat baik saat itu,membuatnya dirujuk untuk bekerja di Restoran Signatures selama empat tahun lamanya.
Jika bukan karena alasan menjaga mamanya yang sakit waktu itu ,ia pasti masih bekerja sampai saat ini.Dengan bermodalkan pertimbangan itulah Emma sangat yakin bisa memenuhi persyaratan yang diajukan pihak Hotel,semoga saja ...
Emma melangkah masuk ke dalam apartemennya dengan penuh suka cita,ia sangat yakin akan mendapatkan pekerjaan ini.
Sang takdir berharap ini adalah cara yang paling tepat untuk mempertemukan mereka ...semoga saja berhasil..
Jam enam pagi tepat alarm otomatis membangunkan Emma.Hebat!Mengawali pagi dengan sakit kepala bukan sesuatu yang ia inginkan saat ini.
Ini karena semalam ia tak berhasil membujuk dirinya untuk tidur karena mencemaskan surat panggilan itu.Tanpa menunda waktu,Emma mengambil baju dalam bersih dan menuju kamar mandi.
Dalam waktu setengah jam ia sudah berpakaian rapi dan terlihat lebih meyakinkan.Tak butuh banyak waktu untuk seorang seperti dirinya menyangkut penampilan karena ia tak suka berdandan berlebihan,hanya cukup sapuan riasan tipis seadanya,yang penting terlihat rapi,batin Emma.
Ia memilih blazer abu tua dengan paduan kemeja putih,celana panjang warna senada dengan blazer-nya.Sambil menuju dapur untuk menyeduh kopi,Emma membuka tirai jendela diruang tengah.
Apartemennya tidak mewah malah terkesan sangat sederhana tapi Emma merasa sangat nyaman,itu yang terpenting.Sambil menunggu kopinya mendidih,Emma mengoles butter ke roti yang dibuatnya kemarin dan mengigitnya dengan lahap,Emma pecinta makanan dan sangat menghargai nilai dari suatu makanan.
Tak ada satu pun roti di dunia ini yang bisa menyaingi roti buatan sendiri.Emma menuang kopinya ke gelas yang berisi susu dan menaruh sedikit gula ke dalamnya.
Sambil menikmati roti dan sesekali menyeruput kopinya,Emma mengecek ulang surat lampiran yang akan ia bawa
untuk wawancara nanti.Sebelum berangkat Emma memeriksa ulang penampilannya dan jam delapan tepat Emma mengunci pintu apartemennya,ia sudah terlihat lebih dari siap untuk menghadapi ujian pertamanya
Dalam hidupnya Emma selalu memastikan jika ia melakukan apapun dengan bersungguh-sungguh,Ben-millie selalu menggodanya dengan sebutan perfect human.Selogannya adalah "lakukan yang terbaik atau tidak sama sekali."
Emma akan mengerahkan seluruh kemampuannya untuk bersaing dengan pelamar lain.Begitu sampai di lantai dasar dia langsung menuju taksi online yang sudah menunggunya.
\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=
Sean biasanya menyerahkan tugas mewawancarai para pelamar di hotelnya pada Olivia,ia selalu mempercayakan semua hal penting menyangkut urusan di kantor pada wanita itu tapi kali ini ia merasa harus melakukannya sendiri maka pagi-pagi sekali ia sudah berada di kantornya hari ini.
Semoga mereka bisa menemukan chef yang mereka butuhkan,ia sudah jenuh terus menerus mendapat laporan buruk tentang chef baru mereka.Setelah Howie mengundurkan diri,mereka belum menemukan Chef baru yang bisa menggantikan posisi chef lamanya yang kini sudah menikmati masa pensiunnya.
Sean sudah bermurah hati dengan memberikan Tunjangan cukup besar pada Howie,menghargai dedikasi pria tua itu pada pekerjaannya selama ini.
Sekarang ia duduk di balik meja kantornya menunggu Olivia membawakan kopi pesanannya.
Sampai lebih awal merupakan poin penting,batin Emma.Peraturan pertama jangan memberi kesan buruk dihari wawancaramu.
Emma menarik nafas panjang dan menghembuskannya dengan kasar sebelum ia melangkah memasuki area hotel.
Emma diberitahu satpam untuk memasuki gedung putih bertingkat yang sangat megah yang disisi sebelah kanannya terbentang luas area parkiran.Gedung yang Emma perkirakan merupakan gedung kantor itu sepertinya juga memiliki akses langsung ke gedung utama.
"Silakan naik ke lantai empat dan menunggu di ruang tunggu di sebelah kanan pintu pertama." Resepsionis itu berkata sambil tersenyum ramah padanya.Lalu Emma menuju lift yang membawanya ke lantai tujuan.Ternyata sudah ada tiga orang yang juga menunggu di dalam ruangan.
Emma tersenyum kepada mereka sambil mengambil tempat duduk di sudut kiri dekat jendela.Emma memandang berkeliling ruangan sambil menunggu giliran dipanggil masuk ke balik pintu yang tertutup di depannya.
Interior ruangan tunggu ini lebih mirip ruangan serbaguna.Dibagian dinding belakang ada rak bersekat berukuran besar yang berisi banyak arsip dan folder,di sisi kanan sebelah jendela dekat Emma duduk ada meja untuk membuat kopi dan teh.
Di samping pintu masuk ada whiteboard.Dan juga ada sebuah meja untuk asisten eksekutif,seperti yang terlihat saat ini duduk seorang wanita langsing tinggi bertungkai panjang yang sedang sibuk mengetik sesuatu di komputernya.
Sambil mengabaikan kenyataan dirinya hanya 160cm dengan postur tubuh yang tidak bisa dibilang langsing.Emma tak pernah bisa menjadi langsing karena tubuhnya terlalu berlekuk.Tapi aku bisa memasak,bela Emma dalam hati,
"Emma Lianti, silakan masuk." Si tungkai indah itu mempersilakan Emma memasuki ruangan.Emma berusaha menenangkan dirinya
sambil melangkah ke dalam ruangan itu.
Tatapannya langsung bertemu dengan sepasang mata paling tajam yang pernah dilihatnya.
Pria itu memandangi Emma selama beberapa detik tanpa bersuara,membuat Emma menahan diri untuk tidak berusaha merapikan rambut atau menunduk menatap bajunya kalau-kalau ada tumpahan kopi tadi pagi yang terlewatkan olehnya,beberapa detik yang serasa seumur hidup untuknya.
Pria itu berambut pendek hitam lurus model spiky,hidungnya mancung,bibir yang sepertinya senantiasa cemberut,mata yang sangat tajam mengingatkan Emma dengan mata elang.Pria itu berbulu mata lentik yang dipertegas alis tebal rapi yang sangat indah.
Sang takdir menjentikkan jarinya, berhasil ...
"Sean..." Sambil berjabat tangan mempersilakan Emma duduk tanpa disertai senyum.
"Emma...Emma Lianti." Senyum Emma sopan. Sabar Emma, tenangkan dirimu,ingat kau membutuhkan posisi ini melebihi apapun...
