NovelToon NovelToon

CEO Dingin Jadi Bucin

Prolog

Jesi cleopatra adalah seorang anak yatim piatu. Orang tua nya meninggal satu tahun yang lalu, Jesi seorang gadis yang berumur 24 tahun. Gadis yang baik hati, mandiri, wajah berparas cantik dan anggun, Membuat banyak lelaki yang terpesona dengannya.

Namun, Jesi tidak sama sekalipun untuk tertarik dari salah satu dari mereka, Karena Jesi lebih memilih mencari uang untuk biaya kehidupan nya yang serba kekurangan, kehidupan Jesi tidak pernah ada henti-henti nya untuk menghadapi masalah. Mulai dari kontrakan nya yang sudah jatuh tempo, masih belum dibayar. Apa lagi pemilik kontrak tersebut selalu memakinya dengan kata-kata yang kasar, namun Jesi selalu sabar menghadapi nya demi kehidupan nya ke depan.

Terkadang Jesi hanya makan roti dan minum air putih saja. Supaya dapat menghemat biaya kehidupannya , namun tetap saja selalu kekurangan uang. Jesi sudah beberapa kali melamar di sebuah perusahaan, namun keberuntungan tidak berpihak kepada nya. Akan tetapi, Jesi tidak pernah berhenti dan menyerah begitu saja.

Sehingga Jesi melihat di sebuah koran, ada yang memerlukan beberapa karyawan di perusahaan tersebut, Jesi pun mengambil keputusan sekali lagi, untuk mencoba nya ia tidak ingin menyerah begitu saja .

"Aku tidak boleh menyerah begitu saja, sekarang akan ku coba," ucap Jesi, Lalu ia pun membuat surat lamaran, untuk melamar pekerjaan di perusahaan tersebut

Hingga di Pagi hari yang cerah, tepatnya hari ini. Jesi melamar pekerjaan di  perusahaan tersebut.

"Kring, kring." Bunyi alarm yang menandakan sudah pagi.

"Ahk, badan ku jadi pegal-pegal semuanya, tapi ngak apa-apa deh, Ini semua demi masa depan ku kelak," ucap Jesi bersemangat.

Akhirnya Jesi bangun dan langsung ke dapur  memasak untuk serapan pagi , walau pun dengan bahan yang seadanya. Bagi Jesi yang terpenting hari ini ia bisa fokus dan memiliki tenaga untuk ikut interview.

Selesai memasak Jesi pun langsung bergegas mandi dan bersiap-siap. ia memakai pakain yang sangat rapi, dengan baju putih dan rok hitam selutut , di tambah lagi rambutnya yang hitam dan panjang itu di gerai, tampak sangat indah dan lembut. Apa lagi memiliki wajah yang cantik, bodi yang sangat seksi, walaupun tidak mengunakan pakain pendek. Setelah itu Jesi pergi kemeja makan untuk serapan.

"Semoga saja hari ini dilancarkan amiin," gumam Jesi dalam hati. Jesi pun akhirnya berangkat ke perusahaan itu setelah beberapa menit sarapan tadi, ia mengunakan motornya untuk berangkat ke kantor. Motor tersebut, hadiah ulang tahun dari kedua orang tua nya dulu dan selalu setia menemani nya kemana-mana hingga sekarang.

Tidak terasa, setelah setengah jam berangkat dari rumah nya. Jesi pun sampai di tempat perusahaan yang sangat besar itu.

"Waaah, kantornya besar sekali, rasanya aku benar-benar gugup, ah ya sudahlah semoga saja hari ini ,hari keberuntunganku," gumam Jesi, sambil memarkirkan motornya di tempat parkiran.

"Semangat, semangat!" kata Jesi lagi, sambil berjalan, setelah memarkirkan motor nya , kemudian dia melihat jam tangganya menunjukan sudah pukul 6.20 menit.

"Astaga 10 menit lagi." Akhirnya Jesi berlari sedikit kencang, tetapi kemudian tiba-tiba saja Jesi pun terjatuh, karena yang ditabraknya sedikit keras.

"Ah dasar s****n!" kata laki-laki yang tinggi, jas hitam dan tampan, namun pesonanya yang luar biasa membuat semua orang terpesona.

"Maaf- maaf mas, saya tidak sengaja," kata jesi sambil membungkukkan badannya untuk meminta maaf dengan sopan, tanpa sengaja Jesi menatap kedua bola mata coklat itu, hingga membuatnya terpesona. Apa lagi wajah yang putih bersih dan sangat lembut apa bila disentuh.

"Wah, sepertinya pagi ini aku dapat hoki pria yang sangat tampan," gumam Jesi dalam hati, Namun langsung sadar dari lamunan nya.

"Kalau jalan lihat-lihat dong, apa mata kamu buta, hah? Lihat Jas saya yang mahal ini jadi kotor?" Karena  kopi yang dibawa laki-laki itu tumpah di jas nya.

"Astaga laki-laki ini dingin amat, aku tarik lagi kata-kata ku yang  tadi memujinya," gumam Jesi dalam hati.

"Sekali lagi maaf Mas, saya buru-buru," kata Jesi sambil melihat jam tangan nya yang tinggal 5 menit lagi interview akan segera dimulai, ia tidak ingin terlambat sedikitpun kali ini.

"Maaf kamu bilang sekarang kamu—" ucapnya terpotong, karena  Jesi sudah pergi duluan.

