NovelToon NovelToon

Pilihan Hati Kiara

episode 1

Kiara melihat lembaran kertas yang ada di tangannya. Selembar tiket pesawat yang akan membawanya pergi meninggalkan Jakarta beberapa menit lagi. Kiara beberapa kali menghapus air mata yang jatuh di pipi mungilnya. Saat ini hatinya sakit, teramat sakit. Banyak peristiwa yang membuatnya kecewa. Orang-orang yang ia sayangi satu persatu menorehkan luka di hatinya. Luka yang sangat perih.

"Aku sudah tidak punya alasan untuk ada di kota ini" batin Kiara.

Saat ini keinginan Ara untuk pergi sangat kuat. Dia akan pergi ke New York dan menetap disana, berbekal nekat dan uang yang bisa dikatakan cukup, cukup untuk membawanya kesana. dia bertekad akan menemui Dira, kakaknya yang sudah bertahun-tahun pergi dan menetap di New York sejak Papa mereka meninggal.

drett..drett...drett....handphone ara berdering.

Kiara melihat sekilas nama yang muncul di layar handphonenya. Elang, kekasihnya yang beberapa hari sudah ia putuskan. Ara mengacuhkan panggilan telepon dari Elang. Ia memilih mematikan handphonenya.

Terdengar panggilan agar semua penumpang segera masuk karena jam keberangkatan mereka tiba. Kiara berdiri. Ia kembali menyeka air matanya. Ara menyeret koper besarnya. Pesawatnya akan segera berangkat.

“ Hai kalian! Terima kasih sudah menorehkan luka untukkku. Aku pergi dan aku berharap tidak kembali ke kota ini,” batin Kiara.

Kiara Putri Sanjaya,

_____***______^

Buggg

Bogem mentah Elang mendarat sempurna di wajah Zian. Hanya dengan sekali bogem, Zian yang memang memiliki badan tidak terlalu besar, tumbang. Elang kembali memberinya bogem mentah, bertubi-tubi. Elang meluapkan emosinya kepada Zian. Berkali-kali Zian merintih kesakitan, tetapi Elang tidak menghiraukannya. Ia semakin membabi buta memukul Zian, mulai dari wajah, lengan, kaki hingga perut Zian.

Zian mundur. Pukulan Elang hampir membuatnya K.O. Zian sama sekali tidak bisa dalam hal bertarung, berbeda dengan Elang yang sudah terbiasa bertarung melawan musuh-musuhnya saat masih SMA.

“Bedebah kau, Zian! Maju, Kau!!! Aku belum puas menghajarmu" gertak Elang penuh emosi. Terdengar jelas deru nafas Elang, naik turun cepat.

"E...E...Elang. Kau kenapa? Mengapa kau menghajarku? Apa salahku?" tanya Zian. Ia memegang perutnya yang  sejak tadi mendapat pukulan membabi buta dari Elang.

"Ciihhhhh... masih pura-pura bodoh! Kau, manusia brengsek yang telah membuatku kehilangan Ara,” kembali Elang melayangkan pukulannya. Kali ini pukulan Elang membuat Zian K.O. Zian pingsan dengan wajah babak belur.

Elang mengambil sesuatu yang tersimpan di sakunya, sebuah pistol. Elang mengarahkan pistol itu ke arah Zian. Tubuh Zian sudah tidak bergerak. Elang belum puas memberi pelajaran untuk Zian. Zian harus mendapat balasan yang setimpal atas apa yang dia buat.

“Bedebah sepertimu tidak pantas hidup di dunia ini,” umpat Elang.

Zian sudah berani membuat hatinya hancur, maka Elang tidak segan membuat nyawa Zian melayang. Elang sudah bersiap melepaskan peluru pistolnya ke arah Zian.

Brakkk

Elang tersentak kaget. Seseorang telah menendang pistol di tangannya. Pistol itu terlempar jauh dari tangan Elang. Elang mengerang kesal. Ia menoleh ke arah orang yang telah berani melayangkan kakinya pada Elang.

“Om...!,” panggil Elang kaget.

Alexander atau yang akrab dipanggil Ale. Dia adalah adik mama Elang. Alexander yang ditugaskan untuk menjaga Elang karena kedua orang tuanya sedang berada di Spanyol. Sejak kecil Elang berada di bawah asuhan Ale.

