Terlihat seorang gadis cantik yang sudah siap dengan kebaya mahal serta cantik hasil rancangan nya sendiri. Dia Anin, calon pengantin yang sebentar lagi akan menjadi pengantin.
Tepat hari ini Anin akan menyandang status baru dalam hidup nya yaitu sebagai 'istri' dari seorang Tirta Mahendra. Anin terus saja tersenyum manis di cermin, selama hampir empat tahun dia menjalin hubungan dengan Tirta dan akhirnya sampai pada titik akhir, yang bernama pernikahan.
Kriieettt....
Pintu terbuka nemampakan seorang wanita paruh baya yang masih cantik di usia tuanya.
"Sudah siap kak?" Anin tersenyum lalu menubrukan diri nya pada tubuh tua itu.
"Doain Anin agar selalu bahagia ya Bun, Anin ingin rumah tangga Anin bisa seperti Ayah dan Bunda, sampai tua sama sama," ujarnya lirih.
Sang Bunda membalas pelukan putri sulung nya itu tak kalah erat. Sampai netra yang sudah berkaca kacanya tidak bisa lagi menampung cairan bening hingga akhirnya jatuh membasahi pipi.
"Bunda sama Ayah akan selalu mendoakan kamu,agar kamu selalu bahagia bersama Tirta nanti." doa tulus sang Bunda.
"Amiin."
Beberapa puluh menit sudah berlalu, seluruh keluarga besar serta tetangga Anin sudah bersiap menyambut kedatangan keluarga calon mempelai pria. Anin gelisah sendiri kenapa sampai sekarang Tirta dan keluarganya belum sampai padahal waktu ijab qobul hampir tiba.
"Tenang kak mungkin mereka masih kejebak macet." ucap sang Bunda menenangkan.
Anin hanya menganggukan kepalanya mencoba berfikir positife, saat sang Bunda mencoba menenangkan kegundahan hatinya.
Namun sayang seribu sayang, sampai lewat dari waktu yang di tentukan untuk melaksanakan prosesi sakral itu, Tirta dan keluarganya tidak kunjung datang. Perasaan antara takut, sedih, kecewa dan malu menyelimuti Anin kali ini. Sudah banyak terdengar kasak kusuk dari para tamu undangan untuknya, membuat Anin semakin di landa gundah. Bahkan Anin dan sang Ayah memohon pada penghulu agar mau menunggu sebentar lagi.
Ayah pun terlihat tidak tenang, sementara Bunda dan Arlan- sang adik terlihat mencoba menenangkan sang Ayah. Anin terus saja melihat ponselnya, namun sedari tadi Tirta belum memberinya kabar. Apa terjadi sesuatu pada calon suaminya saat ini? perasaan takut itu semakin bertambah saat pikiran negatif mulai menghantuinya.
"Yah...a-apa mungkin terjadi sesuatu pada Mas Tirta dan keluarga nya?" ucapan Anin membuat atensi sang Ayah mengarah padanya. Kenapa mereka sampai belum sampai juga padahal waktu ijab qobul satu jam sudah berlalu.
Ting...
Suara ponsel seseorang membuat mereka saling menatap. Anin menatap pada layar ponselnya, bukan itu bukan suara ponselnya. Terlihat Arlan merogoh ponsel di kantung celana bahannya, dan tidak lama kemudian raut wajahnya terlihat syok dan memerah.
"Kenapa, Lan?" tanya Sang Bunda, sembari menepuk pundak anak lelaki nya. Terlihat wajah Arlan masih menampakan raut antara marah dan kaget. Ayah yang penasaran pun langsung merebut ponsel yang tengah di pegang oleh Arlan.
Terlihat Ayah tak kalah syok setelah dia melihat apa yang ada di layar ponsel Arlan, sampai akhirnya Sang Ayah mendudukkan diri di sofa secara perlahan. Anin yang penasaran pun segera menghampiri namun belum sempat mendekat Bunda segera memeluk Anin dengan erat.
