Tap
Tap
Tap
Langkah kakinya sangat ringan, senyum manis terus menghiasi bibirnya.
Hari ini adalah hari yang menandakan 3 tahun dia menjalin hubungan dengan kekasihnya.
Dia adalah Alena Axelia Manuelo, berencana untuk kembali ke apartemennya untuk bersiap dan menemui sang kekasih.
Naas, ketika sampai di apartemennya. Dia malah menemukan kekasihnya dan sahabatnya saling bercumbu.
Dia berdiri dan menatap kosong pada keduanya yang saat ini sedang berada di sofa.
Wanita tengah duduk di atas perut pria sambil menaik-turunkan tubuhnya.
"Juan! Meilan! Kalian tega ya..." kedua sosok yang tengah bercumbu membeku di tempat.
Meilan nama gadis yang sedang duduk di atas perut Juan, menatap Alena dengan sinis.
Awalnya dia terkejut mendengar suara Alena, tapi dia dengan cepat tenang.
Juan yang merupakan kekasih Alena tidak memperdulikan jika dirinya tertangkap basa, dan memilih melanjutkan kegiatan bejatnya bersama Meilan.
Tes
Air mata Alena akhirnya jatuh, hatinya sakit mendapati pengkhianatan kedua orang yang amat dia percayai.
"Alena, kau hanya gadis bodoh yang mudah dimanfaatkan. Kau tahu? Aku dan Juan sudah lama saling mencintai dan dirimu hanyalah penghalang bagi kami."
"Apa yang dikatakan Meilan adalah kebenaran. Kau hanya gadis idiot yang merasa dirimu adalah wanita tercantik, aku sebenarnya sudah sangat muak dengan hanya melihat dirimu."
Alena memegang dadanya, hatinya sangat sakit. Meski dia berderai air mata, dia masih memaksa untuk tersenyum.
"Jadi, begitukah aku di mata kalian, hmmp?" Alena tersenyum miris dan melanjutkan ucapannya.
"Jika memang aku hanyalah penghalang hubungan kalian, aku akan mundur dan membiarkan kalian bersatu. Seorang J*lang dan seorang B*jingan memang pasangan serasi." Setelah puas mengeluarkan kekesalannya, Alena segera pergi meninggalkan apartemennya.
Langkahnya gontai, matanya sembab dan bengkak. Alena saat ini bagaikan mayat hidup, ia terus melangkah hingga dia mencapai sebuah taman.
Dia berhenti dan duduk di salah satu bangku taman, memilih menangis mengeluarkan semua sakit hatinya, berharap setelah menangis, dia akan bisa melupakan semuanya.
Cukup lama Alena menangis, hingga ponsel miliknya berdering dan menyadarkannya.
Dia melihat ponselnya, di layar ponsel tertera nama pemanggil. Alena mengelap air matanya dan berusaha tersenyum. Dia sadar, jika dia masih memiliki keluarga yang selalu mendukungnya.
"Halo mom."
"Halo Alena! Mulai saat ini, kau bukan lagi bagian dari keluarga Manuelo! Kau tidak perlu memanggilku dengan sebutan itu. Keluarga Manuelo membesarkanmu hanya untuk menjadi jimat keberuntungan kami, karena usiamu telah memasuki 20 tahun, kau tak lagi dibutuhkan. Mulai saat ini tidak perlu kembali ke keluarga Manuelo, aku telah mentransfer beberapa uang untuk kebutuhanmu ke depan."
Deg
Alena kembali meremas dadanya, dia merasa hancur. Keluarga yang diharapnya untuk menjadi tempatnya berkeluh kesah malah menyiram air garam pada luka yang telah menganga.
Alena tak kuasa menahan kesedihannya dan mulai menangis kencang, guna menghilangkan sakit hatinya.
Dikhianati oleh kekasih dan sahabatnya, dibuang oleh keluarga yang membesarkannya.
Dia akhirnya tahu, jika dirinya bukanlah darah daging keluarga Manuelo dan hanya jimat bagi keluarga itu.
Alena yang bagai mayat hidup, saat ini sama sekali tidak memiliki harapan.
Dia berdiri dari kursinya dan melangkah meninggalkan taman. Kakinya terus membawanya entah kemana.
Rasa sakit yang dia rasakan mengoyak semua semangat hidup yang dia miliki.
Sraaaassshh
Dengan Alena yang bersedih, hujan juga turun seolah berduka untuk Alena.
