NovelToon NovelToon

Kesengsem Cinta Kembar

Prolog

Dari kejauhan terdengar begitu jelas suara deru dua sepeda motor bersahutan dan terasa memekak telinga siap memulai start track balapan. Qameella berjalan mengekor Tari mendekati sumber suara membelah kerumunan yang didominasi anak-anak muda tanggung seusianya.

Mereka bersorak memberi semangat kepada dua orang pemuda yang sedang nangkring di atas sepeda motornya masing-masing di tengah jalan raya yang senggang. Sepertinya keduanya akan melakukan balapan liar.

"Garda!"

"Garda!"

"Ilham!"

"Ilham!"

Keduanya menggunakan helm yang tertutup rapat dan sarung tangan berwarna gelap. Tetapi tidak memakai pakaian khusus pembalap seperti yang ditayangkan pada program MotoGP di tv. Hanya memakai jaket kulit dan celana jeans. Tentu saja tidak bisa dapat melindungi tubuh mereka apabila tiba-tiba terjadi gesekan dengan aspal.

Seorang gadis berpakaian seksi bergerak maju ke arah mereka membawa bendera. Ketika bendera terangkat ke udara secepat kilat mereka melesat pergi membelah jalan raya.

Para penonton tidak henti-hentinya bersorak mengiringi kepergian mereka. Kemudian menanti kedatangan mereka di garis finis.

Malam ini adalah kali pertama Qameella memberanikan diri keluar rumah. Dia yang memiliki kepribadian introver sebenarnya lebih suka berada dalam suasana hening dan tenang. Tidak ingin berada dalam keramaian seperti sekarang ini. Entah matra apa yang diucapkan Tari yang sudah berhasil membujuknya ke tempat itu. Kini tingkah polah gadis berkacamata minus tetapi untuk sementara waktu menanggalkannya, seperti siput yang kehilangan cangkangnya. Dia tampak gelisah sesekali menatap jam tangan yang melingkar di pergelangan kirinya. Raut wajahnya sangat jelas menunjukkan rasa khawatir tingkat tinggi.

"Tar, ayo kita pulang," Qameella bertingkah seperti anak lima tahun yang merengek pada teman satu kelasnya.

"Sabar dong, Meel. Kita belum lihat siapa yang finis duluan."

"Tapi Tari, gue takut nyokap gue bakalan marah kalo sampai tahu gue keluar malam."

"Ya ampun gue sampai lupa," Tari menepuk jidatnya. "elo kan putri Rapunzel yang hidup di dalam menara, terus enggak pernah keluar dan enggak tahu dunia luar." celotehnya.

"Udah deh, Tar, elo enggak usah mengolok-olok gue segala. Kalo gue bilang kita pulang, ya pulang sekarang dong."

"Ah, elo gimana sih Meel, tanggung bentar lagi mau finis."

Qameella menunjukkan wajah masam seraya melipat kedua tangannya di depan dada. Menatap Tari dingin.

Tari mengatupkan kedua tangannya. "Pliiiisss!"

Gadis yang akrab disapa Meella itu hanya diam sambil mendengus kesal.

"Diam artinya oke. Asyik!" Tari bertepuk tangan kegirangan. "gue janji, pas melihat mereka mencapai garis finis kita langsung cabut dari sini."

"Deal, ya." Meella mengulurkan tangan menuntut kesepakatan.

"Iya, deal." Tari menerima kesepakatan itu dengan menjabat tangan Meella.

Pada saat yang bersamaan Qarmitha, saudara kembar Qameella sedang bertanding basket bersama teman-teman satu timnya. Gadis itu terlihat lincah mendribel bola menuju ring. Melewati tim lawan yang selalu datang menghadangnya. Setelah itu melompat tinggi menembak bola masuk ke dalam ring. Bola itu pun masuk tepat sasaran. Senyumnya tersungging lebar.

Skor tim Qarmitha pun bergerak menambah poin. Teman-teman satu timnya langsung menghampiri melakukan tos dengan wajah ceria.

Para penonton yang duduk di tribun sontak bersorak gembira.

"Mitha! Mitha! Mitha!"

Seorang lelaki paruh baya yang merupakan coach Qarmitha and friends, terus menyemangati anak-anak asuhannya agar lebih semangat berharap dapat memimpin pertandingan.