Pria di depannya ini adalah pria paling bermuka angkuh yang pernah dijumpainya dan sangat tampan,dengan enggan Emma mengakuinya dalam hati.Dan tentu saja Emma tak bisa menebak tinggi pria itu dalam posisi duduk seperti sekarang ini karena Pria itu bahkan tidak mau repot-repot berdiri waktu menyalaminya,dengus Emma.
"Apa kau serius untuk posisi ini,Emma Lianti? Sambil menatap tajam ke arahnya,mengamati Emma dari ujung kepala sampai ke ujung kaki dengan penuh penilaian,seakan-akan seluruh permukaan kulit Emma ditumbuhi bulu panjang.
Tanpa sadar Emma menegakkan tubuhnya berharap bisa terlihat lebih tinggi beberapa senti sebelum akhirnya mengambil tempat duduk di seberang meja.
Pria itu menundukan kepalanya membolak-balik data pribadinya.Emma setengah berharap Pria itu serius membacanya.
"Tentu saja,Pak.Aku selalu sangat serius dengan apa yang kulakukan ,apalagi untuk hal sepenting ini,tentu saja aku serius." Senyum Emma terlalu dilebarkan untuk menutupi gugupnya. Pak ..? Sean mengernyit mendengar panggilan itu.
"Anda tentu bisa melihat referensiku jika anda membuka halaman paling akhir." Sorot mata pria itu sedikit mencela.Emma berusaha tidak terintimidasi dan bersikap sebaik mungkin jika ia ingin pekerjaan ini jatuh ke tangannya.
Ada apa dengan pria ini?Apa dia memang Selalu bersikap seperti itu dengan semua orang?! Demi Tuhan! ingin sekali Emma mendelik ke arahnya.
"Oke ,Emma.Dan kau kuizinkan memanggilku Sean.Aku sudah membaca datamu dan referensimu dari tempat kau bekerja dulu memang cukup lumayan."
Cukup lumayan..? Setidaknya itu jauh lebih baik daripada buruk,hibur Emma dalam hati.
"Seperti yang kau ketahui kami butuh chef professional,yang bukan hanya sekedar bisa memasak.Untuk itu kau akan mengikuti tahap tes dengan menyajikan beberapa menu makanan andalanmu.Lalu kita lihat hasilnya dan semoga saja tidak mengecewakan." Pria itu tersenyum dengan mimik meremehkan tapi entah mengapa itu malah terlihat begitu sexy.
Astaga ! sexy..? Kenapa tidak sekalian saja kau utarakan apa yang barusan terlintas di otakmu lalu kita lihat reaksi apa yang akan diberikan calon atasanmu!
"Kapan tes itu dilakukan,Sean ?" Tanya Emma sopan berusaha tidak menunjukkan antusias yang berlebihan.Ia tentu harus terlihat profesional.
"Sekarang tentu saja Emma,atau kau butuh persiapan khusus berkaitan dengan kemampuanmu mengolah bahan makanan?" Balas Sean agak kesal mendapati dirinya sedikit terganggu dengan keberadaan wanita di depannya ini.
wanita yang dengan tinggi dibawah rata-rata dan postur tubuh terlalu berlekuk.Rambut hitam halus yang diikat ekor kuda,bibir penuh yang dipoles lipstik warna pink muda.Gaya berpakaian wanita itu sangat jauh dari kesan seorang chef.Dia lebih mirip mahasiswa manja dengan mental selembek bubur buatan nanny Vio sewaktu Sean kecil dulu.
Walau kenyataannya wanita yang duduk tegak di hadapannya ini ternyata sudah berumur 28 tahun.
Apa ia tak salah ketika mengajukan diri untuk menjadi chef di hotel bergengsi miliknya yang sudah berumur beberapa generasi? Apa yang akan dipikirkan adik-adiknya jika mereka tahu Sean telah menyeludupkan seorang pemandu sorak ke dapurnya?!
Steven,Lucca dan Ellie pasti akan menganggap dirinya sudah gila Mempercayakan dapur hotelnya kepada wanita berumur 28 tahun yang kemungkinan kemampuan memasaknya masih seumur jagung.
Oke ,ia akan membuat hal ini cepat diselesaikan.Tentu tidak susah menyingkirkan wanita ini dan ia yakin wanita ini tak akan sanggup menghidangkan menu makanan sesuai standar hotelnya walaupun referensi bagus wanita itu menjadi jaminannya.
Seharusnya tak seperti ini ..harusnya mereka berdua saling tertarik bukan malah saling menusuk.Sepertinya ada yang salah...sang takdir akan segera memperbikinya.
Sepertinya sang tuan angkuh ini menyesali keputusannya yang gegabah.Maka dengan sangat sengaja ingin segera mendepaknya pada kesempatan pertama jika ada sedikit saja kesalahan yang Emma lakukan tapi itu tak akan pernah terjadi.Ia akan memastikan pria itu menelan kekecewaannya.
Saat ini pria itu sedang memandanginya dengan senyum mengejek tapi anehnya jantung Emma justru berdesir tak keruan. Ada apa dengan diriku hari ini ?
"Oke, aku bisa melakukannya kapanpun Sean,aku akan menyuguhkan menu makan siang untukmu dan semoga tidak mengecewakan." Balas Emma dengan senyum manis tapi sepertinya si tuan angkuh ini tahu jika Emma merasa terganggu dengan sikapnya yang tak bersahabat.
Sean menyuruh asisten pribadinya membawa Emma ke dapur yang ternyata sangat luas bergaya modern.Emma terkesima dan membayangkan kesenangan yang juga akan ia dapatkan saat berkutat dengan semua bahan makanan yang tersimpan di ruang penyimpanan yang sangat besar.
Ia mengelus pelan permukaan meja dapur yang terbuat dari granit berwarna hitam kualitas premium.Bagian belakang meja dapur tersusun kompor dengan berbagai jenis kegunaan.
Emma tak bisa menahan diri untuk tidak mendesah.Ia berpaling ketika si tungkai indah memperkenalkan Emma pada para asisten koki yang berjumlah enam orang.
"Ini Emma Lianti,dia akan membuat menu makanan yang akan dinilai oleh Sean sendiri.Aku berharap tak ada kesalahan kali ini.Sean memberimu kesempatan yang tak diperoleh pelamar lain.Semoga kau adalah orang yang kami cari,Emma.Chef yang terdahulu sudah pensiun karena penyakit kronis yang dideritanya dan kandidat yang sebelumnya sama sekali tak bisa memasak sesuatu yang sederhana semisal sup jamur dengan benar,itu komentar Sean tentunya,pria itu terlalu rewel." Sambil memutar bola matanya wanita itu mengibaskan tangannya,menunjukkan ekspresi frustasi.Emma hanya tersenyum menanggapi sikap Olivia yang ternyata sangat bersahabat.
"Terima kasih sebelumnya,Olivia." Kata Emma sambil tersenyum.Wanita itu mengangguk sambil menepuk pelan bahunya memberi dukungan dan meninggalkan ruang dapur dengan gerakan gemulai.
