Zraaasshh!!
Hujan badai menyerang kota tepi laut, sangat deras, petir menyambar-nyambar di atas lautan. Jalanan sepi berselimut kabut, membuat kabur pandangan siapapun yang melintas.
Di bawah laut kerumunan ikan sedang berlarian kesana-kemari melarikan diri dari sesuatu.
Yaahh.. sesuatu yang sangat berbahaya, Predator mereka! Sekelompok ikan ukuran besar namun berbeda dengan ikan pada umumnya sedang berburu. Dengan gigi taring yang tajam, kecepatan sirip yang mumpuni membuat mereka tidak terkalahkan dalam hal berburu.
Namun gelombang tinggi dan arus yang berubah secara tiba-tiba membuat salah satu dari mereka terpental, terseret arus, mencoba berenang dengan tenaga yang tersisa, memaksa sirip untuk melawan arus namun sia-sia.
Terbawa arus cukup jauh. Menabrak dinding-dinding pembatas laut, membuat seluruh tubuh terluka, tergores dan tidak berdaya. Mengikuti kemana aliran air membawanya. Takut.. itu yang di rasakan nya.
Kring!
Kring!
Kring!
Kring!
"Ya? Ada apa?" Ucap Densha dengan nafas yang tidak teratur, Pria tersebut baru saja dari kamar mandi.
"Kamu baik-baik saja sayang? Jangan keluar rumah! Sedang ada badai besar di luar" jawab seorang wanita di ujung telepon.
"Sudah aku bilang berapa kali sih bi!! Aku bukan anak kecil lagi, umurku sudah 18 tahun!! Aku tau cara menjaga diri dengan benar!!" Densha bicara dengan kesal.
"Kamu sudah makan?" Masih lanjut bertanya, sengaja tidak mendengar kata-kata Densha.
"Hemm!!" Jawab Densha ketus. "Jika tidak ada lagi yang ingin di bicarakan, aku tutup telponnya. Aku sedang sibuk!!" Dengan nada yang tidak suka.
"Baik sayang, jaga dirimu! Bibi sangat menyayangimu. Jika ada masalah segera hubungi bibi, Kamu tau kan bibi sudah berjanji pada kedua orang tuamu untuk menjagamu selagi bibi masih hidup" ucap wanita itu sedih.
"Cukup!! Jangan ingatkan aku pada orang tuaku! Aku sudah cukup mengingat mereka"
TUT!!
Densha menutup telpon dengan wajah kesal, ia melamun, mengingat wajah kedua orangtuanya. Menghela nafas berat seperti menahan sesuatu dalam hati.
Terima kasih sudah memperhatikanku bibi! Aku juga menyayangimu! - Densha.
"Baiklah!! Sekarang waktunya tidur, hujan deras begini memang lebih cocok jika bermalas-malasan!"
Densha adalah pelajar SMA berumur 18 tahun, badannya tinggi bak model pria, berkulit putih bersih namun tidak seputih kulit wanita, tatapan mata sedingin Es, dada yang bidang dan otak yang kadang berisi kadang tidak. Bukan berarti pria ini bodoh, hanya saja dia tidak terlalu pintar namun dia masih kategori 3 besar di sekolahnya. Walaupun tidak pernah mendapat peringkat satu, namun dia cukup puas dengan peringkat dua atau tiga. Dengan wajah tampannya dia bisa membuat seluruh gadis di sekolah menyukainya, namun Densha memilih untuk menutup diri dari para gadis karena itu hanya akan membuatnya repot saja, begitu pikirnya!
Cirp.. Cirp.. Cirp..
Suara burung-burung laut menyambut pagi yang cerah. Cahaya matahari masuk menyinari pria tampan yang sedang tertidur pulas.
"Hoaamm!! Sudah pagi ya?" Gumam pria itu.
"APA?? SUDAH PAGI?! JAM BERAPA INI?!"
Densha terlambat bangun, dia buru-buru masuk kamar mandi entah mandi atau tidak yang penting dia harus ke Sekolah tanpa terlambat.
Bagaimana aku bisa bangun siang begini?? - Densha.
(Di sekolah)
"Hoi Densha! Di sini!!" Ucap pria dengan rambut pirang sambil melambaikan tangan ke arah Densha.
Yaahh.. itu Moa teman dekat Densha, sangat dekat hingga banyak yang mengira bahwa mereka bersaudara. Moa menjadi satu-satunya pria yang berteman dengan Densha, bukan karena pria lain tak ingin berteman dengannya namun karena sifat dan watak Densha yang dingin membuat pria-pria di sekolahnya enggan berteman akrab dengannya. Mereka hanya bertegur sapa saja saat bertemu dan bicara seperlunya jika ada yang ingin dibicarakan.
"Belajar lagi?" Tanya Moa sambil merangkul bahu Densha yang berjalan mendekatinya.
"Tidak!"
"Kau tidak biasanya berangkat jam segini! Ada apa?"
Densha menoleh dan menatap Moa dengan tajam, menghela nafas.
"Tidak ada apa-apa! Terlalu enak tidur saja!"
"Ahh! Kau kesiangan? Tumben?" Tanya Moa basa-basi.
Densha hanya diam tidak menjawab dan meneruskan langkahnya menuju kelas. Dia tidak suka mendengar banyak pertanyaan yang tidak ingin dia jawab.
"Hoi! Aku di kacangin nih?" Teriak Moa yang melihat Densha terus berjalan ke depan.
Densha hanya memberi salam dua jari tanda maaf tanpa menoleh ke arah temannya tersebut sambil terus berjalan.
Dasar tidak waras!! Sudah berapa kali aku di kacangin? Aku kan hanya mengajak bicara basa-basi agar dia terlihat hidup. - Moa.
"Oi! Tunggu aku!" Seru Moa berlari mengejar langkah Densha di depannya.
~Di waktu yang sama di tempat lain~
Grasakk!!
Grassakk!!
Suara semak dan ranting pinggir sungai besar di bawah jembatan penyebrangan, yang digerakkan oleh suatu makhluk. Makhluk yang besar bersirip, dia menangis tanpa suara, meringis menahan sakit yang luar biasa.
Perlahan-lahan sirip ekornya mengelupas mengeluarkan banyak darah segar, dia menangis dan menangis karena setiap proses pengelupasan selalu menyakitkan untuknya. Selang beberapa lama sirip ekornya benar-benar terkelupas seluruhnya, meninggalkan sepasang kaki di tempatnya. Dia takut untuk keluar, takut dengan kehidupan yang ada di luar semak ranting ini. Melamun kemudian menutup mata sampai dia merasa di luar benar-benar sepi dan aman.
_________________________________________
Di sekolah ramai sekali gadis-gadis yang membicarakan Densha, selain ketampanannya, gadis-gadis juga menyukai sifat dingin nya. Terlebih lagi untuk Mod, gadis itu sudah mempersiapkan diri untuk menyatakan perasaannya pada Densha. Mod sudah lama menyimpan perasaan pada Densha namun dia tidak cukup berani untuk mengungkapkan nya. Dan inilah saatnya.