Akhirnya kedua pembalap bernama Garda dan Ilham muncul hampir bersamaan menuju garis finis. Para penonton bersorak tanpa henti memberi semangat di tepi jalan.

"Garda!"

"Ilham!"

Suara mereka terdengar bertalu-talu. Hingga sepeda motor milik Garda berhasil melintasi garis finis lebih cepat dua detik dari Sepeda motor Ilham.

Di arena pertandingan tim Qarmitha berhasil mengalahkan tim lawan. Mereka berpelukan bahagia bercampur haru. Semua penonton bersorak sorai sambil bertepuk tangan, bangkit berdiri dari tempat duduk masing-masing.

"Tari, udah finis tuh. Ayo kita cabut sekarang." Qameella sudah tidak sabaran. Dia takut kedua orang tuanya tahu akan perbuatannya ini. Selama ini orang tuanya selalu menjadikannya contoh panutan untuk Qarmitha yang cenderung sulit diatur.

"Oke." sahut Tari berat. Dalam hati dia berharap ingin bisa berfoto ria dengan Garda setelah pemberian hadiah. Namun apa boleh buat, dia harus menepati janjinya pada Meella, si gadis Rapunzel itu.

Meella dan Tari membalikkan tubuh keluar dari kerumunan penonton yang masih bersorak seakan tidak takut suara mereka akan serak. Tiba-tiba terdengar suara sirine mobil polisi datang ke lokasi. Semua penonton lari tunggang-langgang menghindari kejaran polisi. Tanpa sadar Meella kehilangan jejak Tari.

"Brengsek!" Ilham memukul stang sepeda motornya geram. Lalu melesat pergi meninggalkan arena balapan.

Tidak berbeda dengan Garda. Cowok itu tidak ingin mendapat masalah dengan para aparat kepolisian. Mendadak dia tertarik melihat seorang gadis yang terus-menerus memanggil seseorang yang tidak kunjung datang.

"Sialan tuh cewek, cari mati dia." hardiknya kemudian mendekatkan sepeda motornya dan memberikan tumpangan pada gadis itu. "ayo cepetan naik! Kalo elo enggak mau digelandang polisi." serunya panik.

"Enggak usah, makasih. Gue bisa pulang sendiri kok." sahut Meella sopan. Walaupun dalam hati sangat gelisah dan takut menghadapi situasi genting seperti ini.

"Argh! Dasar cewek!" decaknya kesal. Tetapi dia tidak bisa meninggalkannya sendiri menghadapi aparat yang sedang bergerak mendekati mereka. "ayo cepetan naik!"

Meella tidak bereaksi. Garda gemas menghadapi gadis keras kepala seperti dia. Tanpa babibu cowok tampan itu langsung menarik lengan Meella agar duduk di jok belakang. Setelah itu melesat pergi kabur dari kejaran polisi.

Ya Tuhan ... rasanya jantung gue mau copot naik motor tapi rasanya mau terbang. Cepet banget sampai enggak bisa buka mata.

Meella memeluk erat pinggang Garda dengan mata terpejam kencang. Walaupun belum saling mengenal satu sama lain. Karena keadaan darurat seperti ini, terpaksa dilakukan demi keselamatan diri sendiri.

Meella memukul keras punggung Garda setelah sepeda motornya berhenti di tempat yang dikira cukup aman.

"Brengsek! Elo mau bikin gue mati ya?" turun dari jok boncengan.

Garda memutar kepalanya seraya membuka kaca helmnya. Meella terbeliak kaget melihat wajah cowok itu dari balik helm. Terasa sangat familiar.

"Eh, cewek! Bukannya bilang makasih sama gue udah diselamatin, ini malah caci maki bilang gue brengsek." sahutnya geram.

"Oke. Makasih tapi gue kan enggak minta elo selamatin."

Garda menyeringai sinis. "Gue baru kali ini ngadepin cewek sombong kayak begini." gumamnya.

Tiba-tiba ponsel Meella berdering. Nama Tari tertera di layar ponselnya. Sementara Garda langsung pergi tanpa permisi.

"Halo, Tar," seru Meella tidak sabar seraya menatap cowok itu pergi. "elo dimana? Kenapa elo ninggalin gue?" suaranya terdengar bergetar menahan tangis. Dia sangat ketakutan berada di tempat asing. Sepasang matanya pun mulai basah.