\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=
"Nasi goreng ikan teri yang dimasak dengan ikan teri,telur bebek dan cabe capla.Ada sup jagung kepiting yang di dalamnya berisi potongan jamur merang,jamur kuping,daging kepiting dan diberi kocokan telur serta larutan tepung tapioka utk mengentalkan.Yang terakhir adalah salad buah tropis yg terdiri dari potongan buah-buahan segar dengan saus mayonnaise olahan yang aku beri campuran fruktosa untuk mengurangi keasamannya." Emma menerangkan setiap menu yang ia buat.
Sean hanya menatapnya dengan kening berkerut dan tak memberi komentar apapun,jelas sekali pria itu tak peduli dengan apa yang ia ucapkan.
Sean mengambil beberapa sendok nasi goreng yang sepertinya terlihat lezat tapi tentu saja penampilan selalu bisa menipu,pikirnya dengan sengaja mengabaikan aroma wangi yang menyerbu indera penciumannya.
Tanpa sadar Emma menahan nafas saat pria itu memasukan suapan pertama dan mengunyah dengan hati-hati seakan-akan takut makanan itu bisa meracuninya sewaktu-waktu.
Serasa berabad Emma mengamati pria itu menilai makanannya.Suapan kedua berhasil dilewati lalu pria itu beralih ke sup jagung.
Semua makanan yang disajikan wanita ini memiliki citarasa penuh warna,Sean mengakuinya dengan enggan.Padahal semua yang dihidangkan wanita ini bukan termasuk menu mewah.
"Emma,aku tak menyangka kau bisa menyediakan menu sederhana seperti ini dan terasa...lumayan." Pria angkuh itu bahkan tak tau cara memuji yang benar,dengus Emma dalam hati.
Emma berusaha menjaga mimik wajahnya tetap tenang.Ia tentu tak boleh menunjukkan reaksi apapun yang bisa dipakai pria itu sebagai alasan untuk mengusirnya.
"Terima kasih,Sean."Emma menunggu pria tuh mengucapkan sesuatu,apa saja dan bukan malah diam mengamati Emma seakan-akan Emma adalah makhluk aneh berkepala dua.
Cacing dalam lambungnya sudah berteriak minta jatah dan teriakannya sangat lantang sampai si pria angkuh menaikan alisnya sambil tersenyum geli.
Emma merasa merona sampai ke kaki.Ia menyadari nafsu makannya yang besar dan ini sungguh memalukan apalagi dalam kondisi seperti ini.
"Sepertinya cacing diperutmu sudah berteriak meminta perhatianmu." Kontak mata itu terputus,Sean menyeringai.Entah kenapa ia merasa pandangannya terus terfokus pada wanita itu.
Biasanya ia tak memiliki kebiasaan mengamati seorang wanita lebih dari 5 detik.Ada sesuatu yang tak lazim terjadi di sini,wanita ini penyebabnya.Apakah wanita ini adalah si penyihir jahat penjual apel yang datang untuk merenggut nyawaku?
Emma buru-buru menunduk dan pura-pura sangat tertarik dengan sepatunya.Ia menyadari satu hal,ternyata seringai yang harusnya terlihat seperti serigala jahat,malah terlihat sangat menggoda.Ini sungguh gila ...
Sang takdir berhak tersenyum puas,untuk sementara ia bisa menguasai keadaan walau harus diakui butuh sedikit usaha saat ia harus membuat mereka berdua saling menatap satu sama lain.
\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=
"Oke,Emma,aku memberimu tiga bulan masa percobaan.Jika dalam masa itu kau melakukan kesalahan walau sekali saja maka kau tersingkir,mengerti?Aku memberimu waktu untuk mempertimbangkannya tapi jika kau ingin mundur sekarang ..." Suara Sean tiba-tiba menghilang.
Ia tak percaya telah membiarkan mulutnya mengatakan itu semua padahal Jelas bukan ini yang ingin ia katakan.Kenapa otaknya bisa sekacau ini?
Sang takdir bernafas lega...Hampir saja kau melakukan kesalahan fatal sobat...
"Tidak,tentu saja aku tak ingin mundur.Kenapa aku harus melakukannya? Bukankah tujuanku datang kemari memang menginginkan posisi ini?Terima kasih,Sean.Aku akan memastikan Kau tak akan kecewa karena telah memilih aku." Kata Emma buru-buru sebelum pria itu menarik kembali perkataannya.
Sean mengangkat bahunya dengan sikap tak acuh.Mimik muka pria itu Sungguh menyebalkan.Ingin sekali Emma menuangkan sup jagung buatannya ke kepala pria itu.
Emma berusaha menahan senyumnya membayangkan mimik wajah pria itu saat sup jagung yang kental dan lengket menetes-netes dari atas kepalanya.
Binar di mata Emma dan antusiasme wanita itu mempengaruhi Sean dan wanita itu terlihat ingin melompat-lompat saking girangnya.Jelas sekali ia telah mempekerjakan seorang pemandu sorak untuk menjadi chef di hotelnya.
Emma berusaha terlihat tenang saat berjalan keluar dari ruangan dan langsung disambut tatapan ingin tahu olivia.
Ada apa dengan diriku? Kenapa keberadaan wanita itu begitu mengusik ketenangannya padahal bisa dibilang ia tidak mengenal wanita itu dan sangat yakin ini adalah pertemuan pertama mereka.
Tidak biasanya ia bersikap mengintimidasi seperti ini.Sean biasanya sangat ramah dan sikapnya sangat memesona semua orang,terutama para kaum wanita tentunya,renung Sean dengan senyum tersungging disudut bibirnya.
Tapi tidak dengan wanita yang satu ini.Sean memastikan bahwa ia akan terus mengawasi wanita itu.Sambil berjalan ke arah pintu keluar dan membukanya,Sean langsung tertegun.
Tepat di sana,wanita itu membelakanginya dan sedang melompat-lompat kegirangan sambil menceritakan sesuatu kepada Olivia yang sedang menatap dengan mata bulat penuh semangat.Sean jadi penasaran bagaimana mata wanita itu terlihat saat ini.
"Sedang merayakan sesuatu?" Mendengar suara Sean yang maskulin,Emma langsung berbalik dan terbelalak dengan mulut terbuka lebar.Muka Emma bersemu merah karena kedapatan bertingkah konyol.
Sean mendapati dirinya menikmati sikap Emma yang salah tingkah.Dia sungguh menggemaskan bukan? Apa..? Sepertinya Sean mulai berhalusinasi karena ia merasa yakin mendengar suara.Atau itu hanya suara hatinya yang terdengar?
"A-aku hanya mengatakan ke Olivia jika aku diterima." Emma memperlihatkan deretan giginya yang terawat ke arah Sean dan mengabaikan debaran jantungnya saat Sean menatapnya dengan tatapan gusar. kenapa pria itu harus menatapnya seperti itu? Apakah melompat-melompat sesuatu yang dilarang di sini?
"Selamat ya,sayang.Akhirnya aku terbebas dari sikap dia yang menyeramkan.Selama beberapa waktu dia telah membuat atmosfir kantor jadi seperti kastil berhantu.Buang jauh-jauh muka cemberutmu itu Sean,tak akan mempan untukku.Simpan energimu untuk hal yang lebih berguna,time to lunch ". Olivia mengedipkan mata pada Emma sambil berlalu,Emma bergeming,tak berani menatap Sean.
