Hari pertama di tahun pelajaran baru pun dimulai, yaitu tanggal 11 Juli 2010. Tepatnya tahun pelajaran 2010/ 2011. Kami naik kelas 12 SMK, di SMK Merdeka Surakarta.
...(Novel yang ditulis di tahun 2020 dengan berlatar belakang tahun 2010. SEKILAS INFO)...
Di Tahun 2010 ini, teknologi belum begitu canggih. Tidak ada android dan kuota internet. Sehingga memakai ponsel keypad dengan SMS dan telepon sebagai komunikasi.
Transportasi online belum ada. Kami biasa menaiki sepeda ontel atau sepeda motor pribadi. Bahkan rela naik angkutan umum ataupun bus, itupun bisa oper bus juga. Atau bisa pilih diantar oleh keluarga sendiri.
Di tahun itu, banyak sih teman-teman yang sudah bisa berdandan dengan cantik. Membawa catok rambut dan alat make up adalah ciri khas anak gaul di zaman itu.
Internet melalui komputer dan sudah bisa terhubung dengan Sosial media yang bernama Facebook. Tapi, Kami lebih suka bermain game hasil download ataupun menonton film bersama. Online shop pun juga belum ada.
...****************...
Hai! Kenalin aku Nuha, Inara Nuha. Siswi SMK Merdeka Surakarta Jurusan Multimedia. Jurusan Multimedia ini masih junior dan baru berjalan masuk di tahun ke empat. Selain itu ada Jurusan Bahasa, MIPA dan Seni.
Usiaku 16 tahun. Aku tinggal bersama Ibu dan kakak laki-lakiku. Ibuku bernama Inaya dan Kakakku bernama Naraya Muha. Ayahku sudah tiada dua tahun yang lalu. Sungguh membuatku mengalami kehilangan yang mendalam. Tapi, ada Hawa sebagai gantinya.
Dan sekarang, waktunya aku untuk bangun dari mimpiku. Sudah saatnya aku kembali sekolah setelah lama berlibur. Hari baruku sebagai seorang siswi kelas 12.
"Nuha...bangun..."
Suara lembut mulai hadir untuk membangunkanku. Tapi, tak kuasa aku membuka mataku. Aku tak punya keinginan untuk bisa bangun tepat waktu. Jika waktu itu tiba hanya untukku, aku akan bangun sendiri tanpa bantuan orang lain. Dan ini sering kali terjadi. Suara lembut itu berubah menjadi suara teriakan.
"Nuha...ayo banguuun! KUCING PEMALAAASSS!!"
Seperti itulah kebiasaan saat aku dibangunkan oleh seorang kakak yang sangat garang.
...********hemm********...
Hari yang ditunggu-tunggu telah datang, yaitu SEKOLAH. Meski aku pendiam dan menghindari sosialisasi, aku bukanlah gadis yang anti sosial. Aku hanya tak pandai bersosialisasi. Aku selalu kesulitan untuk menjalin komunikasi dengan orang lain.
Senang rasanya kembali ke sekolah karena aku suka memperhatikan berbagai macam karakter manusia di sana. Aku ingin belajar berinteraksi dengan orang lain, tapi belum bisa. Karena, aku sendiri belum mau merelakan zona nyamanku.
Ingin sekali sejenak mengekspresikannya dengan terbang ke angkasa, mengepak-ngepakkan sayap dan menari-nari seperti burung terbang di angkasa.
Fantasiku berulah lagi, deh. Tapi, ini bukan sekedar fantasi belaka, teman. "Lihatlah!" Jiwa di tubuhku akhirnya keluar dengan sayap yang indah. Melayang terbang menikmati hangatnya sinar mentari pagi.
Sebuah bayangan yang hanya aku sendiri bisa melihatnya. Dia adalah Hawa, hadiah dari ayah. Dia gadis bayangan yang ceria dan penuh semangat, sangat berbeda jauh dengan sifatku. Tapi, aku menginginkan itu.
Memiliki imajinasi terbuka merupakan kemampuan menakjubkan yang harus aku syukuri sebagai seorang introvert. Sehingga aku pun sangat pandai menggambar.
