🌸 Dosen tampan 🌸
Namaku Anindira Maheswari, biasa dipanggil Nindi.
Orang bilang wajahku cantik. Dengan tinggi semampai, body kurus ramping, dan rambut panjang berkilau, mirip model iklan sampo yang di TV itu loh. Sudah tidak terhitung berapa laki - laki yang terjerat oleh pesonaku. Dan aku menolak mereka semua. Karena belum satupun yang berhasil menarik perhatianku.
Orang bilang, masa SMA adalah masa yang paling indah. Tapi itu tidak berlaku buatku. Masa kuliahlah yang paling indah. Karena di kampus ini aku bertemu dengan cinta pertamaku. Dia adalah Pak Nathan Mahendra. Dosen baru jurusan Vokasi.
Semenjak dia mengajar di kelasku, hari terasa amat indah. Semua mahasiswa di kampus ini juga terpesona olehnya. Sosok Pak Nathan bagaikan magnet yang mampu menyedot perhatian semua orang.
Badannya tinggi tegap dan tinggi, dengan alis yang tebal, dan rambut yang hitam legam. Warna kulitnya khas Indonesia. Sangat macho. Tapi ada satu kekurangannya. Dia sangat dingin dan galak saat mengajar.
Selain mahasiswa, para dosen single juga banyak yang mencari perhatiannya. Usianya matang, tapi dia belum menikah.
Tepatnya, belum menikah 'Lagi'. Karena, Pak Nathan itu seorang duda. Dan dari info yang ku dengar, dia mempunyai seorang anak.
Setelah mengetahui dia seorang duda beranak satu, apakah aku akan mundur?
Oh tentu tidak!
Aku menganggapnya sebagai bonus, bye one get one. Hihi.
Hari ini aku dan sahabatku Sarah, sedang makan bakso Mang gondrong. Dia adalah penjual bakso di kantin kampus, entahlah kenapa dia di juluki mang gondrong. Padahal rambutnya botak licin, tidak ada sisa sehelai pun.
"Nin, tadi dapat salam tuh, dari Micky." ucap Sarah.
"Hemm." aku hanya menjawab sekilas, sambil menyantap bakso di hadapanku.
"Lo emang gak tertarik, Nin? doi tuh dapat gelar paling oke loh di kampus ini." cecar Sarah.
Si cewek tomboi ini memang hobi sekali menjodohkanku dengan cowok yang menurutnya oke. Itu menurutnya ya....
Kalau menurutku sih Micky itu Bad. Tipe cowok playboy yang doyan ganti cewek.
Hemm. Gak banget deh!
"Sorry bukan selera gue. Lo tahu kan yang gue suka siapa." ucapku lagi. Lalu menyeruput segelas es jeruk segar.
Ah... enak sekali. Ini baru yang namanya makanan nikmat.
Sarah mencibir, dia menatapku aneh.
"Iya, gue tahu. Selera lo kan om - om. Iyuhh."
Aku hanya tertawa melihat ekspresi Sarah. Dia memang menganggap seleraku aneh karena menyukai Pak Nathan. Baginya rasa sukaku itu hanya sekedar obsesi. Nyatanya tidak tuh...
Aku benar - benar menyukai dosenku itu. Terbukti hampir setahun aku di abaikan olehnya, tapi aku tetap menyukai Pak Nathan sampai detik ini.
"Udah yuk, jam berikutnya kan kelas Pak Nathan. Gue harus dapat tempat strategis buat memandang ketampanannya." aku menyingkirkan mangkok dan gelas yang sudah kosong dan bersih tanpa sisa.
Mendengar itu, Sarah langsung mengerling malas padaku. Tapi dia tetap menurut, ketika aku menarik tangannya agar cepat pergi dari kantin yang kini mulai ramai.
Setelah sampai di depan pintu, aku melihat dari kejauhan, Pak Nathan berjalan menuju kelas yang sama. Melihatnya semakin mendekat, aku langsung memasuki kelas, dan memilih tempat paling depan, agar dapat melihat wajahnya dengan jelas.
Mendapatkan tempat paling depan di kelas Pak Nathan itu sangat mudah. Karena Pak Nathan itu terkenal dingin saat mengajar, tidak sedikit mahasiswa yang takut padanya. Hanya aku yang paling setia duduk di depan saat dia memberikan materi.