Ale yang pandai memainkan karakter dikenal luwes dan lucu. Banyak orang suka berteman dengannya. Tapi dibalik sifatnya itu, Ale ternyata keras dan kejam apalagi dalam mendidik Elang. Ale tidak mau Elang menjadi laki-laki cengeng. Elang harus menjadi laki-laki kuat. Karena dialah yang akan mewarisi semua bisnis orang tuanya.

“Hentikan, Elang! Kau mau jadi kriminal ?” teriak Ale.

Elang menunduk. Emosi yang sedari tadi menguasai dirinya perlahan hilang. Elang takut jika berhadapan dengan sosok di hadapannya. Ale mendekati Elang. Ia mencengkeram kerah baju Elang dengan kuat.

“Apa yang mau kau lakukan dengan pistol itu? Kalau kau sudah bosan hidup enak di rumah Mamamu, katakan sekarang juga! Aku sendiri yang akan mengantarmu ke balik jeruji besi,” ancam Ale tak main-main.

Ale tak habis pikir dengan tingkah kelonakannya itu. Andai saja orang suruhannya tidak melapor kepada Ale, pasti Elang sudah berhasil menghabisi Zian. Elang diam membisu. Dia tetap menunduk.

“Jawab, Om sekarang!!! Sejak kapan kau bisu??" bentak Ale lagi.

“Aku ingin melenyapkan Zian,Om. Bedebah tu tidak pantas hidup" jawab Elang dengan suara lirih. Emosinya kembali muncul.

“Apa yang terjadi hingga kau mau melenyapkan Zian? Kau sadar dia itu sahabatmu!!!,” bentak Ale lagi.

Wajah Elang kembali memerah. Ia melepaskan tangan Ale yang sedari tadi mencengkram kerah bajunya.

“Elang tidak sudi bersahabat dengan bedebah seperti dia. Penghianat!!!"

Elang melangkah ia hendak mengambil kembali pistolnya.

“Berhenti atau Om menembakmu ?,” ancam Ale.

Sekarang Ale juga mengeluarkan pistolnya dan mengarahkan ke kaki Elang. Elang berhenti. Ia menoleh ke arah Ale.

“Kalau Om mau membunuhku, bunuh saja. Tapi setelah aku membunuh kecoak satu ini" ucap Elang kembali melangkah.

Dorrr

Ale melepaskan tembakannya ke udara.

“Sejak kapan kau tidak menuruti kata-kataku, Elang?" ucap Ale kesal.

“ Ara telah pergi. Bedebah ini penyebabnya. Ara sudah tidak sudi menjadi kekasihku lagi. Om tahu, aku sudah berniat melamarnya. Hanya menunggu kedatangan Mama yang tinggal menghitung hari. Bedebah satu ini menghancurkan semuanya. Ara meninggalkan aku, Om” ucap Elang

Dorr

Ale kembali melepaskan tembakannya. Kali ini mengenai bahu Elang. Elang kaget dengan apa yang telah dilakukan Ale.

“Peluru palsu,” umpat Elang dalam hati.

Elang memegangi bahunya yang terasa perih. Bahu Elang tidak berdarah karena memang Ale melepaskan peluru karet kepadanya.

“Aku tidak mendidikmu menjadi laki-laki cengeng. Bangun dan kejar Ara! Jangan kau sebut dirimu lelaki jika mendapatkan Ara saja kau tak mampu”, gertak Ale. Ia memasukkan pistolnya ke dalam saku.

“Dasar budak cengeng! Baru ditinggal kekasih sudah begini. Hampir saja satu nyawa melayang,” umpat Ale dalam hati. Ale membalikkan badannya. Ia bergegas pergi.

“ Om mau kemana?” teriak Elang, membuat Ale berhenti dan membalikkan lagi badannnya.

“Om mau kembali ke kantor. Jatah warisanmu itu kalau bukan Om yang mengelola tidak akan pernah kau nikmati. Kau pulanglah, jangan berbuat macam-macam apalagi sampai menghilangkan nyawa seseorang" perintah Ale.

Elang menurut. Ia mengambil kembali pistolnya yang terlempar jauh dari posisinya. Elang mendekati Zian yang masih tergeletak tak berdaya.

"Hari ini kau selamat karena Om Ale datang. Tapi jangan harap urusan kita selesai. Aku tetap akan membuat perhitungan denganmu" ucap Elang lalu pergi meninggalkan Zian.

episode 2

New York

Kiara menginjakkan kakinya di Bandara Internasional John F. Kennedy. Ia menyeret kopernya dengan langkah lunglai.