Derap langkahku mulai menggema seisi rumah. Aku menuruni tangga dan menjumpai kakak sedang membantu ibu menata piring di meja makan sedangkan ibu masih sibuk di dapur.
Kakakku usianya 22 tahun. Perawakannya tinggi kekar, rambutnya sasak nan tebal. Alisnya yang tebal dan matanya yang tajam sangat serasi dengan bibirnya yang mahal senyum. Asli! Sangat galak dan protektif.
Dia telah menyelesaikan sidang skripsinya dan tinggal menunggu jadwal wisuda. Untuk mengisi waktu luangnya, dia menjadi seorang pengacara. Pengangguran banyak pekerjaan.
Sedangkan Ibuku berusia 40 tahun. Sekarang, beliau harus mencari nafkah sendiri dengan membuka katering dan snack di rumah.
"Selalu saja terlambat. Dasar anak malas", ejek Kakak dengan santai sambil melahap tomat ceri.
"Aku bukan pemalas! Aku hanya memanfaatkan waktu."
"Tuk!"
Tiba-tiba kakak malah menepuk kepalaku dengan sendok dan berbicara layaknya kakak yang menyayangi adiknya, "Belajarlah yang sungguh-sungguh. Kamu kan sudah kelas tiga sekarang. Jadi lebih disiplinlah."
"IYAA!!" teriakku balas mengejek.
Dengan semangat pagi, aku berangkat ke sekolah dengan mengayuh sepeda. Mengayuh ringan di keramaian jalan. Aku tersenyum hening menikmati suasana.
Poni rambutku yang aku kuncir di atas dahi melambai-lambai seperti setangkai bunga. Angin pagi begitu segar. Hawa juga menemaniku sambil terbang di atas kepala.
Aku ingin sekali bisa berinteraksi dan bercanda ria dengan teman-teman tapi ternyata menjadi cuek bagiku lebih baik dari pada terlalu memaksakan diri untuk beramah tamah. Rasanya benar-benar sulit.
Sampai di sekolah, aku memarkirkan sepedaku di parkiran. Kemudian berjalan menuju gerbang sekolah.
"Gedubrak!" Tiba-tiba aku tersandung.
Aku tidak tahu kalau aku melewati lantai yang posisinya lebih tinggi dari sebelumnya. Tapi itulah kebiasaanku, selalu saja tersandung. Rasa sakit pun tak masalah dan sudah biasa. Lalu seorang cowok pun lewat. Sedangkan, aku masih saja tersungkur.
Dia melihatku begitu saja. Tapi, waktu seperti bergerak perlahan. Aku dan dia jadi saling bertatapan mata. Mata kami bertemu seolah langsung terkunci.
Sekedar bertatapan mata saja sudah membawa bumbu romansa bertebaran di udara. Lalu, dia lewat begitu saja. Dan ini sudah kesekian kalinya. Ya sudahlah.
"Baguslah, dia gak nolongin", gumamku.
"Kok malah bagus sih?! Harusnya cowok itu nolongin kamu kalo dia cowok yang peduli. Ini sudah beberapa kali lho Nuha", sanggah Hawa.
"Gak perlu Hawa." balasku.
"Halah", cibir Hawa.
Melihat punggung cowok itu saja sudah membuatku terpana. Dia cowok yang tinggi dan emm, gitu lah. Tapi, apa masalahku? Ngarep? Enggak ah!! Aku tidak peduli. Berharap banget deh. Tapi, tanpa sadar aku masih menatap kepergiannya. Dia sering melewatiku dengan sifat dinginnya itu. Dia pun menoleh ke arahku.
"Tidak!" Aku langsung menolak tatapannya.
Aku mulai kembali berjalan, menuju pintu gerbang sekolah dan menuju kelasku berada.
Ternyata teman-teman sudah banyak yang datang dan di sana 3 sahabatku juga sudah ada. Mereka melambaikan tangan dan aku menghampiri mereka untuk memberi salam selamat pagi.
Nana Isfani. Dia sahabatku, aku duduk sebangku dengannya. Dia pendiam seperti aku tapi dia anak yang penuh percaya diri. Gadis paling cerdas rangking dua setelah Mei Tiara.