"Aku akan memanggil bu Mina.Dia bagian mengurus baju seragam kerja di sini.Kau bisa mulai mengepas badan dengannya untuk seragam kerjamu nanti,Emma.Setelah itu aku akan memperkenalkanmu sebagai kepala chef di hotel ini pada para pekerja di bagian dapur.Harapanku kau dapat berkerja sebagai team dengan mereka,ingat Emma,sekali saja kesalahan yang kau buat dalam kurun tiga bulan masa percobaanmu,aku tidak akan segan mencabut posisimu dan akan kuberikan ke orang lain."
"Siap, pak..!" Dengan gaya berlebihan Emma mengangkat tangannya meniru prajurit menghormat.Alis Sean terangkat sambil memperlihatkan senyum peringatan ke arahnya.
Di bawah seringai bodohnya,pria itu terlihat sepuluh tahun lebih muda.Sumpah! Kenapa aku sangat kacau hari ini?Emma mengernyit sambil menggeleng kuat.
"Satu jam waktumu untuk makan siang,Emma.Jangan telat,aku menunggu di kantor".Pria itu pergi dan meninggalkan Emma sendirian seperti orang linglung karena tak tahu apa yang harus dilakukan.Emma bahkan tak tahu arah mana menuju kantin karyawan.
Bagus...! Sambil mengentak kaki dengan kesal Emma mengikuti arah Sean menghilang tadi.Pergi ke mana mereka?Terkutuklah kau Sean!
Pria angkuh itu dengan sengaja meninggalkannya begitu saja dan menghilang bagaikan hantu penghuni kastil tua,rutuk Emma berusaha menahan diri untuk tidak meneriaki nama pria itu.
Tolong jangan mempersulit keadaan,kenapa tak membiarkan semuanya berjalan sesuai keinginanku,ratapan sang takdir tak digubris tapi ia tahu misi ini akan berhasil..hanya perlu waktu sedikit lebih lama ...
\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=
Sean sengaja meninggalkan wanita itu tanpa arahan.Biar tahu rasa dia,kata Sean dalam hati sambil terkekeh.Merasa puas karena sudah melakukan kejahatan kecil terhadap wanita itu.
"Ada yang lucu,Sean? Lucca menatap ke arahnya dengan penasaran.Sean lebih awal kembali ke kantor karena ada yang mau Lucca bicarakan seputar penambahan fasilitas disalah satu cabang hotel milik mereka yang dikelola Lucca.
"Ada peristiwa lucu yang tiba-tiba membuatku teringat saja."Dalih Sean Sambil menyantap sisa makanan yang tadi dibuat Emma.
"Dapat dari mana semua ini,sepertinya enak." Sambil berkata Lucca mengambil sup jagung yang sudah dingin tapi masih tetap enak,kata Lucca yang biasa terkenal sangat teliti soal makanan.
"Dari koki yang baru aku wawancarai tadi pagi.Aku menyuruhnya membuat beberapa menu agar aku bisa menilai kualitas hasil masakannya." Sean menjelaskan bahwa dia sudah menerima Emma menjadi koki dihotel mereka dan semoga saja sang koki tidak membuat kesalahan fatal semisal membuat sebagian tamu mereka keracunan.
Lucca mengangkat alisnya dengan mimik seperti kucing yang mengendus adanya makanan lezat.Sedangkan Sean berusaha terlihat acuh tak acuh.
"Muda,sexy,berambut ikal,tinggi,memiliki suara merdu yang membuat kakakku tak kan bisa jauh-jauh dari ranjang kebanggaannya ..."Lucca memulai serangan pertamanya.
Sean diam sejenak menatap tajam adiknya. "Dia tidak ikal,Lucca.Dia ...". baru saja mau mengutarakan pendapatnya tentang sosok Emma,terdengar pintu diketuk dari luar dan sebelum Sean menjawab,Emma sudah langsung menerjang masuk.
Dua pasang mata menatapnya,yang satu penuh rasa ingin tau dan yang satu lagi menatap dengan sorot mata tak senang.Dalam benaknya Emma tak yakin sanggup menghadapi dua pria tampan sekaligus.Satu saja sudah membuatnya kewalahan tadi.
Emma tak tahu harus tetap bertahan berdiri di hadapan mereka atau segera berbalik dan lari keluar dari sini secepat kakinya sanggup membawanya pergi karena Sean jelas terlihat tak senang atas keterlambatannya.
Pria itu tentu akan menjadikan ini sebagai alasan untuk menekan Emma dan mengabaikan fakta jika Emma sudah memasakkan makanan enak untuknya.
Ia melirik sekilas ke arah meja dan dilihat dari piring kosong yang ada di atas meja kerja pria itu,seharusnya usahanya bisa dibilang berhasil.
"Maaf aku terlambat ...lima menit,Sean." Sambil melirik arloji,Emma berbicara dengan nafas memburu.
"Ini karena aku menghabiskan sebagian waktuku untuk menemukan kantin sialan itu!". Ups ...! Emma ingin mengigit lidahnya sendiri karena telah melontarkan kalimat yang sepertinya membuat senang si pria asing dan membuat cemberut si pria angkuh.
"Sepertinya kita belum pernah bertemu karena jika pernah,aku tentu tak akan melupakan wajah secantik dirimu.Tolong perkenalkan kami, Sean. " Kata Lucca sengaja mengganggu Sean.
Ia senang melihat tingkah abangnya yang cemberut dan menatap penasaran ke arah wanita menarik yang ada di hadapan mereka.Emma langsung menyukai pria asing yang berdiri di samping Sean,terlihat lebih ramah dan tidak berbahaya.
"Namanya Emma,lagipula kalian bisa berkenalan sendiri.Tak perlu diriku yang mengenalkan kalian." dengus Sean sambil melotot ke arah Emma.
"Aku Lucca,senang mengetahui keberadaanmu Emma.Jika kakakku ini menyusahkanmu,jangan segan minta nomor teleponku sama Olivia.Aku berjanji akan segera datang menolongmu.Lihat saja wajahnya yang cemberut seperti itu.Selama ini hanya Olivia yang bisa bertahan dengan temperamennya.Jika akhirnya kau memilih mundur,tenang saja...aku akan berada di pihakmu.Jika perlu,kau bisa kuangkat menjadi chef di hotelku juga,Emma." Sambil mengedipkan mata,Lucca menyalaminya.
Emma berusaha menyembunyikan tawanya karena Lucca dengan berani terang-terangan menyinggung pria arogan bermata setajam belati itu.
"Terima kasih,Lucca.Senang bisa mengenalmu." Emma memamerkan senyum manisnya.Sean memberikan tatapan membunuh ke arah mereka.
"Oke Sean,aku masih banyak pekerjaan dan Emma bolehkah aku menghubungimu untuk sekedar keluar minum kopi ?" Sepertinya Lucca masih belum puas menggangu Sean.
Melihat mimik muka Sean yang kian gelap,Lucca melangkah cepat ke arah pintu sambil melambai ke arah Emma dan menutup pintu sebelum Sean melemparkan sesuatu ke arahnya.