Alena berdiri di bawah air hujan dan menatap langit yang menghitam.
"Tuhan, aku tidak ingin mengeluh dengan takdir yang kau tulis untukku. Terlahir tanpa mengetahui siapa orang tuaku, mengalami pengkhianatan bahkan pengusiran keluarga yang baru aku ketahui hanyalah keluarga angkat yang hanya memanfaatkan ku. Aku tidak ingin mengeluh dan menyalahkan Mu, sebab kau juga pernah memberiku kebahagiaan walau hanya sementara. Namun, saat ini aku sangat tak berdaya. Aku tidak meminta apa pun, tapi aku harap setelah hari ini, aku dapat memiliki senyumku lagi dan kau masih berpihak padaku."
Air mata Alena yang terus keluar tidak lagi terlihat, karena telah berbaur dengan air hujan.
Alena berdiri dengan tatapan kosong di bawah hujan. Dia tidak lagi sadar dengan keadaan sekitar.
Hingga suara teriakan seorang mengejar perampok memasuki pendengarannya.
Alena mengalihkan tatapannya pada perampok yang sedang berlari ke arahnya sambil memegang belati. Di belakang perampok tersebut, polisi dan beberapa warga mengejarnya.
Alena baru ingin menghindar, tapi belati itu telah menancap di jantungnya.
Alena kembali menatap kosong dan jatuh bersimbah darah. Sebelum kesadarannya ditelan kegelapan, dia masih bisa melihat seorang pemuda tampan yang putus asa menyaksikan keadaannya.
Alena tidak tahu siapa pemuda itu, dia memilih memejamkan matanya dan sekali lagi berdoa.
"Tuhan, jika ini memang akhirnya! Aku akan dengan senang hati menerima takdir yang kau tulis untukku. Namun, untuk sekali saja, bisakah anda memberiku kesempatan kedua untuk mengubah semuanya. Aku mohon."
Dengan permintaan terakhirnya, kesadaran Alena sepenuhnya tertelan kegelapan.
Alena tak pernah tahu hingga kematian menjemputnya. Pemuda tampan yang saat ini tengah memeluk tubuh Alena yang tidak lagi bernapas, tengah menangis.
"Gadis bodoh, maaf karena aku terlambat menyelamatkanmu." pemuda itu tampak putus asa dan terus memeluk tubuh Alena yang tak lagi bernapas itu.
Seluruh tubuhnya gemetar memeluk tubuh Alena, hingga dia sadar jika dia bisa mengulang lagi masa lalu.
Namun, ritual yang akan dia lakukan juga akan merenggut nyawanya sebagai bayaran agar Alena dapat hidup kembali.
Dia menggendong tubuh Alena memasuki mobil miliknya, dan memerintahkan supir untuk mengemudi kembali ke kediamannya.
Begitu sampai, pemuda tersebut segera membawa Alena menuju kamarnya. Dia dengan telaten membersihkan tubuh Alena.
Melihat tubuh Alena telah bersih, dia berdiri dan mengunci pintu kamarnya.
Dia duduk di samping tubuh Alena yang terbaring dan telah menjadi dingin.
"Aku tidak masalah mengorbankan nyawaku, asal kau dapat hidup dan kembali ke masa lalu."
Dia menggigit jempolnya hingga berdarah dan mengoleskan pada dahi Alena. Setelah itu, dia mulai merapal mantra yang tidak bisa dimengerti oleh siapapun.
Perlahan cahaya muncul di dahi Alena, tempat pemuda yang menyelamatkan Alena mengoles darahnya.
Bersamaan dengan itu pula, si pemuda juga menghembuskan napas terakhirnya dengan senyum mengembang di bibirnya.
Senyum yang tidak pernah dia perlihatkan pada orang lain kecuali Alena yang pernah menyelamatkannya saat dirinya berusia 12 tahun.
Sebelum dia menghembuskan napas terakhirnya, pemuda tersebut telah menghubungi orang tuanya tentang keputusannya. Meski orang tuanya menolak, tapi dia bersikeras demi gadis yang dia cintai.
Demi gadis yang merebut hatinya, dia tidak keberatan untuk menyerahkan nyawanya. Dia puas, asal gadis kesayangannya dapat mengubah kehidupannya.
...
Alena yang berada di kegelapan hanya bisa duduk memeluk lututnya. Dia merasa heran karena tidak bertemu seseorang atau sesuatu yang disebut malaikat.