"Sori, Meell. Tadi gue ke dorong orang. Jadi gue kebawa arus gitu," sahut suara di seberang. " gue udah di jalan pulang naik ojol. Terus, sekarang elo ada dimana?"

"Gue enggak tahu. Yang jelas gue masih di jalan," Meella menyeka air matanya yang jatuh ke pipinya.

"Ya udah, elo pesen ojol aja. Elo punya aplikasinya kan?"

"Iya. Ya udah. Bye." katanya mengakhiri sambungan teleponnya.

Tidak berselang lama datang tiga orang pemuda asing mengganggu Meella. Mereka berusaha melecehkan gadis malang itu.

"Tolong! Tolong!" pekik Meella ketakutan.

"Teriak sekencang yang kamu bisa cantik, enggak ada orang yang bakalan dengar suara lembut kamu." ujar pemuda tinggi kurus hendak menyentuh rambut Meella.

"Tolong, saya mohon jangan lakuin apa pun." mintanya lirih.

Mereka bertiga bertukar pandang lalu menatap Meella keji seraya tertawa terbahak-bahak.

Ya Tuhan ... apakah hamba enggak akan selamat malam ini dari orang-orang jahat di hadapan hamba? Apakah besok pagi hamba akan masih berbentuk manusia hidup atau sudah enggak bernyawa?

Meella menelan salivanya terasa serat masuk ke dalam tenggorokannya.

Entah dari mana asalnya sebuah helm jatuh menimpa salah satu pemuda yang hendak melecehkan Meella. Hingga pemuda itu terjatuh di tanah. Disusul tendangan telak mengenai pinggang pemuda kurus di sebelah pemuda yang tumbang tadi, ikut terjatuh ke tanah. Sementara pemuda lainnya, bertubuh lebih padat berisi mencoba memberi perlawanan dengan melayangkan tinju. Tetapi tinjunya sangat mudah dipatahkan.

Meella terbelalak kaget melihat Garda kembali lagi hanya untuk menolongnya sekali lagi. Dia menghajar ketiga bajingan tengik itu sampai babak belur.

Dia? Dia ternyata balik lagi buat nolongin gue? Tapi tunggu! Dia ... kok gue rasanya familiar sama mukanya, tapi siapa ya ... humph! Rega?

Setelah mereka terkapar di atas tanah Garda menarik lengan Meella menjauh dari mereka. Lalu membawanya pergi dengan sepeda motornya.

Hanya Sekedar Asa

Qameella bangkit berdiri dari kursinya setelah mendengar bel istirahat berdentang nyaring. Dengan membawa buku catatan dan kotak pensil, gadis itu bergegas bergerak menuju perpustakaan. Senyumnya mengembang di sudut bibirnya. Seakan ingin menemui sesuatu yang dapat menyenangkan hatinya. Karena saking senangnya sampai dia tidak melihat sosok Tari yang sudah menunggunya di depan kelasnya. Melewatinya begitu saja.

“Elo mau kemana sih Meel, buru-buru amat?” tegur Tari berusaha menyusul teman semasa kecilnya. Dia berlari kecil agar bisa menyamai langkahnya.

“Kemana gue … kayaknya enggak perlu gue jawab deh. Kan elo udah tahu kalo gue kayak gini berarti mau …”

“Iya, iya, gue tahu.” Sahut Tari cepat.

“Bagus deh, berarti gue enggak perlu ngomong banyak sama elo.”

“Meel, emangnya elo enggak tertarik apa sama kegiatan yang lain, selain pergi ke perpustakaan yang super ngebosenin?” Tari berusaha memprovokasi.

“Ehmm. Kayaknya enggak tuh!” Meella tidak peduli.

“Elo tuh!” Tari menghela nafas berat. “oke. Meel, elo mau gak kita entar malam keluar?” Tari mengalihkan pembicaraan.

“Ogah! Entar elo tinggalin gue kayak waktu itu.” Meella masih trauma peristiwa nonton balapan liar setahun yang lalu. Pasalnya setelah kejadian itu dia tidak pernah pergi keluar malam lagi.

