"Kau tahu apa yang paling aku benci di dunia ini? Penghianatan dan Cinta! Aku, Yohan Alexander bersumpah, tak akan pernah merasakan apa itu jatuh cinta, dalam hidup ini hanya akan ada balas dendam!" Seringai jahat tersungging di bibir Yohan.
***
"Ibu, ku mohon jangan tinggalkan aku sendiri Ibu!" Lirih seorang gadis berambut hitam sepinggang sembari duduk di kursi ruang tunggu Rumah sakit. Ia tak henti terus berdo'a dengan derai air mata untuk kesembuhan sang Ibu yang telah sakit parah selama ini.
'Tuhan tolong, jangan ambil nyawa Ibu ku dalam dunia ini hanya dia yang aku miliki. Aku tidak peduli kau mau mengambil nyawaku asal jangan Ibu ku, aku akan hancur!' lirih gadis itu dalam hati.
"Nona Safira!" Seorang Pria menyentuh bahunya membuat Safira seketika mendongak menatapnya.
"Tuan ingin bertemu dengan mu," lanjutnya.
"Apa kau tidak lihat, Ibu ku sedang berjuang antara hidup dan matinya, aku tidak bisa pergi. Katakan padanya aku tidak akan menuruti kemauannya. Aku putrinya, aku akan lebih keras kepala di banding dia!" ucap Safira tegas dengan sorot mata penuh kebencian.
"Tuan bilang, Anda tidak punya pilihan Nona, atau...pengobatan yang Nyonya jalani serta alat-alat yang menopang hidup Nyonya akan di lepas di hadapan Nona saat ini juga!" Ucapnya tanpa ragu.
Seketika Safira bangkit dengan penuh amarah dan mencengkram kerah kemeja laki-laki itu, "kalian, benar-benar manusia biadab. Kalian mempermainkan nyawa seseorang demi tujuan kalian, terlebih lagi dia Ibu ku, istrinya sendiri. Tidakkah dia merasa sedikit kasihan, setidaknya melihat kondisi Ibu ku yang semakin parah ini." Safira menghempaskan tangan dari kemeja sekertaris pribadi Ayah nya itu dengan air mata yang hentinya bercucuran.
"Nona bisa ajukan pertanyaan itu setelah bertemu Tuan, saya hanya di tugaskan menyampaikan pesan ini oleh beliau. Kalau begitu saya ijin undur diri Nona, tuan bilang Anda di tunggu di kediaman Tuan!" Sekertaris pribadi Ayah nya itu menunduk hormat, namun Safira hanya memalingkan wajah sembabnya ke arah lain.
'Kenapa aku harus memiliki Ayah sekejam dia, apa salah ku? Dari kecil, dia selalu menunjukan kebencian terhadapku. Apa sebegitu jelek kah aku, hingga Ayah tak sedikit pun merasakan kasih sayang terhadap ku.' Safira mencengkram dadanya yang terasa semakin sesak karena Air mata yang tak hentinya menerobos keluar dari kedua sudut matanya.
Safira mendekat ke pintu ruangan Ibunya dan menatap Ibunya yang terbaring lemah di ranjang dengan berbagai alat medis yang memenuhi bagian atas tubuhnya, terlihat Dokter dan beberapa suster tengah menangani Ibunya yang kondisinya tiba-tiba memburuk.
Saat itu Ibu baik-baik saja, saat aku kembali dari kantor tempat ku bekerja tiba-tiba Ibu terbaring di dalam kamar mandi dengan kepala bersimbah darah, dia terpeleset karena dia memiliki riwayat darah tinggi Dokter bilang dia mengalami Stroke penyakit yang sulit di sembuhkan. Dia menjadi lumpuh dan hanya bisa terbaring di tempat tidur seperti bayi.
"Buk, akan kah Ibu bisa sembuh seperti dulu lagi?" Safira menatap Ibunya dengan tatapan sendu dari balik kaca pintu ruang rawat yang berbentuk bundar.
Dokter yang menangani Ibunya pun keluar, dengan segera Safira bertanya, "Dok, bagaimana kondisi Ibu saya? Apakah sudah membaik?" tanya Safira penuh harap.
"Nona Safira tenang saja, Nyonya Widia baik-baik saja sekarang masa keritis nya sudah lewat, beliau sedang beristirahat nanti kau boleh menemuinya setelah dua jam," Dokter itu pun berlalu dari hadapan Safira.