"Tidak ada yang menjemputku” gumam Kiara.

Badannya letih, pikirannya lebih lagi. Perjalanan udara dua benua itu membuatnya benar-benar lelah. Kiara menoleh ke kanan dan ke kiri berharap mungkin saja ada seseorang yang akan menjemputnya. Namun nihil.

Kiara masuk ke dalam taxi yang memang sedang menunggu penumpang. Ia memakai kaca mata hitamnya. Entah dia ingin terlihat keren atau ingin menutup wajahnya yang sedih. Kiara memberikan secarik kertas berisi alamat yang akan dia tuju kepada sopir taxi itu. Sopir itu mengangguk dan mulai melajukan mobilnya.

Sepanjang perjalanan Kiara hanya diam. Kemegahan kota New York tidak mampu membuat mengobati hatinya yang hambar. Kiara seperti orang ling-lung yang tidak tahu mau apa.

Perjalanan darat selama kurang lebih 45 menit mengantarkannya ke depan sebuah gedung tinggi menjulang. Kiara mengambil dompetnya dan memberikan beberapa lembar dollar sesuai argo yang tertera. Kiara segera keluar dari taxi dan masuk ke dalam gedung itu.

"Hello, Miss. What can I do for you ?" tanya security yang berjaga di depan gedung itu.

“I want to meet Mr. Dira. Please tell him, Kiara is here” ucap Ara sambil membuka kaca matanya.

Security itu mengerutkan keningnya. Ia heran karena ada perempuan yang ingin menemui bosnya. Wajah perempuan di depannya jelas tampak seperti orang Asia setipe dengan bosnya yang berasal dari Indonesia. Apa mungkin perempuan ini pacar si bos? batin si Pak security. Memang selama ini Mr. Dira tidak pernah menerima tamu perempuan selain kolega bisnisnya yang juga selalu datang tidak sendiri.

“ Hel....lloowwwww.... Mr. Se..cu..ri...ty....” teriak Kiara di depan wajah Pak Security. Ia mulai kesal karena security itu malah terdiam melihatnya. Teriakan Kiara yang sudah mirip dengan nada tinggi 100 oktaf sukses membuat Pak security kaget.

“Oh... Sorry, Miss” Pak Security mulai sadar dari lamunannya.

Kiara mengibaskan tangannya. Ia tidak memperdulikan security itu dan berjalan masuk dengan cuek. Security itu mengejarnya, menarik tangannya agar Kiara berhenti. Bukannya berhenti, Kiara malah menepis tangan security itu dengan kencang.

“Heyyy you.. !!! don’t touch me!! I want to meet Mr. Dira. Tell me. Where is his room?" teriak Ara.

Security itu tidak menjawab. Ia malah kembali menarik tangan Kiara dan menyeretnya agar keluar dari gedung itu. Kiara meronta-ronta. Ia berusaha melepas cengkraman tangan security itu.

“Hey botak...!!!!! Lepasin gue!!! Sudah bosan hidup kau?" ucap Kiara. Dia kelepasan berbicara dengan bahasa Indonesia.

Security itu berhenti mendengan ucapan Kiara. Meskipun ia tidak mengerti tapi ia paham kalau perempuan di hadapannya berbicara dengan menggunakan bahasa Indonesia.

Security itu melepaskan tangan Kiara. Ia membungkuk meminta maaf. Wajahnya yang semula garang berubah menjadi ciut. Dengan penuh rasa takut security itu segera mengantar Kiara menuju ruangan Mr. Dira.

Kiara menghentakkan kepalanya, memberikan kode agar security itu pergi. Sekali lagi security itu membungkuk dan meminta maaf kemudian pergi meninggalkan Kiara. Kiara menatap pintu di hadapannya.

“Mau kesini aja ribet” umpat Ara dalam hati.

Kiara membuka pintu tanpa permisi dan...

Buggggg...

Kiara melempar sepatunya ke wajah laki-laki yang sedang sibuk dengan laptopnya. Laki-laki itu kaget karena mendapat serangan mendadak tak terduga.

“Hey You....!!!” umpat Dira kesal.

Ia yang sedari tadi fokus mengerjakan pekerjaannya tentu saja merasa kaget mendapat lemparan sepatu tiba-tiba.

“Opo????” tantang Ara sambil berkacak pinggang

Laki-laki di hadapannya menggeleng-gelengkan kepala. Dia yang sedari awal ingin marah malah kembali duduk dan berkutat dengan laptopnya. Hal ini membuat Kiara kesal.