"Sabar ya sayang, ikhlas kan mungkin kalian belum ditakdirkan untuk berjodoh." Anin yang semakin di landa penasaran pun melepaskan dekapan sang Bunda dan segera merebut ponsel itu dari tangan Arlan.
Serasa tertimpa batu besar, dada Anin terasa sesak setelah melihat apa yang ada di ponsel itu. Ternyata ini alasan sang calon suami tidak datang di hari pernikahan mereka. Air mata Anin jatuh seketika melihat foto seseorang yang tengah melakukan proses ijab qobul, dan orang itu adalah Tirta sang calon suami yang akan menikahinya hari ini. Namun semua itu hancur, karena sang calon malah menikahi wanita lain bahkan tanpa memberitahukan apa pun padanya.
Alin terlihat seperti gadis bodoh, dia di bohongi dan di campakkan di hari bahagia nya. Bunda yang melihat Anin terdiam dengan tatapan kosong namun air matanya masih mengalir, segera memeluk tubuh Anin sebelum kegelapan menyelimutinya.
💔
💔
💔
Terdengar lenguhan ringan dari arah tempat tidur, yang masih berhiaskan dengan hiasan khas kamar pengantin. Anin perlahan membuka mata, terlihat Ayah Bunda serta beberapa kerabatnya tengah menatap khawatir.
Ingatannya berputar pada saat sebelum dirinya tak sadarkan diri. Tirta, hanya nama itu yang ada di pikiran nya saat ini, apa ini hanya mimpi? Tirta tidak mungkin mengkhianatinya kan.
"Bunda." panggilnya pelan, Bunda yang sedang ada di samping Anin pun segera memeluknya, membuat Anin semakin berpikiran yang tidak tidak.
"Bun, tadi Anin mimpi kalau Tirta nikah sama orang lain. Itu gak benarkan Bun, Tirta sama keluarganya udah datang kan Bun." cecar Anin.
Bunda masih terdiam sembari membelai kepala Anin yang sudah tidak menggunakan apa apa. Saat Anin pingsan tadi Bunda menyuruh sang MUA melepas semua hiasan di kepala sang putri.
"Kamu harus ikhlas kak, itu bukan mimpi. Tirta memang sudah menikah dengan gadis lain." lirih sang Bunda.
Airmata Anin kembali mengalir namun secepat mungkin dia menyeka nya kasar. Anin melepaskan dekapan sang bunda, dia terlihat turun dari tempat tidur dan dengan cepat Anin menyambar kunci mobil miliknya yang ada di nakas.
Panggilan dan teriakan orang orang di sana tidak dihiraukan oleh nya. Secepat kilat Anin memasuki mobil yang terparkir di luar rumah. Sang Bunda bahkan sudah menangis saat melihat Anin mengendarai mobilnya secara ugal ugalan. Kemana tujuan Anin? kemana lagi kalau bukan ke kediaman calon suaminya, ralat mantan calon suaminya.
Mungkin Anin memang harus ikhlas seperti apa yang di katakan bundanya. Tapi Anin tidak bisa menerima, apa yang telah dilakukan Tirta padanya serta keluarganya. Bukan hanya rasa kecewa yang Anin rasakan, namun juga rasa malu yang tengah ditanggung olehnya serta keluarganya, gara gara pernikahan ini batal kerena sang calon suami malah menikahi wanita lain.
Tidak lama Anin sampai di sebuah rumah mewah di area perumahan elit. Sudah pasti yang tinggal di sana bukan orang dari kalangan bawah dan menengah sepertinya. Anin hanya anak dari seorang pria pensiunan tentara, sedangkan Tirta anak tunggal dari keluarga Mahendra, salah satu konglomerat di kota itu.
Braakk...
Anin turun dari mobil honda Jazz merah milik nya, bersiap memantapkan hati agar tidak meledak ledak saat dia berada di rumah mewah itu nanti.
Dengan langkah gontai, penampilan awut awutan tanpa menggunakan alas kaki, Anin berjalan mantap menuju pintu utama rumah mewah itu.
