NovelToon NovelToon

Married With Alvaro

BAB 1 (Revisi)

Kringg....

Suara alarm berbunyi nyaring, memenuhi kamar minimalis bercat putih dengan puluhan buku yang tertata rapi di dalam rak besi di samping ranjang.

Terlihat seorang gadis masih nyaman dengan posisi tidurnya. Tak menghiraukan jam yang terus berdering meramaikan pagi ini.

Brak! seorang wanita paruh baya membuka pintu dengan kasar dan berjalan cepat mendekati ranjang. "Vanka, bangun! kamu nggak pergi ke sekolah?" tanyanya dengan suara menggebu.

Hening, tidak ada jawaban dari bawah selimut tebal itu. Vanka sama sekali tidak terganggu dengan teriakkan sang ibu. "Vanka!" panggilnya lagi. Kesal di abaikan, lantas wanita paruh baya itu mengambil sebaskom air dari dalam kamar mandi.

Lalu menyemprotkannya secara sedikit demi sedikit pada wajah cantik Vanka. "Bangun!" perintah sang bunda. Menampilkan wajah garang khas emak-emak Indonesia.

Hoam! Vanka mengerjapkan mata, mencoba mengumpulkan nyawa. Ia menguap beberapa kali, sesekali merenggangkan tubuhnya yang terasa kaku.

"Sekarang jam berapa bunda?" tanya Vanka seraya menggaruk rambutnya yang berantakan dan mengusap air dingin yang memenuhi wajahnya.

"Enam lebih sepuluh!" mata yang semula menyipit kini berubah melebar setelah mendengar jawaban sang bunda. Sial! Vanka terlambat.

Segera Vanka beranjak dari tempat tidur dan masuk kedalam kamar mandi. Tak lupa ia menyahut handuk putih yang tergantung tinggi di samping pintu kamar mandi.

"Dasar bocah labil!" Dina menggelengkan kepalanya tiga kali, sebelum menggerakkan tangannya, membuka gorden kamar.

"Cepat turun ya Van!"

"Okeeh!" teriak Vanka dari dalam sana. Dina pun berlenggang keluar. Memutuskan menyiapkan sarapan sembari menunggu anak gadisnya selesai bersiap-siap.

...----+++----...

Sepuluh menit berlalu, Vanka meraih seragam sekolahnya dan memakainya dengan cepat. Kemudian, menyisir rambutnya yang mengembang, tak lupa memakai pelembab dan mengoleskan liblam.

"Sempurna!" puji Vanka untuk dirinya sendiri. Tak membuang-buang waktu, Vanka menyahut tas ranselnya dan berlari menuruni tangga.

"Pagi semua!" sapa Vanka pada ayah, bunda, dan kakaknya begitu sampai di ruang makan.

"Pagi!" jawab mereka serempak. Vanka tersenyum tipis sebelum menjatuhkan diri ke kursi kosong yang ada di samping Satya.

Vanka meraih dua lembar roti dan mengoleskan selai coklat di antara kedua lembaran roti tersebut.

Dengan sekali lahap, Vanka menghabiskan roti itu.

"Dek kalo makan pelan-pelan, tersedak baru tau rasa lo!" tegur Satya- kakak laki-laki Vanka. "Gue udah telat nih, bang!" Vanka menjawab seraya menuangkan air putih kedalam gelas.

"Salah lo sendiri, bangun kesiangan!" cibir Satya, dengan senyum sinisnya. "Ck, banyak omong lo!" seru Vanka kesal. Sebelum akhirnya menegak air putih tersebut hingga tandas.

"Ayah, bunda! Vanka berangkat dulu ya!" pamit Vanka sembari mencium punggung tangan kedua orang tuanya secara bergantian.

"Iya! Hati-hati ya Van," seru Dina dan di angguki oleh Vanka. Setelah berpamitan, Vanka buru-buru mengeluarkan motor matic nya dari dalam garasi. Tak lupa memanasi nya seraya memakai sepatu.

"Assalamu'alaikum!" ujar Vanka sebelum menarik gas dan melajukan motor matic nya menuju ke sekolah. Dengan kecepatan penuh Vanka mengendarai motor bertuliskan brand Vario tersebut melewati jalanan kota.