“Kaaaadiiiiiirrrrrrrrr .... elu kok cuek sih sama gue???? Gue jauh-jauh datang kesini malah elu cuekin" teriak Kiara.

Dira mengangkat kepalanya. Melemparkan senyum sinisnya dan kembali menatap laptopnya. Dia benar-benar tak merespon teriakan Kiara.

“Kaaaadiiiiirrrrrrrrrrrrr.......... elu denger gue nggak sih?” teriak Kiara lagi.

Dira menghentikan gerak jemarinya. Dia mengambil sepatu yang tadi dilempar oleh Kiara dan melempar balik ke wajah Kiara.

Buggg......  

Tepat sasaran.

“Kadir...Kadir... gue ini Presdir. P-R-E-S-D-I-R. Yang sopan kalau ngomong sama gue” kata Dira.

“Apa lu kata? Presdir? Presdir macam apa yang tidak mampu menyuruh satu anak buahpun buat ngejemput gue di bandara ? Gue sudah bilang kalau gue mau datang. Gue berangkat jam segini, gue bakalan sampai jam segini, kenapa lu nggak suruh orang buat jemput gue?” tanya Kiara lagi.

“Gue nggak nyuruh lu kesini” jawab Dira tenang. Dira tetap fokus dengan pekerjaannya.

"Terus kalau gue nggak kesini? Gue harus kemana?” tanya Kiara lagi.

"Terserah elu mau kemana aja. Ke rumah Mama juga boleh” jawab Dira dengan enteng. Mulutnya berbicara, tetapi mata dan tangannya tetap fokus mengerjakan pekerjaannya.

Kiara menunduk mendengar perkataan Dira. Ia yang semula merasa marah besar dengan Dira, berubah menjadi ciut. Hatinya kembali merasakan sakit.

Dira menggeser kepalanya, melihat apakah Kiara masih disitu atau tidak.

“Kenapa diam?” tanya Dira.

“Kadir..., lu tahu nggak kalau Mama sudah menikah lagi?” tanya Kiara kali ini nada suaranya rendah.

Mulai nampak kesedihan di raut wajahnya. Andai saja sikap Dira tidak sedingin ini, pasti Kiara sudah berlari dan memeluknya. Kiara ingin menangis. Tangis yang sudah ia tahan sejak kedatangannya.

“Gue sudah tahu. Gue nggak peduli dan nggak mau mengusik Mama. Biarkan saja Mama menjalani hidupnya sendiri yang terpenting dia nggak ngusik hidup gue disini” ucap Dira santai.

Kiara mengangkat wajahnya.

“Kadir....” panggilnya pelan.

“Opoooo???”balas Dira.

“Elu itu anak Papa apa bukan sih?? Mama nikah lagi kok elu cuek begini” teriak Kiara.

Emosi Kiara kembali tersulut. Ia menghampiri Dira dan menjambak rambutnya. Kiara kesal dengan tingkah Dira yang hanya peduli dengan dirinya sendiri.

“Sakitttt....... sakitttt....... sakitttttt.. lepasin rambut gue!!! Gue presdir ya disini! Elu datang nggak diundang bukannya sopan malah ngejambak” teriak Dira menahan sakit.

“Gue kesel ama elu, Kadirrrrr. Gue benci ama elu ..!!! Gue jauh-jauh kesini karena gue sedih. Tapi elunya dingin begini sama gue..!!!!” Kiara menarik rambut Dira lebih kuat.

“Ampuuuunnnnnnnnnn......”teriak Dira.

Dira berusaha melepas cengkraman tangan Kiara dari rambutnya. Rusak sudah tatanan rambut keren Dira. Meski laki-laki, Dira sangat memperhatikan penampilannya. Dira paham betul jabatannya sebagai Presdir akan mengundang banyak mata yang akan melihat penampilannya. Dira tidak mau tampil jelek di hadapan tamu dan bawahannnya.

Kiara melepas cengkramannya. Ia menghempaskan tubuhnya ke sofa. Kiara menutup wajahnya dengan kedua tangan. Kiara menangis, ya, menangis. Hatinya bertambah kalut. Kiara pikir dengan menyusul Dira, dia bisa menumpahkan segala kesedihannya.

“Lu nangis?” tanya Dira.

“Nggak. Gue lagi berdoa” jawab Kiara.

“Oh...” jawab Dira.

Dira kemudian duduk di sebelah Kiara.

