"Thanks Ann, untuk hari ini?"
"Oke bye, ku harap urusan kita sudah selesai." Anna turun dari mobil dan berjalan memasuki rumahnya.
Zidan baru saja akan melajukan mobilnya kembali namun urung demi melihat ponsel Anna tertinggal di jok.
"Wah, punya Anna pasti di cariin nih..." Sejurus kemudian Zidan turun dari mobilnya dan berniat mengembalikan ponsel tersebut.
"Assalamu'alaikum...."
Hening
Zidan setengah masuk ke dalam rumah yang tampak lengah. Setelah mengetuk pintu utama tidak ada jawaban, Zidan langsung nyelonong masuk ke dalam.
"Hallo... An... Anna...!" Tidak ada jawaban, Zidan pun semakin masuk ke dalam. Sekilas sudut matanya menangkap pintu kamar yang sedikit terbuka.
Mungkin itu kamar Anna, pikirnya.
Zidan seperti terhipnotis, anak itu melangkahkan kakinya ke sana.
"Ann...!?" panggilnya sekali lagi, ia melongok sedikit ke dalam kamar dengan posisi badan di ambang pintu.
Hening
Lalu ia pun masuk ke kamar, kosong, namun terdengar suara gemericik air di dalam kamar mandi. Zidan tidak langsung pergi, ia malah duduk bersantai di atas kasur Anna sambil melihat-lihat isi ponselnya yang sama sekali tidak di pasword.
Rasa lelah membuat ia tak sadar dan lama-lama mengantuk, tidak sengaja Zidan membaringkan tubuhnya di atas ranjang gadis itu.
Sementara Anna sama sekali tidak menyadari jika di kamarnya ada penyusup. Ia tengah asyik berendam di bathtub. Setelah memakan waktu hampir satu jam di dalam, Anna keluar dengan santai dan bersenandung ria.
Anna melihat ranjangnya sendiri seperti terisi seseorang. Mungkinkah kak Hiko, pikirnya santai. Namun Ia harus memeriksanya sekali lagi sekilas pakaiannya seperti mengenalnya walaupun mukanya tertutup oleh lengannya.
"Astagfirullah..." Anna terjingkat, melihat yang tidur di ranjangnya bukan kak Hiko tapi.... Zidane.
"Hai! sad boy bangun.... woi.... jangan tidur disini!" Anna berteriak sekencang mungkin. Ia berani berteriak karena di rumah hanya dirinya dan ART saja.
"Eh.... An..." Zidane menormalkan penglihatan nya, diketuk-ketuk kepalanya perlahan, sadar dengan apa yang dia lihat. Cewek? Zidane menggeleng-gelengkan kepalanya.
"Dan...!!! woi... malah bengong lagi." Zidan langsung berdiri dari duduknya sambil menutup ke dua telinganya karena pekikan Anna.
"Lancang kamu ya, masuk ke kamar orang tanpa permisi." Zidane meringis
"Ini nggak seperti yang kamu pikirkan Ann, aku nggak sengaja sumpah." Ia mengacungkan jari tengah dan telunjuk membentuk huruf V. "Aku mau mengembalikan ponsel kamu ketinggalan di mobilku. Nih..." Zidane mengangsurkan HPnya kehadapan Anna.
"Maaf, aku tidak sengaja malah ketiduran, bertemu dengan kasur dan rasa lelah membuatku terlelap." Kata Zidane jujur.
"Ya udah ayo keluar, entar kita di bilang ngapa-ngapain lagi di kamar berduaan."
Zidane menurut, tangannya di cekal dan hendak di geret oleh Anna. Zidane bergeming, manik matanya memperhatikan tangannya yang saling bertautan dengan tangan Anna.
Anna pun tersadar, bahwa dia tidak bermaksud menggenggam pria itu.
"Ups... sorry, silahkan keluar..." Anna membuang muka memerah karena Zidane terus mengamatinya.
Tiba-tiba terdengar arah sepatu berjalan mendekati pintu.
"Ada yang datang... itu suara Mama sama Papa. Aduh gimana nih.... kamu cepet ngumpet, entar mereka bisa salah paham." Anna sibuk mendorong tubuh Zidane agar bersembunyi, konsentrasi nya buyar dan panik sehingga keseimbangan tubuhnya goyah seketika mereka terjatuh berdua di atas kasur dan di saat itulah pintu kamar di buka dari luar.