Asa Tantri. Dia sahabatku, gadis judes yang duduk sebangku dengan Sifa. Ceriwis dan penuh semangat. Tapi, Asa lebih emosional dan galak.
Sifa Zifara. Dia sahabatku, dia lebih ceriwis daripada Asa. Dia sangat sosialist dan sangat pemberani. Sifatnya yang humble membuatnya bisa berbaur dengan siapapun, bahkan dengan para guru.
"Nuha, selalu saja yang terakhir. Kami tuh udah nungguin kamu. Yuk! Kita ke kantin. Aku butuh permen atau cemilan apa gitu buat di kelas nanti. Aku mau ngobrol banyak dengan kalian semua nih, kangen", Bujuk Sifa.
"Ahahaha, iya iya ibu bos", jawab kita bertiga kompak.
Aku yang pendiam ini sungguh bersyukur bisa memiliki sahabat seperti mereka. Saat kita berempat memotong jalan lewat halaman yang biasa dipakai untuk bermain basket, tiba-tiba ada seorang cowok lewat yang tampak mencurigakan. Melirik ke arahku.
"Siapa sih, dia?" Gumamku.
Baru saja hari kedua masuk sekolah, ada saja yang mencoba mengganggu ketenangan Nuha. Jika pemilik suara misterius tidak segera terungkap, ini akan terus berlanjut hingga beberapa hari ke depan. Nuha merasa sedang diteror akhir-akhir ini.
Ada panggilan misterius yang ia tidak tahu itu dari siapa. Panggilan yang terus memanggil namanya. Bahkan, wajahnya pun belum terlihat sedikitpun. Suara cowok yang membuat Nuha bergidik ngeri.
"Sebenarnya siapa sih dia?!"
Nuha langsung mendobrak mejanya dengan kedua tangan. Menggeram kesal dengan ekspresi yang kurang benar.
Seketika dua sahabatnya kaget, penghuni perpustakaan pun ikut kaget dan menatapnya.
"Ada apa Nuha? Balik yuk, udah bel masuk nih", Ajak Asa sambil melirikkan matanya dengan manja. Lirikan mata Asa membuat Nuha tidak nyaman.
"Hmm.."
"Nuha, ayo! Bengong mulu deh?!"
"I-iya"
Mereka bertiga pun berjalan menuruni tangga dari lantai tiga. Nuha sendiri masih tertunduk lesu mengikuti dua sahabatnya itu. Sedangkan, Fani tidak masuk karena sakit. Sifa mengajak ke koperasi sebentar untuk membeli bolpen.
Dalam perjalanan melewati halaman upacara. Panggilan misterius itu kembali memanggil dirinya, "Nuha!"
Nuha sebenarnya mendengar, tapi dia mengabaikannya dengan menutup kedua telinga. Beberapa kali, beberapa kali. Khawatir kalau sahabatnya akan mengetahuinya, ia akhirnya berlari mendahului mereka.
...*******Flashback on*******...
...Sehari sebelum libur kenaikan kelas, pemilik suara misterius itu bertemu dengan Nuha. Seorang cowok bernama Dilan Nabihan. Pertemuan yang hanya sekilas mata, membuat dirinya menjadi semakin penasaran dan tertarik dengan gadis berkuncir air mancur itu....
...Gadis bermata imut namun berwajah grumpy. Cukup unik untuk menarik perhatian seorang bintang sekolah semacam Dilan. Sekarang saatnya ia mencoba mendekati Nuha untuk menambah pengalaman baru....
...*******Flashback end*********...
Dilan adalah siswa kelas 12D jurusan MIPA. Tinggi, kulit putih dan berambut blonde. Berprestasi, kaya dan Dermawan. Cowok paling populer di sekolah, hobinya suka menuruti kemauan teman-temannya untuk memberikan kesenangan.
Gayanya sangat mempesona, saat ia mengibaskan rambut poni dengan tangannya seluruh gadis langsung terbuai dengan ketampanannya. Sangat terkenal.
"Nuha!" Teriak Dilan.
Panggilan misterius itu terdengar lagi, menggema di udara. Dan akhirnya mereka kompak berhenti.
