NovelToon NovelToon

Kakakku Polisi Ku Kakakku Suami Ku

Bandara

"Iya maaf sayang aunty lupa kalau kamu akan datang hari ini."

"Iya aunty masih di rumah, tapi perjalanan ke bandara gak butuh waktu lama kok, kamu tunggu aunty di bandara ya. Jangan kemana-mana sebelum aunty datang!"

Percakapan di telepon itu pun terputus karena Nisa dengan cepat meraih kunci mobilnya yang berada di atas meja. "Aish kenapa aku bisa lupa begini sih!" gerutu nya memarahi dirinya sendiri sambil berjalan cepat keluar rumah.

Dan saat akan keluar rumah Nisa mendengar suara deru mesin motor yang datang dan terparkir di depan rumah nya.

Setengah berlari Nisa pun dengan senyum lega menghiasi bibirnya. "Waktu yang sangat tepat!" ucapnya seraya melemparkan kunci mobilnya pada laki-laki yang masih duduk di atas motor nya yang baru saja ia matikan mesin nya.

Hap! kunci yang Nisa lemparkan pada nya ia tangkap dengan sempurna dengan wajah yang terlihat mengerutkan dahi nya tidak mengerti. "Ini maksudnya apa coba?" gumam nya pelan.

"Ayok antar bunda sekarang!" titah nya cepat tanpa melihat ekspresi sang anak bujang tampan nya.

"Ck... " dia berdecak. "Bun aku baru saja sampai!" sahut nya sedikit kesal. Karena dia baru saja pulang dari piket malamnya untuk berjaga, rasa ngantuk yang ia tahan semalaman suntuk dan membayangkan akan tidur setelah pulang sirna sudah karena ibunya yang tiba-tiba menyuruhnya.

"Ayok cepat! Antar bunda sebentar saja kok." balas Nisa tidak sabar. "Ayok buruan kasian ada anak gadis lagi nunggu bunda di sana." serunya.

Rey menghirup nafas nya panjang. "Iya sebentar!" jawab nya tanpa ngeh, lalu Rey pun memasukkan motor nya ke garasi di rumah nya agar tidak menimbulkan kesempatan untuk maling datang ke rumah nya.

"Ayok buruan Rey, bunda kasihan kalau dia sampai nunggu lama di sana." teriak Nisa yang sudah masuk ke dalam mobilnya dan duduk cantik di sana.

Rey pun masuk segera ke dalam mobil yang sudah terparkir di depan itu lalu duduk untuk mengantarkan ibunya. "Kemana ini?" tanyanya pendek.

"Ke bandara!" jawab Nisa cepat.

Rey melirik ibunya yang duduk di samping kemudi. "Bunda mau ngapain ke bandara?" tanyanya heran.

"Bunda mau jemput jodoh kamu." hehe jawab nya cengengesan.

"Ck" Rey berdecak kesal. "Aku lagi gak mau bercanda bunda." sahut nya.

"Hehehe memang sejak kapan anak bunda ini pernah becanda?" telak Nisa pada anaknya.

Rey menghela nafasnya pendek. "Terserah bunda." jawabnya malas.

Di dalam mobil Nisa sibuk dengan handphone nya memberi pesan dengan gadis yang akan ia jemput memastikan jika dia baik-baik saja di sana. Lalu Nisa menghentikan kegiatannya itu dan memasuki handphone nya ke dalam tasnya, melihat anaknya, Rey yang begitu fokus pada alat setirnya itu membuat Nisa sedikit kesal karena anak bujang nya tidak menanyakan siapa yang akan di jemput nya.

"Kamu gak penasaran siapa yang akan di jemput sama kita di bandara nanti?" tanya Nisa merasa gatel jika ia tidak bertanya pada anaknya itu.

Rey menggelengkan kepalanya malas membuat Nisa menghela nafasnya panjang. "Ih gemes deh bunda sama kamu." Nisa mencubit lengan anaknya itu sendiri gemas melihat anaknya begitu cuek dengan keadaan.

"Sakit Bun, kenapa sih?" tanyanya heran ibunya tiba-tiba mencubit nya seraya mengusap lengannya yang di cubit.

"Kamu ya jadi laki-laki itu dingin banget sih kayak es." seru Nisa kesal. "Kamu itu seperti ayahmu saja! Tapi bedanya kamu dengan ayah kamu itu jauh lebih baik sifat ayah kamu." sambung nya.

Rey masih saja diam tidak menanggapi ucapan Nisa. Sehingga Nisa pun menggerakkan mulut nya tidak sabar untuk berbicara kembali. "Ayah kamu punya sifat dingin dan jutek tapi dia masih suka tersenyum ramah sama orang, tapi kamu sudah dingin, jutek, cuek lagi. Dan satu lagi kamu jarang menampilkan senyuman." urainya. "Kamu tahu gak senyum itu ibadah."

"Memang aku harus bagaimana Bun?" tanyanya cuek dengan masih fokus pada kendaraan nya yang ia kendarai.