"Tentu saja ,Lucca.. dengan senang hati." Sambut Emma dengan nada riang.Tak peduli jika Lucca tak bisa mendengarnya lagi.Setidaknya Emma bisa membalas Sean dan sedikit mengobati kekesalan hatinya.
"Kau telat!" Sembur Sean,seolah lima menit itu sudah sangat membuang waktunya yang berharga.Emma menghela nafas sebelum mulai menjelaskan kembali penyebab ia tak bisa tepat waktu.
"Maaf,Sean.Ini tentu tak akan terjadi jika...."
"sudahlah...yang namanya telat...ya,tetap disebut telat,apapun alasannya." Sean memotong pembicaraan Emma,sengaja tidak membiarkan wanita itu menyelesaikan kalimatnya.
Emma menelan kekesalannya dan hanya memandangi ujung sepatu pria itu.Mereka seperti dua orang yang bermusuhan dan saling siap menerkam.Pria itu berkata jika keterlambatannya itu tak bisa dijadikan alasan.
Oke,demi pekerjaan ini aku akan mengalah tapi untuk kali ini saja,kau paham? Dasar brengsek! Emma menatap Sean dalam diam.Apalagi yang bisa ia harapkan saat ini,selain hanya bisa memaki pria arogan itu dalam hati.Semoga keberuntungan berpihak padanya.Hanya Tuhan yang tau betapa ia menginginkan pekerjaan ini.
Apa betul mereka jodoh sejati? prilaku mereka jauh dari kemungkinan itu.. Sang takdir merasa putus asa tapi ia belum menyerah.. Karena jika ia menyerah,siapa yang akan melakukannya ..?
Ternyata bu Mina Adalah seorang wanita berumur sekitar 50-an.Luarbiasa ramah,murah senyum dan sangat keibuan,orang kantor memanggilnya Mom.
"Sayang,kau memiliki postur tubuh berlekuk yang bisa membuat para pria meneteskan air liur dan para wanita iri setengah mati.Sean sudah pasti memilihmu untuk pekerjaan ini.Persetan dengan masa percobaan tiga bulannya itu.Jika dia masih ragu pasti tak akan membawamu kemari menemuiku." Sambil memberi tatapan memuji wanita tua itu mengukur dan mencatat semuanya di buku.
"Menurutku terlalu kelebihan daging dan lemak,mom." Balas Emma dan dengan putus asa berusaha menahan nafas agar perutnya terlihat lebih rata dan berusaha mengabaikan bentuk bokong besarnya yang menyebabkan ia sering dihadiahi tatapan kurang ajar dari para pria hidung belang.
Tapi bu Mina terdengar tidak setuju dengan pendapatnya dan bersikeras menyuruh Emma mempertahankan bentuk tubuhnya yang sekarang.Untung saja pria arogan itu tidak ada disekitar mereka untuk menertawakannya.Pria itu terlihat sedang berbicara dengan salah satu karyawan di luar ruangan.
Selebihnya hari itu Sean membawa Emma mengunjungi bagian dapur.Sean mengabaikan fakta jika itu bukan tugasnya karena biasanya itu tugas Olivia.
Tapi kenapa kali ini kau merasa perlu merepotkan diri ?Sean mengabaikan suara hatinya dan memperlihatkan ruang bagian penyimpanan bahan makanan yang sangat besar yang tadi sepintas dilihat Emma saat Olivia membawanya ke dapur.
Semua tersusun sangat rapi mulai dari aneka bumbu dapur,tempat penyimpanan sayur-sayuran dan tempat penyimpanan bahan makanan beku seperti daging ayam,sapi dan aneka makanan laut.Lalu kemudian Sean memperkenalkan Emma sebagai kepala chef yang baru kepada para karyawan di sana.
Emma begitu antusias dan berbinar-binar menatap Sean ketika pria itu membawanya ke bagian restoran yang sangat luas dan mewah dan memberitahunya jika Emma diberi wewenang penuh untuk mengurus semua hal menyangkut dapur dan keseluruhan restoran mereka,semua berada dibawah pengawasan Emma.
Sean terpana menatap ke dalam mata Emma yang berwarna coklat gelap.Pupil mata wanita itu membesar dan menjadi lebih gelap saat ia sedang bersemangat.Sean terkejut menyadari gairah yang menerjangnya padahal wanita itu tak melakukan apapun untuk membuatnya bergairah. Ada apa ini..?
"Aku sudah tidak sabar ingin memulai." Kata Emma sambil menggosok tangannya dengan penuh semangat. "Aku sangat berterima kasih untuk pekerjaan ini Sean,sungguh." Tatapan Emma yang berbinar dan tawa senangnya membuat Sean terpaku dan tersesat.
Mengapa aku tidak bisa mengalihkan tatapanku,terhipnotis,tak berdaya dibawah tatapan penguasa Golden Squard.Emma bersumpah bisa melihat pantulan dirinya di pupil mata Sean yang sekarang menunduk menatapnya.
Ada apa dengan wanita ini yang membuatku sangat terusik?Tinggal sejengkal lagi maka aku dapat menggapai bibirnya ....
"Hai Sean,lama tak berjumpa,tumben bos besar turun lapangan hari ini." Seorang pria melambaikan tangan dan menghampiri mereka.
"Hai ,James.Lama tak bersua." Balas Sean Sambil bersalaman dan menepuk pelan punggung pria itu.
"Aku membawa Cynthia makan siang di sini,kami baru saja mau pergi." Sambil mengangguk membalas senyuman Emma.
"Emma Adalah koki baru kami, James."
Sambil menyalami Emma dengan ramah,James bercakap-cakap sebentar dengan Sean lalu pria itu berpamitan pada mereka.
"Ehm..secara garis besar aku sudah menunjukkan padamu kondisi tempat kau bekerja.Peraturan kerjanya kau juga sudah tau.Selebihnya akan ku serahkan padamu Emma,lakukan yang terbaik karena aku tidak mau mendapatkan yang kurang dari itu,kau mengerti?" Sean memandangi bibir wanita itu dan mendapati dirinya sulit berkonsentrasi.Ia yakin ada yang salah dengan bibir wanita itu karena ia tak sanggup mengalihkan pandangannya.
Pasti sangat menyenangkan jika bisa mendaratkan bibirnya dengan keras disitu,ya ..tepat di situ ...
"Siap bos besar!" Dengan setengah bercanda Emma menengadah menatap Sean yang tingginya paling sedikit 25cm darinya.
"Jangan pernah berpikir untuk memanggilku dengan sebutan itu Emma,atau kau akan tahu akibatnya." Suara Sean pelan sarat peringatan.
Dan kau pikir aku takut dengan ancamanmu?Ohh,yang benar saja.Emma tak peduli,hatinya sedang bernyanyi riang karena pekerjaan yang ia inginkan kini jatuh ke pangkuannya.
Gangguan yang tak diperhitungkan Tapi sang takdir bisa merasakan dua arus mulai saling bersinggungan ...
Hari pertama kerja penuh semangat.Banyak pesanan untuk makan siang yang harus diselesaikan.Emma senang karena bisa sibuk sepanjang hari.Memberi ia kesempatan untuk menunjukkan kemampuannya dan sekarang ia sedang menuju kantin karyawan.