“Gue kan udah minta maaf ribuan kali ke elo tentang masalah itu. Tapi kali ini gue janji, plis ya …”

Meella menghentikan langkah kakinya tiba-tiba. Tari pun ikut berhenti dengan tampang memelas. Rona wajah Meella tampak tidak bersahabat. Namun Tari tidak menghiraukannya. Karena tanpa Meella bersamanya orang tuanya tidak akan mengizinkannya keluar rumah. Sementara dia harus pergi menemui Dimas di sana.

“Tar, sori ya. Kalo elo ngajakin gue ngayap-ngayap enggak jelas, elo datang ke orang yang salah. Mending elo minta si Mitha, si tukang keluyuran sama enggak jelasnya kayak elo.” Meella sejak dulu tidak suka keramaian. Dia lebih suka berada di rumah dengan suasana tenang. Tetapi gara-gara Tari sesekali dia mendatangi tempat keramaian.

“Yah, elo. Mana bisa gue jalan sama si Mitha. Gue kan akrabnya sama elo. Dan lagi, cewek basket super sibuk kayak dia mana ada waktu buat sekedar jalan sama gue. Yang ada cuma buang waktu dia doang?"

Mitha adalah saudara kembar Meella yang hobi basket. Sering keluar rumah tanpa mengenal waktu. Gadis itu cukup tebal kuping, walaupun sering diomelin oleh kedua orang tuanya tidak pernah mengurungkan niatnya kabur dari rumah. Sedangkan Meella yang tidak tertarik pergi keluar rumah. Cenderung menyendiri di dalam kamarnya.

"Nah, itu elo udah sadar. Apa yang elo kerjain itu emang enggak ada gunanya, cuma buang waktu doang."

"Tapi Meel, buat kali ini ... gue mohon banget elo mau bantui gue." Tari mengatupkan kedua tangannya memohon belas kasihan. Dia tahu inilah kelemahan Qameella. Gadis itu tidak akan sanggup melihatnya sedih. Tari tentu tidak menyia-nyiakan kesempatan ini. "gue janji, tempatnya aman. Lagian pasar malamnya enggak jauh kok. Plis ..."

Meella menghela nafas. "Gue pikir-pikir dulu aja." bergerak pergi meninggal Tari.

"Asyik!" Tari melonjak kegirangan.

"Jangan senang dulu. Gue belum bilang iya, ya?" pekik Meella tanpa menoleh.

"Gak papa. Tapi ada kemungkinan elo setuju kan?" Tari langsung celingak-celinguk setelah Meella tidak lagi ada dalam pandangannya. "cepat banget udah hilang aja." gumamnya heran.

*

Qarmitha bergerak pergi meninggalkan kelasnya bersama Yasmin, Sarah, dan Amel. Mereka berempat menuju kantin sekolah. Mendadak Amel mengingat tugas sekolahnya yang belum diselesaikan. Dia tampak sangat gelisah. Biasanya gadis berkacamata minus itu selalu rajin menyelesaikan semua tugas sekolahnya dengan baik. Dia adalah satu-satunya tumpuan tempat menyontek ketiga sahabatnya.

"Guys, tugas Sosiologi yang dikasih Pak Haris minggu lalu udah pada kelar belum?" tegur Amel membuka pembicaraan.

"Belum." Yasmin dan Sarah menggelengkan kepala kompak.

"Nah, kalo elo gimana, Tha?"

Qarmitha tampak anteng dan santai. Di dalam geng yang terdiri atas empat orang gadis cantik dan aktif, hanya Mitha satu-satunya yang tidak pernah peduli dengan pelajaran yang diampunya di sekolah. Di dalam otaknya hanya ada ruang untuk menyusun strategi permainan basket agar dapat membawa timnya menuju kemenangan. Dengan polosnya gadis itu menyeringai lebar. Mencebik bibir seraya mengangkat alis dan bahunya.

"Yah, elo gimana sih, Mel? Si Mitha ditanya pr minggu lalu. Mana ada waktu dia belajar. Hidupnya cuma disibukin sama basket, keluyuran, basket lagi." sahut Yasmin sinis. Meletakkan lengannya di atas bahu Sarah.

"Kenapa lo, Mel? Tumben tanya-tanyain pr segala. Biasanya elo paling nyantai." sambung Sarah heran. "karena dari kita berempat elo doang yang bisa jadi tumpuan kita-kita, ya nggak sih guys?" merangkul bahu Qarmitha.