"Ah, dasar perempuan s****n! Awas saja kamu!" Dengan wajah yang benar-benar kesal, lalu ia melanjutkan langkahnya menuju keruangan nya.

Sesampai diruang kerja, ia masih kesal dengan jasnya yang kotor. Karena kejadian tadi, akhirnya ia membersihkan jas nya itu menggunakan tissue dengan segera, sebelum noda kopi tersebut lengket di jas nya.

"Alfin! Tolong bawa orang yang interview hari ini, supaya masuk keruangan sebelah."

"Baik, Pak," kata Alfin dengan wajah  datarnya. Alfin memang jarang tersenyum kepada orang lain, kecuali keadaan yang memaksanya.

Alfin adalah sekertaris yang sudah bekerja cukup lama, ia sangat setia dengan atasan nya, namun ia tidak memiliki seorang kekasih, sama seperti atasan nya sama-sama jomblo.

Setelah berkumpul semua para pelamar masuk satu persatu keruangan untuk interview. kemudian tiba lah giliran Jesi, gadis masuk langsung mengetuk pintu dengan sangat hati-hati sambil wajahnya yang pucat karena sangat gugup.

"Masuk!" Dengan wajah yang dingin sambil menatap berkas-berkas pelamar, kemudian Jesi pun masuk sambil menundukkan kepalanya karena sekarang ia benar-benar tidak merasakan menginjak lantai lagi saking merasa gugup dan bergemetar.

"Ok, perkenalkan dirimu." Lalu menoleh kearah Jesi, ia pun terkejut karena perempuan yang dihadapannya sekarang adalah orang yang membuat mood paginya jadi hancur.

"Oh, rupanya kamu  sendiri yang datang kehadapanku, sekarang tidak susah payah aku mencarimu, dasar perempuan s***n! Baiklah kali ini kamu tidak bisa lolos dari ku lagi!" gumam nya didalam hati.

"Sa—saya Jesi cleopatra, Pak," kata Jesi sambil terbata-bata, kepalanya masih memandang ke arah lantai dan masih belum berani untuk menatap lawannya sama sekali namun, Jesi berpikir dirinya tidak bisa seperti itu terus menerus jika ia ingin mendapatkan pekerjaan yang dari dulu ia impikan itu, sehingga ia pun langsung medongakkan kepalanya dan seketika Jesi terdiam membisu di tempat.

"Ka—kamu?" Jesi seketika terbata-bata, Alfin di sebelah bos nya itu terheran, melihat perempuan tersebut yang sudah berani berbicara  kurang sopan terhadap atasannya.

"Iya, kenapa?" Dengan ketusnya menjawab.

"Ti—tidak apa-apa, Pak," ucap Jesi sambil gugup dan gemetar, setelah selesai interview, Jesi pun keluar dengan wajah kesal karena bertemu dengan laki-laki yang membuatnya hampir telat ikut interview hari ini.

Flasback On.

"Hei! Kenapa kamu ada di sini?" Dengan nada suara yang terdengar kesal.

"Saya kesini mau cuci baju Pak. Iya-iyalah, saya kesini mau ikut interview, memang ngapain lagi?" jawab jesi.

"Kenapa ikut-ikutan interview? Yang ada kamu tidak akan lulus!" Nada yang terdengar mengejek.

"Kita coba saja dulu, Pak!" jawab Jesi menantang.

"Baiklah kita mulai dari pertanyaan pertama saja, jangan banyak ngomong!"

"Pertama ceritakan tentang dirimu?"

"Saya lulusan dari universitas terbaik di jakarta, satu tahun yang lalu, kalau pekerjaan saya pernah bekerja di toko, sementara saya di terima di perusahaan dan saya pernah melamar di perusahaan lain nya, namun saya tidak di terima," jawab Jesi dengan jujur.

"Sudah pernah tidak di terima di perusahaan lain, dia dengan percaya dirinya melamar di perusahaanku yang besar ini? Haha, bodoh sekali," batinnya.

"Yang kedua jelaskan apa kelebihan dirimu?"

"Ya ampun apa ya kelebihan ku?" ucap Jesi dalam hati, yang mulai gemetar dan sambil berpikir.

"Saya bisa mengunakan komputer dan bisa bahasa inggris pak."

"Cuman itu saja kelebihan kamu?"

"Iya, Pak."

"Baiklah kita lanjut ke pertanyaan berikut nya."

"Apa kekurangan yang kamu miliki?"

"Kalau kekurangan, saya tidak memiliki skill berbahasa asing, selain berbahasa inggris pak."

"Emm, apa alasan saya  merekrut kamu?" dengan jutek.

"Saya bukan hanya bekerja ,tapi bisa menghasilkan yang terbaik, saya bisa dengan mudah beradaptasi dengan tim dan budaya kerja, serta saya adalah pilihan terbaik dibanding kandidat lain," ucap Jesi dengan sedikit tegas, karena saking gemetar nya.

"Oh, baiklah sekarang kamu boleh keluar."

"Hah, itu saja? Sesingkat itu jawaban nya?" ucap Jesi dalam hati.

Flasback Off.

Menyiapkan Pakain Bekerja

Tiga hari kemudian, Jesi ditelpon bahwa ia diterima ditempat perusahaan yang dilamar dan bahwa ia besok bisa mulai bekerja dikantor.

