''Bu, tugas Ibu dan Bapak sudah selesai menyekolahkan Mita sampai SMA. Mita pengen kuliah, tapi Ibu Bapak ngga perlu memikirkan biaya kuliah Mita. Biar Mita yang cari sendiri.'' Ucap Mita kepada ibunya tatkala meminta izin untuk kuliah.
Ibu terlihat menyeka air yang terjatuh ke pipi nya mendengar anak gadisnya mengatakan itu. Mungkin keluarganya bukan keluarga yang miskin, tapi untuk kuliah rasanya terlalu banyak biaya yang harus dikeluarkan. Belum lagi adiknya akan masuk SMK.
Dia lah Mita, seorang anak yang sadar dengan kemampuan orangtua nya namun dia mempunyai semangat dan kedewasaan yang tidak banyak dimiliki anak seusia nya. Mungkin Mita salah satu contoh anak yang terdewasakan oleh keadaan. Ibarat panci presto, semakin tinggi tekanannya semakin cepat matangnya. Salah satu potret anak negeri yang pintar namun memiliki keterbatasan finansial untuk mewujudkan cita-citanya.
''Biarlah aku mandi keringat hari ini untuk masa depanku, daripada aku harus mandi airmata di kemudian hari.'' Tekadnya bulat.
Dia sadar, jalan yang dia ambil tak akan mudah tapi dia yakin bahwa dia mampu mewujudkan keinginannya. Dia teringat perkataan teman SMA nya yaitu Guntur yang pernah berkata ''Aku salut sama kamu, sadar ataupun nggak apapun keinginan kamu, kamu pasti bisa mewujudkannya Mit. Awal masuk SMA dulu, kamu pernah bilang mau masuk SMA ini karena disini perempuan bisa jadi ketua OSIS. Sekarang liat, kamu terpilih jadi ketua OSIS Mit'' Mita tersenyum mengingatnya, itu salah satu motivasi nya untuk terus berusaha mewujudkan keinginannya. ''Thanks Guntur, ucapanmu jadi doa dan penyemangat untukku.'' ucapnya dalam hati.
Sejak kelas sebelas, Mita sering keluar masuk ruang BK. Bukan karena tersangkut masalah, tapi karena konsultasi dengan guru BK mencari info beasiswa untuk kuliah. Hingga akhirnya dia mendapatkan beasiswa kuliah dari negara bahkan dia mendapatkan orangtua asuh yang akan membiayai uang kuliah yang tidak di cover oleh negara. Sehingga dia bisa kuliah dengan tenang. Mulai dari uang masuk kuliah, SPP semesteran, buku, fieldtrip hingga biaya sewa kosan dan biaya bulanan dia tidak perlu memikirkannya lagi. Dia sangat bersyukur akhirnya bisa kuliah.
Namun siapa sangka, saat dia fokus kuliah di sisi lain ada hati yang jatuh padanya. Pemilik hati itu adalah Rama, seorang konsultan keuangan muda anak dari orangtua angkat Mita yang seorang dosen dan dokter spesialis jantung. Jika bagi sebagian orang lain melihat berseminya sakura di Jepang adalah suatu keindahan, bagi Rama berada di dekat Mita sudah menjadi keindahan yang membahagiakan untuknya.
Dengan Rama, dia merasakan sakit dan bahagianya mencintai dan dicintai. Entahlah, tak seorang pun yang tau akhir kisah mereka. Mengingat statusnya dan status Rama yang bagai bumi dan langit. Bagi Mita, sangat sulit untuk menjalin hubungan ini. Terlalu banyak rasa sakit yang harus ia rasakan, tentang siapa dia yang seharusnya tahu diri.
''Siapalah aku jika harus disandingkan denganmu Ram.'' Mita yang tidak pernah pesimis dengan keadaan, dengan Rama dia merasa kecil, kecil yang sangat kecil. Bahkan terlalu kecil untuk terlihat. Dengan kenyataan ini, akankah kisah cintaku dengan Rama akan bahagia?