"Yoi!" jawab Qarmitha dan Yasmin kompak.

"Itu masalahnya." raut wajah Amel terlihat cemas.

"Maksud lo?" kening Sarah mengerut meminta penjelasan.

"Gue ketiduran semalam, jadi gue lupa buat ngerjain pr." Amel terlihat ragu-ragu lalu tersenyum konyol.

"Yah, elo ... "

"Aduuuhh! Gimana ini? Gue enggak mau diblack list sama Pak Haris," suara Amel terdengar lirih.

"Caelah ... drama queen banget sih, Mel. Kalo soal itu elo tenang aja, kan ada gue." Qarmitha berlagak sok pahlawan.

"Cih! Model kayak si Mitha belajar, terus ngerjain pr? Turun hujan petir!" Yasmin berdecih.

Qarmitha menyeringai. "Elo semua gak percaya kalo gue udah kelar?"

"Benar kata Yasmin tadi. Siapa juga yang percaya elo udah kelar, Tha? Biasanya juga elo sibuk cari contekan ke kita-kita."

Yasmin dan Sarah duduk bersebelahan ketika mereka sudah berada di dalam kantin. Sementara Qarmitha dan Amel duduk berhadapan dengan mereka.

"Kalo kalian semua nggak percaya, cek aja buku catatan Sosiologi gue di tas." lanjut Qarmitha ringan.

"Yakin lo, Tha?" Yasmin terperanjat kaget.

"Iya. Elo enggak lagi ngigo kan Tha?" sanggah Sarah

"Kurang asem lo!"

"Kesambet setan mana lo, Tha? Tumben banget elo belajar." celoteh Amel girang.

"Siapa bialang gue belajar. Orang yang ngerjain pr gue si Meella." Qarmitha terkekeh kecil.

"Ah! Yang benar lo, Tha?" sontak mereka kompak.

"Benarlah. Kapan gue bohongin kalian sih?" Qarmitha tersenyum puas mengingat kejadian semalam yang telah berhasil membujuk Qameella turun tangan mengerjakan tugas sekolahnya.

Ketiga sahabatnya tersenyum lega. Mereka pun sepakat setelah selesai makan akan mengerjakan pr bersama di kelas.

Qarmitha tahu saudari kembarnya itu tidak akan mau mengikuti perintahnya. Maka dia menggunakan peristiwa tahun lalu sebagai andalan untuk menakutinya. Pasalnya Qameella tidak pernah terlibat dengan apa pun yang berhubungan peraturan di rumah. Tidak seperti dirinya yang selalu membangkang.

*

Qameella tampak bersusah payah dengan berjinjit di depan rak buku untuk meraih buku yang diinginkan. Terlalu tinggi letak buku itu hingga menyulitkannya untuk menjangkaunya. Tiba-tiba ada tangan yang terlihat bukan milik seorang gadis, dengan mudahnya menggapai buku tersebut.

Kontan Qameella terkesiap dengan cepat memutar kepalanya mengikuti arah buku itu bergerak. Alangkah terkejutnya dia melihat orang yang berhasil mengambil buku itu, hingga tanpa sadar matanya terbelalak.

"Rega." bisiknya dalam hati. Buru-buru matanya di tundukkan ke bawah. Merasai desiran halus tengah bergejolak di antara dua rongga dadanya.

"Nih, bukunya!" Rega langsung menyodorkan buku itu pada Qameella tulus.

Qameella menerimanya dengan senang hati.

"Makasih." ujarnya pelan. Wajahnya bersemu merah.

"Kamu bilang apa barusan? Aku kok nggak dengar ya?" keluh Rega seakan sedang menggoda.

Qameella tersipu malu. Menatap sekilas lalu menurunkan pandangannya ke bawah. Bibirnya yang mungil mengulum. Dengan keberanian yang hanya 20% dia berusaha mengucapkan kembali. Tentu saja sedikit menaikkan volume suaranya.

"Tadi gue cuma bilang ... makasih karena udah menolongin ambilin buku ini."

"Oh! Sama-sama." Rega tersenyum melihat sikap Qameella yang terlihat malu-malu di hadapannya.