Tidak butuh waktu lama setelah Anin memencet bell, pintu besar itu terbuka lebar. Di dalam sana Anin melihat semua keluarga Mahendra berkumpul, bahkan Anin melihat beberapa parcel dan bingkisan yang tercecer di lantai sudah hancur berantakan.
"Tirta." suara serak dan berat Anin, membuat atensi semua orang yang ada di sana mengarah pada gadis yang masih berdiri mematung di depan pintu. Penampilan nya sangat berantakan dengan mata sembab serta wajah memerah.
"A-Anin." Semua orang di sana bergumam pelan, saat melihat siapa tamu yang datang mengunjungi kediaman keluarga Mahendra.
Dengan langkah gontai Anin melangkahkan kaki nya memasuki rumah. Anin melihat wajah sang mantan calon suami pucat pasi saat melihatnya. Tanpa menghiraukan orang orang yang memeluknya, Anin masih menatap tajam ke arah lelaki yang hampir menjadi pelabuhan terakhirnya.
PLAKKK...PLAKKK...
Dua tamparan keras di layangkan Anin tepat di wajah Tirta, hingga membuat semua orang terkejut terutama wanita yang tengah berada di samping pria itu.
"Maaf," hanya satu kata itu yang keluar dari mulut lelaki yang ada di hadapannya kini
"Apa salah aku?" suara Anin terdengar serak menahan tangis, dan tanpa di minta pun air mata sudah mengaliri pipi mulusnya.
"Maaf," Anin tersenyum miris, mendengar Tirta hanya mengucapkan kata maaf tanpa mau menjelaskan semuanya.
"Empat tahun, empat tahun Tirta Mahendra EMPAT TAHUN!" jeritnya, Anin yang sudah tidak kuat lagi menahan amarah emosi kesedihan yang dia tahan dari tadi, hingga akhirnya dia harus mengeluarkan semua emosi dengan teriakan, tepat di depan wajah Tirta.
Di saat Anin hendak luruh di lantai, salah satu orang saudara Tirta menopang tubuhnya. Dia adik sepupu Tirta yang sudah menjadi teman Anin dari masa SMA, bahkan dia lah yang mengenalkan Anin pada kakak sepupunya itu.
Anin nangis sesenggukan di dalam dekapan sahabatnya, sembari memukul dadanya sendiri berulang kali.
"Empat tahun Lin, empat tahun aku jadi gadis bodoh karena sudah mencintai laki laki seperti dia." gumaman Anin membuat orang orang di sana tak kuasa menahan air matanya. Orang tua Tirta bahkan harus di rawat di rumah sakit karena syok, akibat Tirta tiba tiba membatalkan pernikahannya dengan Anin- calon menantu mereka.
*HALLOOO INI KARYA BARU KU SEMOGA KALIAN SUKA YA JANGAN LUPA VOTE,LIKE DAN KOMEN NYA
CERITA MASIH FREESSS AKU LANGSUNG UP DI SINI
MAKASIH*....
Beberapa bulan setelah kejadian itu, Anin menjadi sedikit pendiam dan menghindar dari makhluk yang bernama pria.
Kini dia tengah disibukan dengan menggambar rancangan bajunya. Akhir akhir ini butiknya mendapat pesanan setelan jas dan tuxedo, dari salah satu perusahaan dari luar kota.
Tok
Tok
Tok
"Mbak Anin, waktu nya makan siang." Anin yang tengah menunduk pun, segera mengangkat wajah dan melepas kaca mata bening yang membingkai mata indahnya.
"Jam berapa?" cukup singkat jawaban yang di berikan oleh Anin, pada karyawan nya itu. Tentu bukan sifat Anin yang biasanya, sebelum peristiwa itu terjadi.
"Hampir tengah hari, apa Mbak Anin mau aku pesenin aja makan siang nya?" tawar sang karyawan.
Anin terlihat menegakkan tubuhnya, lalu menyambar tas slempang di meja.
"Gak usah, kita makan siang di luar saja." ajaknya pelan, sang karyawan hanya mengangguk, lalu mengikuti langkah Anin keluar dari butik.