Deg!
Deg!
Deg!
Oh hati jangan berdegup sekencang ini! Bagaimana aku bisa bicara kalau suaramu lebih keras dari suaraku! - Batin Mod.
"Ehh kenapa semua murid berkumpul disini?" Tanya Moa heran.
"Tidak tau!" Jawab Densha cepat.
"Semua orang memperhatikanmu Bro!" Jelas Moa, Sembari mengedarkan pandangan.
Densha menghela nafas berat "Kurasa aku tau!" Ucap Densha dengan wajah malas.
Pria ini sadar bahwa akan ada gadis yang menyatakan perasaan padanya jika semua gadis di sekolah berkumpul menjadi satu dalam satu tempat.
"Densha bisa kita bicara?" Mod menghalangi jalan kedua pria di depannya.
"Apa?" Jawab Densha sambil membuang muka.
Lihat wajahmu! Tampan sekali, sikap dingin mu sangat aku sukai. Mungkin aku akan populer jika aku berhasil jadi kekasihmu! - Seru Mod dalam hati, tanpa disadari dia tersenyum sendiri.
"Hoi nona! Kau menghalangi jalan kami! Kenapa juga kau senyum-senyum sendiri. Dasar tidak waras!!" Ceplos Moa melihat gadis di depannya.
"Moa? Kau!!" Jawab Mod kesal sambil menunjuk Moa, namun dia harus tetap menjaga sikap di depan sang pujaan hati.
"Jangan dengarkan dia!" Melirik Moa di sampingnya. "Kau ingin bicara apa?"
"Mmm.. Itu.. Aku.. Seben" Jawab Mod terbata-bata.
Densha menatap Mod tajam, seolah-olah mengatakan lebih baik tidak usah di katakan.
"Aku tau kau mau bicara apa? Jawabanku tidak!" Ucap Densha sebal. Dan berjalan melewati Mod yang terkejut dengan kata-kata Densha.
"Tunggu!" Ucap Mod berbalik cepat sambil memegang lengan baju Densha.
"Aku belum selesai bicara" kata Mod lagi dengan mata memohon.
Cih!! Aku bahkan tidak ingin mendengarnya - Densha
Densha menatap Mod dingin dan menghela nafas.
"Kau sudah selesai Mod!"
Densha berkata dengan tegas, lalu melepas tangan Mod dari lengan bajunya. Itu merupakan penolakan yang menyakitkan bagi Mod, dia sudah di tolak sebelum mengatakan isi hatinya.
Densha dan Moa meninggalkan Mod sendirian di tatap para gadis-gadis yang menyaksikan pertunjukan drama gratis tersebut. Ada yang kasihan terhadap Mod namun juga ada yang tertawa senang.
Kenapa? Kenapa Densha begitu? Selama ini aku selalu baik padanya, apa kurangnya aku? Aku bahkan menolak setiap pria yang menyatakan cinta padaku! Apa dia tidak memiliki sedikit perasaan padaku? Sedikit saja - Mod
Gadis itu menahan air mata agar tidak jatuh membasahi pipi merah yang menahan malu.
***
Bel berbunyi, tanda sekolah telah usai. Semua murid berhamburan keluar kelas ingin cepat pulang ke rumah masing-masing.
"Huh! Jam berapa ini? Selalu saja pulang sore" Gerutu Densha melihat jam di tangan kirinya.
"Sudahlah bro! Sekolah kita memang suka menyiksa murid" jawab Moa dengan tawa.
Densha terdiam tidak menjawab kata-kata Moa, karena memang tidak ada pertanyaan disana.
Diam lagi? Dasar sinting! Kini gelarku silver nut. Kenapa aku selalu di kacangin sih? Aku bukan kacang-kacangan tau! - Moa
Kedua pria itu berjalan pulang ke rumah, sesampainya di persimpangan jalan, mereka berhenti.
"Aku duluan ya bro!" Ucap Moa sambil menunjuk jalan dengan jari telunjuk.
"Ya.. Hati-hati" Jawab Densha seadanya, dan melanjutkan perjalanan.
Moa memperhatikan Densha dari jauh dan tersenyum, kemudian berjalan menuju arah yang berbeda dengan Densha. Rumah Moa termasuk dekat dari sekolah, sedangkan Densha perlu waktu 20 menit untuk sampai ke sekolah dengan jalan kaki.
Merasa hari semakin gelap dan dingin, Densha mengeluarkan jaket di dalam tas ransel miliknya, kemudian memakainya.
"Jam 17.20??" Gumam Densha melihat jam di tangannya.
Langit hampir gelap, suasana jalanan sepi. Hanya ada dia yang berjalan di jalanan itu, saat akan melewati jembatan penyebrangan, langkah kakinya terhenti. Dia melongo seolah tidak percaya dengan apa yang dia lihat.
Seorang gadis melintas di depannya, cara gadis itu berjalan sangat aneh! Merasa ada seseorang memperhatikannya dari belakang, Gadis itu menoleh. Mereka sempat bertatap mata, yang membuat Densha sangat terkejut adalah gadis di depannya ini telanjang bulat. Tidak memakai pakaian apapun, karena gadis itu membelakanginya, Densha hanya bisa melihat bagian belakang gadis itu. Rambutnya indah panjang sepinggang namun tampak kotor dan semerawut, kulit tangan dan kaki penuh luka, bahkan ada bekas darah disana.
"Nona? Apa anda baik-baik saja?" Tanya Densha yang merasa iba melihat kondisi gadis di depannya.
Gadis itu terkejut, mengernyitkan dahi dan memandang Densha sebentar, lalu mencoba lari dengan kedua kakinya.
"Ehh mau kemana? Tunggu sebentar!" Cegah Densha yang berusaha mendekati gadis itu. Namun sayang berjalan beberapa langkah saja gadis itu sudah pingsan, nafasnya melemah.
"Bukan saya! Bukan saya!" Ucap Densha lirih dengan mengangkat kedua tangannya, karena dia belum menyentuh nona di depannya ini tapi dia sudah pingsan.
"Oi nona?" Panggil Densha mendekati gadis itu.
"Oi bangun nona!"
Sial! Apalagi ini? Ini bukan kasus kejahatan kan? Mungkin ada kamera di sekitar? Atau mungkin ini lelucon? Tapi luka di tubuhnya sepertinya sungguhan, Sial! Sial! Sial! Aku harus apa?? - Batin Densha yang kebingungan, mengacak-acak rambutnya sendiri merasa frustrasi!
"Baik.. Tenang sebentar!" Ucap Densha sambil melepas jaket yang ia kenakan.
"Duhh.. Mata suciku!" Omel Densha kesal.