"Ya, Tuhan, akhirnya aku diterima," kata Jesi, sambil meloncat-loncat karena kegirangan. Dengan segera Jesi menyiapkan pakainya serta keperluan yang lain, ia ingin besok bekerja dengan penampilan yang rapi dan sopan sehingga tidak ada yang memandang dirinya dengan aneh ataupun memprotes penampilannya yang sederhana itu.

"Ibu ... ayah ... akhirnya aku sudah bekerja di sebuah perusahaan yang aku inginkan selama ini. Ibu dan ayah tidak perlu mengkhawatirkan aku lagi karena aku akan berjuang sekeras mungkin mencapai impianku yang selama ini kalian ingin. Sekarang kalian bisa tenang disana, selamat malam Ibu ... ayah ..." ucap Jesi menatap foto kedua orang tuanya yang telah meninggal itu, rasanya ia sangat merindukan kedua orang tuanya yang sudah lama meninggalkan dirinya untuk selamanya. Setelah mempersiapkan semuanya, perlahan-lahan Jesi merebahkan tubuhnya di atas kasur sambil memeluk foto kedua orangtuanya dengan sangat erat hingga tanpa sadar lagi membuat nya tertidur dengan buliran air mata di kedua pipi cantik nya itu.

***

Pukul 4.30 menit alarm Jesi berbunyi dengan cukup nyaring dan menandakan hari sudah pagi. Akhirnya gadis itu bangun dengan penuh semangat dan langsung menuju kedapur. Seperti biasa ia membuatkan serapan, walaupun hanya roti dengan di isi telur dan minuman susu. Jesi sangat bersyukur menikmatinya karena masih banyak yang diluar sana tersiksa, hingga meninggal karena  kelaparan.

Dari situlah Jesi belajar, bahwa hidup itu memang selalu ada manis pahitnya, jadi ia harus mensyukuri atas semuanya. Setelah semuanya beres, Jesi langsung mandi dan ganti pakain, kemudian serapan dengan tergesa-gesa, walaupun sebenarnya waktunya masih banyak, tapi ia tidak ingin terlambat sedikit pun.

"Akhirnya kenyang juga ini perut," ucap Jesi sambil mengelus perutnya dengan pelan.

"Sebaiknya aku berangkat sekarang."

Jesi segera mengambil tasnya yang terbuat dari kain yang sudah terlihat cukup kusam itu yang isinya hanyalah sebuah ponsel serta beberapa lembar uang di dalamnya. Uang tersebut ia pergunakan sebaik mungkin untuk bertahan hidup sementara dirinya mendapatkan gajih pertama, walaupun bekerja di perusahaan yang besar dan tentu gajihnya tidak sedikit. Jesi berjanji tidak akan pernah mengunakan uang tersebut dengan sembarangan, ia berencana akan mengunakan uang itu untuk membeli rumah serta keperluan yang ia inginkan selama ini. Terutama menganti motornya yang sudah sering kali mogok itu karena motor tersebut sudah cukup tua dan seharusnya tidak bisa terlalu sering dipakai lagi namun, keadaan memaksa dirinya untuk memakai motor tersebut hingga sampai saat ini.

Pergi kekantor tidaklah memerlukan waktu yang begitu lama, hingga 30 menit saja Jesi sudah sampai di tempat dirinya bekerja.

"Aku yakin, aku pasti bisa!" Jesi mencoba untuk menyemangati dirinya, berharap ia bisa berhenti untuk memikirkan hal yang tidak-tidak saat ini.

"Semoga saja, laki-laki kemaren  yang dingin seperti bongkahan salju  itu,  tidak melihat ku ya, Tuhan," kata Jesi sambil berjalan menuju kantor.

Jesi sebenarnya sangat takut jika laki-laki yang kemarin ia tabrak meminta rugi jas yang tidak sengaja ia kotori itu karena saat ini dirinya juga belum memiliki banyak uang. Jangankan mengganti jas, untuk biaya makan saja ia hanya mampu makan roti yang seadanya bahkan hampir setiap hari ia harus memasak mie rebus untuk mengisi perutnya supaya tidak terlalu lapar.

Setelah bergumam cukup lama di depan kantor, Jesi memutuskan untuk segera masuk ke dan seketika langsung di sambut oleh beberapa karyawan yang lain namun, ada juga yang tidak peduli dengan kedatangan dirinya termasuk Tara.

Tara adalah sosok perempuan yang sombong, egois, tidak suka di bantah dan suka mengoda lelaki yang kaya raya dengan gaya  modis nya. Termasuk bos nya sendiri tapi sayangnya bos nya tidak pernah untuk merespon apa yang diperbuat Tara kepadanya. Sudah berulang kali Tara melakukan trik kotor nya dan saja usaha nya tidak pernah berhasil sama sekali. Sampai sekarang, dia  berjanji akan selalu melakukan hal apa pun untuk mendapatkan hati bos nya itu.

"Selamat pagi," sapa karyawan lain yang menyapa Jesi sambil tersenyum manis sedangkan Jesi merasa sangat kaku untuk membalas sapaan itu sehingga ia hanya menganggukkan kepalanya dan tersenyum saja.

"Apa aku harus membalas sapaan mereka?" Jesi pun berpikir apa yang ia lakukan seperti tidak menghargai orang lain, sehingga ia mencoba untuk membalas sapaan tersebut dengan sangat hati-hati.

"Selamat pagi juga, perkenalkan saya karyawan baru disini mohon bimbingannya," ucapnya sambil membukukkan badannya.