Tidak lama mereka sampai di salah satu resto seafood sederhana. Anin memilih tempat duduk lesehan agar lebih nyaman, serta menghadap langsung pada kolam ikan koki yang cantik.
"Kamu pesan aja Rin," Anin memberikan intrupsi, saat melihat karyawan nya itu ragu ragu untuk memilih.
"Gimana jahitan kita, apa sudah selesai?" Anin mulai mengobrol dengan sang karyawan, setelah mereka memesan makanan.
"Hampir 95% lagi kok Mbak." sahutnya tenang, dan Anin terlihat mengangguk lalu fokus lagi pada ponsel nya.
Tidak lama pesanan mereka datang, mereka berdua begitu menikmati makan siang hari ini, Anin sengaja membawa Rinda- karyawannya untuk makan siang agar dia ada yang menemani, karena setelah ini Anin berencana mengambil pesanan kain songket dari salah satu sahabatnya.
"Setelah makan siang, kita akan mengambil kain songket yang sudah kita pesan minggu lalu." ucap Anin.
Rinda terlihat hanya mengangguk patuh, sembari kembali menikmati makanannya.
💞
💞
💞
Setibanya mereka di sana, Anin dan Rinda segera masuk ke sebuah ruko yang di jadikan sebagai kantor jasa kirim barang.
Setelah lima belas menit berlalu, Anin dan Rinda membawa dua paket besar berisi kain songket, serta kain batik yang dia pesan dari Sumatra dan Pekalongan.
Anin memang lebih menyukai kain lokal, untuk baju rancangan nya. Menurut Anin, kain lokal bernilai estetik tinggi ketimbang kain model lainnya. Maka dari itu, jangan heran kalau seluruh rancangan pakaiannya, banyak yang berbahan kain kain lokal indonesia, mungkin hanya kebaya dan beberapa pesanan pelanggan yang meminta bahan rancangannya menggunakan bahan lain, seperti brokat atau satin.
"Nanti kamu letakan itu di atas aja ya Rin, minta tolong sama temen yang lain biar ikut bantu ngangkatnya. Hari ini aku harus pulang cepat, kalau kalian mau pulang kunci nya kamu bawa saja." titah Anin.
"Iya Mbak, nanti aku minta bantuan Indri buat ngangkat paket nya." ucap patuh Rinda.
Tidak lama mereka sampai di butik, Anin membantu menurunkan kedua paket besar berisi kain itu dari dalam bagasi mobil. Setelah melihat para karyawannya membawa paket masuk kedalam butik, barulah Anin kembali masuk kedalam mobil, dan segera meninggalkan butik.
Di dalam mobil Anin kembali melamun, benar- dia tidak semudah itu melupakan Tirta yang sudah resmi menjadi mantan dan suami wanita lain. Sebenarnya saat itu, Anin ingin sekali menjambak, menampar atau bahkan memukul wanita yang telah di nikahi oleh sang mantan calon suami. Namun saat dia melihat ke arah sang wanita, dan tatapan Anin tepat mengarah pada perut buncit wanita itu, Anin dapat segera menyimpulkan semua itu sekarang. Ini alasan Tirta lebih memilih menikahi wanita itu, dan membatalkan pernikahan mereka, benar benar laki laki brengsek. Bahkan Arlan sempat menghajar Tirta, saat sang adik menyusul nya bersama beberapa saudara mereka. Arlan yang nota bene sebagai anggota militer, tidak sebanding dengan Tirta yang menjabat sebagai seorang direktur, dalam adu otot.
Bahkan mungkin, kalau saja Anin tidak segera memisahkan mereka berdua, entah apa jadinya nasib Tirta di tangan Arlan saat itu.
Sesampainya Anin di rumah orang tuanya, dia segera turun dari mobil dan segera masuk kedalam rumah. tapi Anin mengernyitkan dahi, saat melihat satu mobil mewah terparkir apik dihalaman rumah Ayah dan Bundanya.