Nisa mengalihkan pembicaraan nya karena selama ia selalu membahas soal sifat anaknya, Rey selalu bertanya, memang aku harus bagaimana? Seakan pertanyaan itu sudah menjadi suatu kebiasaan dan sama sekali tidak dapat merubah sifat nya itu.

"Rey kamu ingat tidak, anak Tante Via yang namanya Latya teman masa kecil kamu?" tanyanya namun yang di tanya hanya melirik saja.

"Bagaimana ya sekarang wajah nya? Bunda penasaran sama anak gadis tante Via dan juga om Aris itu?" ucapnya seraya membayangkan anak gadis dari sahabatnya itu.

"Mana Rey tahu!" sahut nya cuek.

Nisa mendengus kesal. "Iya kamu gak bakal tahu, kita tuh udah lama gak pernah bertemu dengan keluarga mereka semenjak om Aris di pindah tugas kan, terakhir kalinya kita bertemu itu saat kamu dan Latya sekolah dasar. Kamu sering bikin dia nangis karena kamu galakin, tapi kalau kamu gak ketemu pasti kamu nayain dia dan ajak bunda untuk main ke rumah nya." Nisa menceritakan bagaimana dulu Rey dan Latiya.

"SMP SMA lalu sekarang dia udah kuliah saja, aduh bunda jadi penasaran!" ucapnya penuh semangat. Rey hanya menggelengkan kepalanya melihat tingkah bundanya yang bersemangat sekali bertemu dengan Latiya.

"Oh ya Bun kenapa gak minta antar ayah ke bandara?" tanyanya karena kesal istirahat yang ia mimpikan tidak terlaksana.

"Ayah mu sibuk menangani kasus nya, pagi-pagi sekali dia sudah berangkat." ujarnya. "Kenapa memangnya kamu gak ikhlas anterin bunda?" telak nya.

"Huaaa" Adam menguap dan menutupi nya dengan tangan kirinya. "Aku ngantuk Bun bahaya kan lagi ngantuk bawa mobil." ucapnya.

"Tahan dulu sebentar, lagian bandara dekat kan gak sampai satu jam." pikir Nisa.

***

Di bandara seorang gadis cantik sedang duduk menunggu orang yang akan menjemputnya, dengan sebuah koper di hadapannya.

"Lama banget sih aunty Nisa jemput aku!" kesal Latya. "Hemm salah bunda juga gak kasih kabar ke aunty Nisa tadi malam kalau aku mau datang." sambung nya.

"Mana aku mau pipis lagi!" ucapnya sambil mencari-cari keberadaan toilet. "Ah lebih aku ke toilet dulu takut aunty Nisa masih lama kalau menunggunya, bagaimana kalau nanti aku malah pipis di sini?" Latya tersenyum geli membayangkan nya jika itu terjadi.

Lalu dengan cepat Latya beranjak dari duduknya dan mencari toilet berada, dengan menyeret koper nya yang berisi keperluan nya selama ia akan tinggal di rumah Nisa.

***

"Coba kamu cari Rey dimana Latya!" titah Nisa pada Rey seraya mencari-cari keberadaan Latya. Setelah mereka sampai di bandara.

"Bunda walaupun dia ada di depan mata, kita gak akan tahu dia yang mana. Lebih baik bunda telpon dia." saran Rey pada Nisa.

Nisa menepuk jidatnya. "Iya ya kok bunda gak kepikiran kesana, pintar kamu nak, gak sia-sia bunda melahirkan kamu." urainya merasa bangga seraya menepuk-nepuk punggung Rey pelan.

Saat Nisa meraih handphone di tas nya dan akan menghubungi Latya, Rey meminta ijin untuk pergi ke toilet. "Bun aku ke toilet sebentar ya." ijinnya.

"Kamu gak bisa tunggu dulu apa? ke toilet nya nanti saja bunda mau hubungi Latya dulu." cegah Nisa agar Rey menunggu.

"Aku udah gak tahan Bun, aku ke toilet sebentar!" ucapnya sambil berlalu pergi menuju toilet tanpa mendengar panggilan bundanya itu.

Setelah sampai di depan toilet ia tidak sengaja bertubrukan dengan seorang gadis cantik menarik koper nya.

Brug... mereka bertubrukan wajah Latya menabrak dada bidang Rey saat mereka bertabrakan karena tinggi Latya sebatas tinggi dada Rey yang ada di hadapannya, tubuh gadis itu jatuh terduduk di lantai dan koper yang ia bawa pun tergelatak begitu saja.

"Aduh... sakit!" rintih nya pelan.

"Maaf saya gak sengaja!" ucapnya dengan muka tanpa ada keramahan dan tidak berniat membantu nya untuk berdiri dan tidak ada adegan seorang Rey mengulurkan tangannya pada gadis yang ia tabrak itu untuk menolongnya.

Latya berdiri dengan pelan lalu ia pun mengusap hidungnya yang terasa nyeri saat menabrak dada Rey yang terasa keras karena otot di dadanya.