Aku menahan napas, begitu sosok pria gagah dan tampan itu masuk ke dalam kelas. Hari ini dia mengenakan kemeja biru muda yang sangat cocok di badannya yang tegap.
Mata elang itu mengedarkan pandangannya ke seisi kelas, membuat yang lain ikut menahan napas ketakutan. Kening Pak Nathan mengernyit ketika melihatku tersenyum padanya.
"Anindira Maheswari! kenapa kamu senyum - senyum begitu." ucap Pak Nathan.
"Gak apa, Pak. Saya cuma lagi mengagumi ciptaan Tuhan yang indah." jawabku spontan. Ups keceplosan kan!
Serentak seisi kelas tertawa mendengarnya. Kini wajah Pak Nathan memerah, entah dia marah atau malu.
Sedetik kemudian dia berdeham dan kembali melanjutkan perkataannya.
"Diam!" suara Pak Nathan menggelegar, pertanda dia marah.
Sontak semua terdiam, tak ada lagi yang bicara apalagi tertawa. Kini Pak Nathan menatapku lekat, seolah ingin menerkamku saat itu juga.
"Anindira. Karena kamu sudah membuat keributan. Siang ini temui saya di ruangan dosen."
Yes! bukannya sedih, aku justru bersorak dalam hati. Kalau menemui Pak Nathan di ruang dosen, itu tandanya aku bisa berdua saja dengannya. Siapa tahu dia bisa luluh dan menjadikanku istrinya nanti. Hihi. Ngarep banget? iya banget!
"Anindira!"
Aku tersentak. "Iya Pak."
"Kamu dengar apa kata saya tadi?" tanya Pak Nathan dengan tatapannya yang tajam.
"Iya Pak. Saya mengerti."
Pak Nathan terdiam. Lalu kembali mengalihkan pandangannya ke seisi kelas.
"Baik, mari kita mulai materinya. Seperti biasa. Saya tidak terima titip absen di kelas saya. Dan besok kita akan mengadakan kuis. Yang tidak masuk, siap-siap saja mendapatkan nilai minus dari saya."
Terdengar lenguhan putus asa dari semuanya. Yah, begitulah cara Pak Nathan mengajar. He is killer.
Tapi aku suka, namanya juga jatuh cinta.
Jadi kalau ada pepatah Love is Blind. Itu benar sekali. Karena aku mengalaminya saat ini.
🌸🌸
🌸Kemajuan🌸
Setelah jam kuliah selesai, aku menemui Pak Nathan di ruangannya.
Tok.tok.tok.
"Masuk." sahut Pak Nathan.
Aku segera membuka pintu dan masuk ke dalam. Pak Natham segera menutup laptopnya, lalu beralih menatapku tajam.
"Duduk." ucap Pak Nathan. Aku mengikuti instruksinya, duduk di kursi yang ada di depan meja Pak Nathan.
Lama tidak ada suara, dosenku itu hanya menatapku tanpa bertanya atau bicara. Aku sih senang - senang saja di tatap begitu terus olehnya. Tapi jantung ini yang tidak bisa di ajak kompromi. Berdebar terus tanpa berhenti.
"Saya perhatikan kamu tidak pernah serius di kelas saya, padahal kamu selalu duduk di depan." ucap Pak Nathan, masih dengan tatapannya yang horor menghujam jantungku.
waduh! Ternyata dia sadar kalau aku selalu duduk di depan.
"Saya serius kok, Pak. Beneran deh. Kenapa saya duduk di depan? itu karena saya suka sama bapak, eh maksud saya materi pelajaran bapak."
Pak Nathan mengernyit, alisnya yang tebal dan rapi itu kini bertautan. Aku meneguk saliva, cemas karena tadi sempat keceplosan lagi.
Duh mulut, kenapa hobi banget ceplas - ceplos!
"Jadi, kamu sudah tahu kenapa saya panggil ke sini?" tanya Pak Nathan lagi.
Aku segera menggelengkan kepala, tapi sedetik kemudian mengangguk, membuat Pak Nathan lagi - lagi menghela napasnya.
"Ini peringatan terakhir saya buat kamu, jangan bikin keributan lagi di kelas saya. Atau selanjutnya kamu tidak usah masuk ke kelas saya lagi."