"Ok, semoga kamu betah bekerja disini ya," ucap salah satu karyawan itu.

"Semoga saja," ucap Jesi sambil tersenyum manis.

"Oh, ya sudah, meja kerja kamu ada ditengah-tengah itu ya dan saya permisi dulu bye," ucap perempuan itu yang bernama Yola.

"Terima kasih," ucap Jesi, lalu Yola pun pergi dari hadapan Jesi.

Setelah menyapa dan kenalan dengan karyawan lainnya, Jesi pun berniat untuk duduk di kursi dimana seharusnya ia bekerja saat ini namun, tiba-tiba saja seorang perempuan yang cantik, sekitar umur 26 tahun itu menghampiri nya dan menghentikannya.

"He! Tolong kamu kerjakan ini semua tapi kamu belikan kopi untuk saya terlebih dahulu!" ucap Tara kepada Jesi dengan sangat ketus sambil menatap ke arah gadis itu dengan wajah yang ketus, sedangkan Jesi merasa tidak nyaman sama sekali melihat raut wajah itu.

"Maaf Mbak ...tapi say— " ucap Jesi terpotong dan tidak sempat ia menyelesaikan bicara nya karena sudah terlebih dahulu di sahut oleh Tara.

"Jangan membantah! Cepat pergi sana!" usir Tara.

"Tapi Mba... saya baru sampai dan kenapa malah menyuruh saya? Saya bukan OG disini..." jawab Jesi berusaha untuk menjawab dengan sopan kepada orang yang posisinya lebih atas darinya.

"Perempuan ini, berani juga membantah omongan ku, lihat saja kamu!" batin Tara.

"Kalau kamu tidak ingin menuruti perintah saya! Ok, baiklah saya akan laporkan kamu kepada atasan, bahwa kamu orangnya pemalas dalam bekerja!" ancam Tara.

"Ya, sudah deh, dari pada cari ribut mending aku turutin aja, aku malas berdebat apalagi ini hari pertama ku bekerja," batin Jesi.

"Baiklah, mana uangnya, Mbak?" ucap Jesi sambil mengarahkan telapak tangannya ke arah Tara.

"Ini, jangan sampai membuat saya menunggu terlalu lama ya! Awas kamu!" ancam Tara lagi.

"Baik, Mbak," ucap Jesi, lalu pergi keluar untuk membeli pesanan Tara, sedangkan Tara tersenyum senang karena sudah berhasil mengerjai Jesi.

"Huh! Nenek sihir itu menyuruhku seenak jidadnya saja!" gumam Jesi kesal.

Jesi pergi keluar dari kantor menuju ke arah cafe yang berada di seberang kantor untuk membelikan kopi pesanan Tara barusan akan tetapi, tiba-tiba saja ia tidak sengaja melihat laki-laki yang sangat ia hindari itu baru saja keluar dari mobil dengan gaya yang terlihat begitu sombong dan angkuh. Jesi yang tidak ingin laki-laki itu melihatnya, ia pun segera berlari terbirit-birit dan hampir saja menabrak tiang listrik yang berada di hadapannya itu saking merasa takutnya ia.

Jesi segera memesan kopi sesuai dengan pesanan Tara. Ia sangat berharap, gadis itu tidak akan mempersulit kan dirinya bekerja setelah ini karena ia sangat ingin bekerja dengan keadaan yang tenang dan damai.

Setelah membelikan kopi Jesi pun langsung memberikan nya kepada Tara.

"Kenapa cepat sekali sih keluar membelinya?!" batin Tara dalam hati, sambil kesal dengan Jesi.

"Ini Mbak pesanan nya tadi." Tara pun mengambilnya dengan kasar sambil menatap Jesi dengan sinis.

"Lain kali kalau di suruh jangan membantah lagi!" ucap Tara.

"Baik, Mbak."

"Ini, kerjakan sekarang juga! Jangan sampai ada kesalahan apa pun, awas kamu!" Lalu Tara langsung pergi, padahal Jesi mau memprotes, karena berkas yang di pegang Jesi seharusnya bukan bagiannya.

"Huh! Hidupku selalu saja tidak ada hal yang baik, pasti selalu ada masalah," batin Jesi, lalu ia duduk dan mengerjakan tugas yang di berikan Tara tadi kepadanya.

Namun, baru saja Jesi mendudukkan bokongnya di atas kursi tiba-tiba saja ada seorang laki-laki yang lumayan gagah, berjas hitam dengan badan yang tegap menghampirinya.

"Permisi, kenalkan saya Alfin sekertaris  bapak Adrian," kata Alfin sambil memperkenalkan dirinya.

"Oh, jadi  Adrian nama CEO di perusahaan ini," ucap Jesi dalam hati.

"Kalau saya Jesi Cleopatra. Ada yang bisa saya bantu, Pak?"

"Anda telah dipanggil oleh bapak Adrian, untuk  masuk dan  bertemu dengan nya terlebih dahulu keruangan nya. "

"Baik, Pak, " ucap Jesi lalu berdiri.

"Mari saya tunjukan jalannya."

Jesi terus mengikuti langkah kemana Alfin membawanya saat ini, Jesi melihat mereka berdua masuk kedalam lif menuju ke lantai atas. Keringat dingin sudah menguasai hati dan pikiran gadis itu, ia begitu gugup dan takut jika harus bertemu dengan seorang CEO yang katanya sangat galak dan suka membentak bawahannya. Ia tidak bisa membayangkan bagaimana dirinya berada di posisi itu nantinya, ia sangat berharap dirinya tidak memiliki urusan kepada CEO tempat dirinya bekerja saat ini.