"Iya tidak apa-apa." balas Latya seraya mengusap hidung nya itu.

"Ok." ucapnya pendek lalu pergi begitu saja tanpa ada basa basi pada Latya.

Latya menatap kepergian laki-laki berseragam polisi itu lalu menghirup nafas nya panjang dan membuangnya secara kasar. "Sombong sekali dia! Gak ada manis-manisnya sama perempuan!" gumam nya sebal. "Untung nya dia ganteng!" puji nya tanpa sadar. "Eh kenapa aku malah muji dia sih?" Latya pun mendengus kesal lalu tidak lama suara telpon nya berdering.

"Aunty Nisa." gumamnya saat melihat panggilan di layar handphone tertera nama aunty Nisa. Lalu dengan cepat ia menjawab panggilan telepon dari Nisa itu.

"Wa'alaikumussalam aunty, iya aku baru dari toilet, oh aunty sudah sampai, ya sudah aku sekarang ke sana." jawab nya lalu memutuskan panggilan itu dan dengan cepat berjalan menuju dimana Nisa berada.

***

Tak lama Latya pun melihat seorang wanita yang terlihat seumuran dengan ibunya yaitu Via. Di terus saja mendekati pada wanita itu yang sedang terlihat menunggu seseorang dan memang Latya sedikit mengenal wanita itu.

"Itu sepertinya aunty Nisa! Hemm tadi aunty bilang tunggu di sini. Iya sepertinya itu aunty Nisa." gumamnya merasa yakin karena ia masih mengingat wajah Nisa sahabat bundanya itu walaupun mereka sudah sangat lama tidak bertemu.

Latya menghampiri Nisa yang sedang duduk itu namun Nisa belum sadar jika ada anak gadis yang menghampirinya, karena ia juga sedang menunduk sibuk dengan handphone di tangan nya.

"Aunty." panggil Latya pelan memanggil Nisa dengan sebutan aunty.

Nisa menoleh menghadap ke arah suara yang memanggilnya sedikit terkejut karena panggilan itu hanya Latya lah anak dari Via dan juga Aris yang selalu memanggilnya seperti itu.

Nisa langsung berdiri, terdiam sejenak menatap anak gadis dari para sahabatnya itu. Nisa lalu tersenyum. "Kamu Latya?" tanyanya dengan senyum manisnya.

Latya mengangguk. "Aunty Nisa apa kabar?" tanyanya sedikit gugup karena ada rasa malu pada Nisa yang sudah sangat lama tidak berjumpa.

Nisa langsung memeluk Latya dengan penuh hangat. "Kabar aunty baik sayang, kamu juga apa kabar, sudah lama sekali kita tidak bertemu." tutur nya seraya meneteskan air mata yang tiba-tiba jatuh begitu saja.

Nisa melepaskan pelukannya lalu menatap kembali pada wajah Latya. "Kamu sudah tumbuh dewasa sekarang, aunty sudah tidak bisa mengenali kamu kalau kamu tidak menyapa terlebih dahulu tadi." ucapnya tidak percaya.

"Kamu cantik sekali sayang, kamu tumbuh jadi gadis cantik, pasti banyak sekali laki-laki yang suka sama kamu dan pasti mereka tergila-gila sama kamu." puji Nisa memuji kecantikan Latya.

Latya tersenyum malu. "Ah aunty bisa aja." balas nya malu-malu.

"Kita langsung pulang saja ya, kamu pasti lelah sudah lama dari perjalanan lalu kamu harus nunggu lama di bandara." Nisa merasa kasihan pada Latya yang sudah lama menunggu nya.

"Iya gak apa-apa aunty." sahut nya seraya berjalan mengikuti langkah Nisa menghimpit lengannya agar jalan bersama-sama.

"Eh tunggu sayang, kita tunggu anak bujang tante dulu ya, tadi bilang mau ke toilet." urai Nisa menghentikan langkah mereka.

"Anak bujang?" tanya Latya tidak mengerti.

Hehehe. "Itu lho anak aunty, Reypan yang sering kamu panggil bang Rey saat kalian masih kecil." ujar Nisa menjelaskan siapa yang mereka tunggu.

Tak lama Rey pun datang menghampiri bundanya yang terlihat sedang bersama seorang perempuan muda, namun Rey belum sadar jika perempuan tadi yang ia tabrak di saat ia akan pergi ke toilet. Karena Latya saat ini sedang membelakangi Rey yang sedang berjalan mendekat pada arah Nisa.

"Rey!" panggil Nisa melambaikan tangan nya pada Rey yang berjalan mendekati nya.

Saat ini posisi Latya dan Nisa saling berhadapan sedangkan posisi Latya membelakangi Rey sehingga Latya maupun Rey tidak saling mengenal dan tidak saling mengetahui.

"Lihat anak bujang aunty sudah mendekat ke arah kita Latya." ucap Nisa antusias untuk mempertemukan Rey dan juga Latya, ia penasaran bagaimana reaksi pertemuan mereka setelah lamanya tidak saling bertemu selama bertahun-tahun.