"Anna.....!!!" Teriak Mama terkejut, Anna yang masih terjatuh di atas Zidane langsung bangun dengan wajah panik begitu pun dengan Zidane, mereka berdua seperti sedang tertangkap basah melakukan hal-hal yang tidak senonoh.
Mendengar teriakan istrinya menyebut nama anaknya begitu lantang. Pak Haryo langsung datang ke tempat kejadian perkara.
"Ada apa Ma?" Pak Haryo menggeram marah melihat ada seorang pria di kamar putrinya dengan raut wajah Zidane yang acak-acakan khas bangun tidur dan Anna yang terlihat habis keramas dengan masih memakai jubah mandinya.
"Papa tunggu di luar, jelaskan semuanya!!!" Sarkas Pak Haryo sangar menatap ke duanya. Mama Yuli mengikuti langkah suaminya yang menuju ruang keluarga.
"Gimana nih Dan... ini semua gara-gara kamu, orang tuaku berfikir kita melakukan yang tidak-tidak." Anna sudah menangis tergugu.
"Jangan panik, aku akan menjelaskan semuanya kepada mereka. Tenanglah cepat pakai bajumu dan kita temui orang tuamu sekarang." Anna mengangguk sementara Zidane keluar terlebih dahulu menunggu di depan pintu kamar karena Anna mau berganti baju.
Ke duanya melangkah ke ruang keluarga di mana raut wajah Pak Haryo dan Bu Yuli tidak baik-baik saja. Pak Haryo bahkan langsung berdiri dan menghardik Zidane.
"Hubungi ke dua orang tuamu suruh mereka kesini secepatnya, saya nggak mau tahu kamu harus bertanggung jawab..!!" Zidane tercekat di tempatnya, mulutnya terdiam namun gerakan tangannya terulur mengambil ponsel di saku celananya.
"Tapi Pah... ini salah paham, kami tidak melakukan apapun seperti yang Papa dan Mama pikirkan." Sanggah Anna menangis sesenggukan.
"Aku akan bertanggung jawab." Kata Zidane tegas sambil menghubungi nomor ponsel orang tuannya.
Hiko masuk ke rumah dengan langkah lebar, pria itu berjalan menghampiri Zidane dan langsung memberikan hadiah bogem mentah.
Bug bug bug
"Brengsek...!!! apa yang sudah kamu lakukan dengan Anna hah." Nafasnya memburu menggeram marah.
Pukulan bertubi-tubi tanpa persiapan membuat Zidane seketika tersungkur. Zidane bangkit hendak melawan namun urung karena tangan Pak Haryo langsung melerainya.
"Sudah diam! tenang, selesaikan semua masalah ini dengan kepala dingin. Aku sudah menyuruh orang tuannya datang kemari, pria ini bersedia tanggung jawab dengan Anna."
Pak Dahlan dan Ibu Alin datang dengan tergesa-gesa ke alamat yang telah di berikan Zidane.
"Mohon maaf ada apa ini...?" Pak Dahlan membuka suara terlebih dahulu.
"Benar ini putra Bapak?"
"Iya itu putra saya Zidan, ada apa? kenapa kalian memanggil kami kesini."
"Putra Bapak kepergok di kamar putri saya dalam posisi mereka... ah, tidak usah di jelaskan saya yakin kalian tahu maksud pembicaraan saya. Jadi saya minta pertanggung jawaban dari putra Bapak." Ucap pak Haryo tegas.
"Dan...!! kami tahu kalian pacaran, tapi kami selaku orang tua tidak pernah mengajarkan yang tidak sopan. Apalagi sampai melanggar norma agama." Pak Dahlan sangat terkejut mendengar penuturan Pak Haryo.
Zidan hanya diam saja, mendengarkan semua perkataan ayahnya yang sama halnya dengan Ayah Anna dan semua orang yang ada di sini pasti tidak percaya sekali pun Zidan mencoba menjelaskan kejadian yang sebenarnya. Mengingat posisi kami yang sangat intim pas Mamanya Anna memergokinya.
"Zidan akan tanggung jawab Pah Mah, Om Tante. Zidan akan menikahi Anna." Kata Zidan serius, Anna menggeleng lemah semakin mengencangkan isak tangisnya, dia tidak percaya Zidan akan berkata seperti itu. Bagaimana mungkin kita menikah tanpa ada rasa cinta di antara ke duanya.