"Nuha!"
"Nuha! Di atas sini!"
Gadis yang dipanggil itu kesal lalu menengadah dan mencari suara itu berada. Nuha menampakkan ekspresi datarnya namun bagi si empunya suara misterius itu sangat menggemaskan. Mata Nuha yang terlihat terbuka lebar dan tajam terlihat imut bagi dia yang melihatnya dari atas.
Dia pun perlahan mengarahkan ponselnya ke Nuha dan "cekrek!" berhasil memotret ekspresi lempengnya.
Seketika wajah Nuha memerah namun dia tetap tenang mencoba untuk tidak panik. Di samping itu, ternyata Sifa merasa terpesona dengan cowok itu. Sifa memandanginya dengan mata yang berbinar-binar.
"Handsome sekali", sahutnya.
Tanpa Sifa sadari, cowok itu juga membalas tatapannya dengan mengedipkan satu mata untuknya, "ting." Sifa pun canggung dan hatinya menjadi berdebar-debar. Serasa mau pingsan saja.
"Cih, dasar playboy!" Gumam Asa acuh sambil melipat tangannya karena kesal.
"Nuha! Aku Dilan. Ingat namaku ya!"
Dialah Dilan, dia memperkenalkan dirinya dengan penuh percaya diri. Yakin bahwa gadis kecil itu akan mudah dia taklukkan.
"Hah?"
Sebuah kejadian yang singkat namun terasa sangat lama. Akhirnya suasananya kembali seperti semula. Nuha berusaha cuek dan kembali melanjutkan jalannya tanpa memperdulikan sahabatnya. Tapi, "gedubrak!" Nuha tersandung dan terjatuh lagi. Kejadian itu akhirnya mencairkan keadaan.
Sifa yang masih berbinar-binar dan Asa yang masih dengan kesalnya, seketika sadar dan segera menuju Nuha untuk membantunya berdiri.
"Tuh kan jatuh!"
"Hahahaha"
Mereka bertiga akhirnya tertawa bersama untuk jalan lagi menuju koperasi. Namun sayang, keberadaan mereka hanya sebentar saja. Setelah membeli bolpen, mereka segera kembali ke kelas.
Ada hubungan rahasia antara Asa dengan Dilan. Seolah Asa telah mengetahui segala kepribadian dan sifat asli yang dimiliki oleh seorang Dilan Nabihan.
Sebuah alasan yang tidak masuk akal pun Asa tuturkan. Sifa saja curiga dan tidak percaya. Tapi, Asa langsung berdehem untuk memutus kecurigaan Sifa tersebut dan dia langsung menyuruh Nuha untuk mengembalikan buku yang Asa ambil secara sengaja untuk dikembalikan lagi ke perpustakaan. Nuha dengan senang hati menuruti perintahnya.
Hawa pun keluar dan menemani Nuha berjalan menaiki tangga, "sepi yah", ucapnya.
Jiwa yang tidak terlihat itu, selalu menemani Nuha dimanapun dan kemanapun Nuha pergi. Karena dia memang selalu berada di dalam tubuh Nuha. Meski dia bagian dari diri Nuha, Hawa memiliki kepribadian dan kebebasannya sendiri.
Nuha terus berjalan naik sambil berpegangan pada pegangan tangga agar dia tidak mudah tersandung dan terjatuh. Di sana, ada Dilan yang sedang duduk memanggil namanya dan membuat Nuha kaget. Nuha hampir saja terjatuh. Beruntung Dilan langsung meraih tangannya, "Nuha, kamu baik-baik saja?" Tanya Dilan khawatir.
"Ii-ya..., ti-tidak...anu... Aku.. Gakpapa.."
Entah kenapa Nuha langsung gagap tingkah menerima bantuan dari Dilan. Padahal, di awalnya dia terlihat sangat cuek dan tidak peduli. Ini, pertama kalinya Nuha merasa gugup.
"Nih bukunya! Bukunya Asa, kamu sedang mencarinya, kan?" ucap Dilan sambil menyerahkan buku milik Asa.
"Eh?"