Alfin berhenti di depan pintu yang cukup besar yang tentunya itu adalah tempat dimana CEO itu bekerja saat ini. Jesi melihat sendiri laki-laki yang berada di hadapannya saat ini mengetuk pintu dengan sangat hati-hati, hingga terdengarlah suara orang yang menyahuti dari dalam ruangan tersebut untuk segera masuk kedalam.

"Permisi." Jesi pun masuk dengan penampilan yang begitu rapi dan anggun.

"Ya, silahkan masuk!" Dengan wajah dinginnya, Adrian menjawab, kemudian Jesi pun masuk.

"Hah! Jadi ... si dingin ini ... bos ku? Astaga betapa sempit nya dunia ini!" ucap Jesi dalam hati.

"Kenapa kamu masih berdiri  di depan pintu sana? Kesini kamu!" teriak Adrian dengan kesal.

"Astaga gendang telingga ku hampir saja pecah, ternyata bos di kantor ini suaranya seperti terompet juga," gumam Jesi dalam hati.

"Ba—baik, Pak," jawab Jesi terbata-bata, sambil berjalan dan menundukan kepalanya tanpa melihat kearah Adrian, karena dia benar-benar takut, untuk melihat wajah bos nya itu.

"Kamu!  kalau menjawab pertanyaan saya hadap kedepan saya! Wajah saya bukan dibawah lantai, kenapa tidak sekalian saja kamu bungkus wajah kamu pakai karung saja, supaya tidak melihat saya!" ucap laki-laki yang berusia 28 tahun itu dengan nada dingin dan kesal.

"Ba—baik, eh salah. Maaf, Pak." Lagi-lagi Jesi menjawab dengan terbata-bata, hingga membuat kesalahan lagi namun Jesi masih saja tidak berani melihat ke arah Adrian,

ia merasa tenang menatap lantai dibandingkan wajah bosnya itu.

"Alfin!" teriak Adrian dengan nyaring memanggil Alfin.

"Iya, ada apa, Pak?" ucap Alfin yang kalang kabut di panggil.

"Tolong kamu cari karung untuk saya segera!" perintah Adrian dengan kesal.

"Buat apa, Pak?" tanya Alfin dengan heran.

"Untuk membungkus wajah karyawan baru saya ini, dari tadi ia terus menatap lantai. Apa wajah saya semengerikan itu?" tanya Adrian kepada sekertarisnya itu dengan kesal.

"Bagaimana orang mau menatap wajah Papak? suara Bapak saja seperti suara terompet kapal," gumam Alfin dalam hati.

"Tentu saja tidak, Pak," ucap Alfin dengan tegas, namun tidak jujur.

"Kamu dengar itu?" tanya Adrian.

"Saya dengar, Pak," jawab Jesi.

"Lalu kenapa terus menatap lantai dari tadi? Angkat wajahmu sekarang juga!" kesal Adrian

Kemudian Jesi menatap Adrian, sehingga tatapan mereka saling bertemu beberapa detik, kemudian mereka pun  segera memalingkan wajahnya dengan serentak.

"Perempuan ini selalu saja terbata-bata menjawab pertanyaan ku. Tapi kenapa saat melihatnya, aku tidak berani menatap mata nya itu," gumam Adrian dalam hati

"Ok, kamu sudah tau kan posisi kamu bekerja dimana? Jadi sebaiknya, kamu harus profesional dalam bekerja. Jangan sering membuat kesalahan dan mempermalukan perusahaan saya paham!" ucap Adrian dengan tegas.

"Baik, Pak."

"Sekarang kamu boleh pergi bekerja," ucap Adrian. Jesi pun menundukan kepalanya, memberi hormat sebelum keluar, saat ingin keluar tiba-tiba saja Adrian memangilnya.

"Tunggu!" kata Adrian, seketika langkah Jesi terhenti.

"Ya, Tuhan apa lagi ini?" gumam Jesi dalam hati.

"Urusan pribadi kita belum selesai, tapi  kenapa kamu mau cepat-cepat keluar?" kata Adrian dengan nada sinisnya.

"Astaga bongkahan salju ini tadi disuruh aku keluar, sekarang malah menyalahkan aku! Huh! Menyebalkan!" gumam Jesi.

"Apa kamu bilang?"

"Tid—tidak ada apa-apa, Pak.

"Hem, kamu jadi kan ganti rugi jas saya?" tanya Adrian

"Sudah ku duga, pada akhirnya ia meminta ku untuk mengantikan jas itu ..." gumam Jesi dalam hatinya

"Jadi, Pak" jawab Jesi, rasanya ia ingin meminta keringanan saja dengan mencuci jas tersebut namun ia tidak memiliki keberanian untuk memprotes sekarang.

"Ini harga yang harus kamu ganti." Adrian memberikan sebuah kertas ke arah Jesi, kemudian mata gadis itu tiba-tiba saja terbelalak karena melihat harga jas tersebut melebihi harga motornya.

"Bapak, yakin ini harga yang saya ganti?" tanya Jesi tidak percaya.

"Tentu saja, jas saya bukan murahan seperti pakain yang kamu miliki itu!" ucap Adrian merendahkan Jesi.