Perjalanan dari rumah ke sekolah membutuhkan waktu sekitar 30 menit. Namun, karena Vanka mengebut, sekitar 20 menit gadis itu sudah sampai di parkiran sekolah.

"Untung aja, gue nggak telat!" ucapnya lega. Pasalnya sudah tujuh kali dalam sebulan Vanka terlambat, bahkan guru bk pernah memberinya surat panggilan orang tua.

Tentu saja, setelah itu kehidupan Vanka tidak baik-baik saja. Setiap pagi, bundanya datang ke kamar dan membangunkannya dengan cara yang tidak manusiawi. Tetapi, bukan Vanka namanya jika dia berubah menjadi gadis yang rajin.

Setelah memarkir sepeda motornya, Vanka berlari menuju kelas. Tapi tiba-tiba saja, seseorang menabrak tubuhnya. Vanka yang kehilangan keseimbangan, lantas jatuh tersungkur di atas lantai koridor.

“Heh! kalo jalan pakek mata, jangan pakek jidat!” kesalnya, sembari membersihkan sisa debu yang menempel di pakaiannya.

Hening sejenak, lantas Vanka mendongak kala tak kunjung mendapat jawaban dari sang tersangka. Matanya menajam, tatkala melihat sosok pemuda tampan berdiri dengan gaya sok coolnya. Tanpa ada niatan meminta maaf ataupun menolongnya.

"Lo itu tersangka, kok diam aja sih!" cibir Vanka marah.

"Lalu?"

"Ya, seenggaknya lo minta maaf kek!" Vanka menyahut, tapi sialnya pemuda itu mengabaikan ucapannya dan kembali melanjutkan langkah. Meninggalkan Vanka seorang diri.

"Sialan! masih pagi mood gue udah ancur gara-gara cowok tadi!" gerutu Vanka sebelum akhirnya berdiri dan kembali berlari menuju kelasnya.

"Pagi bestie!" teriak Vanka begitu melewati pintu kelas. Semua orang memutar bola matanya dan membuang muka. Tidak peduli.

"Nggak usah teriak-teriak bege!" seorang siswi dengan dandanan menor datang menghampiri dan menegurnya secara tegas.

"Biar rame, Sher!" mengacungkan dua jarinya.

"Masalahnya, candaan lo itu nggak lucu Van. Yang ada rusak nih gendang telinga gue!" seorang siswi kalem ikut menyahut, menyalahkan Vanka.

Ya, mereka adalah sahabat karib Vanka sejak duduk di bangku sekolah menengah pertama. Sherly Amilia dan Hana Nur Aini.

"Ya maaf!" Vanka menyengir kuda. Tak menyesal ataupun merasa bersalah.

"Terserah!"

Setelah pertengkaran penuh drama itu, bel berbunyi. Menandakan kelas akan segera dimulai. Semua murid duduk di kursi masing-masing. Menunggu guru yang akan mengajar mereka.

...----+++----...

Teet Teet Teet

Bel berbunyi, menandakan waktu istirahat telah di mulai. Vanka bersama dengan kedua sahabatnya pergi ke kantin untuk mengisi perut masing-masing.

Ketiganya duduk di pojok kantin. Di mana meja tersebut merupakan tempat strategis. Di sana Mereka bisa melihat suasana kantin secara keseluruhan.

"Gue yang pesenin, kalian mau apa?" tanya Sherly pada kedua sahabatnya.

"Gue bakso sama es teh manis, Sher!" sahut Vanka.

"Okeh, kalo lo, Han?"

“Samain aja, Sher!” jawab Hana seadanya. "Oke!"

Setelah 10 menit mengantri, Sherly datang membawa pesanan mereka. Tentu saja, dibantu oleh mang Agus, sang penjual bakso.

“Eh Van, tumben lo kesiangan!” Sherly memulai pembicaraan dan menyingkirkan keheningan yang menyelimuti meja mereka.

"Biasa, semalam gue begadang. Gara-gara maraton drakor sepuluh episode!" Vanka menjawab dengan nada santai.