Latya pun membalikkan tubuhnya untuk melihat bang Rey nya yang sering ia rindukan saat mereka kecil dulu. Dengan mempersiapkan senyuman termanis nya Latya pun memberanikan diri untuk melihat Rey yang melangkah mendekati arah dimana mereka berdiri.

Satu... dua... tiga. Latya terkejut melihat laki-laki yang ada di hadapannya itu adalah laki-laki yang menabraknya tadi setelah ia selesai dari toilet. Latya dan Rey pun saling terdiam dengan pikiran mereka masing-masing. Tidak saling menyapa atau pun saling tersenyum mereka terlihat sangat canggung.

"Laki-laki itu?" gumamnya pelan.

Tidak jauh berbeda dengan Latya, Rey pun terkejut melihat perempuan yang ada di hadapannya itu. "Perempuan itu kenapa bersama bunda?" batinnya penuh tanya.

perbedaan

Tidak jauh berbeda dengan Latya, Rey pun terkejut melihat perempuan yang ada di hadapannya itu. "Perempuan itu kenapa bersama bunda?" batinnya penuh tanya.

Nisa melirik pada anak gadis dan anak bujang nya silih berganti, melihat bagaimana reaksi mereka berdua saat mereka berhadapan seperti ini.

Di lirik nya pada mereka berdua. "Hei kenapa kalian malah diam begitu!" ucap Nisa menyadarkan mereka berdua. "Hemm Latya ini bang Rey anak aunty yang dulu suka galakin kamu waktu kecil." Nisa mencoba mencair kan suasana di antara mereka yang kaku.

Latya tersenyum tipis. "Hallo bang Rey." sapa Latya menyapa terlebih dahulu.

Rey hanya tersenyum sedikit saja, menjawab sapaan Latya, ntah apa yang di pikirkan Rey saat ini.

Nisa yang berada di belakang Latya menyuruh Rey untuk tersenyum pada Latya dengan mulut seperti komat kamit tanpa suara dengan menatap Rey, namun Rey hanya melihat Nisa sekilas tidak memperdulikan apa yang di suruh kan oleh Nisa. Kesal Nisa pun memuncak ia mendekati Rey lalu mencubit lengan Rey. "Gemes deh lihat kamu Rey." ucapnya.

"Aww sakit bunda, kebiasaan!" ringis nya mengusap bekas cubitan ibunya.

"Ayok Latya kita langsung pulang saja ya, pasti kamu capek." ucap Nisa mengajak Latya segera pulang dengan lembut.

Lalu Nisa menatap Rey. "Rey kamu bawa koper Latya!" suruh nya tanpa melihat Rey.

Rey mendengus kesal. Tanpa banyak bicara Rey pun membawa koper milik Latya itu.

Latya tersenyum tipis melihat Rey yang tampak kesal. "Pantas saja aku seperti tidak asing saat aku tadi melihat wajah dia! Ternyata dia bang Rey." batin Latya. "Dia dari dulu gak pernah berubah masih saja galak sama aku." sambungnya.

***

Di mobil Nisa dan Latya duduk di belakang, Nisa sengaja karena ia ingin menemani Latya duduk di sampingnya sedangkan Rey duduk di kursi kemudi, ia tampak kesal.

"Aku seperti sopir saja!" gerutunya kesal seraya mengendarai mobilnya.

Nisa yang mendengar gerutuan Rey pun angkat bicara. "Memang kamu sopir, kan kamu yang bawa mobilnya." goda Nisa. "Ayok pak cepat jalan!" goda Nisa kembali, Nisa merasa senang jika menggoda anaknya karena anaknya itu selalu tampak serius.

"Huaaa." Rey menguap saja dari tadi.

"Rey kamu jangan ngantuk begitu bahaya kalau sedang bawa kendaraan!" omel Nisa pada Rey.

Rey tidak menanggapi omelan Nisa ia terus saja menguap, karena lelah. Latya hanya melirik dari kaca mobil melihat Rey.

"Aunty maaf ya aku jadi merepotkan karena mesti di jemput, aku jadi gak enak sama aunty dan juga bang Rey." ucapnya tak enak hati, seraya melirik kembali pada kaca mobil melihat reaksi Rey.

Rey pun melirik ke arah kaca mobil nya dan di saat itulah mereka saling melihat. Saat sadar mereka saling menatap secara bersamaan, di saat itulah Latya pun langsung melengoskan pandangan nya ke samping kaca mobil melihat ke arah jalanan.

Rey hanya cuek saja seperti tidak terjadi apa-apa sedikit pun.

Sesampainya di rumah Rey langsung masuk begitu saja tanpa ijin dulu pada bunda nya atau pun Latya, dan Nisa melihat itu.

"Rey." panggil Nisa lembut.

Rey pun berbalik badan menghadap ibunya. "Iya." sahut nya cepat.

"Kamu gak mau bantuin Latya mengeluarkan koper nya?" tanya Nisa memancing Rey agar ia membantu Latya.