"Ciuh, sombong sekali. Ingin rasanya aku sumpal mulutnya itu pakai jasnya itu!" ucap batin Jesi.

"Tapi Pak saya tidak punya uang sebanyak ini."

"Ya, itu bukan urusan saya!" ucap Adrian tidak peduli.

"Tapi bisa kan saya mencicil dari gajih saya, Pak?" Jesi berusaha meminta keringanan dengan bosnya itu

"Tidak bisa!" tegas Adrian.

"Tapi—" Belum Jesi menyelesaikan perkataannya, sudah terlebih dahulu Adrian menyahuti pembicaraannya

"Tidak ada tapi-tapi!" bentak Adrian, seketika membuat Jesi semakin takut dan gemetar.

"Pak, saya mohon ... saya tidak punya uang untuk membayar saya mohon, Pak ... " ucap Jesi sambil memohon belas kasihan Adrian.

"Ok, saya kasih waktu kamu 10 hari, kalo kamu tidak bisa bayar dalam jangka 10 hari, maka gajih kamu saya tidak akan membayarnya selama 6 bulan paham!" kata Adrian.

"Ya, Tuhan. Betapa kejamnya memiliki bos," gumam Jesi dalam hatinya, ia hanya bisa menganggukkan kepalanya dengan lemah tidak berdaya karena ia rasa dirinya percuma untuk memprotes lagi. Apa lagi ia tahu, bahwa desas-desus tentang CEO di perusahaan tempat dirinya bekerja saat ini, orang yang tidak pernah memiliki hati untuk memaafkan orang lain dengan sangat mudah.

"Ok, sekerang kamu bisa keluar!"

"Baik Pak, saya permisi."

Setelah itu Jesi langsung keluar dengan perasaan yang sedih. Rasanya ia ingin berteriak sekeras mungkin karena hatinya benar-benar terasa sesak, padahal ia sudah bermimpi untuk bebas dari segala penderitaan yang ia alami selama ini. Jesi tidak ingin meminta kemewahan, hanya saja ia ingin merasakan nikmatnya memakan nasi dengan lauk yang enak setiap hari akan tetapi, apa yang ia inginkan selama ini sepertinya harus butuh lebih sabar lagi.

"Ya, Tuhan. Dari mana aku dapat uang sebanyak itu dalam waktu yang dekat, cobaan apa lagi ini?" gumam Jesi dalam hati.

Menyelesaikan Pekerjaan Dengan Cepat

Setelah keluar dari ruang kerja Adrian, Jesi pun menuju ke meja kerja nya, ia langsung mulai bekerja sesuai apa yang di berikan atasan kepada nya, walaupun sekarang hati dan pikiran nya terganggu.

Tapi ia tetap berusaha untuk fokus bekerja dan menyelesaikan pekerjaan nya secepat mungkin. Ia tidak ingin melakukan kesalahan di hari pertama nya bekerja di perusahaan tersebut. Apa lagi mencari pekerjaan di perusahaan besar seperti ini, yang akan menerima nya, sangatlah sulit baginya.

Drt...drt....

Nada getar pangilan masuk dari sahabat nya Jesi yang tidak lain adalah Okta.

Okta adalah perempuan yang selalu setia menemaninya dari SMP. Bahkan disaat ia terpuruk karena kehilangan kedua orang tua nya. Okta yang selalu sabar memberikan semangat untuk Jesi, namun mereka berpisah hingga lama tidak bertemu.

"Hay Jesi apa kabar?" tanya okta dari seberang telepon itu.

"Kabar baik, kabar kamu bagaimana?" tanya Jesi.

"Aku juga baik kok, oh ya kapan kita ketemu?Aku sangat rindu kebersamaan kita yang nonton bareng, makan bareng dan tidur bareng," oceh Okta di seberang sana, karena sudah setahun mereka tidak bertemu lagi, karena Okta harus mengikuti kedua orang tuanya keluar negri.

"Ok, besok bagaimana? di kafe xxxx sekalian aku mau ngomong sesuatu nih." Jesi berharap Okta bisa membantunya.

"Ok Jes, sampai jumpa besok."

"Ya, sampai jumpa nanti bye," balas Jesi, kemudian sambungan telepon pun terputus.

"Semoga saja Okta bisa memberikan aku solusi," gumam Jesi, kemudian Jesi melanjutkan pekerjaanya yang menumpuk, Jesi memang orang yang pintar dan teliti dalam mengerjakan tugas. Ia membuka kertas itu dengan satu persatu, lalu mengetiknya di komputer, sesekali Jesi mencoret memberikan tanda yang sudah ia kerjakan dan begitu seterusnya.

Pukul dua belas siang sudah tiba, waktunya makan siang, namun Jesi tidak sadar bahwa sudah jam nya untuk makan, karena saking asiknya untuk mengerjakan perkerjaanya, Jesi melewatkan makan siangnya dengan bekerja.

Namun di lain sisi Adrian melewati ruang tempat Jesi bekerja, karena ingin makan siang juga .Saat ia melewati ruangan tempat Jesi bekerja, tiba-tiba saja Adrian melihat Jesi masih berhadapan dengan komputer, sambil mengetik dan sesekali Jesi mencatat dikertas, ketika ada hal yang paling penting untuk ia ingat nanti.