“Gila! apa kabar sama mata lo Van, nggak katarak kan?” cetus Hana, menyahuti.

“Gimana mau katarak, pemainnya aja gantengnya naudzubilah. Yang ada cuci mata gue!” jawab Vanka. Membuat Sherly dan Hana menatap malas dirinya.

Ketiga gadis itu menikmati makanan masing-masing. Namun, setelah beberapa menit kemudian ketiganya terganggu oleh teriakan-teriakan para siswi yang heboh akan kehadiran Varo, Kevin, dan Andrean.

Mereka bertiga adalah most wanted disekolah tersebut. Sekaligus anggota tim basket yang di ketuai oleh Varo sendiri.

"Anjir, berasa kek artis gue diteriakkan begini," ucap seorang pemuda tampan bernama Andrean.

"Mereka neriakkin Varo bego! bukan lo Ndrean. Pede banget Lo jadi orang!" sahut Kevin.

Andrean mengedipkan sebelah matanya, sontak membuat beberapa siswi berteriak heboh. "Noh, gue ketipin aja mereka langsung teriak-teriak."

"Mungkin mata mereka minus, masa iya mereka suka sama setan!"

"Anjir! gini-gini wajah gue juga lumayan tampan, 11 12 sama Manu Rios!"

"Halu aja lo pantat monyet!" ucap Kevin membuat Andrean menatapnya tajam.

...----+++----...

“Apaan sih, alay banget.” sinis Vanka, pada segerombolan ciwi-ciwi itu. "Tau tuh, kek nggak pernah ketemu cowok, anjir!" sahut Sherly menimpali.

Varo dan kedua temannya duduk di sebelah meja Vanka dan kawan-kawan. Terlihat Kevin dan Andrean tengah mengobrol. Sedangkan Varo, ia diam di tempat duduknya dan menjatuhkan pandangan pada gadis yang di tabrak nya, pagi ini.

"Var, ngapain lo lihat kesana terus! lo demen ya sama tu cewek?” goda Andrean, kala melihat Varo menatap Vanka.

Varo menatap Andrean tajam, "santai bos liatnya, kek mau maka orang aja lo! ” sinis Andrean tidak terima. Kevin terkekeh, lantas membuka suara dan menyahut.

“Lo tau sendiri kan Varo tuh gimana, intinya lo harus sabar deh kalo temenan sama dia.” lanjut Kevin, membuat Varo mendelik kearahnya.

“Lo sama aja nyet, apes banget gue temenan sama Kalian. Udah cuek, pelit senyum lagi!” sewot Andrean.

“Gue murah senyum nyet, tadi buktinya gue ngetawain lo! ” balas Kevin tak mau kalah.

“Serah lu aja nyet!“ jengah Andrean, mulai memakan makanannya.

Varo mengabaikan pertengkaran kedua sahabatnya. Lalu kembali menatap gadis cantik itu. Sampai akhirnya pandangan mereka bertemu.

“Apa lo liat-liat, pake mata lagi! “ ketus Vanka risih, Kala memergoki Varo menatapnya secara terus menerus. Sherly dan Hana mendongakkan kepalanya. Sama-sama heran.

“Lo ngomong sama siapa sih Van?” tanya Sherly kepo.

“Itu, sama cowo sialan itu! “ ucap Vanka, menuding Varo dengan jari telunjuknya.

Sherly dan Hana saling melemparkan pandangan. Kemudian bertanya, mengapa Vanka menyebut Varo cowok sialan. Akhirnya Vanka pun menceritakan semua kejadian yang menimpanya pagi tadi. Sherly dan Hana hanya tertawa tanpa ingin menghibur sahabat mereka.

“Intinya, benci banget gue ama tu cowok!” gerutunya sambil menatap Varo sinis.

“Jovanka putri Aurora, benci sama cinta itu beda tipis. Jatuh cinta sama dia, baru tau rasa lo! ” goda Sherly.

“Dih, amit-amit. Jangan sampai kejadian anjir, ngeri gue bayanginnya.” ucap Vanka, kembali membuat kedua temannya tertawa lepas.

terima kasih yang udah mau mampir 🙏

jangan lupa like, komen dan vote ya☺️

BAB 2 (Revisi)

Setelah sembilan jam Vanka dan murid-murid lainnya habiskan dengan mengikuti segala macam pembelajaran. Akhirnya bel berbunyi, menandakan waktu pulang baru saja di mulai.