"Iya pak, saya paham. Janji gak akan di ulangi." jawabku cepat. Bisa gawat kalau aku tidak boleh masuk ke kelasnya lagi. Pasokan oksigenku akan berkurang kalau tidak melihat wajahnya.
"Oke. Silakan keluar." ucap Pak Nathan lagi. Dia kini kembali sibuk menatap layap laptopnya.
Aku ingin cepat pergi, tapi entah kenapa lutut ini rasanya lemas. Melihat Pak Nathan yang sedang serius bekerja di depan laptop benar - benar sangat keren, aku jadi ingin terus berlama - lama berada di sini.
Rupanya Pak Nathan sadar kalau aku masih terus menatapnya. Dia melirikku sekilas melalui ekor matanya.
"Kenapa masih di sini?"
"Ah iya, Pak. Ini saya mau pergi kok. Permisi ya, Pak." aku segera bangkit dari duduk, dan beranjak pergi dari ruangannya.
Satu ruangan dengan Pak Nathan, benar - benar tidak bagus untuk kesehatan.
Di luar, aku berusaha menormalkan kembali degup jantung yang sejak tadi tidak karuan. Ini pertama kalinya aku bicara berdua saja dengan Pak Nathan. Biasanya, setiap kali berpapasan dia jarang sekali menjawab sapaanku. Paling hanya mengangguk sekilas, atau bahkan hanya di balas dengan lirikan maut. Tapi hari ini aku berhasil bicara dengannya, ah senang sekali....!
🌸🌸🌸
Esoknya,
Hari yang cerah, untuk hati yang cerah. Aku senang karena kuis di kelas Pak Nathan tadi pagi berjalan dengan lancar. Aku sengaja belajar sebelumnya, agar tidak di marahi lagi oleh Pak Nathan.
Sambil bersenandung kecil, aku berjalan menyusuri koridor kampus.
Beberapa pasang mata menatapku kagum. Yaa...begitulah resiko orang cantik.
Karena kuliahku sudah selesai, aku berencana untuk pulang lebih cepat, agar bisa menghabiskan waktu lebih lama dengan mamaku. Hari ini dia sedang libur kerja di rumah. Menjadi single parent membuatnya jarang di rumah.
Tapi, setelah melewati satu ruangan yang terlihat kosong, terdengar bisik - bisik dan suara seorang anak menangis di ruangan itu.
Siapa ya ?
Karena penasaran aku berhenti dan mundur selangkah. Menajamkan pendengaran di pintu.
Samar - samar terdengar suara orang yang kukenal dari dalam.
Itu seperti suara Pak Nathan. Aku semakin mendekatkan diri ke pintu agar terdengar lebih jelas. Tapi ternyata pintunya tidak tertutup rapat, dan sukses terdorong terbuka begitu aku bersandar.
"Upss. Sori ..."
Aku tersenyum kaku. Dalam hati merutuki kebodohanku yang punya sifat terlalu ingin tahu ini. Seperti kata pepatah, rasa ingin tahu itu dapat membunuhmu.
Begitulah nasibku sekarang. Karena di dalam sana ada Pak Nathan.
Dia tidak sendiri, tapi sedang bersama seorang anak perempuan kecil berusia sekitar 5 tahunan yang sedang menangis.
Mereka serentak menatapku. Mungkin heran melihat ada orang asing yang tiba - tiba masuk.
"Maa.. maaf Pak. Saya pikir gak ada orang." aku berkata pelan sambil menatap mereka dengan salah tingkah.
Kulihat Pak Nathan dengan wajah datarnya hanya diam tidak menjawab. Dan kembali menatap anak kecil di hadapannya.
"Ini anak bapak yaa? kenapa nangis?"
aku memberanikan diri bertanya.
"Bukan urusan kamu. Sebaiknya kamu pergi nanti terlambat masuk kelas." Pak Nathan menjawab dengan nada ketus.
"Aku gak ada kelas kok Pak. Ini malah mau pulang."
"Terus kenapa masih disini gak pulang ?"
Aku bingung harus menjawab apa. Hanya mengulum senyum dan menunduk malu.