Tanpa berhenti ia langsung berbelok ke kiri dan langsung berakhir dalam pelukan sepasang lengan kokoh, beraroma wangi memabukkan.Terasa begitu nyaman ....
"Anda beraroma bawang dan daging panggang ,Emma."
Emma terlonjak dan langsung melepaskan diri.Wajahnya merona menyadari bisa-bisanya ia terhanyut dalam pelukan seorang pria di lorong tempat kerjanya! Oh ,Tuhan.Apakah tadi ia juga menyuarakan sesuatu seperti nyaman dan memabukan ?! Siapa yang menyelipkan pikiran itu ke otaknya? Sungguh memalukan jika Sean sampai tahu apa yang dipikirkan Emma tentang dirinya.
"Terima kasih.Aku anggap itu pujian,bos besar." Dengan sengaja Emma membalasnya.Sean menyipitkan mata memberikan tatapan peringatan,Emma menengadah dengan tatapan menantang sambil bersidekap.Jangan biarkan dia mengintimidasimu,itu yang dikatakan Olivia.
"Perlu kuingatkan,sepertinya kau lupa kalau kau bekerja padaku Emma." Suara Sean penuh ancaman.Aku tak takut,pria itu tak bisa memecatku.
"Dan sepertinya kau juga lupa ,jika kau membutuhkanku,Sean." Balas Emma dengan berani.
"Kau tidak tau apa yang kubutuhkan Emma,suatu saat nanti akan kutunjukan apa yang kubutuhkan." Dengan sengaja Sean memberi penekanan pada setiap ucapannya sambil mengamati bibir Emma.
Tanpa sadar Emma menjilati bibirnya.Sialan kau,Sean! kau pikir bisa mengintimidasi aku dengan cara seperti ini.Mungkin berlaku untuk wanita lain tapi tidak berlaku untukku.
"Kenapa kau bisa terlihat tidak pada wilayah yang semestinya?"
"Tepat sekali kau bertanya,karena mencarimu tentu saja.Tolong masakan sesuatu yang enak untukku,Emma.Lambungku tidak cocok dengan makanan kantin dan tolong antarkan ke ruanganku."Sean memberikan senyum manisnya.
Emma berusaha tak terpengaruh,entah kenapa dari sejak awal Emma tidak bisa mempercayai manusia gua ini,tidak sama sekali.Pria itu memang sengaja menguji kesabarannya.
Tapi jika dipikir ulang,Sean memang berhak memintanya.Jadi lebih baik ia segera menyelesaikan permintaan bos manja ini agar ia bisa melanjutkan makan siangnya yang tertunda.
\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=
"Ini adalah nasi ayam special,salah satu menu yang rencananya akan aku perkenalkan sebagai menu baru di restoran kita karena aku melihat restoran kita sangat sedikit menyediakan menu chinesefood,aku yakin kau tak keberatan. " Emma tersenyum meyakinkan.
"Oke,silakan." Jawab Sean sambil melipat tangan.
Memandangi wanita ini menggerak-gerakkan tangannya sambil berbicara dengan suara khasnya yang agak serak bukanlah sesuatu yang mudah.Sean harus menahan diri untuk tidak berdiri dan menarik wanita itu lalu menciuminya dengan sepuas hati.
"Nasi ayam ini dilengkapi dengan telur kecap yang direndam dalam kecap manis selama beberapa malam agar aromanya meresap.Ayam saus tiramnya lembut karena di presto dan nasinya dicampur minyak wijen dan jahe menghasilkan aroma khas oriental.Silakan bos besar dan semoga berkenan." Ucap Emma penuh semangat dan tak tahu dirinya telah membuat pikiran atasannya terusik.
Sean lalu berdiri,ia bahkan tidak menoleh sedikitpun pada makanan yang telah dibuat Emma dengan susah payah tapi malah berjalan perlahan ke arah Emma seperti hewan pemangsa yang sedang mengamati buruannya.
Emma bergeming,nafasnya terdengar memburu.Kenapa kakinya seperti dipaku ke lantai tempat ia berpijak?
Emma menahan nafas saat Sean berdiri dengan jarak yang begitu dekat sampai-sampai Emma bisa merasakan hembusan nafas pria itu.
"Apakah aku sudah pernah memperingatimu tentang masalah panggilan bos besar?" Tanpa peringatan Sean langsung menutup jarak mereka dan tidak memberi jeda untuk Emma menjawab apalagi menyadari apa yang dilakukan Sean berikutnya.
\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=
Jantung Emma seakan jatuh menimpa kakinya ketika Sean dengan kekuatan penuh mendaratkan bibirnya ke bibir Emma,mencium Emma dengan kekuatan penuh,memaksa wanita itu untuk membuka diri.
Oh ,tidak...! Emma membelalakan matanya.Suara protesnya diredam ciuman Sean yang tanpa ampun.Emma membuka mulut untuk memasukan sebanyak mungkin oksigen ke paru-parunya karena ia tiba-tiba dilanda sesak nafas.
Emma tak sanggup melawan,perlahan-lahan ia mulai meleleh dalam dekapan Sean,membiarkan dirinya merasakan kehangatan tubuh pria itu.
Ya,tepat seperti yang aku inginkan..sang takdir merasa mulai menikmati tugasnya...
"Sekarang kau sudah tau apa yang kubutuhkan Emma?"bisik Sean menghentikan kontak fisik itu dengan tiba-tiba seperti saat dia memulainya tadi.Emma limbung,tak siap dengan yang ia alami barusan.
Lalu kesadaran Emma perlahan mulai pulih,sedikit syok dan berusaha menahan diri untuk tidak menyentuh bibirnya yang berdenyut.
"Silakan menikmati sisa makan siangmu,Sean.Aku akan melanjutkan pekerjaanku jika kamu sudah selesai denganku." Emma terlambat menyadari arti yang tersirat dalam ucapannya dan mendapati Sean menaikkan sebelah alisnya sambil tersenyum culas.
Bagus,Emma..bagus ! Emma setengah berlari meninggalkan ruangan dan membanting pintu,membuat Olivia yang baru kembali dari kantin mengerutkan kening.
Hebat,Sean..kau pantas mendapatkan penghargaan untuk usahamu ini,ejek suara hatinya.Apa yang ia pikirkan saat mencium wanita itu,yang benar saja! Wanita itu bahkan tidak termasuk dalam kriteriamu dan sepertinya kau juga lupa satu hal terpenting...wanita itu adalah karyawanmu!
\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=
Emma berusaha meredakan Gemuruh jantungnya. Astaga! Apa yang dilakukan pria itu tadi.Hanya dengan memikirkannya saja sudah membuat pipi Emma kembali memanas.
Karena sibuk dengan pikirannya sendiri,Emma tak memperhatikan langkahnya yang cepat.Ia hampir terjerembab,tersandung kakinya sendiri.Beruntung sepasang tangan menahan tubuhnya.
"Oh,maaf..!" Sambil berkata Emma menengadah dan matanya langsung bertemu dengan sepasang mata ceria yang tersenyum memikat.