"Emh aunty biar aku aja yang bawa, aku bisa kok." cegah Latya cepat, ia merasa tidak enak juga pada Rey karena harus membantunya terus menerus.

"No sayang biar Rey bawa koper kamu!" cegah Nisa melarang Latya tegas lalu menatap Rey agar cepat memenuhi perintah nya.

Rey yang sudah berada di depan pintu rumah pun langsung menghela nafasnya malas, lalu dengan pelan ia pun mendekat ke mobil setelah melihat tatapan dari ibunya yang sangat tajam.

"Siaaaap bunda..." ucapnya seraya melewati Nisa lalu meraih koper Latya dan membawanya ke dalam rumah.

"Maaf ya Latya bang Rey kamu suka pura-pura cuek, padahal dia juga pasti kangen sama kamu, cuma dia malu untuk mengakui." hehehe goda Nisa berbicara pada Latya dan pembicaraan itu pun terdengar oleh Rey.

Rey hanya melirik Latya saja yang terlihat tersenyum manis mendengar godaan ibunya.

"Iya sudah kamu istirahat saja dulu ya pasti kamu capek. Aunty sudah menyediakan kamar untuk kamu, jadi kamu tinggal menempati nya saja." ujar Nisa pada Latya.

Saat Rey akan menaiki tangga menuju kamarnya Nisa memanggilnya kembali. "Rey." panggil nya.

Rey mendengus kesal. "Apalagi sih Bun?" kesalnya namun masih dalam batas normal.

"Tunjukkan kamar untuk Latya ya, bunda sudah siapkan kamar yang di atas. Kamar nya yang di tengah itu." titah nya. "Dan ini sekalian bawa koper Latya ke kamar nya ya." pinta Nisa lembut.

Rey pun tanpa bicara lagi langsung menarik koper itu dan membawanya.

"Latya cepat ikuti Abang kamu, dia yang akan menunjukkan kamar untuk kamu tempati selama kamu tinggal di sini." tunjuk Nisa dengan dagunya nya ke arah atas dimana Rey pun melangkahkan kakinya.

Latya pun mengikuti apa yang di arahkan Nisa dan segera ia pun mengintili langkah Rey dari belakang.

Sesampainya di kamar tengah yang akan di tempati Latya, Rey pun menghentikan langkahnya dan menyimpan koper tepat di depan pintu kamar.

"Ini kamar kamu!" ucapnya datar. "Abang mau istirahat!" serunya.

"Iya." sahut Latya pelan.

Rey pun beranjak pergi menuju kamarnya yang berdekatan dengan kamar Latya. Namun langkah terhenti saat ia mendengar panggilan Latya memanggil namanya.

"Bang Rey!" panggil Latya.

Rey membalikkan tubuhnya lalu menatap Latya dengan tatapan sulit untuk di artikan.

"Emh terima kasih." ucap Latya menampilkan senyum manisnya.

"Sama-sama." jawabnya cepat. Lalu Rey pun berbalik lagi untuk ke kamarnya.

Latya yang masih berdiri menatap Rey yang sudah masuk ke dalam kamarnya itu pun tersenyum simpul "So Cool." gumam nya.

***

Siang hari saat sudah masuk makan siang, Nisa sedang menyiapkan makanan untuk anak, suami dan juga Latya. Semua masakan sudah siap tersaji. Nisa sekarang jarang sekali menggunakan seorang pembantu, paling hanya sesekali jika pekerjaan nya tidak bisa ia kerjakan.

Saat Nisa menata makanan di atas meja tiba-tiba seseorang memeluknya dari belakang membuat Nisa terkejut.

"Ayah!" serunya dengan terkejut.

Adam memeluk Nisa dari belakang secara tiba-tiba, lalu mengecup singkat kepala Nisa yang terhalang oleh kerudung yang ia pakai.

"Hemmm serius banget sih! Ayah datang sampai gak sadar begitu." ucapnya seraya mencomot makanan yang ada di atas meja.

Nisa memukul tangan Adam yang akan mengambil makanan itu. "Cuci tangan dulu ayah!" omel Nisa pada Adam.

"Hehehe lupa." sahut nya cengengesan. Adam pun beranjak pergi menuju wastafel untuk mencuci tangan nya lalu kembali lagi ke arah dimana istrinya berada. "Sekarang sudah boleh kan?" tanyanya menatap makanan yang tersaji. Nisa mengangguk membolehkan.

"Anak-anak sudah pada pulang?" tanya Adam dengan mulut penuh.

"Ayah... lagi makan ingat jangan bicara!" omelnya lagi. Adam hanya mengacungkan tangan nya membentuk huruf O tanda okk karena dia sulit untuk bicara dengan mulut penuh makanan. "Lapar banget ya?" tanyanya,

Adam pun mengangguk cepat. "Banget!"

Nisa tersenyum melihat pipi suaminya yang kembung karena makanan yang ia makan. "Pelan-pelan ayah. Aku panggil anak-anak dulu ya sama Latya juga.

Adam menelan makanannya dengan cepat membuat tenggorokan nya seret. "Latya anaknya Aris dan Via?" tanyanya.