Bu Alin langsung memeluk Anna, melihat gadis itu menangis Bu Alin sungguh tidak tega dan merasa sangat bersalah telah gagal mendidik putranya.
"Maafkan kami nak, maaf kan Zidan, jangan khawatir Zidan pasti bertanggung jawab."
Bukan menikah yang Anna mau, Anna menangis karena kedua orang tuanya belum pernah semarah ini. Dia juga memikirkan nasibnya kelak, menikah di usia muda dan masih kuliah, apalagi dengan orang yang tidak mencintai nya dan parahnya lagi, pria itu cinta mati dengan sahabatnya sendiri.
"Tante, tolong tante percaya sama Anna, Anna tidak pernah melakukan hal buruk itu, ini salah paham tante."
"Anna tenang ya... tante ngerti, tapi memang sebaiknya hubungan kalian segera di halalkan kalau sudah saling cocok, dari pada nanti menambah dosa." Anna pasrah, benar kata Zidan seberapa besar usaha kita untuk menjelaskan tidak berarti karena mereka telah berasumsi lain.
Setelah menemukan kesepakatan bersama antara ke dua keluarga, Pak dahlan dan keluarganya pamit undur diri. Pernikahan mereka akan di laksanakan akhir bulan ini. Itu artinya hanya kurang dari satu bulan. My God, sial sial sial.
Zidan memang masih kuliah, ia tengah mengerjakan skripsi. Begitupun dengan Anna sibuk dengan kegiatan nya di akhir semester. Zidan sudah terbiasa dengan bisnisnya, ia mengerjakan berbagai project pekerjaan cabang milik orang tuanya sambil kuliah.
Untuk urusan ekonomi Zidan sama sekali tidak kekurangan walaupun harus menikah di usia muda, ia hanya khawatir tentang perasaannya. Khawatir tidak bisa membahagiakan Anna jika nanti menjadi istrinya.
Namun ini adalah pilihan yang harus di ambil, keluarga Anna jelas sudah memandang dirinya perusak anaknya, apalagi kalau sampai ia menolak untuk bertanggung jawab, Zidan yakin orang tua Anna tidak akan tinggal diam.
Anna memukul-mukul boneka teddy bear segede manusia dewasa di kamarnya. Ia melampiaskan kekesalannya seakan -akan itu Zidan. Di pukul, di tinju sampai Anna merasa lelah. Sejenak kemudian terdiam dan mengacak rambutnya frustasi.
Akhhh....
"Sial sial sial.... bugh bugh bugh...!!"
***
"Pah, aku tidak setuju Anna menikah dalam waktu dekat ini. Anna masih kuliah, setidaknya biarkan Anna menyelesaikan kuliahnya dulu." Protes Hiko mencoba pembelaan untuk Anna.
"Ini mendesak Ko, Papa dan Mama punya alasan lain yang kamu tidak mengerti. Lagian bukankah mereka katanya pacaran dan juga Zidan dari keluarga baik-baik yang terhormat, jadi Papa rasa ini adalah waktu yang tepat untuk Anna menikah."
Anna menghela nafas panjang mendengar percakapan mereka, kak Hiko satu-satunya orang yang di gadang-gadang bisa menyelamatkan nya tak bisa membujuk Pak Haryo dan Mama Yuliana.
Sementara Zidan begitu sampai rumah di marahi habis-habisan sama kedua orang tuanya. Mama Alin menjewer Zidan yang langsung nyelonong masuk begitu sampai rumah.
"Nakal banget ya anak Mama.... payah, mesumnya nggak ketulungan sampai bikin malu orang tua."
"Adududu..... ampun mah ampun sakit." Protes Zidan menahan jeweran
"Biarin ini hukuman buat anak-anak cowok yang berani-beraninya main ke kamar cewe. Untung cuma di pukul nggak di bunuh sama orang tua Anna."
"Ya nggak mungkin di bunuh lah ma... nanti yang mau tanggung jawab siapa?" Seloroh Zidan yang masih sempat-sempatnya becanda.
"Bener-bener nih anak, minta di pukul Mama sama Papah juga."
"Sumpah Ma, Zidan nggak nglakuin itu Zidan nggak mungkin nglakuin itu karena antara Zidan dan Anna tidak saling cinta."