"Papa aku nggak mau pulang. Bibi yang kemarin itu jahat sama aku. Pokoknya aku gak mau pulang. Mau ikut papa."
anak kecil di hadapanku tiba - tiba menyela. Pak Nathan kembali sibuk menenangkan anak itu, ternyata benar tebakanku tadi, gadis kecil itu anak Pak Nathan. Aku memang sudah tahu kalau Pak Nathan mempunyai seorang putri. Tapi baru kali ini melihatnya langsung.
Aku menatap mereka, mencoba memahami situasi dulu dari apa yang ku dengar tadi.
Aha! aku punya ide.
"Halo adik kecil ... nama kamu siapa ?" aku menghampirinya, lalu menekuk lutut di hadapan gadis kecil itu.
Anak itu berhenti menangis dan menatapku.
"Namaku Arsy, Kak."
"Wahh, nama kamu cantik sekali. Pantas kamu juga cantik."
"Benarkah? aku cantik seperti Elsa?"
"Iya Arsy, kamu cantik seperti Puteri Elsa." aku tersenyum dan mengusap pipinya yang lembut.
"Dan anak cantik tidak boleh menangis."
Pak Nathan kelihatan terkejut. Mungkin dia kaget melihat interaksiku dengan anaknya.
"Begini saja Pak, kalau bapak masih ada jadwal kelas mengajar, biar Arsy saya yang jaga. Kebetulan saya sudah nggak ada kelas kok. Jadi bisa temanin Arsy bermain disini.
Gimana Arsy, mau main sama kakak gak?. Nanti kita ke taman belakang kampus ini. Bagus lho. Ada ikan juga. "
Arsy tersenyum cerah padaku. "Mau ..mau ..Arsy mau ikut kakak."
Aku menoleh meminta persetujuan Pak Nathan. Dia memicingkan mata menatapku. Terlihat ragu. Mungkin dia berpikir aku punya maksud tertentu.
Padahal sih iya, ini salah satu siasatku buat lebih dekat dengannya. Haha.
"Papa.. aku mau main sama kakak ini. Mau lihat ikan di taman juga." Arsy menarik - narik ujung kemeja yang dikenakan Pak Nathan.
Pak Nathan terdiam, terlihat sedang berpikir. Tapi Arsy terus merengek padanya. Akhirnya dia menghela napas dan terlihat pasrah.
"Baiklah princess, kamu boleh main. Jangan nakal dan jangan main jauh - jauh."
"Siap papa.." Arsy bersorak senang.
Aku? tentu saja ikut bersorak, tapi hanya di dalam hati.
Begitu dong pak, daripada bingung terus, lebih baik anaknya dititip ke calon ibu sambungnya ini. Ups.
"Anindira, Saya titip Arsy yaaa... Jam 3 nanti saya sudah selesai. Boleh saya minta nomor kamu buat hubungi nanti ?" Pak Nathan menyodorkan Handphonenya kepadaku.
Aku hanya bengong, menatap handphone Pak Nathan tak percaya? ini beneran?
Pak Nathan mau minta nomor kontakku.
"Kak .. ??"
Aku kembali tersadar ketika Arsy menegurku, dia sudah berdiri di sampingku sekarang.
"Ah iyaaa Arsy ..sebentar yaaa." Aku meraih handphone Pak Nathan. Lalu dengan semangat mengetik nomorku.
"Ini pak. Silakan hubungi saya kalau sudah selesai. Saya pasti langsung menjawab."
Pak Nathan tidak menjawab. Hanya melirikku sekilas. Lalu memasukkan kembali handphonenya di saku celana.
" Kalau begitu saya pergi dulu yaa Pak. Ayo Arsy.. "
Aku menggandeng tangan Arsy dan pergi meninggalkan Pak Nathan yang masih terus menatapku.
Tenang saja pak, anak anda pasti aman sama aku kok. Cantik - cantik begini aku juga suka anak kecil lho. Karena aku anak tunggal. Jadi kalau lihat anak kecil imut dan lucu macam Arsy ini berasa mau aku jadiin anak sendiri saja deh.
Berharap banyak boleh dong ......
****
Di taman,
Aku duduk di bangku taman berdua dengan Arsy Sambil meminum es kopi favoritku, sedangkan Arsy menikmati es krim coklat yang baru ku belikan tadi.
"Kakak suka sama papah aku ya ?" Arsy bertanya dengan wajah polosnya.