"Assalamualaikum,"
"Waalaikumsallam,"
Terdengar seruan salam dari dalam rumah, Kenapa keadaan rumah orang tuanya sangat ramai? apa ada acara yang tidak di ketahui oleh nya, karena selalu disibukan oleh pekerjaan.
"Nah, ini dia yang kita tunggu." Anin semakin mengernyitkan dahinya saat mendengar ucapan sang Bunda. Untuk apa mereka menunggu nya? apa akan ada pembagian warisan? tapi siapa ini, Anin tidak pernah mengenal mereka sebelumnya.
Namun dengan sopan Anin menyalami kedua orang yang beda gender itu, mungkin seumuran dengan Ayah dan Bundanya.
"Wah, ternyata Anin sudah besar ya Mel, padahal dulu pas kita masih tinggal di sini dia masih kecil." ujarnya antusias.
Anin yang tidak tahu apa apa hanya tersenyum canggung, pada wanita paruh baya yang sedang memandangnya berbinar.
"Ya iya atuh, kan aku kasih makan makanya dia cepat besar." Semua orang yang ada di sana tertawa, kecuali Anin yang tidak tahu apa apa seperti orang bodoh.
"Maaf Ayah Bun, ini siapa ya? Anin beneran lupa." ucap Anin tidak enak.
Mendengar ucapan Anin, atensi mereka langsung mengarah pada gadis cantik yang masih terlihat bingung.
"Oh iya Bunda sampai lupa, ini tante Rika sama Om Delon. Tetangga kita dulu waktu kamu masih berumur 3 tahun , Delon sama Rika harus pindah tugas ke daerah lain waktu itu, dan sekarang mereka menyempatkan diri berkunjung ke rumah kita sekalian ikut anak nya yang meninjau perusahaan nya di sini. Udah gak usah di pikirin kamu juga gak mungkin ingat kan." ucap sang Bunda.
Anin hanya tersenyum canggung mendengar ucapan sang Bunda. Pantas saja dia tidak mengenali mereka sudah lama sekali ternyata.
"Jadi, di mana putra kalian?"
Ayah memulai kembali obrolan mereka, di selingi dengan camilan dan minuman yang di suguhkan oleh bunda.
"Oh anak itu, entah lah semenjak perceraian dia dengan mantan istrinya beberapa bulan yang lalu, anak itu malah digilakan dengan pekerjaan. Bahkan untuk menengok kami saja, hanya bisa di hitung dengan jari." Pria paruh baya itu terlihat menyendu saat membicarakan kondisi anak nya.
Ayah dan Bunda terlihat kaget mendengarnya. Namun seperdetik kemudian raut wajah mereka terlihat biasa lagi.
"Maaf, kami tidak tahu kalau putra mu sedang dalam keadaan seperti itu." Ayah terlihat tidak enak pada teman nya, namun pria paruh baya yang bernama Delon itu hanya tersenyum tulus tanpa ada rasa tersinggung.
"Tidak apa apa mungkin sudah takdirnya, dan oh ya maaf sebelum nya apa benar putri mu tidak jadi menikah. Aku mendengar beritanya dari teman kita Roni." tanya Dellon hati hati.
Raut wajah Ayah dan Bunda menegang, lalu menoleh pada Anin yang terlihat sama menegang nya seperti mereka. Apa kah luka lama itu harus di ungkit kembali disini.
*HOOHOOHOOOO....MASIH BERSAMA NENG OTHOR YANG CETAR MEMBAHENOL ,KURANG PIKNIK ,DAN KURANG DUIT.
JANGAN LUPA LIKE KOMEN DAN VOTE NYA OOKEEEYYYYYY
NEXT PART SEE YOU BABAYYYYY*...
Seorang laki laki dewasa berjalan santai terkesan arogan memasuki lobi sebuah perusahaan. Ya dia adalah Damar, lebih lengkap nya Damarta Anum Prayoga. Si duda keren nan tajir yang kini tengah menjadi pembicaraan hangat di antara para karyawan wanita di sana. Entah itu yang masih single atau sudah bersuami, mereka tetap melayangkan tatapan memuja pada sang Duda.