Seorang suster datang menghampiri Safira sambil membawa sebuah catatan di tangannya, "permisi Anda Nona Safira?"
"Benar Sus, saya Safira!" Jawab Safira dengan pandangan penuh tanda tanya.
"Nona belum menyelesaikan pembayaran untuk minggu ini silahkan melakukan pembayaran di tempat Administrasi Rumah sakit terima kasih." Suster wanita itu pun berlalu dari hadapan Safira.
'Bulan ini aku belum menerima gaji, sedangkan gaji bulan lalu sudah habis untuk biaya makan sehari-hari belum biaya transportasi ke sana kemari, apa yang harus aku lakukan? Haruskah aku meminta bantuannya, tapi itu tandanya aku harus menunduk di hadapannya dan menerima segala keputusannya. Tapi, kondisi Ibu saat ini adalah yang terpenting, ya sudahlah persetan dengan nanti, aku ingin lihat apa yang pria tua itu inginkan.'
Safira memutuskan untuk meminta bantuan Ayah nya soal biaya rumah sakit dan mencoba bernegosiasi dengan Ayah nya itu.
Taksi yang Safira tumpangi berhenti di depan sebuah gerbang rumah besar berwarna abu-abu, kemewahan dan kemegahannya masih dapat ia rasakan dulu dia tinggal di rumah ini, namun pada usia enam tahun Ibunya membawa Safira pergi dari rumah ini, jujur sampai saat ini Safira tidak tahu apa penyebab Ayah dan Ibunya berpisah tanpa bercerai. Namun, Ayah nya terlihat sangat membenci Ibu nya, tapi Ibu nya justru sebaliknya dia berpesan pada Safira.
"Fira sayang Nak, sejahat apapun dan sekejam apapun Ayah mu jangan pernah menyimpan amarah dan kebencian dalam hati mu, ingat itu." pesan Ibu Widia.
'Tapi bagaimana mungkin aku tidak membencinya, melihat dia yang selalu memperlakukan Ibu dengan begitu kasar, aku melihat dengan jelas bagaimana dia menampar Ibu pada malam itu, entah apa alasannya Ibu tak pernah mau bilang pada ku, begitu pun Ayah.'
"Nona silahkan masuk, Tuan sudah menunggu di dalam!" Ucap penjaga, sepertinya dia sudah tahu akan kedatangan Safira sebelumnya, Safira hanya menjawab dengan Anggukan kepala dan masuk ke dalam.
"Nona!" Seorang pelayan wanita paruh baya nampak menyambut hangat Safira di rumah itu. Safira ingat, dia adalah pelayan yang sering menjaga dan mengajaknya bermain dulu.
"Bi Diah apa kabar?" tanya Safira.
"Saya baik Nona, bagaimana keadaan Nyonya?" Bi Diah nampak ikut sedih bila mengingat kondisi Nyonya nya itu.
"Ibu--." Ucap Safira terputus mendengar teriakan Ayah nya dari dalam Rumah.
"Bi, suruh Safira masuk!" Teriaknya kencang.
"Ba--baik Tuan, mari Nona!" Dengan segera Safira berjalan mengikuti langkah pelayan itu.
Nuansa rumah ini tidak jauh berbeda dengan yang di ingatan Safira dulu, tapi terlihat ada beberapa perubahan di bagian dekorasi dan barang-barang, serta guci-guci mewah yang dulu sangat Ayah nya sukai kini hanya tinggal beberapa saja di sudut ruangan.
'Apa Ayah ku ini telah jatuh miskin?' Safira sedikit tersenyum jahat.
"Akhirnya kau datang juga Safira," ucapnya datar.
"Hem...sudahlah tidak usah basa-basi, apa yang Anda ingin saya lakukan, Ayah?" tanya Safira langsung, dia tahu benar Ayah nya ini punya maksud tertentu di setiap tindakannya.
"Aku tahu kau tidak mampu membayar biaya pengobatan Ibu mu yang tidaklah murah itu, aku bersedia membayar semuanya, tapi...sebagai balasannya kau harus menikah dengan Pria yang telah aku pilihkan!" Terangnya.
"Me--menikah?!
"Me--menikah!?" Alangkah terkejutnya Safira ketika ia mendengar kata menikah keluar dari mulut Ayah nya itu.