Meski bingung, Nuha pun segera meraihnya. Tapi, Dilan malah menariknya kembali, "Eits!", ucapnya.
"A- ada apa?"
"Lihat aku dulu donk. Aku tau, kamu pasti langsung pergi setelah mendapat buku ini"
"A-apa! Melihatmu?!"
"Iyes"
"Enggak! Enggak akan!"
Seketika Dilan pun tertawa, "Kamu lucu sekali. Ahahaha"
"A-apa? Lu-lucu? Kamu menghinaku."
"Bukan..., bukan seperti itu.. Eemm...gimana ya?, Aku tuh suka sama kamu, Nuha. Kita jalan yuk, biar makin deket", ucap Dilan Spontan tanpa ragu-ragu.
"Whats?!"
Tangan Nuha langsung mengepal kesal, Nuha mencoba mengatur nafas dan menenangkan suasana hati, supaya bisa mengendalikan emosi diri. Dengan kepala tertunduk dan kedua tangan mencengkeram ujung rok sekolahnya, dia mencoba untuk berbicara.
"Ka-kamu pasti salah orang. Aku tidak mengenalmu dan kamu tidak mengenalku. Aku kesini untuk mengembalikan buku, bukan mau mengambil bukunya Asa dan aku tidak ada urusan denganmu." Nuha memperjelas keadaan dan ingin segera mengakhiri perbincangannya dengan Dilan.
"Kamu manis sekali kalau marah", goda Dilan.
"Hiii kamu menakutkan! Aku pergi!"
"Kamu lupa aku tadi baru saja menolongmu"
"Itu... i i itu.." Nuha kembali terbata-bata.
"Aku akan selalu menunggumu Nuha! Jadi, met ketemu lagi ya di lain waktu!" sahut Dilan tersenyum ramah.
"Astaga..."
Sambil berjalan menutupi kedua telinganya, Nuha jadi semakin bingung dan bingung apa yang akan dia lakukan setelah ini. Sebuah gangguan yang tidak pernah Nuha dapatkan.
Nuha terus berjalan meninggalkan Dilan tanpa menoleh sedikit pun. Mulai menuruni tangga selangkah demi selangkah.
"Aku tidak akan menyerah, Nuha" Dilan menatap kepergian Nuha dan semakin tertarik untuk terus mendekatinya.
Nuha berhenti di anak tangga lantai bawah, duduk dan menenangkan perasaannya. Baginya, ini terlalu berlebihan dan tiba-tiba. Ada angin apa sehingga ada kejadian tak terduga ini, ada cowok yang menyukainya dan itu baru pertama baginya. Ia mencoba menenangkan pikirannya dan mengarahkan bahwa itu tidak benar dan tidak pernah terjadi. Romansa anak sekolah? NO WAY !!
"Ha-ha-hasying! Haa ah, ini sangat mengganggu zona nyamanku", keluh Nuha sambil menempelkan mukanya di meja. Sangat memelas.
Nuha bersin tidak berhenti-henti. Sambil mengusap hidungnya yang gatal karena ingus, Nuha sedikit harap-harap cemas.
Gadis itu, tak pernah sekalipun melibatkan diri dengan orang lain. Itu karena dia tidak suka berinteraksi dan bersosialisasi. Dia lebih memilih membuat zona nyamannya daripada ikut asik seperti orang lain.
Bersyukur dia memiliki sahabat sejati, ketiga sahabatnya begitu pengertian. "Nuha kamu sakit?" Tanya Fani.
"Hehe, kayaknya gitu"
Wajah Nuha tampak berantakan, ia menunjukkan kepada ketiga sahabatnya dengan muka memelas. Ingin sekali dia hujan-hujan tapi ini bukanlah musim hujan.
Nuha cukup menyesal karena melimpahkan masalahnya dengan mandi berpancuran air shower sampai berjam-jam lamanya. Alhasil, dia jadi terkena demam.
"Gak papa teman-teman. Aku, ke kantin dulu ya. Mau beli teh hangat." Izin Nuha dengan sendirinya.
"Mau aku temenin?" Pinta Fani
"Tidak usah, hihi" Nuha langsung nyengir, memberi tanda bahwa dia baik-baik saja.