Wajah yang tampan, hidup yang mapan tidak menjamin sebuah kebahagian. Conton nya dia, bercerai dengan mantan istrinya di karena kan sang istri berselingkuh dengan pria yang katanya lebih kaya darinya.Ternyata wajah rupawan saja tidak cukup menjadi modal seseorang.
Kini jaman nya 'HARTA DAN TAHTA, JELEK GAK PAPA ASAL BANYAK DUITNYA. YANG PENTING APA? HARTA DAN TAHTA'
Setelah pengkhianatan serta perceraian nya dengan si mantan istri, Damar kini semakin gila kerja.Bahkan porsi kerja yang ada di luar daerah dia yang memegang semua. Akibatnya Damar semakin sibuk bolak balik antara provinsi ke provinsi lain nya.
Namun kini dia tengah menyenggangkan waktu untuk menemani kedua orang tuanya yang sedang menyambangi teman lama walaupun dia tidak bisa ikut bersama mereka karena Damar harus mengecek keadaan cabang perusahaan nya.
Tidak main main Damar langsung melesatkan perusahaan tambang batu bara nya di dua pulau sekaligus tepatnya di Kalimantan dan Sumatra.
Dia ingin membuktikan bahwa dia sanggup untuk menyaingi suami mantan istrinya yang dulu terang terangan menghina nya karena dia hanya memiliki perusahaan kecil.
"Gimana perkembangan nya." Terlihat Direktur pelaksana di perusahaan cabang milik Damar itu memutar laptop nya agar menghadap langsung pada Damar.
"Rincian nya tinggal beberapa persen lagi kita akan mendapatkan lahan itu." Damar terlihat mengetuk ngetukan bulpoin nya di dagu,Lalu matanya menatap serius ke arah laptop yang ada di hadapan nya.
"Apa uang konpensasi nya sudah di berikan."
"Sudah Pak, sesuai yang sudah di janjikan oleh perusahaan kita."
Damar bangkit dari duduk nya dan menyambar jaket denim yang ada di sandaran kursi.
"Kalau sudah selesai kirim saja laporan nya langsung pada sekertarisku kau paham."
"Saya paham pak."
Dengan santai Damar memakai kembali jaket nya. Hari ini dia berpakaian santai tidak seformal biasanya. Namun penampilan nya itu membuat dia semakin menjadi sorotan kaum hawa.
Aura kewibawaan serta kesan manly melekat erat padanya. Status yang dia sandang saat ini tidak membuat para wanita menjauh malah membuat mereka semakin terang terangan mendekati sang duda.
Damar menjalankan mobil nya keluar dari sana. Dia bingun hendak kemana, hari ini tidak ada jadwal yang harus dia lakukan dikarenakan memang hari ini niatnya mengantar Papa dan Mama nya bertandang ke rumah teman lama mereka.
Karena tidak tahu harus berbuat apa akhirnya Damar menghubungi sang mamah agar memberikan alamat teman lama nya itu.
Tidak lama ponsel nya berbunyi dan di layar ponselnya terdapat sebuah alamat rumah seseorang. Untung saja alamatnya tidak jauh dari tempatnya berada saat ini.
'Damar kesana ma' ( Send)
Satu pesan Damar kirimkan pada sang mama, namun tidak lama ponsel nya kembali bergetar.
📩MAMA
'Tidak usah mama sama papa sudah mau pulang. Kamu langsung saja pulang.'
Damar menghela nafas nya panjang saat mendapat balasan pesan dari sang mama. Tanpa menunggu lama dia menambah kecepatan mobil nya dan memutar balik ke arah sebalik nya.
Damar tidak langsung pulang , dia malah membelokan mobil nya ke suatu tempat. Damar segera memakirkan mobil nya saat sampai di tujuan. Terlihat sebuah danau yang cukup lumayan besar membentang luas dengan air yang jernih berkilauan tertimpa sinar matahari.