“Kadir... elu nggak senang gue samperin kesini?” tanya Kiara.

“Nggak” jawab Dira cepat.

“Elu bertahun-tahun nggak ketemu gue apa nggak kangen?” tanya Kiara lagi

“Nggak” jawab Dira lagi.

“Elu kakak gue apa bukan sih?" tanya Kiara semakin kesal.

“Bukan kali” kali ini Dira menjawab dengan tertawa.

“Kadirrrr.....” teriak Kiara. Ia kesal karena Dira tetap saja dingin.

“Opo???” jawab Dira lagi kali ini wajahnya sudah berubah. Dia meregangkan otot wajahnya agar tidak terlihat dingin lagi.

"Kiarang sarang burung, kalau elu bukan adek gue nggak mungkin kan gue gantiin popok lu waktu lu masih bocah?" kata Dira lagi.

Kiara melempar tasnya ke wajah Dira.

“Elu dingin banget sih sama gue? Adek lu lagi sedih nih” ucap Kiara.

“Idih...sedih...sedih kenapa? Sedih ditinggal nikah, lu?" goda Dira.

Kiara terkejut mendengar perkataan Dira. Mereka sudah bertahun-tahun tidak bertemu. Kiara dan Dira bahkan tidak pernah berkomunikasi. Dari mana Dira tahu kalau dia sedang patah hati karena ditinggal nikah?

“Elu tahu dari mana?” tanya Kiara.

“Elu pikir gue nggak tahu. Elu kesini karena cem-ceman lu nikah? Heii Kiarang sarang burung meskipun gue ada nun jauh di sini tapi gue selalu memantau elu. Gue nggak mau terjadi apa-pa sama elu. Apalagi sejak Papa meninggal. Elu sama Mama malah nggak akur. Gue jadi kepikiran. Lu ngerti nggak sih?” jelas Dira panjang kali lebar.

Kiara menatap Dira tak percaya. Ternyata selama ini Dira memantaunya. Kiara pikir Dira tidak peduli kepadanya. Dira mengambil sesuatu dalam sakunya dan memberikan kepada Kiara.

“Nih...! Kartu apartemen gue. Passwordnya tanggal lahir Mama. Gue harap elu masih ingat” perintah Dira.

“Lu ngusir gue?” tanya Kiara dengan suara memelas.

Sungguh untuk saat ini Kiara hanya ingin bersama Dira, kakaknya. Kiara ingin bercerita banyak dengannya. Berkeluh kesah dari pagi sampai malam.

“Iyalah. Ngapain elu disini? Elu itu baru aja datang. Badan lu selain bauk juga capek. Elu harus istirahat. Kalau elu tetap di sini yang ada gue nggak kelar ama pekerjaan gue dan kantor gue ini banjir sama air mata elu. Sudah sana ke apartemen gue. Lu istirahat dulu. Nanti elu cerita kalau gue pulang” kata Dira

Kiara menerima kartu itu dengan bimbang.

“Kenapa lagi?” tanya Dira yang menangkap keraguan di hati adiknya.

“Gue kesananya gimana, Kadirrrrrrrrr???  Gue nggak tahuuuuuuuuuuuu” teriak Kiara. Ia sengaja berbicara dekat dengan telinga Dira.

“Eeebusyettttt ....nih anak tinggal di hutan kali ya? Seneng banget teriak-teriak. Ini bawa kunci mobil gue!" kata Dira sambil melempar kunci mobilnya.

Kiara menangkap dengan cepat. Ia kembali menatap dengan bimbang.

“Kenapa lagi?” tanya Dira kesal. Kalau adiknya itu tetap di sini kapan pekerjaaannya bisa selesai?

“Elu ngasik kunci mobil ini ke gue?” tanya Kiara pelan.

Dira mengangguk.

“Elu mau gue bawa mobil lu?” tanya Kiara lagi.

Dira mengangguk cepat. Ia memperlihatkan arloji yang ada di pergelangan tangannya sebagai isyarat kalau dia tidak punya waktu banyak.

“Elu goblok atau gimana sih Kadiiiiirrrrrr????  Gue itu baru pertama kali kesini. Gue nggak tahu apartemen elu. Gue juga nggak bisa bawa mobil...!!!” Kiara berteriak lagi.

Teriakan Kiara kali ini benar-benar membuat Dira jantungan. Untung Dira tidak punya riwayat penyakit jantung. Dia menetralkan nafasnya hingga benar-benar normal. Mimpi apa dia semalam kok bisa-bisanya Dira mendapat serangan fajar.