Ya,Lucca memang memesona.Keceriaan pria itu menulari siapa saja,sungguh sangat berlawanan dengan Sean yang selalu cemberut dan tukang marah.Emma yakin manusia gua itu memang terlahir sudah begitu.Bibir yang senantiasa memberenggut.Jangan berani memikirkan bibirnya ..
Hmm..selalu saja ada hal yang tak diharapkan...tapi sang takdir akan memastikan semuanya berjalan sesuai jalur ...
"Aku tak keberatan jika harus tiap hari melakukannya,Emma." Kata Lucca menggoda.
"Aku seberat banteng,Lucca dan aku tak akan bertanggung jawab jika lenganmu patah karena menahan berat badanku.Tolong jangan memberitahu manusia gua itu tentang kejadian ini.Aku bosan jika harus membujuk diriku sendiri untuk bertahan terhadap ocehannya."
"Manusia gua?" Lucca menelengkan kepalanya membayangkan sosok manusia gua yg dimaksud Emma.
"Sungguh menarik,aku akan bertanya siapa manusia gua ini pada Sean karena kebetulan aku mau ke ruangannya." Senyum Lucca melebar dan tatapannya berbinar senang, menyatakan pria itu tahu siapa yang dimaksud Emma tadi.
Emma yakin hanya dengan senyumannya itu Lucca sanggup membuat semua wanita bertekuk lutut di kakinya.
Tapi entah kenapa senyum menggoda Lucca terasa lebih tidak berbahaya daripada tatapan tajam si manusia gua yang sanggup melemaskan lututnya.
Emma bergidik memikirkan jika memungkinkan Sean pasti akan memotong dirinya menjadi beberapa bagian kecil dan setelah itu menyantapnya dengan saus thousand island buatannya.Penggambaran yang tidak lucu,Emma.
"Aku sudah memberikan gambaran singkat pada steven tentang penambahan fasilitas yang kemarin kuceritakan itu Sean.Dia setuju saja selama itu bisa kian mendongkrak popularitas hotel kita.Aku akan membuat cagar alam kecil untuk para remaja yang memiliki sedikit jiwa petualang hingga mereka bisa bersenang-senang layaknya kemping dengan tenda-tenda nyaman yang disediakan hotel kita tanpa harus wajib mengikuti kegiatan orangtua mereka yang belum tentu mereka sukai.Dengan begitu para pria bisa santai menguji keberuntungan mereka di kasino kita dan para wanita bisa berbelanja sepuasnya di butik-butik ternama yang bertebaran di hotel kita.Mereka semua bisa berakhir dengan bersenang-senang.Oya,juga akan ada beberapa pondok yang dibangun dengan interior pedesaan yang nyaman.Mungkin akan ada perapian kecil juga untuk menambah kesan romantis.Jadi bagi pasangan yang ingin bermalam di hotel kita dengan harga yang lebih terjangkau bisa menyewa pondok itu.Jika memungkinkan aku juga akan membuat sungai dangkal buatan.Aku yakin anak-anak akan sangat antusias dan yang pasti semua itu tidak gratis.Mereka harus membayar untuk bisa bersenang-senang". Dengan penuh semangat Lucca menjelaskan pada Sean.Menunjukkan betapa ia sangat yakin akan keberhasilan yang bakal mereka capai.
"Kita masih memiliki tanah yang cukup untuk menjalankan gagasanku ini,Sean.Hotel kita akan menjadi yang terbaik."
"Sungguh ide yang sangat cemerlang.Kau harus segera merealisasikan keinginanmu ini sebelum keduluan orang lain.Kau tentu selalu ingin menjadi yang terdepan,Lucca." Ujarnya memberi semangat.Ia tahu adiknya sangat bisa dipercaya untuk hal-hal seperti ini karena memang itu adalah keahlian mereka.
"Dan omong-omong...Apakah kau tahu rumor tentang si manusia gua? Tadi Emma mengatakannya tentang manusia gua yang selalu mengomelinya.Seseorang yang mungkin kita kenal." Lucca sengaja memancing Sean.Menunggu reaksi kakak laki-lakinya itu merupakan pekerjaan mengasyikkan.
Ia mengamati perubahan mimik wajah kakak laki-lakinya itu dan merasa yakin ada sesuatu yang tak ia ketahui tentang mereka berdua karena selama ini Sean hampir tak pernah menunjukkan reaksi berlebihan menyangkut seorang wanita.
"Menurutku wanita itu sangat sensual.Bagaimana menurutmu,Sean ?" Entah kenapa Seringai Lucca terlihat sangat menjengkelkan.
"Biasa saja." Kata Sean memberi kesan Aku-tidak-berminat.
"Hei...aku peringatkan kau,jangan berpikir bisa mengganggu kokiku.Cari kokimu sendiri!" Hardik Sean pura-pura galak.
"Sayangnya kokiku berwujud seorang pria tua,bukan cewek sensual seperti Emma." Lucca tertawa lepas dan berpamitan sambil bersiul lalu melenggang pergi .
Sean memperhatikan adiknya keluar dari kantornya.Lucca lebih dari kata mampu jika menyangkut perihal bersenang-senang dalam hidupnya.Sean tak bisa mengerti ada orang yang sangat menikmati hidupnya,sangat berpuas diri terhadap apapun.Begitu lepas,bebas melakukan apa saja yang terlintas dipikirannya.
Tak seperti dirinya yang selalu penuh pertimbangan dalam segala hal sampai ia mendapat julukan pak tua dari para adiknya yang usil.Bibir Sean memberenggut mengingat itu.
Lalu apa itu manusia gua? Sepertinya sangat menyenangkan jika bisa membuat Emma menjelaskan siapa yang dimaksudnya dengan manusia gua ini.
Sambil duduk menikmati makan siangnya Emma membayangkan reaksi Sean saat dirinya mengetahui Emma menyebutnya manusia gua.Kali ini aku pasti tak akan selamat dari tiang gantung yang dengan senang hati dibuat Sean untuknya.
Apa yang merasuki otaknya ketika mengucapkan itu? Tentu saja Dalam hal ini yang patut disalahkan adalah mulutnya bukan otaknya.
Emma menutup mata ngeri membayangkan Sean dengan senyum jahatnya akan dengan senang hati mengulitinya hidup-hidup tapi tentu saja itu jauh lebih baik daripada pria itu memecatnya,Emma menghela nafas tanpa semangat menghabiskan makan siangnya.
\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=
Beberapa hari dilewati tanpa hambatan,pengunjung banyak yang memuji menu-menu baru Emma.
Dan para malaikat tentu berpihak padanya karena Sean ternyata ikut Lucca terbang ke Singapura untuk membahas lebih lanjut proyek penambahan fasilitas cabang hotel mereka yang di sana.Berarti selama beberapa hari ke depan hidup Emma akan damai tanpa gangguan.
\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=
"Sampai jumpa besok,Olivia." ujar Emma Sambil membalas lambaian tangan Olivia,masih 2 jam lagi baru ia bisa pulang.Setelah mengurus menu dinner untuk tiga meja terakhir,ia baru bisa pulang.Selebihnya restoran diambil alih chef pengganti.Denny adalah pria yang sangat berbakat walau masih dibawah arahan Emma.