Entah bagaimana caranya dia berhasil membungkus tubuh gadis itu dengan jaketnya walau tanpa melihat alias tutup mata, dengan hati-hati Densha menggendong gadis itu dan membawanya pulang ke rumah, berharap setelah gadis ini sadar dia bisa membawanya ke kantor polisi untuk menanyakan siapa keluarga gadis ini.
"Untung badan nona kecil dan pendek, jadi aku tidak terlalu susah membawa nona!" Ucap Densha sembari meletakkan gadis itu di atas sofa.
"Kira-kira kapan nona ini bangun ya?" Gumam Densha penasaran.
Sudah 15 menit Densha menunggu, gadis ini tidak sadar juga, akhirnya dia memutuskan untuk mandi terlebih dahulu baru mengurus gadis tersebut (mengurus dalam artian merawat, merawat luka di tubuhnya)
Keluar kamar mandi Densha mengusap-usap rambutnya dengan handuk kecil, sesaat dia tersadar gadis yang di tolong nya menghilang. Tidak ada di sofa.
"Dasar tidak tahu terima kasih!" Gerutu Densha kesal.
BRUK!!
Suara benda jatuh di belakang sofa, tangan mungil penuh luka terlihat memegang erat bahu sofa, perlahan dia memperlihatkan kepalanya dan mengintip Densha yang berdiri lurus di depannya.
"Ahh anda disana nona?" Ucap Densha dan duduk di sofa lainnya berhadapan dengan sofa tempat gadis itu bersembunyi.
"Keluarlah, tidak apa-apa. Saya bukan orang jahat!" Kata Densha lagi, sambil mengambil sebotol air minum di meja kecil dekat dengan ia duduk, kemudian meminumnya.
Gadis itu perlahan berdiri, belum sampai dia berdiri sepenuhnya Densha sudah berteriak.
"PPFFTT!! Hoi!!" sembur Densha terkejut memuncratkan air minum keluar dari mulutnya.
"Kemana jaket yang aku pasangkan dengan susah payah di tubuhmu?!" Teriak Densha sambil menutup matanya dengan kedua tangan, membayangkan bagaimana susahnya dia tadi memakaikan jaket ke tubuh nona di depannya.
"Sial! Mata suci ku!" Umpat Densha tersipu malu.
Bagaimana tidak? Gadis di depannya ini benar-benar telanjang, rambut panjangnya terurai jatuh ke depan, menutupi bagian dadanya yang bulat berisi.
Gadis itu takut dan kembali bersembunyi menyisakan bagian kepalanya untuk melihat Densha.
Dengan wajah merah padam, Densha berusaha mendekat dan memberikan jaket nya lagi kepada gadis itu, tentu saja tanpa melihat gadis tersebut.
"Ini, pakailah seperti tadi!" Perintah Densha sambil menyerahkan Jaket Hoddienya.
Gadis itu menurut dan memakai jaket yang diberikan Densha, walaupun tidak menutup sempurna, setidaknya jaket itu mampu menutupi bagian-bagian penting.
Setelah itu mereka duduk bersama seolah sedang mengintrogasi, Densha duduk di depan gadis itu.
"Siapa nama nona?" Tanya Densha menatap gadis di depannya.
Gadis itu menatap Densha, diam saja, tidak mengatakan apapun.
"Anda tidak tau? Maksud saya bagaimana orang memanggil anda?" Jelas Densha, tidak biasanya dia banyak bicara seperti ini.
Gadis itu tetap terdiam seperti memikirkan sesuatu, namun dia tetap bungkam.
"Huh! Baiklah! Malam ini nona bisa tidur disini, besok aku akan membawa nona ke kantor polisi, agar nona bisa kembali ke tempat nona tinggal" kata Densha kesal, dia menyerah untuk mengajak bicara nona di depannya. Jadi dia memutuskan untuk pergi ke kamar tidurnya.
"Fuu.. Fuu.." ucap lirih gadis itu.
Densha terkejut dan menoleh ke belakang menatap nona di depannya dengan serius seolah menunggu jawaban.
"Fuu.. Fuu.." ucap lirih gadis itu lagi sambil menatap mata Densha.
"Fuu?" Tanya Densha penasaran.
"Fuu" ucap gadis itu sambil menaruh tangan kanannya di bagian dada.
"Jadi nama nona adalah Fuu?" Tanya Densha lagi.
Gadis itu hanya menganggukan kepala dengan cepat, membenarkan kalimat Densha.
"Baik, nona Fuu ya?" Ucap Densha.
"Jika nona ingin membersihkan diri, kamar mandi ada di sebelah sana" tunjuk Densha ke arah kamar mandi di ikuti Fuu yang menoleh ke tempat yang di tunjuk Densha.
"Besok aku akan membawa nona ke kantor polisi untuk memulangkan nona" kata Densha serius.
Fuu menatap Densha kebingungan dan hanya menggelengkan kepala tanda tidak setuju atau tanda dia menolak di bawa ke kantor polisi.
"Kenapa? Bukankah nona harus pulang?" Tanya Densha.
"Fuu.. Fuu.." Jawab gadis itu dan menaruh tangannya di dada.
"Bu.. kan.. nona.. ini Fuu" timpal gadis itu lagi dengan cara pengucapan yang aneh dan lambat.
"Nona itu panggilan sopan ke perempuan asing" bantah Densha.
"Fuu.. Fuu.. Hanya Fuu" jawab pelan gadis itu.
Apa-apa'an ini? Kenapa aku bertemu gadis aneh ini!! Dan lagi lihat cara dan gaya bicaranya yang juga aneh, seolah-olah bukan dari negara ini! Haahh sudahlah kita urus besok saja. - Densha
Bersambung!!
Halo, Terima kasih sudah membaca! Jangan lupa Like, komentar, favorit, Rate, Vote dan Share ya?? 😘
"Nona ingin mandi?" Tanya Densha dengan ramah.
Fuu diam penuh pikiran berusaha mencerna kalimat yang di katakan pria tampan di depannya ini.
"Man... di??" Tanya Fuu bingung, gadis ini berusaha bicara sebaik mungkin, mempelajari apa yang makhluk darat katakan.
"Iya.. Mandi! Membersihkan diri" Jawab Densha sembari memperagakan diri, gerakan menggosok tubuh, mulai dari badan, tangan dan kaki.
Fuu hanya mengernyitkan dahi tanda tidak mengerti, di susul dengan gelengan kepala yang menjelaskan bahwa dia benar-benar tidak mengerti.
Astaga! Apa aku harus mengajarkannya cara mandi? Atau haruskah aku memandikannya? Dasar sinting - Densha
Densha berusaha memikirkan cara, bagaimana menjelaskan ke nona di depannya ini soal mandi.
"Ayolah! Yang benar saja?! Mandi saja tidak mengerti? Apa nona ini hilang ingatan?" Omel Densha yang sudah kehabisan akal.