Aku sampai tersedak minuman mendengarnya.
"Kok kamu tau?"
"Iyaa dong, papaku kan ganteng. Lagipula ketahuan kok dari wajah kakak." Arsy menjawab cuek sambil terus menjilati es krimnya.
Aku langsung mengambil cermin kecil dari dalam tasku, dan melihat pantulan wajahku disana. Tapi tidak ada yang aneh. Bagaimana bisa kelihatan sih.
Arsy malah tertawa geli melihat tingkahku.
"Haha kakak lucu banget sih."
Aku meringis. Sialan. Ternyata nih bocah ngerjain doang. Oke lihat saja. Aku gak akan kalah sama bocah ini.
"Terus kalau kakak suka, kamu setuju gak ?"
Arsy menatapku intens. Bola matanya yang bulat menatapku. Aku sendiri bingung, sebenarnya berapa umur bocah ini. Kok ya tua banget rasanya.
"Arsy suka kakak, habis kakak cantik sih kayak Barbie."
Aku tersenyum puas. Nah kan! anaknya aja suka. Jadi tidak ada alasan papanya buat nolak dong....
"Tapi kakak bodoh."
DUENG. Apa ???
Baru saja nih anak memujiku cantik, sekarang bilang aku bodoh?
Aku merengut sebal. Kalau bukan anak kecil mungkin sudah aku pites dia daritadi.
Melihat ekspresiku yang kesal, Arsy semakin menertawakanku.
"Arsy punya ide, sini deh kakak Arsy bisikin."
Ragu - ragu aku mendekat, takut Arsy ngerjain aku lagi seperti tadi.
Arsy menarik tanganku dengan tidak sabar agar cepat mendekat padanya. Lalu ia mulai membisikiku sesuatu.
"Gimana? oke kan ide Arsy?."
Aku tercengang .Tidak menyangka dengan ide cemerlang anak ini.
"Sebenarnya umur kamu berapa?." tanyaku heran.
"5,5 tahun, tapi Arsy jenius dan pintar dong." jawabnya sambil mengelap tangannya yang belepotan es krim dengan sapu tangan.
Pantas saja. Dia memang benar - benar anak Pak Nathan. Tidak heran sifat dan sikapnya memang mirip sekali.
🌸🌸
🌸🌸
Hari Minggu, biasanya aku menghabiskan waktu dengan menonton drama Korea, tapi kali ini aku sudah mandi pagi - pagi sekali.
Berpakaian rapi dengan menggunakan rok selutut, tak lupa memakai sedikit riasan natural untuk menambah sempurna penampilanku. Sengaja ku pilih baju yang terlihat sedikit dewasa, agar lebih imbang kalau nanti jalan berdua dengan Pak Nathan.
"Mah , Nindi pergi dulu ya..." Aku menyapa Mamah yang sedang asyik menonton acara favoritnya di TV.
"Kemana Nin ?" mamah menoleh, menatapku aneh. Karena memang tidak biasanya aku pergi di hari libur begini, ditambah penampilanku yang berbeda sampai menggunakan wedges segala.
"Ada deh... Rahasia. Aku berangkat ya mah, doakan anakmu ini." aku mencium punggung tangannya.
Sedangkan mamahku hanya mengangguk bingung.
Tenang saja mah.. kalau aku berhasil, mamah tidak hanya dapat menantu ganteng, tapi juga dapat bonus cucu lucu dan imut, juga pintar macam Arsy supaya mamah tidak kesepian lagi.
Aku memang hanya tinggal berdua dengan mama, sedangkan ayahku sudah meninggal beberapa tahun lalu, saat aku masih sekolah dasar. Dan setelah ayahku meninggal, mama melanjutkan usaha kecil keluarga kami di bidang retail.
Hari ini aku janjian dengan Arsy di sebuah Taman Kota. Arsy bilang dia biasa jalan - jalan kesana dengan papanya kalau hari libur.
Jadi ide Arsy kemarin itu mengajakku datang kesana, agar aku bisa bertemu dan jalan dengan Pak Nathan.
Baik banget kan dia ??
Ah aku jadi semakin menyayangi bocah itu.
Aku sudah sampai di Taman Kota yang dijanjikan, mengedarkan pandangan mencari - cari dimana Arsy.