Setelah itu berjalan mundur sambil terus menatap wajah manis gadis itu dan tersenyum. Meskipun kecantikannya terhalang oleh kacamata minus yang membingkai di wajahnya, pesonanya terlihat masih memancar. Setelah beberapa langkah membalikkan tubuh bergerak meninggalkan gadis itu di tempat semula.

Tiba-tiba Qameella teringat peristiwa setahun lalu. Dia belum mengucapkan rasa terima kasihnya karena cowok tampan itu telah menolongnya dari kejaran polisi dan gangguan tiga bajingan tengik. Kemudian dia mengangkat wajahnya dan berkata,

"Oya, Ga. Makasih juga udah no ... long gue ..." terpaksa tidak dia tidak melanjutkan ucapannya setelah menyadari dirinya hanya seorang diri di situ. Menoleh kanan-kiri mencari jejak Rega.

Setelah itu dia melihat cowok itu sedang duduk bersama Ryan di meja baca paling pojok. Diam-diam Qameella melihatnya dari celah buku yang tersusun di rak. Senyumnya terlihat semringah. Di dalam hatinya berharap suatu hari nanti bisa berbicara dan bercanda bersama Rega. Entah sebagi teman, sahabat, atau bahkan pacar. Dia tidak bisa berhayal terlalu tinggi tentang Rega. Karena dia sadar, Rega bukan cowok biasa. Tetapi dia adalah cowok paling populer di sekolah. Selain karena prestasi akademiknya. Cowok itu pun beberapa kali mengharumkan nama sekolah dalam turnamen basket antar sekolah sekota Bekasi mewakili sekolahnya.

Qameella membalikkan tubuhnya ketika Rega seakan menyadari ada yang sedang memperhatikannya dari kejauhan. Dia menghela nafas panjang. Memeluk buku yang tadi diambilkan Rega sambil tersenyum lebar.

Jumpa Lagi ...

Pukul 7.30 malam.

Tari sudah berdiri tepat di depan pintu rumah Qameella. Menarik napas panjang lalu dihembuskan perlahan untuk

menghilangkan rasa takutnya menghadapi kedua orang tua sahabatnya. Kelihatan rada lebay sih sikap Tari. Tapi wajarlah dia jadi takut. Lantaran ulahnya hingga pada peristiwa setahun lalu, meninggalkan kesan kurang baik padanya. Dan untungnya kedua orang tua Qameella tidak melarangnya untuk tetap berteman dengan putri mereka.

Awalnya Tari ragu-ragu mengetuk pintu rumah Qameella. Kemudian pintu pun terbuka. Dia pun terkejut sekaligus

lega saat melihat orang yang telah membukakan pintu untuknya.

“Ngapain lo datang jam segini ke rumah gue?” tanya Qarmitha sinis. Tanpa menyuruh Tari masuk ke dalam rumahnya.

“Hai, Tha. Gue mau ngajak Meella ke pasar malam.” sahut Tari agak takut melihat sorot Qarmitha yang terkihat mengintimidasinya.

“Pasar malam?” Qarmitha mengernyitkan alisnya seakan tidak percaya. “elo mau ajak kembaran gue ke pasar malam. Elo nggak salah kan?”

“Ya nggak lah. Lagian si Meella udah setuju mau gue ajak ke sana.” jawab Tari mantap.

Qarmitha mengangkat satu alisnya ke atas. "Hah?!"

Tari bergumam sambil mengangguk sekali.

Tidak lama berselang Qameella keluar. Namun agak kesulitan untuk menerobosnya, lantaran Qarmitha berdiri mematung diambang pintu sampai menghalangi jalan.

"Tha ..." panggil Qameella lembut.

Qarmitha dan Tari langsung mengalihkan pandangan mereka ke sumber suara. Qarmitha menggeser posisi berdirinya agar Qameella bisa lewat.

"Elo yakin mau pergi?"

"Iya. Tapi kayanya gue nggak lama perginya." sahut Qameella sambil menyangkil tali tas selempangnya.

Tari tersenyum canggung. Sementara Qarmitha masih menunggu kelanjutan ucapan saudari kembarnya yang diyakini masih belum selesai.

"Gue nggak mau jadi obat nyamuk," Qameella melirik Tari yang tiba-tiba menjadi salah tingkah. "jadi, abis beli buku gue langsung balik." salah satu alasan Qameella ikut Tari, hanya ingin membeli buku di bazar buku untuk menambah koleksi novel dan buku bacaan lainnya, yang katanya harganya lebih murah dari pada harga di toko buku.