Dira mengambil ponselnya dan menghubungi seseorang. Tak lama seorang lelaki bertubuh tegap dan berkacamata hitam masuk ke ruangan Dira. Laki-laki itu membungkuk memberi hormat kepada Dira.

“Antar perempuan ini ke apartemen saya! Jangan melihatnya apalagi menyentuhnya! Pastikan dia selamat sampai disana! Mengerti?” perintah Dira.

“Baik Tuan” jawab lelaki itu penuh hormat.

“Dia orang Indonesia?” tanya Kiara.

“Bukan! Dia orang hutan” jawab Dira. Sudah jelas-jelas Dira berbicara dengan menggunakan bahasa Indonesia tetapi adiknya itu masih bertanya seperti itu.

“Oh... gue pikir aktor hollywood. Soalnya ganteng banget sih” ucap Kiara cekikikan.

“Hihhhh...katanya patah hati tapi masih aja cuci mata. Patah hati macam apa lu?” umpat Dira.

“Patah hati express” jawab Kiara.

“Sudah sana lu ikut pengawal gue. Nanti kita bicara lagi di sana. Gue lagi banyak kerjaan!” usir Dira.

Kiara tak lagi membantah. Ia mengambil barang- barangnya tetapi dicegah oleh pengawal Dira. Lelaki itu mempersilakan Kiara agar berjalan mengikutinya.

Kiara mengikuti lelaki itu dengan senyum-senyum tipis. Ingin sekali ia berkata Mas... buka kaca matanya dongggg... agar dirinya tidak penasaran dengan wajah pengawal Dira.

"Dira dapat darimana pengawal ganteng kayak gini? bisa juga kali ya buat cem-ceman gue di New york" kata Kiara cekikikan dalam hati.

Adira Putra Sanjaya

episode 3

POV Elang

*Minggu depan, Om Ale akan bertunangan dengan Aisha, kekasihnya. Aku sangat antusias dengan acara itu karena aku ingin memperkenalkan Ara, kekasihku dengan keluarga besarku.

Aku yang sejak kecil hidup terpisah dengan orang tua, yang selalu tak tahu pentingnya keluarga, tetapi tidak untuk saat ini. Aku membutuhkan mereka. Aku akan memperkenalkan gadis yang telah mencuri hatiku. Gadis yang telah menjadi belahan jiwaku.

Gadis itu bernama Kiara, tapi aku lebih suka memanggilnya Ara. Aku mengenalnya ketika Om Ale membawanya ke rumah. Aku sudah jatuh hati saat pertama kali melihatnya. Tingkahnya saat itu sangat lucu. Ara berjalan mengekori Om Ale sambil terus mengunyah es krim corn. Ia tidak menyadari jika ada sepasang mata Elangku yang terus mengamatinya dari tangga*.

*Melihat tingkah lucunya itu, muncul ide untuk menggodanya. Aku turun dan merebut es krim yang sudah siap ia makan. Ara terkejut. Aku merebut es krimnya dan langsung menghabiskannya sehingga membuat Ara kesal.

Dia dengan cepat berteriak dan mengadu pada Om Ale. Om Ale tidak menghiraukan Ara malah dia menyuruhku agar lebih iseng lagi dengan Ara. Sejak saat itu aku mulai mendekati Ara meskipun Ara tidak menyukaiku*.

*Om ale selalu berkata “Elang, jadikan Ara milikmu!” dan kalimat itu seperti bensin yang selalu mengobarkan semangat perjuanganku.

Ara adalah gadis yang tidak mudah didekati. Aku selalu melihatnya sendirian. Sungguh mustahil jika gadis secantik Ara tidak punya kekasih. Aku mengikuti Ara selama beberapa hari dan Ara selalu saja sendiri*.

Perjuanganku tidak mudah ,tapi akhirnya dia juga menjadi kekasihku. Sungguh rasanya aku ingin melompat dari tebing yang sangat tinggi ketika dia menjawab surat yang aku letakkan di bawah bantalnya saat kita camping dulu. Dengan jelas aku mendengar Ara berkata sambil meneteskan air mata “ Ya, aku mau. Aku juga mencintaimu”. Aku langsung memeluknya dari belakang. Aku tidak menyangka cintaku terbalaskan.