"Kenapa? Apa kau keberatan? Aku tidak masalah jika kau tidak mau, tapi kau tahu benar apa yang akan aku lakukan," ancamnya sembari menaikan kaki ke atas meja dan duduk dengan santainya.
"Aku belum ingin menikah, selain itu Ibu masih sakit aku tidak ingin menikah tanpa kehadiran Ibu," jawab Safira mencari alasan.
"Aku tidak bertanya apa keinginan mu, tapi aku meminta kau untuk memilih, menikah atau Ibu mu?" Safira mengepalkan tangannya, kenapa? Kenapa Ayah nya begitu kejam apa salahnya. Ingin rasanya Safira menangis dan meminta penjelasan tapi, semua itu hanya akan membuat dia semakin terlihat lemah.
"Pria tua mana yang kau pilih untukku?" tanya Safira sambil tersenyum pahit.
"Tenang saja dia tidak tua, dia masih muda dan tampan, aku jamin kau akan betah tinggal bersamanya. Selain itu kau juga bisa memiliki kehidupan mewah tanpa harus bersusah payah," ujar sang Ayah sembari menenggak minuman di tangannya.
"Hemh...Pria bodoh mana yang mau menikahi ku, atau kau telah menjual ku?!" Safira mengepalkan tangannya, dia tahu benar sipat Ayah nya itu mana mungkin dia mau memikirkan kebaikan demi dirinya.
Hahaha...Ayah nya tergelak melihat Safira yang masih berlaga so kuat di hadapannya, padahal dia tahu benar putrinya itu saat ini sedang ketakutan dan putus asa.
"Kau benar, aku memang menukar mu ah bukan tapi, menjual mu. Apa kau ada masalah?" ucapnya tanpa rasa bersalah.
Bruk... Safira terduduk lemas di lantai, air mata berhamburan di wajah putih bersihnya, tembok tinggi yang ia bangun untuk menutupi ketidak beradayaannya runtuh sudah kala mendengar penuturan Ayah nya.
"Kenapa? Kenapa kau begitu kejam, bukankah aku ini putri mu?" tanya Safira sambil terisak lirih.
Prang...Tuan Aditama melempar gelas di genggamannya hingga hancur berkeping-keping di lantai.
"Jangan pernah bicara tentang hubungan di hadapan ku!" gertaknya, tangannya mencengkram dagu runcing Safira.
"Pelayan dandani Nona, jangan sampai dia terlihat berantakan!" teriaknya sembari berlalu.
Tubuh Safira bergetar air mata terus menerobos tiada henti, "Aku belum mengatakan aku mau menikah!" teriak Safira.
"Kau hanya punya satu pilihan sekarang!" jawabnya.
Seorang pelayan wanita yang hampir sebaya dengan Safira menggandeng dan membawanya ke kamar tamu, di sana sudah terdapat beberapa gaun dan perhiasan serta sepatu dan alat makeup di atas ranjang.
'Kini aku hanya bisa pasrah, Ibu semoga pengorbanan ku dapat menyembuhkan mu.' Safira mencengkram gaun yang ia kenakan sembari menitikan air mata.
Kini Safira berada di dalam mobil besama Ayah nya dan juga seorang supir di kursi depan, kemana mereka pergi Safira sudah tidak peduli, pada siapa ia akan di jual.
Tanpa terasa mobil pun sudah berhenti di depan gerbang sebuah rumah mewah yang jauh lebih mewah di banding milik Ayah nya Safira.
"Jangan membuat ku malu, atau Ibu mu yang akan menanggungnya!" ancam Tuan Aditama.
"Kau tidak perlu khawatir, Ayah! Putri mu tidak akan pernah membuatmu malu, aku akan menjalankan peran ku sesuai keinginanmu," Tuan Aditama menampar pipi kiri Safira, hingga gadis itu terhuyung ke samping.
"Ingat jangan pernah melampaui batas mu, Ibu mu masih di tangan ku!" ancamnya lagi.
'Kenapa Ibu masih saja membela Pria kejam ini, dia benar-benar tidak pantas menjadi Ayah ku. Aku sangat membencinya, benci sekali!' batin Safira.
Safira mengikuti langkah Tuan Aditama di belakangnya masuk ke dalam rumah besar itu, nuansa rumah kelasik namun nampak elegan ini tampak sepi sepertinya tak banyak orang yang tinggal di sini.