"Blugh...." Mama Alin memukul pundaknya keras sekali membuat si pemilik nya meringis kesakitan.
"Nidurin tapi bilang nggak cinta apa namannya kalau bukan breng..sek, apa kamu tidak kasihan sama Anna matanya sampai bengkak gitu nangisnya. Pah kayaknya pernikahan mereka harus di percepat deh Pah sebelum anak ini pulang ke tempat singgah nya, Mama takut Zidan kabur nih pah. Dan keluarga kita bakalan malu.
"Siapa yang mau kabur sih Pah, Zidan bukan pengecut Zidan pasti tanggung jawab cuma Mama sama Papa harus tahu yang sebenarnya terjadi. Zidan ini anak yang baik."
"Iya kamu anak baik, makannya Papa tahu kamu tidak akan kabur mengecewakan kami."
"Ahkkhhh..... terserah deh, Zidan mau ke kamar."
Brakkk
Zidan menutup pintu kamar sangat keras, seharusnya malam ini adalah malam terakhir bertemu dengan Anna sebelum kembali ke kota Malang untuk merampungkan tugas akhir kuliahnya, dia sedang sedikit sibuk karena harus beberapa kali menemui Dosen pembimbing untuk mengajukan skripsi nya.
Konsentrasi nya buyar sudah, antara wajah Anna yang tengah menangis sesenggukan dan wajah Naya yang tersenyum bahagia.
Ahhh.....
Zidan menggeleng-gelengkan kepalannya. Dia sadar betul kenapa Anna berusaha menjelaskan mati-matian, itu karena yang pertama memang tidak terjadi apapun di antara kita, dan yang kedua kami hanya pacar setingan yang di malam na'as itu telah kami akhiri dan seharusnya kami sudah bisa bernafas lega.
Tapi apa? kebodohan nya memasuki kamar sang gadis membuat semua orang salah paham.
Anna pasti marah banget nih sama aku
Zidan langsung menyambar poselnya yang baru beberapa detik yang lalu iya lempar ke atas kasur.
Nada dering tersambung tetapi tidak di angkat sama sekali. Zidan tidak menyerah dan sampai deringan yang ke sembilan baru terdengar suara serak khas bangun tidur.
"Apa sih Dan... hidupnya gangguin orang mulu, berisik tahu nggak? gue mau istirahat jangan ganggu dan jangan pernah hubungi gue lagi. Pokoknya besok gue nggak mau tahu lo musti jelasin ke orang tua gue sampai mereka percaya dan membatalkan rencana pernikahan kita." Tut... telfon di tutup secara sepihak tanpa memberi kesempatan Zidan berbicara sepatan katapun.
"Hah! sial... kok malah di matiin sih. Kita perlu ngobrol kali buat cari solusi bersama bukannya nyerahin semuanya ke gue." Gerutu Zidan kesal.
Huhf...
Zidane menghelai nafas panjang, sambil terus memandangi ponselnya. Zidane masih tak percaya dengan kelakuan Anna yang seakan-akan menempatkan kekesalannya hanya pada dirinya. Ya tapi kalau di pikir-pikir emang salah Zidan sih, coba Zidan nggak masuk nggak bakalan kejadian hal kaya gini.
Sementara Anna dengan mata merah yang sedikit sembab tidak memungkinkan hari ini untuk masuk kuliah. Ia memutuskan untuk izin hari ini dan tak usah menunggu lama telfon langsung tersambung ke ponsel Vivi setelah beberapa kali mencoba menghubungi Naya tidak diangkat.
Jam pertama makul nya Pak Darren jadi Anna pikir menghubungi Naya adalah pilihan yang tepat bisa langsung di sampaikan ke Pak Darren. Pikirnya.
"Njirrr...... pagi-pagi random, gangguin orang tidur aja." Kesal Vivi di sebrang sana.
"Tolongin gue, titip absen kalau bisa, kalau nggak tolong kasih tahu Dosen nanti yang ngajar gue hari ini izin."
"Bolos, mau pergi kemana?"
"Udah nurut aja tinggal izinin, Gue mau lanjut tidur."
"Be de bah lo Ann nggak ada akhlak nyuruh-nyuruh gue, elo nya tidur santuy."