"Iya, Latya sudah ada di rumah kita." ujarnya memberi tahu.

"Ayok panggil anak-anak kita sekalian dengan Latya, ayah mau ketemu sama dia." serunya penuh semangat.

Nisa pun beranjak pergi dan memanggil Rey, Rio dan juga Latya.

"Anak-anak ayok kita makan siang." teriak Nisa saat di depan kamar mereka, kebetulan kamar nya berdekatan. Adam yang mendengar teriakkan istrinya hanya geleng-geleng kepala. Semenjak memiliki anak Nisa yang jarang berteriak kini berubah, namun Adam tidak mempermasalahkan. Seorang ibu akan berubah seperti itu jika memiliki anak.

Rey dan Rio yang mendengar teriakkan ibunya langsung keluar kamar. " Bunda bisa gak sih gak usah teriak-teriak begitu!" ucap Rey dengan gaya cool nya.

"Iya ih berisik banget bunda..." sambung Rio dengan muka cemberut.

"Biar kalian semua bisa dengar, jadi bunda gak usah ketuk pintu kamar kalian satu persatu." serunya.

Rey dan Rio mendengus sebal, seraya melangkah menuruni tangga menuju meja makan. "Eh tunggu! Latya mana kok belum keluar?" tanya Nisa namun Rey mengangkat bahunya sedangkan Rio sudah menuruni tangga dari tadi.

Nisa pun langsung dengan cepat mendekati pintu kamar Latya lalu mengetuk nya. "Latya bangun nak, ayok makan siang dulu." panggil Nisa seraya mengetuk pintu kamar itu tanpa henti dan mencoba membuka pintu kamar namun terkunci dari dalam.

"Apa Latya masih tidur ya?" gumam Nisa.

Saat Nisa akan mencoba membangunkan Latya kembali, terdengar suara pintu akan di buka.

"Ada apa aunty? Maaf tadi aku lagi di toilet." urai Latya.

"Oh, ayok turun, kita makan siang bersama.. Semua orang sudah menunggu di ruang makan." ajak Nisa.

"Emmy iya." sahut Latya langsung mengikuti Nisa yang menuruni tangga.

Di meja makan semua orang sudah menunggu, Adam yang melihat Latya turun bersama istrinya langsung menyambut Latya dengan senang, karena dulu mereka sudah sangat akrab bersama Latya dan juga kedua orang tua nya, malah Latya lebih akrab dengan Adam karena Adam menginginkan anak perempuan untuk menjadi adik nya Rey, namun Tuhan memberikan Rio yang diharapkan anak perempuan tapi malah laki-laki lagi. Tapi Adam dan Nisa selalu sayang pada Rey maupun Rio walaupun Rio berjenis laki-laki.

"Latya apa kabar kamu nak? Wah kamu sudah besar ya sekarang?" ucap Adam dengan ramah pada Latya dengan suara berat.

"Alhamdulilah om aku baik, om sendiri gimana kabarnya?" tanyanya balik.

"Seperti yang kamu lihat, om masih terlihat muda dan tampan." pujinya pada diri sendiri.

Latya tersenyum dengan perkataan Adam. Namun Nisa mendengus kesal. "Ayah kamu tuh suka lupa bunda kalau ada Latya." Nisa cemberut pura-pura cemburu.

"Lihat Latya, istri om Adam cemburu sama kamu." ujarnya menggoda Nisa.

Rey yang melihat adegan kedua orangtuanya dan Latya pun berdehem kesal. "Kalau ayah sama bunda mau ngobrol terus kapan makan nya ini!" dengus Rey kesal.

"Iya... aku udah lapar bunda..." rengek Rio meminta makan.

"Eh iya iya, ayok kita makan! Latya ayok nak duduk kita makan." titah Nisa menyuruh Latya duduk karena ia dari tadi berdiri.

Latya duduk di sebelah Rey, Rey hanya diam saja fokus pada makanan nya.

Setelah selesai makan siang nya Nisa pun langsung menyampaikan sesuatu pada suami dan kedua anak-anaknya tentang keberadaan Latya di rumah nya.

"Ayah, Rey dan Rio bunda mau bicara dulu sebentar ya, bunda mau menyampaikan sesuatu pada kalian semua." ucapnya menarik nafas nya dalam-dalam.

Nisa menatap Rio. "Rio.. kamu pasti belum kenal sama kakak cantik yang ada di hadapan kamu itu, bunda kenalin ya sama kamu. Kakak cantik ini kak Latya, dia adalah anak sahabat bunda dan juga ayah." Nisa memperkenalkan pada Rio. Rio tersenyum menatap Latya.

"Dan Latya ini Rio, anak kedua aunty." nisa memperkenalkan Rio.

Latya tersenyum. "Hallo Rio..." sapa Latya dan Rio pun menyambut sapaan Latya dengan ramah.