Safira dan Tuan Aditama di sambut oleh pelayan dan di persilahkan duduk di ruang tamu.
"Dimana dia, pria yang membeli ku itu? Apa dia masih bersenang-senang dengan wanita lain? Jika benar begitu aku di jual pada seorang bajingan, Ayah ku ini ternyata begitu perhatian dan sangat menyayangi putrinya," sindir Safira pada Ayah nya.
"Diam! Jangan berbuat ulah, atau--," Tuan Aditama menunjukan poto di ponselnya yang menunjukan Ibu Safira tengah terbaring tak berdaya.
Seketika Safira terdiam dia tak mampu berkutik, Ayah nya tahu benar titik kelemahannya, yaitu Ibu nya. Dua orang pelayan datang menyuguhkan makanan dan minuman di meja dan mempersilahkan Safira dan Tuan Aditama untuk mencicipinya.
Waktu berlalu, cukup lama Safira dan Tuan Aditama menunggu namun orang yang ingin ia temui tak kunjung datang.
"Permisi kenapa Tuan Alexander belum juga kemari, saya sudah membuat janji dengan beliau," ucap Tuan Aditama pada seorang pelayan yang baru saja lewat.
"Mohon Tuan tunggu sebentar lagi, Tuan Muda sedang bersiap-siap." Jawabnya sambil menunduk hormat.
"Baiklah terima kasih!" Jawab Aditama pasrah.
Safira hendak beranjak dari kursi, namun seketika Tuan Aditama menahannya dan memaksanya kembali duduk, "duduk baik-baik jangan bertindak ceroboh!" Ucapnya penuh penekanan.
"Aku hanya ingin mencari udara segar, aku merasa bosan diam seperti patung di rumah besar ini! Ayah, apa tidak sebaiknya kita pulang dulu dan memberi waktu untuk Tuan Alexander ini berpikir, mungkin dia tidak menyukai gadis seperti ku," ujar Safira yang seketika di jawab oleh seseorang dari arah tangga.
"Siapa bilang aku tidak menyukai mu, Nona Safira, itu nama mu kan?!" terlihat seorang laki-laki tampan kira-kira berusia 28 tahun berjalan dengan gagahnya menghampiri Safira dan Tuan Aditama, dia mengenakan jas hitam dengan di padukan dengan kemeja warna putih dengan dasi senada pula, dia lantas duduk dengan menyilang kan kaki nya.
"Mohon maaf telah membuat kalian lama menunggu!" ujarnya sopan namun terasa janggal.
"Tidak apa Tuan Alexander saya memahami orang besar seperti Anda pasti sangat sibuk dan memiliki banyak urusan," ucap Aditama sembari tersenyum.
Tuan Alexander beralih menatap Safira, "apa nona Safira juga mempermasalahkan keterlambatan ku?" ucapnya dengan sopan.
"Tidak, sama sekali tidak!" Safira merasa tidak tenang dia melihat ke sekeliling yang entah sejak kapan jadi banyak pria bertubuh kekar berdiri tak jauh dari mereka. Yang paling membuat Safira tak nyaman adalah pandangan seorang Pria yang berdiri tepat di samping tempat duduk Tuan Alexander.
"Tuan Alexander perkenalkan ini putri saya, Safira!" Ucap Aditama memperkenalkan.
"Hem...Aku sudah tahu! Jangan panggil aku Tuan Alexander, panggil saja aku Yohan rasanya lebih akrab!" pintanya.
"Ah...baiklah Tuan Yohan!" Aditama tertawa canggung penuh kehati-hatian dia takut menyinggung orang ternama ini, jika dia sampai menyinggungnya Aditama tahu benar apa konsekuensi nya.
"Tuan Aditama aku menyukai putri mu, aku akan menikahinya!" Safira membulatkan matanya dia begitu terkejut bagaimana bisa, orang memutuskan menikahi seseorang hanya dengan sekali melihatnya.
"Tunggu Tuan!"
"Tunggu dulu Tuan!" Sergah Safira, "aku belum setuju untuk menikah dengan mu!" Yohan mengangkat sebelah alisnya.
"Oh jika begitu, Tuan Aditama pasti punya jawabannya! Benar begitu bukan, Tuan!" Yohan memberikan tatapan mengintimidasi.