Fuu hanya diam membisu, memperhatikan pria di depannya itu.
"Tunggu! Aku punya ide" ucap Densha dan berlari ke kamar tidurnya untuk mengambil handphone.
"Ini.. Lihatlah! Ini iklan sabun sih tapi dia memperagakan bagaimana cara mandi, nona bisa menirunya" Jelas Densha yang menunjukan Handphonenya di depan wajah Fuu.
Fuu memperhatikan layar di depannya seolah-olah menangkap gambar itu dengan jelas, kemudian menganggukan kepala tanda mengerti.
"Ahh... Nona mengerti?" Seru Densha bahagia, akhirnya nona di depannya ini tidak benar-benar bodoh.
"Fuu.. Ini Fuu" Ucap Fuu dengan terbata-bata.
"Baik, baik, baik... Akan aku panggil Fuu! Puas?" Celetuk Densha dengan nada kesal.
Fuu berjalan menuju kamar mandi yang di tunjukan oleh Densha sebelumnya, Densha memperhatikan gadis itu sampai di pintu kamar mandi. Tiba di pintu kamar mandi, Fuu melepas jaket yang di berikan Densha, kini tubuhnya terlihat polos.
"HOI NONA!!" Teriak Densha dan menutup mata dengan kedua tangannya.
Fuu menoleh ke arah Densha dengan tatapan mata penuh tanda tanya, merasa kebingungan Fuu diam saja di depan kamar mandi.
Oh Tuhan! Apa-apa'an ini? Mata suci ku. Hiks.. Hiks.. - Densha
"Cepat masuk ke dalam kamar mandi! Dan tutup pintunya!" Perintah Densha dengan tetap menutup kedua matanya.
"Sial... Aku bisa gila jika begini terus!! Bagaimanapun juga aku ini laki-laki normal" Omel Densha, memaki diri sendiri.
Densha pergi ke kamar memilih beberapa pakaian yang cocok untuk Fuu, karena dia tinggal sendiri di rumah jadi dia memilihkan Fuu beberapa kaos lengan panjang miliknya.
yang mana ya? - Densha
"Astaga!! Aku kaget!!" Kata Densha terperanjak mendapati Fuu ada di belakangnya tanpa busana. Densha otomatis menutup kedua matanya.
"Kau ini tidak di ajarkan sopan santun atau bagaimana? Setidaknya punya rasa malu sedikit dong!" Densha marah-marah, menyerahkan kaos yang dia bawa ke nona di depannya.
"Cepat pakai!! Aku tunggu diluar" ucap Densha cepat dan berlari meninggalkan kamar tidurnya.
Fuu diam tidak menjawab, memperhatikan kaos yang di beri Densha dengan seksama, kemudian memakainya. Tanpa di sadari bibir mungil gadis ini tersenyum kecil.
Fuu berjalan menuju ruang tamu tempat Densha menunggunya, dia berjalan melewati Densha yang sedang duduk, kemudian duduk tepat di depan Densha.
"Astaga! Seberapa dosa kah aku padamu Tuhan?"
Densha menghela nafas berat dan menutup mata, menenangkan pikiran dan emosi agar dia tidak benar-benar gila.
"Nona? Maksudku Fuu. Pakaian mu terbalik!" Tegas Densha.
"Ter.. Ba.. Lik??" Tanya Fuu.
"Jangan bilang kau tidak mengerti arti terbalik?" Tanya Densha menahan emosi.
Fuu terdiam, menggelengkan kepala, gadis itu benar-benar tidak mengerti arti kata terbalik.
JEDUARR!!
(Pikiran Densha meledak)
Suara kepala Densha yang meledak karena menahan emosi hampir terdengar ke seluruh penjuru kota, wajahnya memerah kehabisan kata-kata untuk meladeni nona di depannya ini.
Kenapa tidak kau bunuh saja aku? - Ucap Densha dalam hati.
"Sudah lah, biarkan saja bajumu yang terbalik hari ini!" Kata Densha menyerah menghadapi Fuu.
"Lain kali kalau kau memakai baju, bagian jahitan kaos itu kau pakai di bagian dalam bukan di bagian luar! Mengerti?" Tegas Densha dan menunjuk jahitan pakaian.
Fuu hanya menganggukan kepala tanda mengerti kemudian menatap Densha lagi.
"Apa?" Tanya Densha, membuang muka dan melirik Fuu dengan ekor matanya.
Fuu diam dan memegang perutnya, gadis itu merasakan sesuatu yang begitu menyakitkan menyerang bagian perutnya, dengan wajah sedih dia menatap Densha.
"Apa kau lapar?" Tanya Densha.
"La... par?" Tanya balik Fuu.
"Aku benar-benar gila!"
"Lapar? Maksudku kau ingin makan? Makan? Ma.. Kan.. ?" Imbuh Densha dan memperagakan gerakan makan manusia normal. Karena dia yakin gadis di depannya ini sungguh tidak normal.
Fuu menganggukan kepala tanda setuju dengan kalimat yang Densha ucapkan.
"Baiklah. Kemari lah! Ikuti aku"
Fuu menurut, mengikuti Densha dari belakang menuju dapur. Sesampainya di dapur Densha mengambil beberapa lembar roti dan segelas susu untuk Fuu.
"Ini, makanlah" menyodorkan piring yang ia bawa berisi beberapa lembar roti.
Fuu mengambil selembar roti dan memasukan ke mulutnya.
"Huweekkk!!" Fuu memuntahkan roti tawar yang di berikan Densha untuknya.
"Kenapa? Ada apa? Apa roti ini basi?" Tanya Densha yang terkejut dengan reaksi Fuu sehabis menggigit ujung roti. Densha memakan selembar roti yang ada di piring, mencicipi roti tersebut.
"Hmm.. ini normal? Apa yang salah?"
Fuu diam saja meletakan roti yang ia makan hanya secuil ke piring yang di bawa Densha, dia berjalan menyusuri dapur berusaha mengendus sesuatu, sesuatu yang tidak asing baginya, gadis itu berhenti tepat di depan lemari es besar milik Densha.
"Kau mau apa?" Tanya Densha dan membukakan pintu kulkas untuk Fuu.
Fuu melihat isi kulkas dan menemukan sekotak ikan mentah yang sudah di bersihkan di dalam kulkas. Rencananya ikan itu akan di masak Densha besok pagi. Fuu mengambil kotak ikan itu dan membukanya, memakannya secara langsung di depan Densha yang benar-benar terkejut plus ngeri menyaksikan pemandangan di depannya.
"Hei.. Hei.. Jika kau benar-benar lapar, tidak perlu mendramatisir begitu!" Cegah Densha, berusaha mengambil kotak ikan yang di bawa Fuu.
"Ggrrr" Fuu mengerang seperti kucing yang menemukan makanan lezat lalu di dekati kucing lain.