Hari-hariku bersama Ara sungguh indah. Aku tak menyangka Ara sangat penurut. Apapun yang aku mau pasti dia iyakan. Ara tak pernah sekalipun meminta sesuatu kepadaku dan saat itu aku hanya berfikir dia masih sungkan karena aku hanya pacarnya. Oleh sebab itu aku ingin segera menghalalkannya.

Mendengar Om Ale akan bertunangan, maka timbul keinginanku akan segera menyusulnya. Aku sudah mempersiapkan semuanya. Aku akan melamar Ara saat acara pertunangan Om Ale. Namun aku berpikir lagi harus ada sesuatu yang indah sebelum aku melamarnya. Aku ingat Ara tidak pernah meminta sesuatu kepadaku. Maka aku bergegas membeli sepasang cincin yang bertuliskan nama kami.

Aku mengajaknya ke taman. Seperti biasa dia akan duduk manis di taman dengan es krim di tangannya dan aku mulai bercerita tentang banyak hal. Ara hanya tertawa sesekali tetapi tetap sibuk dengan es krimnya. Aku tahu kebiasaan Ara adalah menyisakan corn es krimnya lalu ia berikan kepadaku. Aku menunggunya.

Aku melihat Ara menatap heran ke dalam cornnya. Aku pura-pura bertanya ada apa tapi Ara tidak menjawab. Ara malah menatapku tak percaya. Ara mengambil cincin itu dan aku tersenyum kepadanya. Aku katakan padanya jika aku tidak main-main dengannya. Aku ingin mengikatnya. Aku mengambil cincin itu dari tangan Ara dan segera memasangnya di jari manisnya.

*Tetapi tiba-tiba terdengar suara perempuan berteriak memanggil namaku. Aku kaget melihat Ellea, mantanku berdiri mematung melihat kami. Ara bertanya siapa Ellea dan aku menjawab dengan gugup. Aku katakan jika Ellea adalah mantanku.

Tanpa ku duga Ellea berlari memelukku dan mengatakan bahwa ia sangat merindukanku. Ellea rindu dengan belaianku. Ellea terus mengingatkanku tentang peristiwa yang terjadi di masa lalu. Peristiwa ketika aku dan Ellea telah tidur bersama*. 

*Lidahku kelu. Tidak ada satu bantahan yang keluar dari mulutku. Ara menatapku dengan marah. Aku bisa melihat amarah dan kekecewaan di wajah Ara. Ia melepas cincin yang baru saja aku sematkan di jari manisnya. Ara melempar cincin itu ke wajahku dengan penuh emosi.

Ara berlari meninggalkanku. Aku hendak mengejarnya tetapi Ellea menahanku. Ellea meminta aku tetap bersamanya. Aku menolak dan berusaha lepas dari tangannya. Ellea terus menangis meminta aku untuk tidak pergi. Disitu aku merasa linglung. Aku ingin mengejar Ara dan menjelaskan kepadanya. Tapi kesempatan itu tidak ada. Ara sudah hilang bak ditelan bumi*.

\_\_\_\_\_\_\*\*\*\_\_\_\_\_\_\_

Jakarta, Rumah Ale

Rumah Ale tampak lebih ramai dari biasanya. Semua anggota keluarga berkumpul di tempat itu guna menghadiri hari bahagia Ale.

Ya, hari ini adalah hari bahagia untuk Ale karena Ale akan bertunangan dengan kekasihnya, Aisha, gadis manis yang berprofesi sebagai perawat. Jangan ditanya bagaimana bahagianya Ale hari ini. Sejak subuh Ale sudah bersiap-siap. Dimulai dengan mandi kembang tujuh rupa, manicure, pedicure, dan ritual penting lainnya yang harus ia lakukan agar ia tampil maksimal di hari bahagianya.

Hati Ale yang sedang berbunga-bunga bertolak belakang dengan keadaan Elang. Elang diserang rasa kesepian akibat ditinggal Ara. Sudah berhari-hari Elang membayangkan nanti di hari pertunangan Ale, dia akan bersanding juga dengan Ara. Setelah Ale, nanti Elang dan Ara akan menyusul. Tapi apa mau dikata, musibah datang memisahkan mereka.

“Cihhh” umpat Elang. Elang masih terus menahan amarahnya.

Andai saja Ale tidak datang. Pasti Zian sudah habis di tangannya. Zian adalah sahabat sekaligus perusak hubungannya dengan Ara.