"Elo harus anterin mpok gue pulang, Tar. Masa elo mau jemput doang, pulang dibiarin sendiri. Nanti kalo sampai terjadi apa-apa sama kembaran gue. Elo bakalan gue cecar abis-abisan." tutur Qarmitha dengan nada mengancam.

"Oke, oke, siap..." jawab Tari cepat.

Qameella dan Tari hendak bergegas pergi dengan sepeda motor metik milik Tari.

"Meel, elo bawa kunci rumah gak?" pekik Qarmitha menyurutkan langkah saudari kembarnya.

"Bawa." sahutnya cepat sambil mengecek isi dalam tasnya. Dia ingin memastikan kunci rumahnya benar-benar telah dibawanya. "iya. Aku bawa." lanjutnya sambil menunjukkan rencengan kuncinya dari dalam tas.

"Oke. Bagus deh."

"Kenapa? Elo mau enggak pulang lagi?" selidik Qameella. Dia sudah sangat hafal dengan tabiat saudari kembarnya itu. Apalagi saat seperti ini, kedua orang tua mereka sedang tidak ada di rumah karena menginap di rumah Nenek yang sedang sakit.

Qarmitha langsung cengengesan seakan mengiyakan ucapan saudari kembarnya yang lebih tua beberapa menit darinya.

"Kebiasaan lo. Kalo gue aduin ke mama baru tahu rasa." ancam Qameella.

"Gak papa. Yang penting gue happy." sahutnya ringan.

Tari mengemudikan sepeda motor metiknya menuju pasar malam yang berjarak beberapa ratus kilo meter dari kompleks perumahan mereka. Rumah Tari dan Qameella sebenarnya tetanggaan. Hanya berjarak beberapa rumah yang memisahkan mereka. Tetapi mereka jarang main bareng. Pasalnya Qameella tidak terlalu suka keluar rumah. Jadi, jika Tari ingin main dengan Qameella. Dia harus datang bertamu ke rumahnya.

Setibanya di pasar malam, Tari memarkir sepeda motornya di lahan parkir yang telah disediakan oleh pihak pengelola.

Tari mengantar Qameella pergi ke stand bazar buku sambil menunggu kabar dari Dimas. Karena setelah itu Qameella akan pulang sendiri.

*

"Sialan si Ryan udah nyuruh gue ke sini, tapi dia sendiri gak nongol-nongol batang hidungnya." rutuk Garda di pintu masuk pasar malam. Cowok tampan itu tampak sangat gusar menunggu temannya yang telah mengajaknya ke tempat itu untuk balapan liar. Tapi pada kenyataanya dia hanya seorang diri seperti bocah ingusan menunggu ibunya datang.

Garda sudah berulang kali mencoba menghubungi Ryan via telepon, chat pun tidak dibalas.

Tidak lama berselang datang segerombol remaja seusia Garda yang tergabung dalam geng motor. Mereka membawa berbagai macam senjata tumpul dan tajam untuk menyakiti orang lain. Langsung turun dari kendaraan masing-masing setelah sebelumnya hanya menurunkan standar motor tanpa mematikan mesin. Hanya satu seruan dari salah satu dari mereka bertugas sebagai pemimpin untuk melakukan pergerakan. Maka yang lainnya pun bergerak seperti segerombolan bebek bergerak begitu kompak.

Pada waktu yang bersamaan Ryan menelepon Garda. Bocah tengik itu meminta Garda segera kabur dari tempat itu karena ada penyerangan dari Geng Endoy, sekumpulan bebek yang sedang bergerak ke arahnya. Mereka ingin membalas dendam pada Geng ABABIL, yang dipimpin Garda lantaran mereka tidak terima dengan kekalahan Ilham dua hari lalu melawan Garda. Sementara informasi balapan liar hari ini hanyalah untuk memancing kemunculan Garda.

"******* lo! Kenapa elo gak ngomong dari tadi?" hardik Garda geram.

Secepat kilat Garda berlari masuk ke dalam pasar malam sebelum mereka benar-benar menyadari kehadirannya. Tetapi mata mereka terlalu banyak untuk mengawasi satu target. Hingga tidak luput dari pantauan mereka. Seketika mereka menyebar agar bisa menangkap Garda.