Merasa ada yang tidak beres, Densha memilih mundur dan membiarkan nona di depannya ini berbuat seenaknya.
"Fuahhh!" Ucap Fuu puas mengelap mulutnya dengan tangan, setelah menghabiskan satu kotak ikan mentah dan menyerahkan wadah kotak itu ke Densha.
Densha menerima wadah kotak itu dengan kesal campur bingung, sebenarnya apa yang terjadi? Kenapa dia mengalami hal seperti ini?
Setidaknya bilang terima kasih dong - Densha.
Hari semakin larut, malam tanpa bintang memeluk kota kecil itu. Sepasang makhluk tengah bertatap pandang dalam kebingungan, terutama sang pria. Tidak biasanya dia membawa perempuan pulang ke rumah, pria itu tengah memikirkan sesuatu.
"Ehem!" Seru Densha, mengepalkan tangannya di dekat mulut. Berusaha memulai percakapan.
Fuu diam menatap Densha dengan tenang.
"Begini nona..." kata Densha, disambut dengan pelototan mata Fuu.
"Maksudku Fuu" Timpal Densha menjelaskan.
"Oh iya... Namaku Densha! Di rumah ini, aku tinggal sendirian. Dan sebelum itu aku tidak pernah membawa teman perempuan ke dalam rumahku"
Fuu memperhatikan cara Densha berbicara dan mencerna kata-kata yang di lontarkan pria tampan di depannya ini, percayalah! Makhluk laut ini sedang beradaptasi dan mempelajari tata cara hidup sebagai manusia.
"Kurasa tidak penting apa yang aku katakan!" Kata Densha saat memperhatikan Fuu yang tidak merespon kalimatnya.
"Kau bisa tidur di sini! Di sofa ini!" Perintah Densha, kemudian berdiri dan berjalan pergi meninggalkan Fuu.
Semoga ini hanya mimpi! - harap Densha dalam hati.
Gadis cantik itu tetap duduk di sofa memperhatikan kedua kaki rampingnya, memainkannya dan tersenyum sendiri. Memperhatikan kedua tangannya dan menggerakkannya sesuai ingatan saat dia memperhatikan Densha bermain dengan tangannya.
"Den.. Sha.." ucap Fuu lirih dan senyum-senyum sendiri.
"Man.. Di, Ter.. ba.. Lik, Ma.. kan" mengulangi setiap kata yang asing untuknya dan mempelajari setiap kata itu secara berulang-ulang. Hingga gadis itu tertidur di tempatnya duduk.
***
Matahari terbit bersinar dengan cantiknya, menembus jendela kamar Densha berusaha menyentuh wajah tampan nan dingin pria itu.
"Uhmm.." geliat Densha meregangkan tubuh, memutar-mutar tubuhnya hingga selimut yang ia kenakan seakan membungkus tubuh pria tersebut. Perlahan membuka mata indahnya menyambut pagi hari yang cerah.
"ASTAGA!!" Teriak Densha, terbangun dari tidurnya dan kini posisinya sedang duduk di atas tempat tidur.
"Se... Sejak kapan kau disini?" Tanya Densha malu dan menutup seluruh badannya dengan selimut, menyisakan bagian kepalanya saja.
Gadis itu bengong, mengernyitkan dahi lalu berjalan keluar dari kamar Densha.
"Hoi, jika ada orang yang bertanya seharusnya kau jawab!!"
Duh! Bikin kaget saja, kenapa makhluk yang bernama wanita itu selalu merepotkan sih, dan lagi bisa-bisa nya dia masuk ke kamar ini! - Densha
Densha bersiap diri untuk ke sekolah, memakai seragam dengan rapi, merapikan buku pelajarannya di dalam tas dan segera menemui Fuu di ruang tamu, tempat semalam ia meninggalkan gadis itu.
"Kau lapar?" Tanya Densha.
"Tidak!" Jawab Fuu cepat, dan tersenyum menatap Densha.
"Apa? Kau bilang apa barusan?" Tanya Densha lagi dan mendekati gadis mungil di sampingnya itu, seakan tidak percaya dengan gaya bicara Fuu.
"Tidak" kata Fuu lagi dan tersenyum kecil.
"Wow, caramu bicara sudah lebih baik dari kemarin! Baguslah!" Puji Densha sambil memakan selembar roti, tanpa di sadari pria ini tersenyum tipis.
"Mau.. Ke.. mana?" Tanya Fuu lirih.
"Oh iya, aku akan ke sekolah. Setelah pulang sekolah nanti baru kita pergi ke kantor polisi, jadi tunggu saja aku di rumah! Mengerti?" Perintah Densha mengacungkan jari telunjuknya di depan Fuu.
"Tidak" Jawab Fuu tanpa ekspresi.
"Tidak?"
"Tidak, tidak mau" Fuu menggelengkan kepala, menolak di bawa ke kantor polisi.
"Kalau kau seperti ini aku malah semakin mencurigai mu" Sindir Densha dan menatap mata gadis itu.
"Fuu... Tidak mau"
"Hei, ini rumahku! Jadi terserah aku mau lakukan apapun kepadamu!" Jelas Densha dan mendekatkan wajahnya ke depan wajah Fuu.
Ya Tuhan! Cantik sekali - gumam Densha dalam hati.
"Aisshhh! Sial!" Ucap Densha buru-buru memalingkan wajahnya jauh-jauh dari wajah Fuu, menutup sebagian muka dengan tangan kirinya.
"Tunggu aku! Dan tetap dirumah!" Perintah Densha dan berjalan pergi keluar rumah, menutup pintu namun tidak di kunci. Fuu hanya diam memperhatikan Densha hingga hilang di balik pintu.
.
.
.
.
Densha berjalan menuju ke sekolah bertemu Moa di persimpangan jalan, Moa melambaikan tangan ke Densha dan menghampiri pria tersebut.
"Kau tahu tidak? Badai kemarin?" Moa memulai percakapan.
"Ada apa?" Tanya Densha.
"Deras ya" Jawab Moa disusul dengan tertawa berusaha menggoda temannya ini.
"Sederas kebodohanmu!"
"Hahaha kau ini!" Gerutu Moa kesal.
"Aku serius, di TV tadi di temukan kapal nelayan tapi tidak ada kru kapal di dalamnya" kata Moa heran.
"Mungkin mereka tenggelam" jawab Densha yang berpikir positif.
"Hei bung! Jika tenggelam, kenapa hanya manusia nya saja? Kapalnya masih mengapung dengan tenang tuh"
"Aku tidak tahu, menurutmu kenapa?"
"Menurutmu putri duyung itu ada atau tidak?" Moa bertanya dengan antusias.
Densha menghentikan langkahnya, menatap Moa dengan sinis.
"Kau sama gilanya dengan kedua orang tuaku!" Jawab Densha dan berjalan cepat meninggalkan Moa.
"Apa?!" Tanya Moa terkejut, menyusul Densha.