"Please.... kali ini aja, gue lagi pusing dan banyak pikiran percuma masuk nggak bakalan sampai ke otak juga buang-buang energi dan tenaga."
"Oke deh serah...."
Sudah seminggu sejak kejadian memalukan itu, Hiko berusaha keras mendebat Papa Haryo agar mempertimbangkan tentang pernikahan Anna, namun tak menemukan jawaban semua nihil berakhir gagal total.
Anna hanya bisa pasrah, sebenarnya Zidan itu tidak terlalu buruk di matanya, sejauh ini mengenal Zidan anak itu terlihat baik cuma agak cuek. Sore ini mama Alin meminta Anna datang ke rumahnya dan tentu saja Zidan yang di suruh menjemput.
Anna tidak bisa mengelak ketika di senja hari Zidan datang dengan sopan dan memohon izin kepada orang tuanya untuk menjemputnya.
"Sore Om, tante." Sapa Zidan sopan yang langsung di sambut hangat Pak Haryo dan bu Yuli."
"Sore Zidan masuk dulu, Papa mau bicara." Zidan mengangguk dan berjalan masuk duduk di sofa bersebrangan dengan Pak Haryo secara otomatis mereka menjadi saling berhadapan.
"Sudah berapa lama kamu pacaran sama Anna Dan?" Tanya Pak Haryo to the point. Zidan diam sejenak kemudian mulai merangkai kata yang pas agar tidak menimbulkan masalah baru.
"Kurang lebih sebulan Om, kita memang baru mengenal tapi Om nggak usah khawatir kita sudah berkomitmen untuk ke jenjang yang lebih serius." Pak Haryo nampak mengangguk.
"Kamu masih kuliah? terus bagaimana dengan urusan tempat tinggal setelah menikah nanti, apa kalian akan tinggal terpisah."
"Untuk awal-awal mungkin iya Om, mengingat Zidan kuliah di luar kota tapi saat ini Zidan sedang mengerjakan skripsian yang insyaAllah bakalan cepat lulus."
"Seberapa besar kamu mencintai putri Om?"
Hah maksudnya? kalau di tanya seberapa besar seberapa persen aku bahkan tidak tahu jawabannya.
"Tak terhingga Om, jadi tidak bisa di ukur dengan seberapa banyak dan seberapa besar."
"Anna adalah putri kesayangan Om, jadi Om tidak segan-segan mengambil tindakan kalau kamu berani mempermainkan putri Om."
"Iya Om, Zidan paham." Jawaban terakhir Zidan pas bebarengan dengan datangnya Anna ke ruang tamu.
Anna melirik Zidan yang sepertinya sedang diintrogasi Papanya.
"Udah Ann, ayo mama udah nunggu."
Anna dan Zidan pamit kepada ke dua orang tua Anna dan masuk ke dalam mobil Zidan.
"Papa tadi ngomong apa?" Kata pertama yang keluar dari mulut Anna setelah sekian menit mobil melaju membelah jalan raya dan hanya menciptakan keheningan.
"Ngobrol biasa saja, tentang kita."
"Tentang kita?" Ana memicingkan matanya menatap Zidan yang tengah fokus menyetir.
"Tentang kita nanti setelah nikah mau tinggal dimana, tentang berapa lama kita berhubungan dan tentang perasaan gue ke elo seperti apa."
"Hah! terus lo jawab apa?"
"Ya gue jawab aja se kooperatif mungkin."
"Gue tetep berharap pernikahan kita tidak pernah terjadi, gue masih mau nerusin kuliah dan karir di tambah gue pingin nikah sama orang yang gue cintai dan mencintai gue."
"Gue juga maunya gitu tapi apa mau di kata kalau kita memang di takdirkan berjodoh." Ujar Zidan yang terdengar menyangsikan bagi Anna.
"Kita buat perjanjian saja tanpa sepengetahuan orang tua kita. Sudah kadung kaya gini mau tidak mau kita harus menurut."
"Perjanjian nikah, kaya contohnya hal-hal yang seharusnya kita lakukan setelah menikah nanti tidak perlu ada, kita juga bisa hidup terpisah tapi tetap terikat ya paling tidak setahun mungkin baru kemudian kita sepakat bercerai. Gimana?" Ujar Zidan panjang lebar.
"Oke deal, gue setuju."