"Tuan Yohan jangan dengarkan dia, dia sudah setuju sebelumnya dia hanya main-main dengan mu, mungkin dia ingin menguji anda saja," ucap Aditama gugup.
"Safira, diam lah jangan coba-coba kau mempermainkan ku, ingat Ibu mu ada di tangan ku," bisik Aditama di daun telinga Safira.
Safira mengepalkan tangan dia sudah tidak bisa menghindar lagi, 'Apa aku harus pasrah hidupku hancur di tangan Ayah ku sendiri, aku punya mimpi untuk pernikahanku nanti. Sekarang mimpi itu hanya akan tetap menjadi mimpi, maafkan aku, aku tidak akan bisa menepati janji ku.' Batin Safira bergumam.
"Nona Safira, katakan pada ku apa aku perlu persetujuan mu untuk menikahi mu?" Tanya Yohan penuh penekanan, di dalam kata-katanya seolah dia sudah menjadi pemilik Safira sepenuhnya hingga suaranya pun tak akan pernah ada artinya.
'Aku tahu Pria ini tidak seperti yang terlihat, dia terlihat ramah dan baik, namun aku tidak nyaman dengan tatapan matanya itu, seolah ada sesuatu yang tersirat di sana.' Safira balas menatap mata Yohan, dia hanya tersenyum pada Safira.
"Nona, kenapa kau diam saja? Ayo katakan bagaimana caranya agar aku bisa mendapat persetujuan pernikahan dari mu?!" Yohan menyunggingkan senyuman terbaik di bibirnya.
"Ti--tidak Tuan, Anda tidak perlu melakukan apapun. A--aku setuju," ucap Safira gagap, karena mendapat tatapan tajam dan penuh ancaman dari Ayah nya.
"Oh jika seperti itu, mari kita laksanakan pernikahannya hari ini." Ucapnya senang.
"A--apa? Kenapa begitu cepat? Aku belum menyiapkan apa pun!" Ucap Safira dia menatap Ayah nya memohon pertolongan.
'Tidak, aku tidak boleh menikah sekarang. Aku bahkan belum menemui Ibu.' Safira mencengkram ujung gaun yang ia kenakan.
"Kamu tidak perlu menyiapkan apapun, semuanya telah siap," ucap Yohan santai.
"Ta--tapi, Ayah," Safira kembali menatap Ayah nya. Aditama hanya diam dengan wajah datar.
"Tuan Yohan, apa boleh saya bicara empat mata dengan putri saya?" tanya Aditama.
"Tentu saja silahkan, Ken! Tolong antar mereka ke kamar tamu biar mereka berbincang dengan lebih leluasa!" Perintahnya pada Pria yang sedari tadi berdiri di sampingnya, aura laki-laki ini lebih menakutkan dari pada Yohan.
"Baik Tuan!" Ken memimpin jalan menuju tempat yang di sebutkan Yohan tadi. Safira dan Tuan Aditama mengikuti dan masuk ke dalam kamar tersebut.
"Silahkan masuk, saya akan menunggu kalian di luar!" Ken membuka kan pintu dan menutupnya kembali setelah Safira dan Ayah nya masuk ke kamar tersebut.
"Ada yang ingin kau katakan?" ucap Tuan Aditama.
"Aku ingin bicara dulu dengan Ibu sebelum pernikahan, aku tidak akan pernah lari dari pernikahan ini. Ingat Ibu masih sakit, aku tidak mungkin meninggalkannya," lirih Safira.
"Baiklah, aku akan bicara dengan Tuan Yohan, tapi aku tidak bisa janji!" Aditama nampak tegang, keringat dingin nampak membasahi pelipisnya.
'Apakah Ayah takut dengan laki-laki itu?'
"Ayo!" Aditama lebih dulu keluar dan di susul Safira, tampak Ken orang kepercayaan Yohan berdiri tak jauh dari pintu. Tanpa banyak bicara dia pun berjalan lebih dulu.
"Bagaimana keputusan kalian?!" tanya Yohan santai sambil menyesap sedikit wine dari gelas yang ada di tangannya.
"Tuan Yohan, bagaimana kalau pernikahannya di tunda sampai besok, Ibu nya Safira sedang sakit jadi dia ingin bicara dulu dengannya malam ini!" Yohan melempar pandang penuh amarah tangannya mengepal kuat, hampir saja gelas di genggamannya hancur berkeping-keping.