Nuha berjalan menuju kantin, tapi ternyata ada Dilan di balik tangga memanggil namanya lagi. Nuha berhenti sejenak. Mengatur pikiran dan mencoba jalan lagi untuk mengabaikan panggilan itu. Tapi, Nuha merasa kalau dia mengabaikannya, Dilan akan terus memanggil namanya. Nuha pun terpaksa menoleh.
"Nah, gitu kan cantik." sahut Dilan senang.
"Apaan sih?" Sinis Nuha.
Nuha yang begitu sayu menoleh ke arah Dilan. Dilan menjadi kaget, berfikir bahwa Nuha terlihat sedang tidak enak badan. Dilan mencoba peduli, "Apa kamu sedang sakit?" tanyanya.
Nuha berusaha terlihat baik-baik saja. Sambil mengusap-usap ingusnya dengan telapak tangannya, Nuha dengan lantang menjawab, "aku baik-baik saja! Apa kamu peduli?! Hah?!"
Dilan langsung tertawa dan menjadi tertantang dengan ucapan Nuha, "Kau gadis yang pemberani ternyata. Kemarilah!" Ajak Dilan sambil menggandeng tangan Nuha untuk menaiki tangga kembali ke kelas.
"Apa maumu?! Kita mau kemana?"
"Udah, nurut aja. Mulutmu itu tidak baik kalau harus terus tajam seperti itu Nuha" kata Dilan.
"Aku bisa jalan sendiri. Lepasin tanganmu!"
"Oke-oke, jangan marah", goda Dilan.
Dengan menghentak kuat karena merasa kesal, Nuha selangkah demi selangkah menaiki tangga tapi hentakan itu malah membuat setruman di kepalanya, membuat semakin pusing dan mengaburkan pandangannya.
"Sebenarnya aku ingin bicara dulu empat mata denganmu, Nuha. Tapi, kayaknya kamu sakit deh. Aku antar balik ke kelas ya"
Nuha mulai merasakan sakit. Pandangannya mulai kabur dan dia khawatir akan terjatuh. Flunya sudah membuat tubuhnya mulai melemah. "Aku jadi ngantuk", keluhnya.
"Nuha?", tanya Dilan memastikan.
"Nuha, bertahanlah." pinta Hawa.
"Tidak bisa.. tidak bisa Hawa. Aku.. aku akan jatuh.."
Nuha sudah tidak kuat lagi, tubuhnya melemah dan matanya pun terpejam. Dia akan jatuh tersungkur ke belakang. Tidak tahu apa yang akan terjadi. Dan ini sangatlah berbahaya.
"Hup!" Tiba-tiba seorang cowok dengan sigap menahan punggungnya. Menangkapnya dengan sangat aman. Dia pun mendudukkan Nuha di anak tangga tersebut dan menyelimutinya dengan jaket.
Samar-sama Nuha melihatnya, tetapi tidak terlihat jelas. Seorang cowok telah menolongnya. Cowok itu kemudian menarik Dilan pergi dari tempatnya dan meninggalkan Nuha sendiri.
Ketiga sahabat Nuha yang merasa bahwa Nuha sudah lama tidak kembali, mereka pun mencarinya. Sontak mereka panik dan menghampiri Nuha yang tertidur di tangga.
Sifa dan Fani berusaha membangunkan Nuha, tapi Nuha masih nyenyak dengan tidurnya. Nuha menjadi nyaman tidur ditempatnya dengan berselimut jaket yang entah siapa pemiliknya.
Samar-samar Nuha mulai bangun dari tidurnya. Flunya benar-benar membuat Nuha mengantuk dan tertidur dengan nyenyak. Padahal kejadian terjatuhnya sangat berbahaya tapi malah membuat Nuha akhirnya diselamatkan dan bisa tidur dengan nyenyak. Nuha berusaha mengangkat kepalanya, tapi kembali kepalanya terasa kesetrum.
"Aduh! Pusing..." Keluh Nuha
"Aah.. Syukurlah kamu sudah bangun", ucap Fani merasa lega seraya menelus d a d a.
"Iya.. tapi, dimana aku?" Nuha masih belum sadar.