Bergegas Vanka mengambil sepeda motornya dan meninggalkan sekolah dengan perasaan bahagia. Vanka lelah, ingin segera menghempaskan tubuhnya ke ranjang empuk miliknya.

"Sher, Han, gue duluan ya!" seru Vanka saat melihat kedua sahabatnya menunggu jemputan di depan gerbang. Dan kedua temannya mengangguk seraya menyuruhnya berhati-hati di perjalanan.

Setengah jam Vanka mengendarai motor maticnya. Akhirnya Vanka tiba di rumahnya. Ia memarkirkan motornya dihalaman depan rumah. Dengan ekspresi santai, Vanka masuk kedalam rumah.

“Assalamuaalaikum, Vanka pulang!“ teriaknya begitu melewati pintu. Satya yang tadinya asik tiduran di sofa ruang tamu langsung terperanjat. Terkejut dengan teriakkan adiknya.

“Gak usah teriak-teriak Jamal. Lo pikir ini hutan apa?” ketus Satya setelah menjawab salam adiknya.

“Mulut-mulut gue, kenapa lo yang sewot?“ jawab Vanka tak kalah ketus. Dina yang mendengar perdebatan kecil anak-anaknya pun langsung datang.

“Sudah-sudah, seperti anak kecil saja berantem mulu,” marah Dina berkacak pinggang. Satya dan Vanka hanya menyengir tanpa dosa.

”Vanka kamu mandi dulu gih! terus bantuin bunda nyiapin makan malam.” perintah Dina. "Okeh!"

Vanka berjalan menaiki tangga, buru-buru ia membersihkan diri dan memakai pakaian rumahan. Barulah ia pergi membantu bundanya.

...----+++---...

Disisi lain seorang pemuda tengah tertidur pulas, lelah dengan kegiatan sekolahnya. Dia adalah Alvaro Ravindra Abraham. Pemuda tampan yang menabrak Vanka pagi tadi.

“Varo bangun, ayo makan dulu!” ucap Anggi- mama Varo, mencoba membangunkannya dengan cara mengguncang kecil tubuh Varo.

Varo yang terganggu mulai mengerjapkan mata. Lalu, menyuruh mamanya itu turun dan menunggunya di ruang makan saja.

Barulah setelah mamanya keluar, Varo pergi mencuci muka. Setelah merasa lebih segar, Varo pergi ke ruang makan. Ia duduk di depan mamanya.

“Varo, setelah makan malam temui papa diruang keluarga, ada yang mau papa omongin sama kamu!” ucap Johan- papa Varo.

Varo mengernyit, “kenapa nggak disini aja sih pa?” tanyanya malas.

Ketika Johan hendak menjawab, tiba-tiba mama Varo memotong pembicaraan, “sekarang waktunya makan, bicaranya nanti saja!” ucap Anggi garang seraya menyuapi adik Varo yang berusia dua tahun. Avian.

Varo dan johan kembali fokus pada makanannya masing-masing. Suara dentingan sendok dan garbu mendominasi ruangan itu. Tidak ada pembicaraan lagi setelah Anggi menegur ayah dan anak itu.

...----+++----...

20 menit berlalu, acara makan malam telah selesai. kini, ketiga orang itu duduk manis saling berhadapan di ruang keluarga.

“Papa mau bicara apa?” tanya Varo datar, Anggi dan Johan saling menatap. Hening sejenak, sebelum akhirnya Johan menceritakan semua perjanjiannya dengan perjanjian sahabatnya di masa lalu.

“Jadi intinya, papa sama mama ingin menjodohkan kamu dengan anak sahabat papa!” lanjut Johan begitu selesai bercerita.

Varo terdiam, sedikit terkejut dengan ucapan sang papa. Namun, dengan cepat Varo mengubah raut wajahnya menjadi datar kembali.

“Tapi Varo masih sekolah pa, masa iya udah nikah aja.” protes Varo, berusaha menolak secara halus.