Pria itu memiliki keluarga dengan latar belakang keahlian memasak yang tak diragukan lagi.Denny adalah anak paman Howie,chef yang sudah bekerja pada keluarga Sean puluhan tahun dan kini sudah pensiun.Ini merupakan salah satu sebabnya Denny sangat cepat menyesuaikan diri dengan pekerjaannya,keahlian memasak mengalir dalam darahnya.
Hari yang melelahkan,lumayan penat untuk hari ini,renungnya tapi Emma senang dan puas dengan hasil kerjanya.Emma sangat bersyukur memiliki team yang sangat mendukung.Sambil tersenyum Emma mengenakan jaketnya,ingin segera sampai ke apartemennya,mandi air hangat dan membuat coklat panas terdengar sangat menggiurkan.Ia layak dihadiahi secangkir coklat panas sambil mencuri sedikit waktu untuk membaca.
Sambil menguap Emma berjalan ke arah lift dan menekan tombol lantai dasar.Pintu lift terbuka dan langsung bertemu sepasang mata yang menatap ke arahnya. Sedang apa pria itu di sini?
Oh,jangan sekarang,aku terlalu lelah untuk memulai perdebatan apapun saat ini,ratap Emma
Apa yang merasuki pria ini hingga jam segini masih terlihat berkeliaran di area kantor,rutuk Emma dalam hati.
"Selamat malam,Sean.Kenapa masih datang kemari.Apa ada urusan penting yang harus diselesaikan?"
"Selamat malam,Emma.Dari bandara aku langsung menuju kemari dengan harapan kau masih belum pulang Dan untung kau masih di sini.Aku menelepon tapi kau tak angkat.Aku belum makan,jangan mendebatku Emma.Aku tahu seharusnya aku berhenti di suatu tempat di mana saja untuk makan malam tapi aku tak melakukannya,aku tak berpikir panjang saat mengarah kemari dan aku juga tahu ini sudah jam pulangmu tapi aku hampir pingsan karena kelaparan!" ujar Sean dengan mimik muka memelas.Berusaha memberikan alasan yang terdengar tak meyakinkan bahkan di telinganya sendiri.
Ingin sekali Emma melotot ke arah pria itu karena sudah membuatnya menunda kepulangannya,walau alasan yang diberikan pria itu jelas tak masuk akal.Sayangnya Emma tak kuasa menolak.
"Tolong buatkan aku sesuatu yang bisa dimakan Emma,apapun untuk saat ini akan kuterima.Ayolah jangan membuatku menunggu terlalu lama." Sean memohon dan Emma mengaku kalah.
"Jika ini bisa membujukmu...aku berjanji untuk melupakan masalah tentang manusia gua." Kata Sean dengan muka berseri-seri.
Emma terdiam mendengar ancaman terselubung Sean. Dasar pria arogan ...
Baru saja hatinya mulai melunak melihat sikap Sean,pria itu sudah kembali berubah menjadi serigala jahat.
"Baiklah Sean,walau aku heran kau lebih banyak bicara disaat hampir pingsan daripada saat kau sehat." Rutuk Emma berbalik sambil melepas kembali jaketnya menghampiri loker dan memasukan kembali jaket dan tasnya.
Sean memperhatikan wanita itu hari ini memakai rok warna beige lebar selutut yang berayun mengembang saat wanita itu berputar untuk menyimpan jaketnya.Atasan hitam kaus pas badan diselipkan dibalik pinggangnya yang sangat ramping.
Wanita itu memakai sepatu warna senada dengan roknya.Rambut wanita itu digerai..dia terlihat lebih seperti ballerina daripada seorang koki.
Kau terpesona padanya ... Akui saja dan akhiri penyangkalanmu ...
"Dasar tukang peras." Omel Emma sambil lalu dan berjalan melewati Sean.
"Apa kau bilang tadi." Sean Mencengkram lengan Emma sampai Emma tersentak mundur ke belakang.
Mata Emma terbelalak karena terkejut dengan tindakan Sean.Sorot mata pria itu membara,Emma melihat cengkeraman tangan Sean goyah seakan-akan berusaha menolak keinginan apapun yang ada dibenaknya saat ini dan hanya Tuhan yang tau apa yang ada dalam pikiran pria itu.
Aku agak jet lag sepertinya... Ya, pasti itu alasannya .Demi Tuhan kenapa ia begitu susah mengendalikan gairahnya menyangkut wanita ini.
Sean masih belum melepaskan lengan Emma,ia harus memberi wanita ini pelajaran karena tingkahnya selalu mengesalkan.
"Aromamu kali ini beef fettuccine ..." Bisikan suara Sean membelai telinga Emma.Dan Emma berusaha menahan diri untuk tidak mengendus dirinya sendiri.
Hembusan nafas Sean yang hangat membelai daun telinganya.Dan Emma bersumpah ia dapat merasakan ujung lidah pria itu.
Lutut Emma gemetar dan lemas.Jika bukan tangan Sean yang entah kapan sudah memegang kedua lengannya,Emma yakin akan jatuh terjerembap secara memalukan.
Dan Sean mengetahuinya ...
"Sean ...bu-bukannya kau ke-kelaparan." Kata Emma gugup sambil berusaha menjauhkan dirinya.
Ya,Tuhan lindungilah aku dari serigala jahat ini ...
Jangan sampai Sean mendengar ia menyebutnya serigala jahat.Ya,Sean memang mirip serigala jahat.Lihat saja seringainya dan tatapan matanya yang tajam,apa itu belum cukup untuk disebut serigala jahat .?
"Hmm..apa?" Sean terlihat bingung beberapa saat berusaha fokus dengan apa yang diucapkan Emma barusan Karena pikirannya dipenuhi ingin mencumbu wanita itu.
"Kalau kau tidak juga bergerak ke dapur maka untuk kali ini jangan salahkan aku." Sambil dengan sengaja memandang penuh minat bibir Emma yang agak gemetar dengan gaya malas-malasan yang sangat memikat.Sean tahu tubuh Emma bereaksi terhadap sentuhannya.
Bagus..ternyata bukan Sean saja yang mengalaminya.Sean melepaskan cengkeramannya dan membiarkan wanita itu pergi.
Emma berjalan tergesa-gesa ke arah lift tanpa berani menoleh ke belakang.
Sean memuaskan matanya memandangi bagian belakang tubuh Emma yang berlekuk indah,betul kata Lucca...wanita ini memiliki tubuh yang menggoda.
Bukankah adiknya itu memang tak pernah salah menyangkut penilaian terhadap wanita.Adiknya itu selalu membuat para wanita meneteskan air liur Mengharapkan perhatiannya.Bukan berarti Sean tak memiliki pesona,bahkan para wanita selalu suka mendesah tanpa sebab saat berada di dekatnya.
Tanpa perlu diberi dorongan seperti yang barusan dilakukannya pada Emma dan selama ini Sean tak merasa terganggu dengan sikap para wanita yang memujanya.
Sean suka para wanita,mereka membuat hari- harinya lebih berwarna tapi tidak dengan Emma,wanita itu beda...ia memiliki sesuatu yang membuat Sean terus merasa kesal sekaligus menginginkannya dan itu sungguh menggangu.
\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!