"Hoi tunggu! Aku tidak bermaksud, ayolah!" Rengek Moa dan mengikuti Densha.
BRAKK!!
Seorang gadis menabrak tubuh Densha dan gadis itu terjatuh. Densha memperhatikan gadis itu, rambutnya berwarna biru gelap sebahu, dan memakai seragam milik sekolahnya.
"Maaf!" Kata gadis itu mendongakan kepala menatap dua pria di depannya.
"Kau tidak apa-apa?" Tanya Moa dan membantu gadis itu berdiri.
"Ahh iya, aku tidak apa-apa" jawab gadis itu dan melihat wajah Densha.
"Kau satu sekolah dengan kami?" Tanya Moa lagi.
"Ya, sepertinya begitu" menjawab Moa namun tetap memperhatikan Densha.
"Ayo Moa, kita bisa terlambat!" Kata Densha menarik lengan baju Moa, tidak melihat gadis di depannya sama sekali kemudian berlalu pergi meninggalkan gadis itu.
"Siapa pria itu?"
Gadis itu berjalan ke arah sebaliknya dari yang di tuju kedua pria itu (memang niat bolos), melewati rumah Moa dan saat akan menyebrangi jembatan dia melihat seorang gadis yang sangat cantik, tubuhnya mungil, ramping, rambut hitam lurus dibagian atas dan sedikit keriting di bagian bawah terurai berantakan sepinggang, kulitnya putih bersih dan anehnya gadis ini tidak memakai alas kaki, memakai baju secara terbalik juga. Membuat nya tertawa terbahak-bahak. Dia mendekati gadis mungil nan cantik itu.
"Halo nona?"
Fuu terkejut terbelalak memperhatikan gadis di depannya ini.
Astaga! Mungkinkah kau? - Batin gadis yang menyapa Fuu.
Tidak, ini tidak mungkin, mana mungkin ini bisa terjadi, tapi bagaimana bisa dia di sini! - batin si gadis.
Fuu tetap diam saja. Memundurkan badannya perlahan-lahan, berusaha menghindari gadis asing yang ada di hadapannya itu dan bersiap untuk lari.
BERSAMBUNG
Halo, jika kalian menyukai Novel ini jangan lupa Like, Komentar, Favorite, Vote dan rating ya? dukungan dari kalian sangat berarti bagi saya... Terima Kasih 😘
Mod, gadis bertubuh tinggi proposional, kulit kuning langsat, wajah manis dan bibir mungil menggoda. Kategori siswi cerdas dalam bidang olahraga di sekolahnya, banyak siswa laki-laki yang menyukainya (karena fisik).
Namun hati nya hanya tertuju pada pria dingin yaitu Densha, sifat Densha yang dingin dan misterius sangat membuat Mod penasaran dan ingin menaklukan pria tersebut dengan pesona yang dia miliki.
Tetapi kejadian kemarin membuat Mod sedikit malu untuk bertemu Densha lagi, apalagi gosip-gosip penolakan Densha berseliweran di seluruh sekolah, banyak yang menatap Mod rendahan. Padahal justru mereka yang lebih menyukai Densha tapi tidak berani mengakui perasaan mereka masing-masing, karena gadis setara Mod saja tidak mampu. Apalagi yang hanya mereka.
"Mod?" Sapa Lil saat berpapasan dengan gadis tersebut.
"Ada apa Lil? Dimana kembaran mu yang suka bergosip itu?"
Yahh.. Lil mempunyai kembaran, satu-satunya siswa kembar di sekolah ini. Nama kembarannya Pil, walau begitu si kembar ini sangat bertolak belakang, jika Lil sangat baik dan rajin maka Pil kebalikannya dari Lil.
"Anu... aku minta maaf jika saudariku..."
"Bukan kau yang salah!" Bantah Mod memotong pembicaraan Lil.
"........."
"Aku pasti bisa mendapatkan Densha! Lihat saja nanti!" Kata Mod percaya diri.
"Dan.. bilang pada saudari kembar mu itu! Jika dia menyukai Densha buktikan jangan hanya diam saja seperti pengecut!" imbuh Mod.
Di lain sisi Densha dan Moa berjalan melewati Mod dan Lil. Awalnya Densha tidak terlalu peduli dengan eksistensi mereka, namun pria itu menghentikan langkah kakinya dan berbalik mendekati Mod.
"Aduh! Sial!" Ucap Mod yang menutup mukanya dengan buku yang ia bawa. "Hei, Lil dia tidak kesini kan?"
"Sayangnya dia berjalan kemari" Bisik Lil dan menunjuk ke arah Densha datang.
"Hei Mod" sapa Densha mendekati Mod dan Lil.
"Oh! Hai Densha" sapa balik Mod dan menurunkan buku dari mukanya.
"Apa hari ini kau ada acara?" Tanya Densha tanpa basa-basi.
"Wow wow, setelah kemarin kau tolak. Kau mau mengajak Mod pergi kencan?" Celetuk Moa dan menggelengkan kepala.
"Berisik!" Jawab Densha dan menoleh ke arah Moa.
"Aku tidak mengerti dengan jalan pikiranmu Bro!"
Densha hanya menatap Moa, bingung bagaimana cara menjelaskan pada pria di sampingnya itu bahwa ia tidak bermaksud pergi kencan dengan Mod.
"Jadi bagaimana Mod?" Tanya Densha lagi, merasa belum ada jawaban dari Mod.
"Ahh.. ada, aku ada banyak waktu untukmu"
"Baiklah, aku tunggu sepulang sekolah di gerbang depan" ucap Densha dan pergi meninggalkan tempat Mod.
"Kau lihat Lil? Sudah kubilang cepat atau lambat aku akan mendapatkan Densha" kata Mod dengan sangat percaya diri lalu menyenggol bahu Lil.
"Ya.. selamat untukmu Mod!"
Moa mendengus kesal dan duduk di bangku, belakang tempat duduk Densha, dia sungguh tidak ingin berbicara apapun dengan Densha.
"Moa?" Sapa Densha.
"Moa sudah mati!" Jawab Moa kesal dan membuang muka.
"Ayolah Moa! Aku hanya ingin Mod menemaniku membeli beberapa pakaian" kata Densha menjelaskan tujuannya.
"Kenapa harus Mod? Jika hanya untuk menemani membeli beberapa pakaian aku juga bisa"
"Aku ingin membeli pakaian wanita" kata Densha lagi.
"Setelah kemarin kau tolak, sekarang kau ingin membelikannya pakaian?"
"Bukan untuk Mod" jawab Densha dan menyandarkan bahunya ke kursi.
"Lalu untuk siapa?"
"Kau tidak perlu tau!" Jawab Densha santai.
"Astaga Bro! Kau bukan seperti itu kan?" Moa terkejut, takut temannya ini memiliki kepribadian ganda.