“Ini demi kebaikan kamu nak, mama tidak ingin kamu terjerumus kedalam pergaulan bebas di luaran sana.” Anggi ikut menjelaskan. Varo kembali membisu. Tidak tahu harus menjawab apa.

Setelah berpikir lama Varo memutuskan untuk menyetujui keputusan orang tuanya. Ia tidak tega melihat wajah sedih sang mama dan percaya bahwa semua ini sudah ditakdirkan.

"Oke, terserah kalian. Varo, ngikut!"

Begitu mendengar persetujuan Varo, Anggi langsung bersorak bahagia. Bersamaan dengan itu, Varo keluar tanpa berpamitan.

“Tuh anak mirip siapa si, dingin banget. Bikin kesel aja!” keluh Johan, kala melihat putranya pergi tanpa mengucapkan sepatah kata ataupun berpamitan.

“Ya mirip kamu lah, kan kamu yang buat!” sahut Anggi kemudian ikut pergi meninggalkan ruang keluarga, karena mendengar suara tangisan Alvian.

"Kok aku!"

...-----+++----...

Makan malam berakhir, Vanka menemani bundanya mencuci piring. Bukan karena Vanka tidak ingin membantu. Namun, sang ibu tidak membiarkannya mengambil alih. Alhasil, Vanka duduk di sebelah bak cuci piring dan memakan snack yang Satya belikan tadi pagi.

“Kak, besok malam ikut bunda sama ayah ya!” ucap bunda Vanka, sambil membilas piring-piringnya.

“Kemana bunda?” tanya Vanka, menatap kepo kearah sang bunda.

“Makan malam sama sahabat bunda,” jawab bundanya. Vanka memicingkan mata, menatap bundanya dengan tatapan penuh curiga.

"Ngapain ngajak Vanka?"

“Udah ikut aja, gak usah banyak tanya. Kayak dora aja deh, tanya terus,” sewot Dina. Jengah mendengar pertanyaan-pertanyaan yang terlontar dari bibir putrinya.

Vanka memutar bola matanya malas dan pergi meninggalkan sang bunda yang sudah selesai mencuci piring. Vanka masuk kedalam kamar dan membaringkan diri diatas kasur. Ia meraih ponselnya membalas pesan temannya dan kemudian tertidur karena kelelahan.

...----+++----...

Keluar dari ruang keluarga Varo, pergi ke kamarnya dan tiduran diatas ranjang. Ia menatap langit-langit kamar. Perasaan bimbang datang menghampiri. Varo ragu dengan keputusannya sendiri.

“Apa gue bisa jadi suami yang baik nanti. Arghh! sialan!” gumam Varo, mengacak rambutnya kasar.

Varo meraih ponselnya membuka aplikasi whattsap. Terlihat beberapa nomor tidak dikenal mengirim pesan padanya, namun Varo mengabaikannya.

Triotamvan

Dreanjing : p

Kevin: p

Dreanjing: ngumpul yuk

Kevin: kemana nyet?

Dreanjing : cafe biasanya

Dreanjing : @alvaro~ ikut nggak

...otw...

Dreanjing : oke

Kevin: 2in

Setelah membalas satu persatu pesan teman-temanya. Varo memakai jaket kulitnya dan mengambil kunci motor. Laki-laki itu pergi menuju cafe yang biasa mereka pakai untuk bersantai. Di sana Varo bisa mengobrol dengan kedua Sahabatnya. Kevin dan Andrean.

...----+++----...

10 menit berlalu, Varo sampai di cafe tujuan. Dengan langkah tegas dan gaya sok coolnya, Varo masuk kedalam cafe tersebut. Terlihat Andrean dan Kevin tengah berbincang-bincang sembari meminum kopi.

“Akhirnya datang juga lo!“ Seru Andrean, saat melihat Varo berjalan mendekati mereka.

Tidak ada jawaban, Varo mengabaikan pertanyaan tidak penting itu. Seketika Andrean mendengus kesal, merasa dongkol telah menanyai es batu itu.