Ale masuk ke kamar Elang tanpa mengetuk pintu. Ia melihat Elang dengan kesal. Acara sudah hampir dimulai tetapi keponakannya itu belum juga bersiap-siap. Jas yang diberikan Ale sejak tadi subuh belum juga ia pakai, masih rapi di atas kasurnya. Ale mengambil jas milik Elang dan melemparnya ke wajah Elang dengan asal. Elang yang sedang tenggelam dalam dunia lamunannya tentu saja terkejut dan menoleh ke arah datangnya jas terbang itu.

“Apaan sih, Om?” tanya Elang sambil membuang kembali jasnya.

“Cepat pakai semua menunggumu!” perintah Ale.

“ Elang malas, Om” jawab Elang

“Apa yang membuatmu kembali bersemangat?”

“Ara. Hanya Ara yang bisa membuatku kembali bersemangat” jawab Elang.

Ale keluar dari kamar Elang. Beberapa detik kemudian Ale kembali lagi dengan membawa seorang gadis.

“Ini Ara” kata Ale.

Elang mengangkat kepalanya. Ia terkejut mendengar ucapan Ale. Tetapi kepalanya kembali menunduk setelah melihat siapa yang dibawa oleh Ale ke kamarnya.

“Kenapa lagi? Katanya kau mau Ara? Ini Ara!” kata Ale

“Mataku belum katarak, Om. Dia bukan Ara kekasihku!” teriak Elang.

" Hei gadis, namamu siapa?" tanya Ale.

"Nama saya Ara, Pak Ale" jawab gadis itu.

"Kau dengar sendiri kan, Elang. Namanya Ara" ucap Ale.

"Nama saya memang Ara, Pak Ale, tetapi saya bukan kekasih Tuan Elang" jawab gadis itu.

"Lalu, kamu siapa dong?" tanya Ale pura-pura kaget.

"Saya salah satu pelayan disini" jawab gadis itu lagi.

"OOOOo........." sambung Ale lagi.

"Hentikan, Om. Ini tidak lucu!!!" kata Elang.

Elang berdiri dan keluar dari kamarnya. Ale mengikuti Elang dari belakang bersama gadis yang tadi dibawanya. Merasa Ale mengikutinya, Elang menghentikan langkahnya.

“Apa lagi sih, Om? Mengapa mengikutiku?” tanya Elang ketus.

Elang ingin menyendiri tetapi Ale terus saja mengganggunya. Elang tidak tertarik dengan acara pertunangan Ale. Untuk saat ini di pikirannya hanya ada Ara, Ara dan Ara.

Ale tidak sabar menghadapi Elang. Jangan sampai acara pentingnya rusak gara-gara bocah yang sedang patah hati ini. Ale menarik Elang dan menyeretnya ke dalam mobil. Elang meronta-ronta agar Ale melepaskannya. Ale tidak peduli.

Ale menghempaskan tubuh Elang agar masuk ke dalam mobil. Ia segera mengikat Elang dengan sabuk pengaman berlapis. Elang terus meronta. Tak henti-henti umpatan dan sumpah serapah keluar dari mulut Elang.

Plakkkk

Ale menampar mulut Elang.

“Bertahun-tahun kau dalam didikanku. Aku yang membesarkanmu dan sekarang kau berani mengumpatku? Sudah merasa hebat kau hah?” tantang Ale.

Elang meringis. Ia berusaha menenangkan emosinya.

“Hari ini adalah hari bahagiaku. Tidak bisakah kau diam dan jangan berulah?” bentak Ale.

“Kalau kau kalut gara-gara masalahmu dengan Ara. Pendam dulu. Setelah acara ini selesai kita cari solusinya. Kau bukan anak kecil lagi Elang. Bersikaplah dewasa!" bentak Ale lagi.

“Aku ingin Ara di sini, Om” ucap Elang lirih.

“Berhenti merengek! Kau bukan anak kecil. Urusanmu dan Ara selesaikan setelah acaraku. Jangan coba-coba merusak acara bahagiaku dan Aisha! Paham kau??” gertakan ketiga yang diterima Elang dari mulut Ale.

Elang membuang mukanya. Dia diam. Untuk saat ini dia akan mengikuti perintah Ale. Toh percu.ma saja melawan, Elang tidak akan mampu. Elang akan bertekad setelah acara pertunangan Ale selesai, ia akan kembali mencari Ara dan menjelaskan semuanya. Tentang Ellea dan tentang kesalahpahaman yang terjadi di antara mereka.

Alexander Barata Wijaya

Aisha Nuri Maulida

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!