*****
By the way anyway busway, kalau tidak merepotkan aku tunggu komen, like, dan support kalian ya karena aku penulis pemula disini 🌺🌺
Bisa juga berteman di dunia per-instagram an dengan follow Instagram aku @shintaandrika dm aku biar aku follow back 🤗🤗
Semoga kita bisa berkawan rapat 🌺🌺🌺🌺
''Mit, kamu udah liat papan pengumuman siswa yang diterima di PTN?'' Salah satu teman Mita datang dengan setengah berlari ke arah Mita.
''Anak-anak rame banget menuhin mading sampai aku nggak bisa lihat. Kata Furi aku nggak lulus Unpad, tapi aku lulus di Telkom Bandung.'' lanjutnya dengan senyuman walaupun saat menyinggung Unpad suaranya terdengar melemah. Mungkin ada segurat kekecewaan karena tidak diterima di salah satu kampus negeri ternama di kota kembang itu.
''Wah selamat ya Win, kamu keren diterima di Bandung. Bisa lupa pulang kamu kalau kuliah disana.'' Ternyata namanya Winda, teman sebangku Mita. Mungkin lebih tepatnya teman satu meja, tidak mungkin kan kalau satu bangku berdua? Tiba-tiba ia ingat akan nasibnya, apakah nasih baik menghampirinya hingga ia bisa kuliah?
Hampir semua anak memimpikan bisa kuliah di Bandung, ibukota dari Jawa Barat yang terkenal dengan sebutan Paris Van Java itu. Mengingat jarak yang jauh dengan tempat Mita tinggal, dapat dibastikan siswa yang diterima di universitas Bandung akan kost. Salah satu siswa yang juga menimpikan Bandung adalah Mita. Dia sudah daftar di ITB lewat jalur bieasiswa Pemprov Jawa Barat dan mengikuti tes seleksi, hari ini pengumumannya bersama pengumuman penerimaan mahasiswa universitas lain. Semoga kebentungan sedang berpihak pada Mita, mengingat siswa yang mendaftat ribuan sedangkan yang diterima hanya dua puluh orang saja.
''Punten dong, lihat nama aku ada nggak?'' Mita mencoba menerobos masuk ke kerumunan siswa yang mengelilingi papan pengumuman di mading.
''Yah, namaku nggak ada ya.'' Ucapnya saat melihat papan pengumuman ITB. Dia pun perlahan mundur dari sana. Buntu sudah jalan pikirannya. Impian yang dia bangun hilang tak berbekas, entah bagaimana kedepannya ia tak tahu. Jika kali ini ia gagal, ia tak tau harus memulai dari mana. Mimpinya hanya satu, bisa kuliah. Sehingga plan B belum ia pikirkan.
''Mit, nama kamu ada di IPB Mit.'' Kenapa dia bisa lupa kalau di daftar di tiga PTN. Salah satu nya universitas negeri kebanggan warga Bogor. Mungkin karena dia sangat terobsesi masuk ITB karena full beasiswa hingga lulus senilai ratusan juta, sampai-sampai melupakan Unpad dan IPB padahal dia ikut daftar disana.
''Ya ampun Rul aku sampai lupa, alhamdulillah nuhun ya Rul.'' Arul yang melihat Mita lesu langsung memberi tahunya, mungkin dia belum melihat pengumuman IPB pikir Arul.
''Tidak apa-apa aku gagal di ITB dan Unpad, mungkin jalanku di IPB. Bismillah, semoga semuanya dimudahkan.'' Batinnya menyemangati dirinya sendiri. Walaupun dia daftar di IPB bukan jalur beasiswa, namun menurut info jika sudah dinyatakan lulus tes maka akan dibantu untuk mencari beasiswa oleh pihak sekolah.
''Mit, kamu kemana aja sih? Dari tadi aku cari kamu tahu nggak.'' Winda menghampiri nya dengan tangan yang memegang seplastik es teh manis. Keliling sekolah mencari Mita membuatnya haus lalu memutuskan membeli es teh manis di kantin Mang Eman.
''Aku lihat pengumuman Win, aku diterima di IPB Win. Baru kali ini aku tahu rasanya di tolak, aku ditolak ITB dan Unpad. Rasanya sakit ya, lebih sakit daripada saat aku nolak Jong Ki jadi pacarku Win.'' Ucapnya sambil tertawa.