“Oh ya Var, dua minggu lagi kita tanding basket sama anak sekolah sebelah. Gimana kalo besok kita mulai latihan?” usul Kevin. Dia mengatakan hal tersebut pada Varo karena Varo merupakan ketua basketnya.

"Ya, bilang sama anak-anak!" jawabnya acuh tak acuh. “Oke entar gue bilangin sama anak-anak.” ucap Kevin bersemangat.

"Lo kenapa sih Var, dari tadi bengong mulu?” tanya Andrean. Merasa Varo tengah memikirkan sesuatu.

“Gue dijodohin!” jawab Varo to the point.

Kevin dan Andrean terdiam sejenak, sebelum akhirnya tertawa lepas. Tidak percaya dengan jawaban sahabatnya itu.

“Halu aja lo nyet!” kata Andrean, masih tertawa kecil. “Gue serius, anjing!“ kesal Varo, membuat kedua temannya itu langsung diam tak berkutik.

Varo menceritakan semuanya dari awal dan alasannya menerima perjodohan konyol itu. Kevin

"Ya, seperti itulah. Sebentar lagi gue nikah!"

terima kasih yang udah mau mampir 🙏

jangan lupa like, komen dan vote ya☺️

BAB 3 (Revisi)

"Oh gitu, menurut gue coba jalani dulu Var. Siapa tau hubungan ini membawa kebahagian kan buat lo, dan siapa tau bisa bertahan sampek lo tua nanti.” usul Kevin, setelah berpikir panjang.

Mendengar usulan Kevin, lantas Varo terdiam. "Bener tuh kata Kevin. Jalanin aja dulu, siapa tau calon lo cantik. Kan lumayan bisa cuci mata tiap hari!” sahut Andrean, langsung mendapat tonyoran dari Kevin.

“Sa ae lo kambing congek!" ucap Kevin. Perdebatan singkat itu membuat Varo tersenyum tipis. Varo sedikit merasa tenang, setelah bercerita kepada kedua sahabatnya itu.

Ketiganya mengobrol sampai lupa waktu. Kopi di gelas pun sudah kosong. Malam pun semakin petang dan akhirnya mereka memutuskan untuk pulang ke rumah masing-masing.

...----+++----...

Pagi telah tiba, Varo dan keluarganya tengah menikmati sarapan bersama. Tidak ada satupun suara yang terdengar. Masing-masing makan dengan khidmat.

“Varo, nanti pulang agak cepat ya! kita akan pergi makan malam bersama sahabat bunda, sekaligus ketemu sama calon kamu!” ucap Anggi dan Varo mengangguk singkat.

Setelah berpamitan, Varo menjalankan motornya menuju ke sekolah. Jarak rumah dan sekolah tidak terlalu jauh. Hanya membutuhkan waktu sekitar 10 menit saja. Sesampainya disekolah, Varo segera memarkirkan sepeda motornya dan berjalan menuju kelasnya yang berada dilantai dua.

Saat Varo menaiki tangga, ia berpapasan dengan Vanka. Varo melirik sekilas, sedangkan Vanka membuang muka. "Sialan!! ngapain gue ketemu dia lagi " batin Vanka kesal. Yang pada akhirnya mempercepat langkah.

...----+++----...

Jam istirahat pun dimulai, seperti biasa Vanka dan kedua sahabatnya pergi ke kantin sekolah. Untuk memberi makan cacing-cacing yang ada diperut mereka.

“Kalian mau apa biar gue yang pesen.” Vanka menawarkan diri. Yang justru membuat Hana dan Sherly shock berat.

"Tumben lo mau mesenin. Biasanya ogah-ogahan ngantri!“ cibir Hana heran. Begitu juga dengan Sherly, setuju dengan ucapan Hana.

Vanka mendengus, “kalo nggak mau ya udah, gue duduk lagi!” ucap Vanka. Hendak memegang kursi dan ingin duduk kembali.

“Eh jangan!! gue nasi goreng sama es jeruk!” Refleks Sherly berteriak kencang, mencoba menghentikan pergerakan kawan lamanya itu.

Mata Vanka menajam, ingin rasanya Vanka menyumpal mulut toa Sherly sekarang. "Nggak usah teriak-teriak bego. Malu tau di jadiin pusat perhatian kek gini!“ lanjut Vanka, tatkala mendapati seluruh penghuni kantin menjadikan mereka pusat perhatian.