Dan disana aku melihatnya, sedang bermain lempar bola dengan Pak Nathan.
Dengan semangat 45 aku bergegas menghampiri mereka. Arsy melihatku dan melambaikan tangannya.
"Kak Nindi..." teriak Arsy.
Saat itu juga Pak Nathan membalikkan badan, dan reaksinya terkejut melihatku datang.
Aku justru lebih terkejut lagi. Bagaimana tidak, ini pertama kalinya aku melihat penampilan Pak Nathan di luar kampus. Biasanya Pak Nathan berpenampilan rapi dengan kemeja panjangnya. Kali ini ia berpenampilan santai dengan menggunakan kaos berlapis jaket dan celana jeans pendek selutut, ditambah topi kupluk menutup kepalanya. Sungguh menggoda iman wanita. Satu katanya untuknya. KEREN.
Arsy menarik tanganku, untuk mendekati Pak Nathan.
"Kamu... Kenapa ada disini ??" Pak Nathan menegurku dengan ekspresi dingin seperti biasa.
"Papa. Kak Nindi aku yang ajak untuk datang kesini."
Arsy yang menjawab. Tentu saja ini sudah bagian dari rencana kita berdua.
"Baiklah kalau itu mau Arsy, tapi papa mau bicara berdua dulu dengan kak Nindi ya....Arsy duduk disini dulu sebentar."
Pak Nathan mengisyaratkan agar aku ikut dengannya. Aku mengikutinya dari belakang, sebelumnya kulihat Arsy mengacungkan dua jempol tangannya padaku. Aku membalasnya dengan senyuman.
Setelah agak jauh dari Arsy, Pak Nathan berhenti dan berbalik menghadapku.
"Kamu.. jangan bilang kamu sudah mempengaruhi anak saya."
"Maksud bapak gimana ?"
Pak Nathan berdecak. "Saya sudah curiga ini sejak awal. Kamu selalu duduk di bangku depan setiap kelas saya, lalu senyum - senyum menatap saya. Jujur aja mau kamu apa sebenarnya. Kalau mau kamu hanya untuk mendekati saya, percuma!"
"Percuma gimana ya pak..?" tanyaku heran. Tapi aku tidak mengelak semua tuduhan Pak Nathan tersebut.
Mendadak aku teringat gosip yang beredar di kampusku, kalau Pak Nathan itu tidak suka wanita. Karena, walaupun berstatus duda, ia selalu jaga jarak dengan wanita, apalagi gosipnya dia juga menolak Miss Rena, dosen tercantik di kampusku itu.
"Oh jangan - jangan bapak gak......."
"Saya masih NORMAL !!" Pak Nathan memotong ucapanku dengan cepat. Matanya menatapku tajam. Rupanya ia sudah bisa menebak apa yang mau aku katakan tadi.
Aku menciut. Tidak berani menatapnya langsung.
"Maaf pak, tapi saya memang mau main sama Arsy aja kok."
"Papa....." Arsy berlari kecil menghampiri kami.
"Kenapa papa marah - marah sama Kak Nindi sih."
"Papa gak marah sayang..."
Dia berusaha mengelak. Padahal baru tadi dia marah - marah padaku
"Bohong, aku lihat tadi papa melotot kayak gini." Arsy membesarkan matanya, mempraktekan apa yang di lakukan Pak Nathan tadi.
"Pffft." aku berusaha menahan tawa yang hampir meledak melihat ekspresi Arsy.
Pak Nathan mendelik sekilas padaku, membuatku kembali terdiam, mengatupkan bibir rapat - rapat.
"Papa hanya bicara sama kak Nindi aja kok tadi. Sudah yaa.. gimana kalau kita pulang aja sekarang ?" Pak Nathan berusaha membujuk Arsy.
"Aku gak mau. Aku masih mau jalan - jalan. Papa pernah janji mau ajak Arsy ke kebun binatang. Arsy mau pergi sekarang, sama kak Nindi juga."
"Tapi gak bisa sekarang Arsy... ".
"Gak. Pokoknya mau sekarang. Kalau papa gak mau, aku pergi sama kak Nindi aja berdua. Ayo kak."
Arsy langsung menarik tanganku dan mengajakku pergi.
Aku kebingungan. Apa - apaan ini, sepertinya ini tidak ada dalam rencanaku dan Arsy kemarin.