Hingga sebuah cahaya memasuki manik coklat madunya. Alena mengernyit, dia berdiri dari posisi duduknya.
Melangkah dengan perlahan menuju asal cahaya, semakin dia melangkah, semakin dia dapat merasa kehangatan. Di setiap langkahnya, dia dapat melihat pemuda yang sempat memeluknya dengan putus asa melakukan sesuatu.
Alena tak mengenali pemuda itu, tapi dia masih tersenyum. Ternyata di saat semua meninggalkannya, masih ada seseorang yang tulus.
Alena menghentikan langkahnya ketika mendengar ucapan pemuda itu memasuki pendengarannya.
"Aku mencintaimu! Apa pun akan aku lakukan untuk membuatmu hidup termasuk mengorbankan nyawaku sebagai bayarannya."
Dia terus menatap gambaran wajah pemuda itu, berusaha menyimpannya di benaknya. Satu-satunya seorang yang tulus padanya.
Meski dia tidak mengenali pemuda itu, dia berjanji untuk membalas semua yang dilakukan oleh pemuda itu padanya.
Dia melanjutkan langkahnya menuju asal cahaya berada, hingga tubuhnya seolah ditarik oleh sesuatu.
"Aaaaarrrrg."
Alena terbangun dengan keringat yang bercucuran. Dia tertegun dan melihat sekelilingnya.
"Eh, bukankah ini kamarku di kediaman Manuelo? Kenapa aku di sini, bukankah aku sudah meninggal?"
Tiba-tiba ingatan dirinya saat pemuda yang tak dia kenali menyelematkannya terpampang jelas.
Alena terkejut dan jantungnya berdetak beberapa kali lipat.
"Pemuda itu tidak berbohong, dia mengorbankan nyawanya demi membuatku tetap hidup? Aku tidak menyangka jika di Zaman modern ini masih ada hal mistis seperti itu."
Alena tak tahu, saat dirinya kembali terbangun, banyak hal mistis dan ajaib menghampirinya di masa depan.
Dia melihat tangannya, Alena kembali tertegun.
"Tanganku begitu kecil?" Dia segera berdiri dari ranjangnya dan menuju meja rias miliknya. Betapa terkejutnya dirinya, ketika melihat pantulan wajahnya itu.
"Aku kembali ke masa 10 tahun lalu?"
Alena sangat senang, dia bahkan langsung sujud syukur mengucapkan terima kasih pada Tuhan.
"Tuhan, terimakasih untuk kesempatan kedua ini. Kau mengirim pemuda itu untuk menolongku. Aku berjanji akan menemukannya dan membalas kebaikan ini. Aku juga berjanji untuk mengubah nasibku, dan mencari tahu identitas asliku."
Alena telah memutuskan di dalam hatinya. Dia akan kabur dan meninggalkan keluarga Manuelo yang memanfaatkannya.
"Alena sayang, ayo bangun! Bukankah kau ingin ikut ke pesta peresmian perusahaan?" Tubuh Alena membeku saat mendengar suara itu.
Suara seorang wanita yang sangat lembut dan sangat menyayanginya. Namun, itu sebelum dia mengetahui jika kasih sayang yang diberikan padanya hanya kasih sayang semu dan semua adalah palsu.
"Ya Mom, Alena sudah bangun."
"Oh baiklah, pergi mandi dan bersiap!"
"Oke Mom."
Alena tidak ingin lagi dimanfaatkan, jadi dia akan pergi meninggalkan keluarga Manuelo lebih cepat.
Dia ingin mengubuah nasibnya, dia juga memutuskan untuk hidup lebih baik dan tidak akan mengulang semua kesalahan di kehidupan pertamanya.
Karena dia belum mengenal Meilan dan Juan. Dia berharap untuk tidak bertemu keduanya lagi. Jika pun mereka bertemu, dia tidak ingin berhubungan dengan mereka.
Satu-satunya tujuannya saat ini adalah menemukan pemuda yang menyelamatkan dirinya dan membalas kebaikannya.
Berhenti dengan segala pikirannya, Alena bergerak menuju kamar mandi. Setelah selesai, dia mengambil dres selutut yang cocok untuknya menghadiri pesta peresmian perusahaan baru keluarga Manuelo.
Merasa telah siap dengan semuanya, Alena keluar dari kamar dan turun ke lantai satu. Di sana keluarga Manuelo telah berkumpul.
Alena memaksakan senyum manisnya, padahal dalam hati dia mencibir.