Sherly terkekeh, “sorry refleks.” malunya seraya menunjukkan dua jari.

Vanka memutar bola matanya malas, “seseneng lo aja deh Sher. Kalo Lo, mau pesen apa Han?“ kini pandangan Vanka beralih pada gadis berkaca mata yang duduk manis di kursi sembari fokus membaca novel.

“Samaain aja Van, biar lo nggak kesusahan!“ jawab Hana, tanpa mengalihkan pandangannya dari novel yang sedang dia baca. Vanka mengangguk.

"Bentar ya, Vanka yang cantik dan baik hati ini akan mengantri!" ucap Vanka alay. Sherly yang mendengar itu ingin muntah rasanya.

“Gaes, ke mall yuk!“ ajak Sherly. Sudah lama mereka vtidak hangout bareng. Vanka dan Hana selalu sibuk. Dan pada akhirnya Sherly selalu berbelanja sendiri.

"Gue sih mau-mau aja, tapi jangan Lama-lama ya gaes. Nanti malam gue ada acara soalnya!" sahut Vanka menanggapi.

“Kalo lo Han?" Sherly menghentikan pergerakannya. Menatap Hana penuh harap. "Gue ngikut aja." jawab Hana menyetujui. Tak ingin sahabatnya kecewa.

...----+++----...

Pulang sekolah Vanka dan kedua temannya mengunjungi mall terdekat. Disana mereka bergegas mengambil troli. Cepat-cepat mengambil semua barang yang mereka butuhkan, terutama barang yang sedang diskon besar-besaran.

Selama dua jam lebih, mereka mengitari mall tersebut dan menyudahinya kala mendapati troli mereka penuh dengan berbagai macam barang.

Sesudah membayar, Vanka menelpon Satya agar datang menjemputnya. Hari ini, Vanka tak membawa sepeda motor karena sepeda motornya harus diservis di bengkel.

“Van, lo beneran gak papa nih kita tinggal?“ tanya Sherly. Tak enak hati jika pulang dan meninggalkan Vanka sendirian.

“Iya, nggak papa kok Sher. Lagian bang Satya udah otw ni!” lanjut Vanka meyakinkan.

Setelah sedikit berdebat dengan Vanka, akhirnya Sherly mengalah dan pergi meninggalkan Vanka sendirian. Tentunya bersama dengan Hana juga, mengingat rumah mereka searah. Sebenarnya Sherly juga ingin mengantarkan Vanka. Tetapi Vanka menolak dan berkata jarak rumah mereka sangatlah jauh.

...----+++----...

Tak lama setelah itu, Satya tiba di mall tersebut. Melihat mobil kakaknya, Vanka kegirangan dan buru-buru masuk kedalam.

"Lama banget sih bang!" sentak Vanka marah. "Macet adek sayang!" jawab Satya cengengesan. Satya menekan pedal gas, mulai melajukan mobilnya.

Di sepanjang perjalanan keduanya bersenda gurau tak terkecuali menggibah. Vanka dan Satya memanglah dekat. Mengingat keduanya merupakan saudara satu-satunya.

Sesampainya di rumah Vanka, langsung masuk kamar dan merapikan barang-barang belanjaannya tadi. Menatanya rapi, sesuai dengan tempatnya masing-masing.

"Kak, bunda udah nyiapin dres buat dipakai acara nanti malam!" Tiba-tiba Dina masuk kedalam dan mengajak Vanka bicara di tengah-tengah pekerjaannya itu.

“Kenapa harus pakek dress si bun?” tanya Vanka heran denga dahi terlipat. "Biar kamu kelihatan cantik sayang," jawabannya.

“Yaelah bun, Vanka pake baju apa aja juga kelihatan cantik kali.“ pedenya dan langsung mendapat tonyoran dari sang bunda di detik yang sama.

“Bunda nggak peduli, pokoknya kamu harus pakek dress ini. Kalo enggak, bunda bakal potong uang jajan kakak selama seminggu!!“ ancam Dina sebelum berlenggang keluar.