"Auh! Perut ku sakit sekali, seperti nya mag ku kambuh lagi," pekik Jesi sambil memegang perutnya, Jesi tidak menyadari bahwa Adrian memperhatikan nya dari kejauhan.

"Ada apa dengan nya?" ucap Adrian, ia terus memperhatikan Jesi yang duduk di kursi. Sambil membukuk, karena menahan rasa sakit mag nya, lalu ia menghampiri Jesi tanpa bersuara.

Dari dekat Adrian memperhatikan wajah Jesi yang sedikit pucat.

"Wajahnya terlihat pucat, apa dia sakit?" tanya Adrian dalam hati.

"Kamu kenapa tidak makan siang?" Seketika Jesi kaget dengan kedatangan Adrian dengan tiba-tiba.

"Saya lupa pak..." lirih Jesi

"Baiklah, kamu makan siang sekarang juga, karena saya tidak mau karyawan saya sakit, karena kecerobohan kamu!" kata Adrian dengan dingin, lalu ia langsung pergi. Jesi pun kesal, karena Adrian selalu dingin berbicara dengannya dari awal pertemuan mereka.

"Dasar bos bongkahan es slalu saja membuatku kesal!" gumam Jesi.

"Sudahlah tidak penting juga marah-marah, nanti wajah ku yang cantik nan anggun ini cepat keriput lagi," Jesi pun tertawa kecil, walaupun perut nya sedang sakit.

"Sebaik nya aku makan saja dari pada nanti pingsan karena telat makan, toh aku sudah mendapatkan pekerjaan yang layak, setidak nya aku tidak terlalu khawatirkan bayar kosan terutama biaya makan, tapi astaga aku melupakan hutang sama bos gila itu akh! Bos gila itu menambah ku pusing saja huh!"Jesi pun mengerutu dengan kesal, sambil mengacak-ngacak rambutnya.

Dulu Jesi sering pingsan karena belum terbiasa untuk telat makan, pada akhirnya ia sudah mulai terbiasa setelah kepergian kedua orang tua nya, bahkan Jesi terkadang makan hanya sekali dalam sehari.

Tidak terasa hari pun sudah hampir sore, yang artinya Jesi akan pulang bekerja.

"Eh Jes, rumah kamu arah mana sih?" tanya Memei teman baru Jesi dikantor.

"Oh rumah ku di xxx, memang kenapa?" tanya Jesi heran

"Tidak apa-apa sih, siapa tau kan aku bisa mampir kesana sesekali, kalau di bolehkan juga sih," jawab memei.

"Tentu saja boleh dong, malahan aku sangat senang kalau punya teman seperti kamu, yang mau main ke kosan ku yang sangat kecil itu." Jesi tidak pernah sama sekali menerima tamu selama ini dan kehadiran Memei yang mau bermain ke rumahnya tentu saja ia senang.

"Kamu jangan terlalu merendahkan diri dong, aku jadi tiba-tiba tidak enak dengan kamu, aku juga sederajat dengan kamu juga kok Jes, jadi kita sama-sama ya."

"Ah maaf Mei, aku hanya berbicara yang sebenar nya kok."

"Sudah-sudah, jangan bahas itu lagi yang terpentingkan kita berdua berteman iya kan?"

"Makasih ya Mei, kamu adalah orang pertama yang mau berteman akrab dengan ku di kantor," ucap Jesi dengan sangat senang.

"Astaga ini sudah jam pulang, ayo kita pulang" ucap Memei.

"Ayo!" jawab Jesi dengan semangat.

Jesi pun sudah tiba di rumah nya, setelah duduk sebentar.Jesi pun langsung mengambil handuk nya untuk mandi membersihan tubuhnya yang sedikit berkeringat itu. Setelah beberapa menit mandi akhirnya ia sudah selesai dan duduk dikasurnya yang kecil itu. Ia sambil meratapi nasibnya yang tidak pernah beruntung menjalani hidupnya yang selalu mendapatkan masalah, ia berharap suatu saat nanti penderitaanya berakhir dan bisa hidup bahagia layaknya orang-orang juga, ia ingin memiliki orang yang mencintanya, menyayangi nya sama seperti kedua orang tuanya yang menjaganya dengan penuh kasih sayang.

Esok hari di kantor....

"Ahk! Badanku pegal-pegal semuanya," ucap Jesi, karena pekerjaan yang sangat menumpuk di atas mejanya yang harus dikumpulkan besok pagi. Dengan terpaksa Jesi melawatkan jam makan siangnya lagi, namun disisi lain. Ada seseorang yang setia selalu memperhatikan nya dari kejauhan yang tak lain Adrian.

"Kenapa dia sering telat makan? Segitu penting kah pekerjaan nya itu sehingga makan saja sering melewati nya?" batin Adrian bertanya-tanya.

"Pak?" panggil Alfin dari sampingnya, namun Adrian tidak menyadari kehadiran Alfin, karena ia masih fokus melihat Jesi.

"Permisi Pak." Lagi-lagi Adrian tidak mendengar nya. Akhirnya Alfin menepuk bahu Adrian.

"Pak!"

"Eh astaga, kenapa kamu mengejutkan saya Alfin? Sungguh tidak sopan!" ucap adrian dengan sinis dan sekaligus kesal dengan Alfin.

"Tadi bapak tidak mendengar saya memanggil anda."

"Jangan banyak alasan kamu Alfin!" bentak Adrian.

"Sabar Alfin sabar," batin Alfin.