Karena dia dibesarkan oleh keluarga Manuelo. Alena memiliki buku tabungan atas namanya sendiri dan dia pegang sendiri.
"Pagi Mom, Pagi Dad, pagi Kak."
"Pagi Alena sayang, karena hari ini adalah hari persemian kantor baru kita, Alena boleh meminta apapun."
Kejadian ini sama dengan kehidupan pertama Alena. Hanya saat Alena di tawari hal seperti itu, dia menolak karena kasih sayang yang diberikan oleh keluarganya adalah hadiah terbesar. Namun, kali ini berbeda, karena dia sudah tahu segalanya, jadi dia memutuskan untuk meminta sesuatu.
"Dad, sebenarnya Alena tak menginginkan apa pun, kasih sayang yang kalian berikan sudah membuat Alena bahagia, tapi bisakah Alena meminta laptop untuk Alena bermain game?"
Andreas Manuelo sang kepala keluarga menatap istri dan anak lelakinya.
Dia kemudian tersenyum dan berjongkok menyamakan tingginya dengan Alena.
"Apakah hanya laptop yang kau inginkan sayang? Tak ada yang lain?"
Alena sedikit menunduk, berpura-pura merasa tak enak.
"Apa itu sayang? Katakan!"
"Dad, selain laptop untuk bermain game, bolehkah daddy memasang saluran internet yang lebih baik di rumah, agar memudahkan Alena bermain game online."
"Hanya itu?"
"Ya."
"Oke, setelah pesta selesai, daddy akan memberikanmu laptop dan memasang jaringan internet di rumah."
"Yeiii, daddy yang terbaik."
Joana Hils memandang anaknya Kevin Manuelo, dapat dilihat jika Kevin menghela napas lega. Dia mengira jika permintaan Alena adalah memiliki saham di perusahaan. Siapa yang menyangka jika dia hanya ingin laptop dan jaringan internet untuk bermain game online?
Kevin tersenyum sinis tapi dengan cepat berubah menjadi senyum lembut.
"Adik kecilku sayang, kenapa kau hanya meminta benda kecil itu saja? Mengapa bukan meminta sedikit saham di perusahaan? Daddy pasti dengan senang hati memberikannya padamu."
"Heh, memberiku saham? Yang benar saja."
Alena dengan kuat menggeleng dan memandang Kevin seolah pandangannya mengartikan apakah kau gila.
Kevin agak jengkel tapi masih menunjukan senyum memanjakannya.
"Aku tidak berminat menjadi pebisnis. Aku Alena Axelia Manuelo ingin menjadi Pro Gamer yang mengguncang dunia game." ujarnya berapi-api yang dihadiahi tatapan aneh oleh tiga sosok yang tengah mengamatinya.
"Oke, kakak akan menunggumu menjadi seorang Pro gamer."
Alena menyeringai di benaknya. Merasa rencananya telah berjalan dengan baik.
Dia meminta laptop dan jaringan komputer bukan untuk bermain game, tapi dia ingin meretas dan membeli banyak saham dari beberapa perusahaan ternama.
Uang di tabungannya tidak cukup untuk biaya hidupnya jika dia kabur dari kediaman Manuelo. Maka satu-satunya jalan adalah meretas dan bergabung dengan komunitas peretas untuk menjual beberapa perangkat lunak dan firewall buatannya sendiri, tujuannya adalah menambah jumlah tabungannya untuk membeli beberapa saham untuk dirinya sendiri.
Rencana awalnya adalah meretas bank, memindahkan uang dari tabungan ketiga anggota keluarga Manuelo ke dalam rekeningnya. Tidak hanya itu, dia ingin meretas perusahaan teratas dan mengambil sedikit, tapi itu merupakan tindakan tak bermoral, jadi dia membatalkan niat tersebut.
Membayangkan rencananya, Alena terkikik kecil dan hanya ditatap aneh oleh ketiga Manuelo senior.
Dalam pikiran mereka, Alena sedang membayangkan dirinya menjadi seorang pro gamer yang sama sekali tidak akan membahayakan keluarga Manuelo di masa depan.
"Heh, akan aku pastikan jika aku bisa lebih sukses dari kalian di masa depan. Setelah semua rencanaku berjalan lancar, aku akan meninggalkan kalian yang dalam beberapa tahun kedepan akan jatuh ke dalam keputusasaan."
Alena menunduk dengan seringai di bibirnya. Memberikan keluarga Manuelo kesempatan selama 5 tahun untuk bersenang-senang tidak rugi baginya.