"Kamu itu malah tidur nyenyak disini. Lihat! Itu jaketnya siapa juga?" Ketus Sifa
Asa masih terdiam dan melihat Nuha dengan penuh tanda tanya. Nuha pun membalas tatapan Asa dengan penuh tanda tanya juga. Nuha bertanya-tanya apakah Asa ada hubungan dengan Dilan, sepertinya Dilan juga mengenal Asa.
Akhirnya mereka kembali ke kelas. Nuha duduk lemas karena nyawanya serasa hilang separuh. Tiba-tiba seorang teman kelasnya masuk membuat kehebohan.
"Berita besar! berita besar!"
Seorang gadis modis berambut ombak nan panjang. Memakai riasan yang mempercantik wajahnya, seperti seorang barbie sedang menarik perhatian semua teman. Dia Aya, salah satu anggota fans Dilan Nabihan.
Nuha melihat ke arahnya ikut penasaran, "Ada apa sih? Aku kan ingin tidur. Ha-hasying!!" keluhnya merasa terganggu.
"Ke UKS aja yuk, Nuha" pinta Fani.
"Gak usah, Fani. Aku gakpapa kok"
"Dengarkan teman-teman. Aku akhirnya dapat kesempatan jalan sama Dilan!!", sahut Aya dengan penuh percaya diri.
"Apa?! Kamu bercanda Aya?" Mega terkejut.
"Aku serius!"
"Wah! Kamu membuatku iri!!"
"Iyalah, akhirnya aku beruntung juga bisa jalan sama Dilan. Ini kesempatan emas yang gak boleh dilewatkan. Ahh, aku gak sabar buat ketemu Dilan lagi"
Itulah Dilan, anak yang paling populer di sekolah. Semua warga sekolah tahu tentang Dilan. Superstar, punya segudang prestasi dan para guru membanggakannya.
Dilan kalau jalan seperti bintang yang berkelap kelip. Para gadis mendambakan ingin bisa jalan dengannya. Tapi anehnya, mereka tidak merasa cemburu satu dengan yang lainnya dan pula tidak merasa sakit hati kalau sudah diputus olehnya.
"Aku juga ingin bisa jalan dengannya. Bintang sekolah, auuu~", sahut Amalia seketika ngeblushing sendiri.
Amalia tidak henti-hentinya memegangi pipinya karena tersipu malu membayangkan pesona Dilan. Gadis pendek berkulit sawo matang. Dia sangat ngefans dengan KPOP, membuat Asa dan Sifa selalu tertarik padanya.
"Itu namanya apa ya Asa?" tanya Sifa.
"Playboy!" Asa langsung to the point.
"Aa! Benar! Playboy! Ternyata Dilan itu playboy ya, sudah kuduga," sahut Sifa.
"Hei kalian, jangan ngatain Dilan itu playboy donk. Buruk sekali kalau dia Playboy dan Dilan itu bukan anak yang seperti itu." Amalia malah membela Dilan.
"Setan apa yang merasukimu hei Amalia, jelas-jelas itu playboy namanya!" Sifa malah semakin ngotot.
Nuha yang sedari tadi memperhatikan semuanya hanya bisa melongo tidak percaya, "Ha?"
"INI GAK MASUK AKAL, kan HAIKAL!!" Teriak Hawa.
"Aku masih tidak mengerti dengan semua kejadian ini! Dilan itu playboy tapi kenapa tidak ada yang salah padanya? , bahkan para gadis mendambakannya padahal kan jelas-jelas dia playboy. Apa bagusnya playboy? Mempermainkan hati perempuan dan meninggalkan begitu saja. Ini tidak biasa bagiku." Ketus Hawa.
Nuha semakin pusing dan cenat-cenut. Dia tidak suka ada orang lain yang menyukainya. Apalagi dia sendiri mengubur jauh-jauh perasaan sukanya terhadap orang lain. Menarik perhatian adalah sangat merepotkan.
Gadis itu, kembali memeluk jaket yang telah menyelimutinya saat dia tertidur di tangga. Membuatnya menjadi lebih nyaman. "Sebenarnya, milik siapa jaket ini?"
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!