''Halu aja terus, kamu dipanggil pak Sandi tuh di ruang BK. Semoga tentang beasiswa ya Mit, semangat.'' Ucapnya sambil memegang pipi Mita. ''Aah Winda sweet banget sih. Kalau kamu cowok, udah aku pacarin deh.''
''Jijay Mit, getek aku dengernya. Udah sana jung, keburu pulang lho Pak Sandi.'' ucapnya sambil bergidik membayangkan dirinya pacaran dengan Mita.
Ruang BK
''Assalamu'alaykum. Maaf Pak tadi kata Winda, Bapak manggil saya.''
''Wa'alaykunsalam, masuk Mita ada yang ingin Bapak sampaikan terkait beasiswa kamu.'' Pak Sandi yang sedang menatap handphone nya seketika melihat ke arah datangnya Mita. Mita pun duduk di kursi tamu yang ada di ruang konseling itu. Diambilnya posisi tepat di depan Pak Sandi dengan gugup.
''Selamat ya kamu diterima di IPB. Mungkin itu yang terbaik untuk kamu. Alhamdulillah Bapak baru dapat kabar dari Bu Lia, seorang dosen di Jakarta bahwa beliau bersedia menjadi orangtua asuh kamu, yang membiayai pendidikan kamu nanti hingga lulus. Bapak minta kamu serius belajar, dan jangan mengecewakan beliau.'' Mendengar apa yang diucapkan Pak Sandi, Mita terkejut. Semudah itu seseorang yang tidak dia kenal akan membayar semua uang kuliahnya. Siapa Bu Lia? Jangankan mengenal, bertemu atau sekedar melihat wajahnya saja dia belum pernah.
''Serius Pak?'' Tanya Mita yang dijawab anggukan guru BK nya tersebut. Banyak wejangan yang disampaikan Pak Sandi, agar menjadi bekal selama menuntut ilmu.
''Besok kamu ke Jakarta menemui Bu Lia di rumahnya ya. Bawa semua berkas yang diberikan pihak kampus termasuk surat pemberitahuan berapa yang harus dibayar. Kamu harus sopan ya Mita, sampaikan salam Bapak untuk beliau.'' Ingin rasa nya dia menangis, Allah begitu baik padanya. Tak hentinya rasa syukur yang dia panjatkan dalam hatinya.
Mita
Pagi ini ia sudah bersiap untuk kebangkat ke Jakarta menggunakan bus ditemani Bapak. Sejak semalam ia terus gelisah memikirkan hari ini. Hari dimana akan bertemu orangtua asuhnya.
Perjalanan dari rumah yang terletak di Cianjur ke Jakarta menghabiskan waktu kurang lebih 3jam. Saat tiba di depan rumah yang alamatnya sama dengan yang diinfokan Pak Sandi, lekas ia pencet tombol yang ada di tembok pagar rumah itu. Tak lama, datang bapak-bapak yang membukakan gerbang.
''Assalamu'alaykum Pak, benar ini rumah Bu Lia? Saya Mita dari Cianjur.'' Kataku pada Bapak itu yang ternyata adalah penjaga rumah Bu Lia.
''Iya Neng, Ibu ada di dalam. Silakan masuk.''
Aku masuk ke dalam rumah yang tidak terlalu besar jika dibandingkan dengan rumah yang ada di perumahan itu. Sepertinya Bu Lia seorang yang sederhana. Hebat betul ibu ini, walaupun uangnya banyak tapi terlihat sederhana. Begitu masuk rumah itu, ada sebersit perasaan aneh yang aku rasakan. Entahlah, perasaan apa itu. Di ruang tamu terdapat pajangan dengan lambang khas berbagai negara. Mungkin itu adalah negara yang sudah dikunjungi Ibu pikirku. ''Wow banyak sekali, mungkin lebih dari tiga puluh negara.'' batinku takjub. Di sisi nakas terdapat foto keluarga dengan ayah ibu dan dua orang anak. Sepertinya anak perempuannya seumuran denganku atau beda satu tahun. Dan anak laki-laki nya lumayan -tampan- eh?