"Biarkan orang tua kita menyiapkan untuk pernikahan kita, kita tunggu aja, terima jadi beres."
"Apa setahun tidak terlalu lama? bagaimana kalau setengah tahun atau tiga bulan." Ujar Anna kemudian
"Terlalu cepat orang tua kita akan curiga. Nanti di kira aku cuma mainin kamu doang sebagai pelarian dari Naya."
"Dalam hal ini kamu yang paling banyak di untungkan. Gue benar-benar kesal. Niatnya nolongin kamu malah jadi apes gini terjebak dalam perangkap hidupmu plus masalahmu. Sial..."
"Kamu juga sama lah... diam-diam manfaatin kebersamaan kita buat manas-manasin mantan pacar kamu kan... hayo ngaku."
"Ck, sekalian aja mumpung lihat dia lagi jalan kan biar dia tahu aku udah move on dari dia."
"Nah...kan berarti sama sebelas dua belas nggak jauh beda, kita sama-sama di untungkan. So kita ikuti alurnya saja tanpa melalui pemberontakan."
"Oke deh... akan aku pertimbangkan." Ucap Anna sambil menerawang. Asyik mengobrol tak terasa sudah sampai di depan rumah Bu Alin.
"Sampai juga calon mantu Mama?" Ujar bu Alin senang dan langsung memeluknya.
"Hari ini kita jalan bertiga ya, sebenarnya tadi Mama ngajakin Naya dan Icha tapi mereka tidak bisa lagi pada sibuk dengan urusan masing-masing."
"Jadi berdua aja sama kamu, Zidan boleh ikut." Mama Alin mengajak Anna ke pusat perbelanjaan. Mereka tengah memilih baju-baju.
"Sayang kamu bisa pilih mana saja yang kamu suka?" Ujar Bu Alin senang
"Iya Tante, terimakasih. Anna lagi nggak pingin belanja."
"Nggak pa-pa sayang anggap saja ini hadiah dari mama sebelum pernikahan kalian." Sikap Bu Alin yang begitu hangat dan baik membuat Anna menjadi merasa bersalah dengan hubungannya. Ia merasa telah membohongi ke dua keluarga sekaligus.
Anna juga sempat terheran-heran dengan sikap Papa yang begitu hangat dan terbuka terhadap Zidan, mengingat Papanya itu akan sangat marah kalau tahu Anna berpacaran. Makannya dengan Dimas ia backstreet. Anna merasa orang tuanya menyembunyikan sesuatu, rasanya terlalu mustahil Papa bisa langsung akrab dan menerima Zidan dengan tangan terbuka bahkan terkesan tergesa.
Pak Haryo bukan tipe orang yang berbaik hati dan secepatnya mengambil keputusan tanpa sebuah alasan yang jelas. Di tambah ini sebuah pernikahan mencangkup kehidupannya kelak. Anna semakin yakin ada sesuatu yang di sembunyikan orang tuanya. Dan Anna akan mencari tahu sendiri sebelum pernikahannya terjadi.
Karena Bu Alin terus memaksa akhirnya Anna mengambil dress yang menurutnya paling terjangkau. Bu Alin juga membelikan untuk Naya dan putrinya Icha.
"Yakin, mau pilih yang ini?" Tanya mama memastikan, Anna mengangguk di bawah pandangan Zidan yang tersenyum geli. Ternyata Anna manis juga kalau senyum.
Dari pusat perbelanjaan kami langsung pulang karena ingin makan malam bersama di rumah.
"Cepet banget Ma pulangnya?"
"Kasihan Anna nanti kemalaman, Papa sudah pulang Cha?"
"Udah Ma ada di kamar tadi nyariin Mama."
"Anna duduk dulu ya? Mama ke kamar sebentar nanti makan malam bersama." Anna mengangguk dia mengikuti saran Bu Alin dan menunggu di ruang tamu.
"Ann, aku ke kamar dulu ya?" Anna mengangguk. "Tunggu di sini apa mau ikut." Goda Zidan jail.
"Hah!" Buk....
Ana melempar bantal sofa ke muka Zidan yang langsung di tangkap dengan gerakan menghindar. Muka Anna sudah memerah yang membuat Zidan tak tahan untuk tidak tersenyum. Sejurus kemudian Zidan tertawa lebar sambil berlari kecil ke lantai atas menuju kamarnya.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!