Damar mendudukan tubuhnya diatas rumput liar. Pikiran nya entah melayang kemana, tanpa terasa dia merebahkan diri di rerumputan yang tengah menggeletik menggoda nya.
"Kenapa kamu melakukan semua ini Urie, setelah apa yang aku lakukan selama dua tahun ini untuk kamu." Walaupun sakit hati yang sang mantan istri berikan untuk nya amat sangat dalam, namun Damar tidak bisa memungkiri bahwa wanita itu pernah menjadi salah satu tumpuan hiduo nya.
Tapi pengkhianatan nya membuat hati Damar membeku. Apa hanya karena harta dia tega meninggalkan nya begitu saja. Bukan nya dulu mereka pernah berjanji akan selalu bersama dan menerima kekurangan masing masing. Damar hanya anak dari seorang guru SMA dan ibu nya seorang bidan biasa.
Namun saat ini tekad nya kuat untuk bisa melebihi orang orang yang pernah menghina bahkan menginjak harga dirinya. Damar bangkit dari segala keterpurukan nya, beberapa bulan ini mati matian dia merintis perusahaan kecil milik nya hingga menjadi seperti saat ini.
Semilir angin dan kicauan burung menjadi lagu tidur untuk nya saat ini.Akhir akhir ini Damar tidur tidak tepat waktu , makan pun tidak teratur akibat pekerjaan nya. Dan saat ini lah waktu yang tepat untuk merileks kan lahir dan batin nya sejenak.
Tanpa dia ketahui di sebuah kursi di sana ada seseorang yang tengah termenung sembari memegangi sebuah buku. Namun tidak lama orang itu mengalihkan pandangan nya ke buku yang tengah ada di pangkuan nya.
"Ternyata susah banget ya lupain kamu. Aku harus gimana Ta, biarpun kamu sudah buat hati ini hancur berkeping keping tapi jujur aku tidak bisa ngelupain kenangan empat tahun kita."
Damar yang mendengar samar samar orang menangis pun membuka matanya perlahan. Tangisan itu semakin jelas di telinganya, Damar segera menegakan tubuhnya dan mengamati area sekitar.
Sepi
Masa iya mbak kunti galau di tengah hari bolong kayak gini. Damar menyentuh tengkuk nya yang meremang seketika. Apa lagi dia mendengar suara tangis itu sesegukan.
ah masa iya setan bisa nangis sesegukan
Karena penasaran Damar akhirnya bangkit dari duduk nya dan mencari sumber suara. Ternyata tidak jauh dari nya ada seorang wanita yang tengah duduk sembari melipat kedua kaki nya ke atas dan satu bungkus besar tissue serta air mineral dan berbagai macam camilan di samping nya.
Astaga galau yang sudah terencana rupanya
Karena posisi mereka bersampingan alhasil Damar hanya bisa melihat wajah wanita itu dari samping. Tidak ingin mengganggu nya Damar hanya memperhatikan nya, wanita itu terus saja bermonolog sendiri. Seperti nya fia benar benar sedang patah hati berat. Tapi aneh nya mulut nya tidak bisa diam membuat Damar menipis kan senyum nya.
Tanpa bosan Damar terus saja memperhatikan wanita itu dengan lekat, sampai ketika wanita itu beranjak dari duduk nya saat ponsel nya berdering. Terlihat dia bergegas meninggalkan tempat itu sampai sampai dia lupa membawa barang barang nya yang masih berserakan di atas kursi.
Saat Damar hendak memanggil nya getaran ponsel di saku celana menghentikan langkah nya.
"Iya mah."
"....."
"Iya ,ok Damar pulang."
Damar menghela nafas nya berat setelah mendapat panggilan itu, saat hendak melangkah sudut matanya melihat sesuatu di kursi yang di duduki wanita tadi. Saat Damar mendekat terlihat sebuah buku catatan penuh dengab tulisan serta gambar
'Anin'
Damar membaca sekilas tulisan yang ada di sampul depan nya.
DUH PAK DUDA DIRIMU MAKIN MENGGODA IMANNNNN...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!