Vanka menghela napas. Susah sekali menjadi seorang putri. Mau tidak mau, Vanka harus menuruti kemauan sang ibu ratu. Jika tidak, uang jajannya yang terkena imbas.

...----+++----...

Malam itu, Vanka menuruni tangga dengan memakai dress selutut yang disiapkan bundanya tadi. Dipadukan dengan flat shoes bewarna senada. Vanka memoles sedikit make up, hal itu membuatnya semakin terlihat cantik.

“Cantik banget anak bunda!” puji Dina. Berjalan mendekat lalu mencium puncak kepala Vanka. Dina senang putrinya menurut.

“Hehehe masih cantik bunda kok." ucap Vanka balik memuji. Sungguh Vanka, malu di puji-puji seperti ini.

“Ayo berangkat.“ ajak Danu- ayah Vanka. Mereka pun masuk kedalam mobil dan pergi ke restoran yang sudah di reservasi.

Sepanjang perjalanan Vanka diam tak bergeming. Terkadang memainkan ponselnya dan sesekali menguping pembicaraan orang tuanya.

Saat tiba di restoran, mereka langsung masuk kedalam dan duduk di ruangan privat yang mereka pesan. “Bunda, bang Satya nggak ikut?” setelah terdiam cukup lama, Vanka akhirnya membuka suara. Menanyakan keberadaan sang kakak tercinta.

Lantas Dina menoleh, lalu menggelengkan kepalanya tiga kali. "Abang mu sibuk!" Satya pergi bersama dengan teman-temannya untuk mengerjakan tugas kuliah. Ya, walaupun sudah pasti, mereka bukan hanya bekerja kelompok melainkan mampir di sebuah kedai kopi. Vanka mengangguk-angguk. Mengerti. Ia kembali memusatkan perhatian pada layar handphonenya.

5 menit berlalu. Yang di tunggu-tunggu telah tiba. Dua orang paruh baya masuk kedalam ruangan mereka. Di tambah dengan seorang anak kecil yang menggemaskan, membuat Vanka ingin melahap nya sekarang.

"Maaf ya jeng, kami terlambat. Tadi jalanan macet banget.” jelas seorang wanita paruh baya. Wajahnya terlihat sedih sekaligus menyesal.

“Nggak papa kok jeng! lagian kita juga baru dateng.” Dina memaklumi. Tidak ingin sahabat lamanya bersedih.

“Oh ya, ini putriku. Namanya Vanka,“ lanjut Dina, mengenalkan Vanka pada sahabat karibnya, Anggi dan Johan.

Vanka tersenyum tipis, "halo! Om, tante!“ sapanya, sembari mencium punggung tangan mereka secara bergantian.

“Cantik banget ya anaknya, pa.” puji Anggi membuat, Vanka tersipu malu. "Iya!" jawab Johan sejujurnya.

“Makasih tante!” sahut Vanka malu-malu.

“Oh ya, anakmu gak ikut?” tanya bunda Vanka. celingukan karena tak melihat anak laki-laki dari sahabatnya ini.

Baru Anggi ingin membuka mulutnya, sebuah suara menyanggah pembicaraan mereka. "Maaf, saya terlambat!” semua orang mendongak, menatap kearah sumber suara kecuali Vanka. Gadis itu sibuk berkutik dengan handphonenya.

“Baiklah sekarang kita makan terlebih dahulu, sebelum membahas hal yang menjadi tujuan kita berkumpul.” ucap Johan dan semua orang menyetujuinya.

...----+++----...

Semua orang menikmati hidangan yang di sajikan. Tak terkecuali Vanka. Namun, anehnya gadis itu tak menyadari sosok pemuda yang duduk di sampingnya.

Selesai dengan kegiatan makan malam. Semua orang kembali fokus pada permasalahan. "Vanka, ayah ingin mengatakan sesuatu!"

"Apa yah?"

“Kami akan menjodohkan kalian berdua!” Danu menunjuk Vanka dan Varo lewat isyarat mata.

“Apa perjodohan!!!“ teriak Vanka kaget.

makasih udah mau mampir kesini 🙏☺️

jangan lupa like,coment dan vote ya☺️

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!