......
Alena mengikuti keluarga Manuelo menuju sebuah hotel berbintang nan megah di Kota N, yang hanya berjarak beberapa Kilometer dari kediaman keluarga Manuelo.
Hotel tersebut adalah hotel Jade Palace yang hanya dapat dimasuki oleh kalangan atas. Pesta peresmian diadakan di lantai atas hotel yang di mana dikhususkan untuk acara besar semacam ini.
Setelah sampai di lantai atas, Alena memisahkan diri dari keluarga Manuelo dan berkeliling sendiri. Di kehidupan pertamanya, keluarga Manuelo mencari alasan agar Alena bermain sendiri, supaya keluarga Manuelo tidak memperkenalkannya di depan para kolega.
"Mom! Alena ingin berkeliling, apakah boleh?"
Joana tersenyum lembut dan mengangguk.
"Boleh, Asal Alena tidak nakal, oke?"
"Oke mom, Alena janji gak akan nakal."
"Anak baik."
Segera Alena memisahkan diri, dia mencari tempat yang agak sepi, dan mengambil minuman tanpa alkohol dan beberapa makanan ringan.
Dia dengan santai duduk menikmati cemilannya, tidak memperdulikan keluarga Manuelo yang berusaha menjilat pengusaha sukses lainnya.
Dia menatap tak tertarik dengan interaksi seperti itu. Bagi dirinya yang telah hidup di dua kehidupan, hal semacam itu hanyalah mainan kecil baginya.
Sambil menikmati cemilannya, Alena mengedarkan pandangannya. Dia tertegun saat melihat seorang anak lelaki berusia 12 tahun. Matanya menyipit mengamati anak tersebut.
"Aku seperti mengenalnya."
Deg
Hatinya entah mengapa merasa tidak ingin jauh dari anak tersebut. Namun, dia tidak akan segila itu, untuk menghampiri anak itu dan bertindak menjijikan.
Alena tidak lagi memperhatikan anak lelaki itu dan memilih melanjutkan cemilannya.
"Pesta ini sungguh membosankan."
Melihat cemilannya sudah habis, dia melangkah ke arah balkon dan menatap pemandangan di luar.
Banyak kendaraan berlalu lalang, Alena menghirup napas dalam-dalam. Dia kembali merenung tentang rencananya.
"Sebulan sudah cukup untuk semua persiapan. Setidaknya setelah kabur dari sana, aku tidak akan hidup menderita di luar."
Alena kembali menatap langit biru dengan awan putih yang bergerak perlahan, senyum manisnya merekah ketika membayangkan pemuda yang menolongnya.
"Di mana kau berada saat ini? Kuharap, aku bisa bertemu denganmu dalam waktu dekat ini."
Meninggalkan balkon, Alena menyusuri aula di mana diadakan pesta mewah. Banyak tamu undangan berpakaian rapi dan mewah.
Tiba-tiba Alena mengernyit saat melihat anak lelaki 12 tahun diseret ke sudut, hingga Alena sadar jika kejadian ini pernah terjadi di kehidupan pertamanya.
"Cih, orang-orang yang hanya bisa mebully saja." dia mengikuti ke mana anak lelaki itu diseret dan ternyata dia dibawa menuju toilet.
Alena melirik kiri dan kanan mencari orang dewasa, hingga matanya menangkap seorang pelayan pria tampan. Dia memutuskan mendekati pria itu.
"Kakak tampan, bisakah anda membantu Alena menyelamatkan teman Alena yang sedang diseret ke toilet?"
Pemuda itu menatap Alena sejenak lalu mengangguk.
"Oke adik manis, ayo kita pergi membantu temanmu itu!"
"Uhm."
Mereka berdua terburu-buru berjalan ke arah toilet. Benar saja, anak lelaki itu sedang disiksa oleh anak lainnya.
"Hei, kalian apa yang kalian lakukan? Aku akan melaporkan ini pada yang berwajib."
3 anak yang menyiksa anak lelaki itu segera menjadi ketakutan. Mereka memandang anak lelaki yang mereka siksa dengan mata penuh cemoohan.
"Kali ini kau selamat."
Melihat ketiganya telah pergi, Alena segera menghampiri anak lelaki itu.
"Hei, kau tak apa?"
"Terima kasih, aku baik-baik saja. Hanya sedikit memar."
Alena kembali memandang pelayan pria tampan yang membantunya. Dia menunduk sedikit dan berterimakasih.