''Diminum dulu Pak, Neng.'' lamunanku dikagetkan dengan kedatangan Bapak penjaga. Bapak pun berbincang-bincang dengan Bapak penjaga yang bernama Mang Ujang. Sekitar sepuluh menit menunggu, datanglah seorang ibu dengan wajah yang sama persis dengan foto yang di atas nakas tadi.
''Assalamualaykum Pak, ini Mita ya?'' sapa nya untuk pertama kali. Sesosok ibu sekitar 50 tahun anggun dengan senyumnya yang teduh.
Keren sekali Bu Lia, walaupun kaya tapi tidak ada kesombongan yang tampak sedikitpun. Beruntungnya aku, batin Mita lirih. Lalu ia pun berbincang-bincang, Bu Lia yang dia panggil Ibu bertanya seputar sekolah dan rencana kuliah. Beliaupun bertanya berapa yang harus dibayar ke kampus saat daftar ulang nanti. Dia pun disuruh membuat rekening bank agar mudah Ibu transfer saat membutuhkan uang, sungguh di luar nalar rakyat jelata seperti Mita. Padahal ini pertemuannya yang pertama, tapi beliau sangat detail bertanya kebutuhan dan memberi beberapa saran terkait kosan yang harus segera dicari sebelum perkuliahan dimulai, karena mendekati jadwal masuk kuliah kos-kosan akan diburu orangtua mahasiswa yang berasal dari luar Bogor. Beliau meminta mencari kosan yang letaknya tidak jauh dari kampus, sehingga bisa jalan kaki ke kampus. Beliau bertanya tentang pakaian apa yang harus digunakan saat kuliah dan memberi uang saku untuk membeli segala keperluan termasuk membeli pakaian. Sudah seperti orangtua sendiri kan? Luar biasa.
Kurang lebih satu jam ngobrol, lalu Ibu pun mengajak Mita dan Bapak makan siang. Tak henti dia menguncapkan syukur di dalam hati karena mendapatkan orangtua asuh sebaik Bu Lia.
Saat kami sedang menyantap makan siang buatan istri Mang Ujang penjaga rumah, lalu tiba-tiba ada laki-laki yang mengambil air minum di dalam kulkas yang berada tepat di samping kiriku.
Ya Allah, jantungku rasanya mau berhenti. Perasaan apa ini? Aku tidak pernah merasakan sebelumnya batinnya meringis.
''Kak, adek lagi ngapain jam segini belum keluar kamar dari sarapan tadi?'' Tanya ibu pada laki-laki itu. Usia nya mungkin sekitar 5 tahun lebih tua di atasku.
''Biasa Ma, drakor.'' Jawabnya singkat sambil sedetik mengambil pandang ke arah Mita, terlihat Ibu menggelengkan kepala.
''Ini anak saya yang paling besar Pak, namanya Rama. Sekarang sudah kerja sebagai konsultan keuangan. Kalau masalah uang, Rama uangnya lebih banyak dari pada saya.'' Jelas Ibu kepada Bapakku. Meskipun aku hanya anak asuh, tapi Ibu sangat menghargai kehadiran Bapak, aku merasakan itu.
Ibu jelas menggoda Rama. Mana mungkin laki-laki semuda itu uangnya lebih banyak dari ibu nya yang seorang dosen yang bahkan menyekolahkan anak orang. Yang benar saja. Orang yang dibicarakan hanya menjawab ''Harus dong.'' tertawa menyeringai, lucu juga. eh eh?
Oh namanya Rama, laki-laki yang sedang dibicarakan itu tersenyum ke arah Bapak. Saat Kak Rama melihatku, aku menunduk. Aku takut dia melihat wajahku yang seperti nya sudah seperti kepiting rebus ini karena aku merasakan panas tidak jelas menyerang tubuhku. Hareudang euy.
''Aku ke kamar lagi ya Ma, Pak maaf saya tinggal.'' Ucapnya sambil memegang gelas berisi air lalu pergi ke kamarnya. Tidak terasa sudah jam 14.00 kami pun pamit pulang, tak lupa mengucapkan terima kasih atas apa yang sudah Bu Lia lakukan untukku.
******
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!