"Maafkan saya pak," ucap Alfin, sambil menundukan kepala nya untuk meminta maaf kepada bos nya.

"Baiklah ada apa ?"Dengan sinis nya berbicara.

"Kita akan segera menghadiri rapat, di ruang rapat," ucap Alfin.

"Baiklah." Mereka berdua pun pergi menghadiri rapat tersebut. Setelah sampai diruang rapat, Adrian pun duduk di tempat khusus untuk seorang CEO.

Satu persatu orang yang menghadiri rapat tersebut mempresentasikan tugas-tugas mereka di depan, Sedangkan Adrian sangat antusias memperhatikan nya, sesekali ia mengangukan kepala nya, karena menyukai ide-ide yang di sampaikan bawahan nya itu. Setelah bawahan nya selesai mempresentasikan tugas nya, ia pun mulai membuka suara.

"Ok baiklah pekerjaan kalian hari ini cukup memuaskan, semoga saja kedepan nya lebih baik lagi dari ini dan saya harap kalian tetap saling bekerja samalah, supaya hasilnya lebih baik lagi," ucap Adrian, lalu ia pamit pergi meningalkan ruang rapat tersebut.

Tidak terasa hari pun sudah mulai sore,pekerjaan Jesi pun sudah selesai.

"Astaga aku hampir lupa sore ini bertemu dengan Okta." Jesi pun segera merapikan meja nya, lalu keparkiran mengambil motornya. Jesi langsung berlari setelah berada di parkiran untuk menghampiri motornya, ia tidak ingin membuat Okta sahabatnya terlalu lama menunggu dirinya.

Setelah beberapa menit, akhirnya Jesi pun tiba di kafe xxx untuk bertemu dengan sahabatnya.

"Hay Jes," sapa Okta.

"Hay lama kita tidak jumpa," jawab Jesi membalas sapaan Okta. Mereka berdua pun saling berpelukan.

"Jes aku sunggu merindukan mu," ucap Okta sambil menangis.

"Astaga kamu ini Okta, tidak pernah berubah sama sekali, selalu cengeng huh!" ejek Jesi.

"Hiks, hiks." Okta pun menangis, karena ia benar-benar sangat merindukan Jesi, apa lagi mengingat keadaan kehidupan Jesi sekarang ia semakin sedih, ia merasa seperti bukan sahabat yang baik Untuk Jesi.

"Sudah-sudah jangan menangis lagi, nanti aku jadi ikutan nangis lagi, sekarang tersenyumlah." Dibalas anggukan oleh Okta, lalu menghapus air mata nya.

"Jes duduklah sini, kamu mau pesan makan apa? Nanti aku yang traktir," kata okta.

"Oke mkasih."

Makanan dan minuman pun sudah tiba di atas meja.

"Oo iya ngomong-ngomong kemarin mau cerita apa?" tanya Okta.

Kemudian Jesi pun menceritakan semuanya kepada Okta sambil menangis tersedu-sedu, karena Jesi sudah tidak tahan dengan apa yang dirasakannya sekarang, selama Sahabatnya nya tidak ada di sisinya, ia selalu memendam rasa sakit yang teramat dalam di hatinya.

"Cup, cup, cup sudah lah jangan menangis lagi ya." Okta berusaha menenagkan Jesi.

"Okta, bagaimana kamu bisakan bantu aku?"

"Maaf ya Jes, aku juga tidak bisa membantu kamu, karena kamu kan tau mamah papah aku mana mau kasih uang sebanyak itu, aku hanya bisa ngasih kamu uang segini saja," ucap Okta sambil memberikan uang tiga juta rupiah. Dengan wajah sedihnya, karena tidak bisa membantu Jesi sepenuhnya.

"Iya tidak apa-apa kok, bahkan ini sudah banyak kok, terima kasih sahabat baik ku." Jesi pun kembali memeluk sahabatnya itu, ia sangat bersyukur punya sahabat yang mau membantu nya, walaupun uang yang di berikan Okta masih belum cukup, untuk melunasi hutang nya, tapi ia akan tetap berusaha untuk mencari tambahan nya lagi.

"Maafkan aku Jes. "

"Sudah-sudah lupakan saja, oh iya ayuk kita makan."

"Oo iya-iya."

Setelah pulang dari kafe Jesi langsung merebahkan tubuhnya dikasurnya yang berukuran kecil itu, namun dia masih kepikiran dengan jas yang harus diganti rugi dengan uang sebanyak itu.

Drt...drt

Ponsel Jesi berbunyi.

"Halo Jes," ucap Okta dari seberang telpon.

"Ya halo ada apa Ok?" tanya Jesi.

"Ini ada teman ayah aku cari karyawan tapi—" ucap Okta terpotong

"Tapi kenapa Okta?" tanya Jesi dengan penasaran.

"Tapi kerja di bar kalo kamu tidak keberatan, gajihnya sih lumayan, kerja nya juga hanya mengantar minuman doang. Kamu mau kan Jes?" tanya Okta dengan ragu-ragu.

"Ok ya sudah, tapi mulai kerjanya kapan..??'

"Besok malam jam 10 malam Jes, kamu tidak apa-apa kan Jes? Maafkan aku ya, cuman ini yang bisa aku bantu."

"Iya tidak apa-apa besok aku akan kesana, makasih ya kamu udah banyak bantuin aku."

"Iya sama-sama, ya sudah ya aku tutup dulu bye."

"Iya bye."

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!