Ken menyentuh bahu Yohan dan membisikan sesuatu, membuatnya kembali memasang senyum walau terlihat kaku.
"Baiklah, sekarang kalian boleh pergi. Aku ada urusan kantor, Tuan Aditama ingat janji mu!" ucapnya lantas pergi meninggalkan rungan itu.
***
Safira menyeret kaki nya kembali ke rumah sakit. Lantas mendudukan diri di kursi ruang tunggu, dia menghapus air mata yang terus saja muncul tanpa ijin nya. Dia tak ingin Ibunya melihat dia menangis.
Setelah mampu menguasai diri dan menghentikan tangisnya Safira pun masuk ke dalam ruangan tempat Ibu nya di rawat, ia berjalan perlahan mendekati ranjang dan duduk di hadapan Ibu nya.
"Buk, ini Fira, bagaimana keadaan Ibu? Apa sudah lebih baik?" Safira menggenggam tangan Ibunya dan menciumnya.
"Buk, mungkin beberapa hari kedepan Fira gak bakal nemenin Ibu di sini. Fira harus pergi keluar kota karena ada urusan pekerjaan, Ibu baik-baik ya di sini." Ucap Safira berbohong, dia tidak ingin Ibunya tahu jika dia di paksa menikah oleh Ayah nya.
Seperti biasa Ibu hanya diam tak merespon sama sekali, Safira sudah mulai terbiasa dengan kondisi Ibunya yang lumpuh total ini.
'Aku tidak mungkin bilang bahwa aku akan menikah besok, aku takut Ibu terkejut dan membuat kondisinya semakin buruk.' Batin Safira.
'Buk, kenapa ini terjadi pada ku. Bahkan untuk memilih pasangan hidup sendiri pun aku tidak bisa, kenapa Ayah tidak mau melepaskan kita dan membiarkan kita hidup tenang.'
Safira membaringkan kepalanya di tepi ranjang, tanpa terasa ia pun terlelap.
"Nona, Nona bangunlah, Tuan meminta Anda segera datang!" Suara seseorang terdengar familiar di indra pendengaran Safira. Safira perlahan membuka mata dan melihat siapa yang membangunkannya pagi-pagi buta.
"Tuan Ren, ada apa?!" tanya Safira bingung, kesadarannya belum terkumpul sempurna.
"Nona lupa, hari ini adalah--," Safira membulatkan mata dan menaruh telunjuknya di bibir agar Reno tidak melanjutkan lagi apa yang ingin di katakannya.
"Baiklah, aku akan segera datang," ucap Safira sambil menatap lembut wajah Ibu nya yang masih nampak tertidur lelap.
"Tuan memerintahkan untuk membawa Nona bersama saya," tambah Reno.
"Ya sudah, tunggu aku membasuh wajah dulu." Safira beranjak ke toilet dan secepat mungkin kembali.
Di dalam mobil hening terasa sepanjang perjalanan, Safira hanya diam begitu pula Reno sekertaris pribadi Ayah nya itu, pria muda berwajah cukup tampan. Dia menjadi pengganti Ayah nya menjadi sekertaris pribadi Tuan Aditama.
Mobil pun menepi di parkiran sebuah hotel bintang lima yang cukup terkenal, Safira sudah tahu milik siapa hotel ini, tak heran jika dia di bawa ke tempat ini.
"Nona, silahkan turun!" Reno membuka kan pintu tanpa Safira sadari.
"Hem...." Jawab Safira singkat, Safira berjalan mengikuti langkah Reno di belakangnya, menuju lantai paling atas gedung ini tampaknya. Setelah sampai Safira pun di suruh masuk ke dalam sebuah kamar dan merias diri di sana.
Tampak dua orang wanita sudah menunggu Safira untuk mereka rias sedemikian rupa.
Beberapa jam berlalu akhirnya Safira pun sudah siap, "Nona, Anda benar-benar sangat cantik. Tuan Yohan pasti tidak akan mampu mengalihkan pandangan dari Anda." Safira hanya tersenyum tanpa berniat menjawab.
'Aku melangkah ke masadepan yang entah akan bagaimana. Tapi, yang aku tahu ini tidak akan mudah, entah apa motip Yohan yang sebenarnya, aku harus tetap waspada.'
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!