Latya tersenyum melihatnya lalu melirik Rey yang memiliki muka datar saja sangat menyebalkan jika di lihat. "Rio berbeda dengan bang Rey, Rio sifatnya lebih ramah dan terlihat manis." batin Latya seraya melirik bergantian pada Rey dan juga Rio membandingkan kakak beradik itu.

"Begini, ayah sama bunda mengijinkan Latya untuk tinggal bersama kita selama 3 bulan di rumah kita, alasannya karena Latya akan mengikuti magang di tempat kamu bekerja." ucap Nisa menunjuk ke arah Rey. Rey mengerutkan keningnya.

"Jadi bunda minta sama kamu Rey, bantu Latya untuk bisa magang di kantor tempat kamu bertugas, beri tahu bagaimana cara dia magang di sana, ayah kamu sudah mengijinkan Latya untuk prakerin di sana." tutur Nisa menjelaskan maksud dia apa.

"Kok Rey sih Bun, aku bakal sibuk dan gak bisa bantu Latya." tolak Rey lembut.

"Iya pokok nya sebisa mungkin kamu bantu Latya, Rey... supaya Latya bisa mudah menyelesaikan tugas kampus nya nanti." ujar Nisa tidak mau ada penolakan.

Rey menghela nafasnya panjang. "Baik, tapi kalau Rey lagi gak sibuk!" balas nya setengah hati.

"Hemm sok sibuk kamu Rey." sambung Adam menggoda Rey.

awal magang

Pagi hari yang sangat cerah, Latya sudah bangun dan sedang membantu Nisa menyiapkan makanan untuk sarapan pagi bagi keluarga aunty Nisa.

"Aunty, makanan apa sih yang sering aunty masak, yang paling digemari di keluarga ini?" tanya Latya di tengah sibuk nya mereka membuat makanan.

"Orang-orang di sini makan nya simpel kok apa saja yang terpenting mengenyangkan dan juga sehat. Kalau Rey sukanya sarapan dengan bubur gandum, Rio sarapan dengan sereal sedangkan om Adam dia suka sekali sarapan dengan makanan berat, ya mungkin karena pekerjaannya yang membutuhkan waktu extra jadi dari dulu kebiasaannya seperti itu." urai Nisa menjelaskan.

Latya manggut-manggut. "Emh gitu ya, sama seperti di rumah ayah selalu minta bunda untuk masak makanan berat saat sarapan, padahal aku paling malas kalau makan nasi pagi-pagi." ujar Latya menceritakan kebiasaan ayahnya.

Nisa tertawa kecil. "Om Adam sama ayah kamu kan profesi nya hampir sama, mereka dari dulu di biasakan seperti itu apalagi saat mereka bertugas jauh dari keluarga. Nasi itu makanan pokok untuk mereka. Tapi kalau Rey beda, mungkin karena dia tidak begitu menyukai berbagai makanan, orang nya pilih-pilih kayak cari jodoh." ucap Nisa dengan tawa kecil nya.

"Aunty bisa aja, makanan kok di samakan dengan jodoh. Tapi bener juga sih cari jodoh kan mesti pilih-pilih jangan sampai salah pilih, bener gak aunty?" tanyanya dengan muka yang sangat lucu.

"Betul sekali." balas Nisa dengan mentoel hidung Latya dengan gemas. "Karena kamu sudah menggemaskan pagi-pagi ini kamu tata makanan nya di atas meja.

Saat Latya sedang membawa makanan dan berniat menata di atas meja makan, ia terkejut saat membalikkan tubuhnya ke arah meja. "Astaghfirullah, bang Rey?" kejut nya melihat Rey sudah duduk di kursi tempat makan.

"Rey, kamu dari tadi sudah duduk di situ?" tanya Nisa mendengar Latya yang tiba-tiba terkejut.

Rey mengangguk pelan tanpa menatap Nisa ia tengah sibuk dengan handphone nya. "Cukup lama Rey di sini sampai bisa mendengar apa yang bunda bicarakan."

"Kamu kayak hantu saja, kita dari tadi di sini tapi gak dengar suara kamu sama sekali." ucap Nisa.

Mereka pun duduk setelah kumpul semua dan sarapan pagi bersama. "Oh ya Latya kamu hari ini sudah masuk magang kan?" tanya Nisa.

"Iya aunty." sahut nya cepat.

"Nanti kamu berangkat sama om ya, biar om bicara dengan anak buah agar kamu di bantu di sana." ucap Adam memberi tahu.

Latya mengangguk. "Ok om."

***

Di depan tempat magang Latya, tepatnya di kantor Adam dimana Adam dia di tugaskan. Rey pun sama dengan kantor bersama Adam. Namun mereka berbeda pangkat dan jabatan. Adam adalah atasan bagi Rey dan Rey bawahan Adam. Walaupun Rey putra seorang Adam yang sudah memiliki pangkat tinggi sebagai anggota kepolisian, Rey mengikuti pelatihan sebagai kepolisian tidak dengan mudah, ia mengikuti seperti anggota lainnya.