"Kakak, terima kasih telah membantu Alena."
"Tidak masalah, sebaiknya kalian pergi. Temanmu perlu mengganti pakaiannya."
"Baik."
Segera pelayan itu pergi dan Alena kembali menatap anak lelaki itu.
"Kau bisa berdiri?"
"Uhm."
"Mari aku bantu!"
Alena membantu anak lelaki tersebut ke ruangan kosong, dia lalu mengambil ponselnya dan menelpon seseorang.
"Kakak, berapa ukuran pakaianmu?"
Anak lelaki tersebut segera memberitahu ukurannya, Alena juga dengan sigap memberitahu pada orang yang berada di seberang telepon.
Hanya butuh setengah jam, orang yang ditelepon oleh Alena datang membawa bungkusan.
Ternyata orang yang ditelepon oleh Alena merupakan petugas butiq terpercaya.
"Kakak berapa semuanya."
"3 juta." Alena mengangguk dan mengeluarkan kartu tabungannya, tapi dihentikan oleh anak lelaki itu.
"Biar aku yang membayar pakaianku sendiri."
"Oke kalau begitu."
Setelah pembayaran selesai, Alena keluar dari ruangan tersebut.
"Kakak, siapa namamu?"
Anak lelaki itu tersenyum kecil memandang Alena.
"Lucas Alven Clooney, kamu?"
"Aku Alena Axelia, salam kenal kak Lucas. Kalau begitu, aku pergi dulu ya."
"Uhm, sekali lagi terima kasih Alena."
"Oke."
Alena keluar meninggalkan Lucas sediri di ruangan itu. Melihat kepergian Alena, Lucas memilih mengganti pakaiannya.
"Cih, para cecunguk itu semakin menjadi-jadi saja." dia mengambil ponselnya dan menelpon seseorang.
"Steve, hancurkan mereka!"
Setelah memberi perintah, Lucas menampakkan senyum kecilnya.
"Biar bagaimanapun, aku berhutang budi padamu Alena. Aku tidak pernah berpikir, di keluarga pebisnis yang keras dan kotor masih memiliki seorang keturunan yang berhati bersih."
Tangan Lucas mengeluarkan cahaya hijau, dia perlahan mengarahkan cahaya hijau lembut itu pada memarnya. Ajaib, memar yang di alami oleh Lucas langsung menghilang.
Lucas bersiap untuk keluar, tapi pandangannya berhenti pada sesuatu yang berkilauan.
Sesuatu itu tidak lain adalah cincin. Cincin yang entah kenapa tiba-tiba muncul di tempat itu.
"Heh, kau bahkan begitu ceroboh menjatuhkan benda berhargamu. Aku akan menjaga cincin ini sampai kita bertemu lagi." Lucas tersenyum misterius lalu keluar dari ruangan itu.
...
Alena lagi-lagi menghela napas, dia sudah sangat bosan. Tanpa dia sadari, tanda aneh terbentuk di lengan kanannya.
Di kehidupan pertamanya, tanda serupa juga terbentuk. Namun, Alena hanya mengira jika itu hanya tanda lahir acak dan tidak memikirkannya lagi.
Hingga hari mulai sore, pesta juga akhirnya berakhir.
Keluarga Manuelo beserta Alena kembali ke kediaman Manuelo. Ketika mereka sampai, Andreas langsung menelpon layanan penyedia internet untuk menyambungkan jaringan internet di kediamannya, dia juga tidak lupa memesan laptop keluaran terbaru untuk Alena.
Baginya barang kecil itu tidak layak di matanya, dia bersedia membelikan apa pun untuk Alena, asal itu tidak berhubungan dengan saham.
Memberikan apa pun untuk Alena sebelum mereka mengusirnya, jika mereka tidak lagi membutuhkannya.
"Mom! Dad, Kak! Alena naik ke kamar dulu ya, Alena lelah."
"Baiklah sayang, laptop yang kau inginkan akan tiba saat kau bangun nanti."
"Thank you, Dad."
Alena dengan langkah lelah menaiki tangga menuju kamarnya.
Sepergiannya Alena, Andreas mengajak istri dan anak lelakinya menuju ruang kerjanya.
"Dad, apakah tidak berlebihan memanjakannya?"
"Tidak, justru dengan memanjakannya akan membuat dia semakin bodoh dan malas. Hal itu tidak akan menyusahkan kita saat mengusirnya nanti."
"Hehehehe dad, kau tetap yang terbaik."
.......
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!