Kebun binatang ???. Dengan penampilanku sekarang?.
OH MY GOD.
Aku menoleh ke arah Pak Nathan, berharap Pak Nathan kali ini tidak mengalah dengan anaknya. Karena aku juga tidak mau ke kebun binatang dengan penampilanku sekarang yang menggunakan rok dan wedges.
Tapi ternyata aku salah, Pak Nathan mengejar kami, itu tandanya dia kalah dan akhirnya setuju.
Disinilah aku sadar, kalau satu - satunya kelemahan Pak Nathan adalah Arsy.
Dan sekarang Arsy sepertinya berada di pihakku. Yessss!!!
Tapi Arsy... Masa ke kebun binatang sihh ????!!!!!. Alamakkkk.. percuma dong aku dandan cantik - cantik. Kalau tau mau pergi ke kebun binatang lebih baik tadi pakai baju kebangsaan aja deh, celana jeans dan kaos juga sepatu kets.
*************
Di kebun binatang,
Arsy terlihat senang berlari kesana kemari, bertanya tentang binatang yang tidak diketahuinya. Pak Nathan dengan sabar menjawab semua pertanyaan Arsy.
Aku hanya mengikuti mereka dari belakang, dengan menahan pegal di kakiku.
Rasanya kaki ini sudah tidak kuat dibawa untuk berjalan lagi.
Pak Nathan melihatku yang kini sedang duduk dibawah pohon, memijit pergelangan kakiku yang sedikit memar karena menggunakan wedges.
"Arsy, kamu duduk dulu disini yaa sama Kak Nindi, papa mau beli minuman."
"Iya pa. Arsy mau minuman rasa jeruk yaa.."
Pak Nathan tersenyum mengiyakan, ia melirikku sekilas. Lalu pergi meninggalkan kami.
Huh. Apa susahnya sih kasih gue senyuman juga. Rutukku dalam hati. Dasar nggak peka.
"Kak Nindi cape ya..?" tanya Arsy, sambil tertawa kecil.
"Hemm... Arsy kenapa gak bilang sebelumnya sih kalau mau ke kebun binatang." Aku mengeluh. Lagi - lagi aku sukses dikerjai bocah ini.
"Hihii. Kan kakak gak nanya kemarin kita mau kemana."
Ah, baiklah. Kamu menang Arsy. Aku memang salah tidak bertanya dulu mau kemana, karena begitu senangnya mau jalan dengan Pak Nathan.
Tidak berapa lama Pak Nathan datang membawa 3 botol minuman dan 1 kantong plastik.
Ia menyerahkan minuman jeruk untuk Arsy. Setelah meminumnya, Arsy kembali segar dan berdiri.
"Papah aku mau lihat angsa di depan itu ya sebentar ." Arsy berlari sebelum sempat dicegah olehnya.
"Hati - hati. Jangan terlalu dekat." Ujar Pak Nathan, dengan sedikit berteriak.
Kini ia mendekatiku dan tiba - tiba saja menyodorkan kantong plastik yang sejak tadi dibawanya.
"Apa ini ??" aku bertanya heran.
"Buka saja, dan cepat pakai. Jangan sampai kaki kamu copot tuh gara - gara pakai sendal tinggi."
Aku paham dan segera membukanya. Ternyata sepasang sepatu flat. Dengan tersenyum senang, aku langsung memakainya. Pas sekali.
" Makasih ya pak .. bapak perhatian banget sampai tau ukuran sepatu saya. Hehe."
"Apa ?!. Jangan geer kamu. Saya cuma kira - kira. Kalau ternyata memang pas yasudah. Oh iya satu lagi, lebih baik kamu berhenti sekarang. Saya tidak tertarik untuk dekat dengan wanita manapun sekarang ini."
Setelah berkata seperti itu Pak Nathan beranjak pergi menghampiri Arsy.
Aku ? Menyerah ??
Oh tidak semudah itu pak dosen ....!!
Sudah setahun aku menyukaimu. Setelah sekarang punya kesempatan untuk lebih dekat, tentu saja tidak akan aku sia - siakan. Aku akan membuat Pak Nathan menyukaiku juga.
Lihat saja!
Hari ini mungkin ia menolakku, tapi hari esok siapa yang tahu kan?
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!