"Dasar tidak waras! Mana mungkin aku melakukan hal itu" omel Densha dan memukul kepala Moa dengan buku.
"Aduh!" Menahan sakit, "Lalu untuk siapa? Kau kan anti wanita!!" cerocos Moa kesal dan benar ingin tahu.
"Kalau aku bilang untukmu? Kau mau apa?" Goda Densha tertawa dan mengedipkan sebelah mata kepada Moa.
"Kau benar-benar sinting Bro!" Ledek Moa ngeri memperhatikan Densha, tiba-tiba Moa merasakan merinding yang luar biasa di sekujur tubuh.
Ini tidak mungkin! Ini tidak mungkin! Sial! Kenapa pikiranku kemana-mana sih! - kata hati Moa.
.
.
.
.
.
"Tunggu!" Panggil gadis dengan rambut biru gelap sebahu.
Fuu terdiam dan berbalik, mengernyitkan dahi kepada nona di depannya.
"Namaku Katrina, kau siapa?" Katrina mulai mengulurkan tangan nya, ia ingin berkenalan dengan gadis aneh yang ia temui saat ini.
Fuu hanya diam, tidak menerima uluran tangan Katrina, berpikir sejenak dan memandang Katrina.
"Fuu" Jawab Fuu singkat.
"Fuu? Nama yang lucu" ucap Katrina tergelak tanpa suara, menarik uluran tangannya yang tidak dijawab oleh Fuu.
"Ada.. Apa?" Tanya Fuu terbata-bata.
"Kau bukan dari sini ya? Siapa kau sebenarnya?" Tanya Katrina dengan wajah jahilnya.
Fuu mundur, terkejut dan merasa dalam situasi yang berbahaya.
"Gggrrr!" Erang Fuu menatap tajam Katrina.
"Hei.. Hei.. Tenang, aku bukan orang jahat kok!" Kata Katrina dan mendekati Fuu, menangkap tangan mungil Fuu agar gadis cantik itu tidak lari.
GUBRAK!!!
Fuu menendang Katrina cukup kuat hingga membuat Katrina jatuh tersungkur beberapa meter dari tempatnya berdiri, meringis menahan sakit.
"Sial! Apa-apa'an kau ini!" Ucap Katrina kesal dan memegang sikunya yang terluka.
"Ggrr! Gggrr!" Fuu mengerang dan mendekati Katrina perlahan-lahan, memperhatikan Katrina yang menahan sakit.
"Apa yang kau lihat?"
"Puas?? Apa ini caramu berkenalan dengan orang! Dasar gadis bodoh!" Omel Katrina kesal, kemudian berdiri seolah tidak terasa sakit lagi.
"Fuu salah?"
"Apa?"
"Apa Fuu salah?"
"Tentu saja kau salah!" Teriak Katrina memaki-maki Fuu.
Katrina memperhatikan gadis aneh di depannya ini dan menghela nafas.
"Mau ikut aku?"
"Ke-ma-na??"
"Kita perbaiki penampilanmu, aku hari ini bolos sekolah dan aku tidak punya teman yang bisa aku ajak pergi. Mau pergi bersama?" Jelas Katrina panjang lebar.
Katrina membawa Fuu ke sebuah tempat perbelanjaan, disana dia memilihkan beberapa pakaian untuk Fuu, dia membeli dua mini dress tanpa lengan, beberapa kaos santai untuk dirumah, beberapa pasang pakaian dalam dan dua rok pendek selutut dengan warna yang berbeda, tidak lupa dia membelikan alas kaki atau sendal santai untuk di kenakan Fuu, walaupun dengan sedikit memaksa akhirnya Fuu mau memakai sendal yang di berikan Katrina.
Selesai berbelanja beberapa potong pakaian, Katrina membawa Fuu ke salon untuk merapikan rambut Fuu dan menyisirnya.
"Wow! Kau cantik sekali Fuu" kata Katrina riang dan memeluk Fuu.
"Can... Tik??" Tanya Fuu tidak mengerti.
"Cantik itu baik, maksudku kau memiliki wajah yang indah" jelas Katrina senang dan menggandeng tangan Fuu.
Gadis itu hanya tersenyum saja dengan perhatian yang di berikan Katrina padanya. Fuu merasa nyaman di dekat Katrina, seolah-olah sudah kenal lama.
"Kau lapar Fuu?"
"Lapar" Fuu menganggukan kepala pelan.
"Kita makan disana yuk! Itu restoran Jepang" tunjuk Katrina dan menarik tangan Fuu.
Sesampainya di restoran Jepang, Katrina memesan dua porsi sashimi, satu untuknya dan satu lagi untuk gadis asing yang dia temui di jalan.
"Apa?" Tanya Fuu singkat.
"Yang benar itu, apa ini? Begitu" Katrina menerangkan beberapa kata yang di ucapkan Fuu, agar Fuu bisa berbicara dengan baik.
"Ini sashimi, kita memang memakannya secara mentah" Jelas Katrina dan mengambil selembar daging ikan kemudian memakannya. Fuu menirukan gerak Katrina, gadis ini belajar dengan cepat.
"Nah begitu, bagus Fuu!" Kata Katrina senang.
Katrina terus memperhatikan Fuu, memperhatikan caranya bicara, cara dia berjalan yang begitu hati-hati, cara dia menggerakkan tubuhnya, dan ekspresi mukanya yang polos. Katrina mengantar Fuu sampai di depan rumah dan memberi salam perpisahan pada Fuu, Katrina memeluk Fuu.
"Hati-hati ya?" Kata Katrina, kata-kata Katrina barusan mengandung banyak arti yang tidak Fuu pahami.
"Katrina, sampai jumpa!" Ucap Fuu dan melambaikan tangan pelan kemudian tersenyum kecil.
Lucu sekali, masih sangat polos, lihat wajahmu itu! - batin Katrina, dan tersenyum melambaikan tangan pada Fuu, kemudian berjalan pergi meninggalkan rumah Fuu (lebih tepatnya rumah Densha)
***
(Sore Hari di pusat perbelanjaan)
Densha berjalan melihat-lihat beberapa pakaian wanita di depannya.
"Mod, pilih menurutmu yang paling bagus" perintah Densha pada gadis di sampingnya.
"A-aku??"
Densha hanya menganggukan kepala tanda setuju dan membiarkan Mod memilih beberapa model pakaian yang ia sukai.
Apa ini? Apa Densha ingin minta maaf padaku, atau ingin menjadikan aku pacarnya. Kenapa aku disuruh memilih pakaian yang paling bagus, dia mau aku pakai pakaian seperti apa ya? Ahh! Aku senang sekali, belum pacaran sudah di belikan baju, apalagi kalau sudah ya? - ucap Mod dalam hati kegirangan.
"Kau sudah selesai?" Tanya Densha dan memperhatikan Jam di tangannya.
"Kau tidak ingin melihatku mencobanya?" Tanya Mod balik.