Adam selalu mengingatkan Rey agar mencapai pangkat dan jabatan harus dari bawah dulu sebelum mencapai ke atas, karena semakin tinggi nya jabatan semakin besar pula tanggung jawab yang akan ia pikul. Jika merasakan dari bawah terdahulu maka kita sudah siap dengan apa yang akan kita hadapi nantinya.

"Bripda Desti, perkenalkan dia adalah Latya, mahasiswi yang akan magang yang kemarin sudah saya katakan kepada kamu, saya minta sama kamu tolong beri tahu apa saja yang harus di kerjakan di sini." titah Adam pada polwan bawahannya itu.

"Baik pak." jawab nya cepat.

"Latya kamu akan di ajari oleh Bripda Desti, jika ada yang tidak kamu ketahui atau tidak ada yang kamu mengerti kamu bilang saja pada Bripda Desti ya." tutur Adam menjelaskan

"Siap om!" serunya.

"Iya sudah om masuk ke dalam ruangan om dulu ya." ijinnya lembut dan di angguki pelan Latya.

Setelah Adam masuk Latya pun di panggil oleh Bripda Desti dan segera ia pun menghampiri nya.

Saat Latya sudah dekat dengannya Bripda Desti pun berbicara setengah berbisik. "Kamu keponakan pak Adam ya?" tanyanya penasaran. Latya hanya tersenyum saja tidak mengiyakan atau pun mentidakkan dan Bripda Desti pun percaya jika Latya adalah keponakan nya.

"Yes aku dekat dengan keponakan pak Adam, itu berarti aku akan ada kesempatan untuk mencari tahu apa saja kesukaan dan yang tidak di sukai oleh Briptu Rey." batin nya merasa bahagia.

"Ok kalau begitu, karena kamu sekarang sudah mulai magang, bagaimana sebelum saya menerangkan apa saja yang akan kamu kerjakan nanti, sekarang kamu fotocopy dulu berkas ini ya." titah nya lembut. "Tapi di ruangan sana! Karena di sini mesin fotocopy nya lagi rusak." ucapnya seraya menunjuk nya pada ruangan satunya lagi. "Gak apa-apa kan?" tanyanya dengan senyuman ramah.

Latya mengangguk tanda mengerti. "Di ruangan sana kan Bu Desti?" tunjuk nya sekali lagi memastikan bahwa ruangan itu tempatnya.

"Iya betul ruangan sana." sahut Bripda Desti.

Dengan meraih berkas yang di berikan Bripda Desti Latya pun melangkahkan kakinya menuju ruangan yang di tunjuk. Namun saat di depan pintu seseorang yang akan masuk secara tiba-tiba dan dadakan membuat suatu kejadian terjadi di sana.

Brug! Suara bertubrukan di depan pintu dengan seseorang yang terburu-buru masuk ke dalam ruangan, dimana tadi Latya masuk bersama Adam, dan dengan sigap seseorang yang berjenis laki-laki serta berseragam itu pun menarik pinggang Latya yang hampir terjatuh itu, di tahan nya dalam posisi tangan si laki-laki itu memeluk pinggang dan wajah mereka saling menatap.

Tersadar Latya saat pinggang nya di tahan, Latya pun dengan cepat berdiri menyeimbangkan tubuh nya agar ia tidak jatuh. Akibat dari bertubrukan itu membuat Berkas yang ada di tangan Latya pun berhamburan dan berserakan di lantai.

Latya dan pak pol itu pun bergerak dengan cepat mengambil semua berkas yang berjatuhan itu.

Setelah selesai membereskan semua itu. Pak pol itu pun merasa bersalah pada Latya. "Maaf ya aku tidak sengaja tadi, tadi aku terburu-buru." aku nya tidak enak hati. "Kamu gak apa-apa kan?" tambahnya.

Latya tersenyum kaku. "Emh... tidak apa-apa kok pak Andre." jawab Latya menyebutkan nama polisi tampan itu.

Polisi yang berpangkat Briptu itu pun merasa heran kenapa gadis cantik di hadapannya itu bisa tahu namanya. "Kamu... Kenapa tahu nama ku apa kita saling mengenal?" tanyanya penasaran.

Latya tersenyum kembali dan menunjuk ke arah tag nama yang ada di dadanya. "Itu! Nama anda kan pak?" ucapnya.

Briptu Andre pun dengan cepat melihat ke arah dimana Latya menunjukkan jarinya. Lalu Andre pun tersenyum kikuk. "Benar juga kamu!" pikir nya seraya menggaruk kepalanya yang tidak gatal sama sekali.

"Maaf ya pak, kalau begitu saya permisi pak Andre." ijinnya seraya pergi melangkahkan kakinya menuju ruangan fotocopy.

"I...iya." sahut Andre gagap menatap kepergian gadis cantik yang baru saja ia temui di sini selama ia bekerja.

"Siapa ya dia?" gumam nya. "Ah mati gue!" ucapnya seraya menepok jidatnya, ia baru sadar tujuan dia ke ruangan itu akan bertemu dengan pak Adam yang tadi memanggil nya untuk bertemu.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!