Setelah mendapat telepon dari Dimas, Tari langsung meninggalkan Qameella di stan bazar buku yang terletak di tengah pasar malam. Gadis itu menekuri judul-judul buku yang akan dibelinya. Selain Qameella ada beberapa orang yang juga akan membeli buku.

Garda berlari tunggang langgang menghindari perkelahian. Walau pun sangat makhir bela diri tetapi dia tidak mungkin melawan mereka yang berjumlah belasan orang bersenjata. Sedangkan dia hanya seorang diri dengan tangan kosong. Jika tetap dipaksakan melawan  sama saja ingin menggali kuburan sendiri.

Sesekali Garda terpaksa terlibat baku hantam dengan mereka karena sudah tidak bisa menghingdar lagi. Dalam hati dia merutuki teman-temannya yang belum juga datang membantu menghadapi mereka. Cowok tampan, tinggi, kulit bersih, hidung dan rambut pendek lurus itu sudah mulai kewalahan menghadapi para anggota Geng Endoy.

Suasana menjadi rusuh seketika akibat kebrutalan anggota Geng Endoy, membuat para pedagang dan pengunjung panik. Mereka kocar-kacir menyelamatkan diri. Bagi pedagang yang masih bisa menyelamatkan dagangannya mereka kabur dengan dagangannya. Sementara bagi yang tidak bisa menyelamatkan dagangannya, mereka lari dengan tangan kosong. Mereka pasrah barang dagangan mereka dirusak oleh remaja tanggung yang bertingkah lebih buruk dari hewan.

Qameella yang baru menyadari situasi terkini setelah pemilik stan merebut buku ditangannya panik. Lalu mengusirnya untuk menyelamatkan diri. Kemudian pria itu merapikan sebisa mungkin barang dagangannya sebelum ambil langkah seribu.

Gadis polos itu terbeliak kaget ketika melihat area pasar malam yang kini lebih mirip arena pertempuran. Di saat orang-orang sibuk berlari menyelamatkan diri, Qameella malah mematung tidak bisa bergerak. Dalam hati dia sangat panik dan takut melihat suasana yang sangat mencekam itu. Tapi apa boleh buat hati dan seluruh anggota geraknya tidak bisa berkompromi dengan baik.

Qameella membulatkan matanya sewaktu sebuah tongkat kasti gergerak ke arahnya tanpa bisa menghindar. Dia hanya bisa memejamkan mata seakan pasrah menerimanya.

Buukk! Paakk! Klontang!

Mendadak Qameella terkejut saat ada tangan kokoh menarik lengannya dan menyeretnya pergi, setelah sebelumnya meresa heran tubuhnya tidak terasa sakit. Sontak membuka mata lebar-lebar. Dia melihat seorang cowok sedang menarik lengannya sangat erat.

"Dasar cewek bodoh!" hardiknya menyadarkan Qameella akan situasi yang yang semakin genting. "elo cari mati ya?"

Qameella terdiam membisu hanya menggelengkan kepala.

"Cepat lari!" serunya terus menyeret Qameella. Cowok itu membawa Qameella keluar dari pasar malam melalui jalan tikus di belakang pasar malam. Sayang langkahnya tidak sama besar dengan langkah cowok berjiwa super hero itu. Qameella terpelanting nyaris jatuh tersungkur ke tanah. Untunglah, cowok itu begitu sigap menahan bobot tubuh 39 kg milik Qameella dalam pelukannya.

Deg!

Degup jantung Qameella berdetum kencang. Gugup sekaligus takut bersatu di dalam hatinya. Dia tidak bisa mengenali wajah cowok itu dengan jelas dengan pencahayaan yang kurang terang. Ditambah mata minus tanpa kaca mata membuatnya cukup kesulitan dalam penglihatannya. Namun aroma parfum yang menempel ditubuh cowok itu, mengingatkannya pada cowok yang sudah menyelamatkannya setahun lalu.

Rega!

Kini, sepasang remaja tanggung itu sudah berada jauh meninggalkan pasar malam. Tetapi mereka tetap mengejar di belakang. Mau tidak mau Cowok itu terus membawa serta Qameella pergi ke tempat yang lebih aman.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!