"Untuk apa aku melihatnya?"
"Jika baju ini tidak cocok denganku bagaimana?" Tanya Mod sedih, berusaha tampil menggemaskan di depan Densha.
"Aku tidak peduli"
"Wah, kau begitu sukanya padaku ya? Sampai kau tidak peduli pakaian apapun yang aku pakai, kalau begini kenapa kemarin kau menolak'ku?" Ucap Mod malu-malu dan tersenyum manis.
"Apa?" Densha terlihat bingung. "Kau dan Moa sama saja!" Kata Densha lagi dan membawa semua pakaian yang di pilih Mod ke kasir.
"Apa maksudmu? Mengajak seorang gadis berbelanja bukankah itu artinya kau menyukaiku?" Tanya Mod penasaran, berlari mengikuti Densha.
"Hah..." Densha menghela nafas panjang. "Dengar Mod, aku memintamu memilih beberapa baju ini bukan untukmu, ini untuk orang lain, aku meminta bantuan'mu karena sepertinya ukuran tubuhmu dan dia sama, mungkin lebih tinggi kau dibanding dia. Dia sungguh pendek"
"DIA??" teriak Mod keras, seolah tidak percaya apa yang di katakan Densha.
"Kecilkan suaramu!" Perintah Densha dan membayar belanjaannya ke kakak kasir.
"Dia siapa?"
"Bukan siapa-siapa" jawab Densha.
"Laki-laki bodoh!" Maki Mod dan mendorong tubuh Densha.
"Ayolah Mod! Aku tidak bilang ini kencan kan? Aku tidak menyukaimu, kita hanya sebatas teman!"
Wajah Mod memerah mencoba untuk tidak menangis namun gagal. Dia tidak bisa menahan rasa sakit hatinya, dia sadar memang dialah yang terlalu berharap cinta dari Densha yang dia sudah tau bahwa sulit untuk mendapatkannya.
"Jangan menangis, jangan membuatku malu disini!" Kata Densha menatap Mod tajam.
"Kau bodoh!" Kata Mod, pergi berlari meninggalkan Densha sendiri.
"Kurasa, besok aku harus minta maaf padanya"
Sampai di lantai bawah, Mod celingak-celinguk menoleh ke belakang mencari sesuatu namun tidak ketemu.
"Sial! Kenapa dia tidak mengejar'ku?" Gerutu Mod kesal, mendapati bahwa Densha tidak mengikutinya.
"Dasar buku tidak berguna, katanya jika wanita menangis kecewa di depan pria yang disukai dan berlari pergi, pria itu akan mengejar si wanita. Ini apa? Bahkan mungkin sekarang Densha sudah pulang!" Mod memukul-mukul buku yang dia bawa di dalam tas dan membuang buku itu ke tong sampah.
"Sia-sia aku mengeluarkan air mata!" Ucap Mod dan mengusap kedua matanya.
Percayalah Mod tidak benar-benar menyukai Densha, mungkin hanya rasa ingin memiliki agar di pandang takjub seisi sekolah.
***
"Aku pulang" Densha membuka pintu rumah dengan membawa beberapa tas kantong berisi pakaian untuk Fuu.
"Densha?"
"Fuu? Itu kau?" Tanya Densha tidak percaya.
Melihat Fuu memakai mini dress berwarna kuning tanpa lengan, rambut tertata rapi, membuat Fuu nampak cantik dan imut. Dan yang paling membuat Densha terkejut adalah, luka di sekujur tubuh Fuu menghilang tanpa bekas. Karena yang Densha tau, saat dia menemukan gadis itu, di tubuhnya penuh luka. Kini kulit Fuu putih bersih seakan tidak pernah mengalami luka pada kulit sama sekali.
"Darimana pakaian itu?" Tanya Densha heran.
"Ini? Katrina" jawab Fuu singkat dengan wajah lugu.
"Katrina? Siapa itu Katrina?" Tanya Densha lagi dan berjalan ke sofa ruang tamu, menjatuhkan tubuhnya di atas sofa dan melepas sepatunya.
"Katrina bilang dia teman Fuu"
Densha memandang Fuu lekat dan mendekatkan tubuhnya ke arah Fuu, memandang mata gadis itu.
"Kalau dia bilang dia ibumu, kau akan percaya?" Densha menunjukkan wajah marah.
Fuu menggelengkan kepala tanda tidak setuju dengan ucapan Densha.
"Dengar! Jika kau di beri sesuatu oleh orang asing, harusnya kau tolak! Bagaimana jika orang asing itu berbahaya!!" Teriak Densha marah-marah, memaki Fuu.
"Katrina bilang dia bukan orang jahat"
"Sudah berani menjawab ya?" Ucap Densha sinis. "Fuu! Tidak ada orang jahat yang akan mengaku dirinya jahat!"
"Maaf" kata Fuu pelan dan menatap Densha sedih.
"Belajar darimana kata itu?" Sindir Densha melepaskan tangannya dari bahu Fuu.
"Katrina yang ajarkan"
"Katrina? Aku jadi penasaran siapa itu Katrina!"
"Dia baik, dia mempunyai ba... ju... seperti Densha" terang Fuu masih sedikit kurang lancar dalam berbicara.
"Baju?" Densha terkejut, "Baju sekolah ini?" Tanya Densha lagi.
Fuu menganggukan kepala dan menunjukan semua pakaian yang di belikan Katrina, termasuk sendal baru miliknya.
Kenapa aku buang-buang uang untuk membelikannya pakaian? Jika sudah ada malaikat Katrina yg bahkan tidak aku ketahui membelikan Fuu sebanyak ini - Densha.
"Densha?"
"Hemm??" Jawab Densha tanpa menoleh ke arah Fuu.
"Ini apa?" Tanya Fuu, "dan ini juga apa? Bagaimana cara Fuu memakai ini?" Tanya Fuu sekaligus.
"YA TUHAN!!" Densha menutup mata, "Singkirkan itu dari pengelihatan ku!" Perintah Densha, wajah pria itu memerah seperti tomat.
Fuu kebingungan dan memasukkan barang yang dia pegang ke dalam tas kantong lagi, sambil menatap Densha yang bingung.
Astaga! Jantungku! Gadis ini benar-benar ingin aku mati terkena serangan jantung atau bagaimana? Bisa-bisa nya dengan wajah polos seperti itu menenteng celana dalam dan Bra di depanku, menanyakan ini apa dan bagaimana cara memakainya? Sungguh tidak waras! - Densha
Pria itu mengomel di dalam hati, wajahnya semakin memerah, mengutuk diri sendiri, dia benar-benar sudah kehilangan mata sucinya.
BERSAMBUNG!!
Halo, Terima kasih sudah membaca! silahkan Like, komentar, favorit, rating dan Share. Dukungan dari kalian sangat berarti bagi saya 😘🙏
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!